Kabar baiknya: aku berhasil tetap terbangun sampai pagi tiba. Kuingat, Lavi pernah bilang mereka akan berangkat saat matahari terbit, jadi sebelum pagi tiba, aku sudah di depan Gerhanya. Cahaya masih di ufuk timur, kabut masih tebal ketika Lavi kaget melihatku menunggunya di balik pagar.
“Kejutan,” ujarku, tanpa nada.
“Pasti tidak tidur,” dia tersenyum manis. “Wajahmu kayak habis kesetrum.”
“Aku gugup setengah mati memikirkanmu pergi.”
“Terbalik, dasar idiot.” Dia merangkulku ke padang rumput.
Misi menjaga kali ini mengirim Lavi dan Elton, jadi di padang rumput, lagi-lagi aku bertemu Dalton. Kupikir baru lima belas menit kami berpisah, tetapi semua yang terlihat darinya sudah jauh lebih segar. Barangkali efek kabut tipis dan embun. Pemandangan Padang Anushka sebelum matahari terbit memang tidak tertandingi.
“Tidak bersama Jesse?” tanya Dalton.
“Aku yang bawa
Rencana pagi ini: aku mengobrol dengan Layla saat sarapan—Fal pasti ada bersamanya—tetapi di depan dapur, aku bertemu Haswin. Kupikir dia tidur, seperti Dalton, tetapi dia di sini, mengangkat alis, dan wajahnya segar seolah selama kami berpisah, dia sudah hibernasi selama bertahun-tahun. Rencana B: aku putar balik, memilih jam sarapan telat—Layla mungkin mengomel, tetapi setidaknya aku bisa mengobrol dengan nyaman. Sayangnya, Haswin bisa mengendus rencana B, hingga menyeretku masuk, mengambil makanan, memaksaku satu meja.Yang perlu kuberitahu: metode makan di sini bukan disuguhkan pelayan tim tungku, tetapi prasmanan. Hampir kebanyakan jam sarapanku selalu telat, sehingga Layla perlu menyisakan makanan, yang terkadang jauh lebih banyak dari rata-rata porsi. Di jam sarapan normal, biasanya Layla sibuk berdiri di dekat pintu ruangan tim tungku, memastikan makanan yang tersisa. Namun, saat ini, ketika aku duduk di meja makan berisi dua piring penuh daging pang
Agaknya aku merasa bersalah tidak benar-benar bersama Layla selama ini.Sejak mendapat informasi target musuh berikutnya Lembah Palapa, selama dua bulan terakhir, Profesor Merla tidak pernah kembali ke Padang Ansuhka. Aku agak cemas, tetapi di misi menjaga terakhir—yang secara teknis mengirim Dalton, Profesor Merla masih di sana, berpatroli setiap malam. Rencananya, Profesor Merla kembali dalam waktu dekat, tetapi dua minggu berlalu, dan entah bagaimana masih belum ada tanda-tanda kembali. Dalton tidak berani bilang ke Layla sejak interaksi terakhir mereka, jadi aku yang mengatakannya, dan Layla kelihatan menerimanya. Dia pasti tidak bisa melawan keadaan. Jadi, aku tidak bisa menyangka kalau Layla ternyata sudah cukup menanggung banyak hal.Aku ingat Profesor Merla bilang Layla sebenarnya hanya ingin didengar—Layla juga terang-terangan mengakui itu padaku. Rasanya agak keterlaluan karena selama dua bulan terakhir, Layla kehilangan orang yang biasa mendengar
Layla dan Tara ternyata berhasil menyembunyikan rahasia sangat baik. Dua orang itu berjanji tidak akan mengatakan pada siapa-siapa, bahwa selama dua bulan terakhir: Fal sudah berulang kali lepas kendali—aku tidak percaya, dan Layla sudah cukup tenang sampai hampir memutar bola mata mengatakan itu. “Oh ya, hampir lima puluh kali. Kau tahu berapa? Satu? Oh, tidak. Aku kecewa padamu.”Dan paradoks terbesar saat kupikirkan semua bermula dari Lukas, ternyata salah. Semua bermula dari satu orang: Troy.Troy punya kebencian tulen pada Layla. Berlaku dua arah. Layla juga. Satu alasan terbaik: Troy benci darah campuran. Mengganggu pemandangan. Gagasan itu membuat segalanya berkobar kembali. Layla, yang membiarkan Fal tinggal di Venus justru memberi jalan baru untuk situasi panas seperti dua tahun lalu. Itu agak penuh kontradiksi. Maksudku, soal Troy. Dia putra Profesor Neil, yang jelas satu-satunya dewan berdarah campuran di Padang Anushka. Dia terlahir dari o
Acara memancing dengan geng Dalton batal karena aku tidak bangun. Hal idiotnya: kami tidak ada yang bangun, kecuali Elka. Jadi, begitu malam tiba, Reila mengetuk pintu Gerha—bukan pintu depan, tetapi pintu belakang—yang itu artinya dia melompati pagar baru mengetuk pintu, membawa Fal di tangannya yang bilang, “Fal tidak bisa tidur. Temani main.”Aku menatap Reila. Dia bilang, “Jujur saja, aku ngantuk berat.”“Layla?”“Sudah mimpi.”Sejujurnya aku mau mencoba berkomunikasi dengan Lavi, tetapi menemani Fal tampaknya bukan sesuatu yang bisa kutolak, jadi kubawa dia ke Balai Dewan, satu-satunya tempat yang masih bersinar terang. Nuel sedang duduk di resepsionis. Kujelaskan apa yang terjadi, dia bilang, “Tempati ini saja. Aku juga mau kembali.”Aku lupa sudah berapa lama di Padang Anushka, tetapi itu pertama kalinya aku duduk di meja resepsionis. Mejanya tipe bangku yang punya penut
Fal sungguhan tidur, jadi meja resepsionis kelewat sunyi.“Tampaknya pilihan bagus tidak keluar saat momennya begitu.”Aku langsung menoleh, melihat Jesse keluar ruangan.Dia mengangkat alis. “Bukan hanya aku yang menguping. Nuel, Asva juga. Tadinya mau main dengan Fal. Melepas penat atau apa pun. Terlalu banyak hal mengerikan yang kami dapat. Tapi momennya buruk—kau keberatan aku duduk di sini?” Dia menunjuk meja—seberapa kagetnya aku, itu pertama kali dia minta izin untuk hal berbau kurang ajar—tetapi aku mengangguk.“Dia tidak cocok di sini,” katanya, duduk.“Fal?”“Melihatnya di sini membuatku ingin kedamaian. Mungkin kalau aku bisa lihat seperti apa wujudku saat enam tahun, aku pasti bersyukur. Seburuk-buruknya masa laluku, rasanya masih tidak sebanding dengannya.”Dia melempar camilan kecil ke mulutnya, membuatku termenung. Aku tahu Jesse di malam hari
Gagasan pertama yang kulakukan: duduk senyaman mungkin, memejamkan mata, tetap memeluk erat Fal, membayangkan segala hal yang kuingat tentang Lavi: wajahnya yang tidak tertandingi, menghipnotis sampai terkesan membekukan, atau senyum lebarnya dengan cara memandang yang unik—aku tahu ini cara keterlaluan untuk terhubung, tetapi sejauh kami melakukannya, gagasan ini tidak pernah gagal membuat suara Lavi terdengar di kepalaku.Sayangnya, cara ini kerjanya satu arah. Kami hanya bisa bergantung pada keberuntungan. Jadi, ketika suaranya terdengar, beberapa detik awal biasanya agak membuatku merona. Itu artinya kami terhubung—saat aku memikirkannya, dia juga memikirkanku, dan rasanya cukup idiot karena isi kepalaku—yang hampir sebagian isinya berupa Lavi—seperti terbuka terang-terangan pada orangnya. Rasanya idiot karena hanya dengan tahu kami saling memikirkan dalam momen yang sama sudah cukup membuatku terbang tinggi. Jesse pernah bilang komunikasi ini sepe
Dua kano berjejer di danau Pulau Pendiri.Aku, Dalton, Elka dalam satu kano. Haswin dan Yasha kano yang lain. Lima pancingan terlempar ke danau. Dua ember penuh. Tiga ember terisi setengah. Dua ember lagi kosong. Mereka berempat sama sekali tidak berkedip ketika kuceritakan semua yang terjadi pada Layla. Dan hanya itu yang bisa kujelaskan. Aku semata-mata tidak bisa menceritakan tentang Fal.“Jujur, aku baru tahu semua itu,” kata Yasha. “Mars bukan tipe asrama yang membuatmu tahu segala hal yang dilakukan penghuni. Kebanyakan dari kami agak tertutup. Ruangan juga hampir satu orang satu kamar.”“Atau kau yang terlalu tertutup,” komentar Haswin.“Memangnya kau tahu semua kejadian itu?”“Tahu gosipnya, tapi tidak tahu soal Layla.”“Venus punya sistem bagi kamar,” jelas Elka. “Yang punya ide itu Layla. Mereka bebas sekamar dengan siapa pun. Kamar kosong juga dimanfaatk
Aku berjanji pada Jesse akan memberitahunya setiap mendapatkan info—yang menurut Jesse perlu dilakukan sebagai ganti Lavi di sisiku. Dia bilang, “Lavi memperingatiku kau butuh orang yang memberimu saran.” Dan aku tidak tahu lagi seberapa hebat Lavi dalam memperkirakan gerakanku. Aku bisa saja marah karena dia seperti mendikte. Namun, Lavi yang kukenal pasti hanya akan nyengir, berkata, “Siapa yang mendiktemu? Jangan ge-er, deh.”Jesse memang pihak paling netral. Tim peneliti selalu di area paling putih. Tidak ada alasan mencurigai mereka. Dan aku paham betul suasana yang kurasakan dari Jesse sudah jauh beda dari saat kami pertama bertemu. Setelah Lavi, dia satu-satunya yang paling kupercaya dalam urusan ini.Jadi, ketika tidak ada siapa pun di ruangan peneliti, hanya aku dan dia, aku menceritakan apa yang kubicarakan dengan geng Dalton. Rasanya mengerikan saat dia memerhatikan semua yang kukatakan. Biasanya dia sambil melakukan sesuatu. Ku