Aku berjanji pada Jesse akan memberitahunya setiap mendapatkan info—yang menurut Jesse perlu dilakukan sebagai ganti Lavi di sisiku. Dia bilang, “Lavi memperingatiku kau butuh orang yang memberimu saran.” Dan aku tidak tahu lagi seberapa hebat Lavi dalam memperkirakan gerakanku. Aku bisa saja marah karena dia seperti mendikte. Namun, Lavi yang kukenal pasti hanya akan nyengir, berkata, “Siapa yang mendiktemu? Jangan ge-er, deh.”
Jesse memang pihak paling netral. Tim peneliti selalu di area paling putih. Tidak ada alasan mencurigai mereka. Dan aku paham betul suasana yang kurasakan dari Jesse sudah jauh beda dari saat kami pertama bertemu. Setelah Lavi, dia satu-satunya yang paling kupercaya dalam urusan ini.
Jadi, ketika tidak ada siapa pun di ruangan peneliti, hanya aku dan dia, aku menceritakan apa yang kubicarakan dengan geng Dalton. Rasanya mengerikan saat dia memerhatikan semua yang kukatakan. Biasanya dia sambil melakukan sesuatu. Ku
Ini ide Tara.Aku tidak mau kami berakhir menunggu waktu hingga Fal menginjak usia delapan tahun. Lagi pula, kami tidak tahu hari lahirnya—atau ralat, Jesse pasti tahu, tetapi aku tidak mau tahu. Aku tidak mau berakhir semakin muram, merenungkan detik-detik waktu yang semakin habis. Aku tidak mau kembali ke momen kepergian Aza dan Nenek. Masih lebih baik menjadi orang yang tidak tahu. Itu membuatku bisa menikmati waktu bersama Fal seolah-olah ini hari terakhirnya.Jadi, di tengah hari-hari itu, aku juga ingin melakukan sesuatu yang punya potensi mengubah takdir Fal. Dan beruntungnya, Tara punya ide miring.“Pertama, temui pemilik kemampuan roh. Hal bagusnya, dia tahu masa lalu. Hal buruknya, tidak mengubah kematian.”“Kedua?”“Hancurkan bom waktu. Hal bagusnya, tidak pernah punya dua kemampuan khusus, hidup. Hal buruknya, cari kemampuan roh untuk ingatannya, dan cari cara menghentikan kepemilikan dua kemampuan kh
Gagasan yang kupikirkan tentang patroli: aku duduk di pondok perbatasan, menemani Mister dalam kesunyian malam perbatasan Padang Anushka.Namun, di pondok perbatasan yang berukuran kecil—seperti saung tengah sawah, sudah ada Mister, Kara, dan Aaron yang bermain kartu.“Oh, Forlan!” seru Kara menyambutku. “Patroli?”Aku tidak menjawab, hanya mengangguk.Aku tidak masalah dengan Kara. Justru masuk akal kalau Kara terus terjaga sepanjang hari. Sebagai satu-satunya dewan pemilik kemampuan yang berinteraksi tanpa henti dengan penghuni, dia harus paling waspada dari dewan yang tersisa. Itu cukup terlihat dari kelelahan yang berusaha disembunyikan Kara. Hanya saja, sosok Aaron di sisinya, membuat aura waspadaku memancar lebih dari yang kupikirkan.Tampaknya Kara menyadari itu.“Duduk di sampingku, Nak.”“Aku tidak pernah lihat Aaron sejak misi pertamaku,” kataku.Namun, Aaron tidak
Rasanya cukup berlebihan memikirkan jalan menuju Anggara akan mulus.Maksudku, kami tidak boleh ketahuan siapa pun saat masuk Joglo. Yang itu artinya, kami tidak boleh ketahuan siapa pun saat berkeliaran di area Joglo sebelum masuk, mendorong rak buku, dan menuruni tangga Anggara.Jadi, bagaimana kalau Kara, secara teknis, meminta seseorang mengawasi Gerha secara khusus, yang juga berpatroli kompleks Padang Anushka—dan secara kebetulan yang bodoh, dia orang yang tidak boleh tahu soal Anggara?Jelas aku langsung berhenti saat bertemu Aaron.Kehadiran Aaron mengingatkanku akan kehadiran Jenderal. Mungkin kami hanya tidak sengaja berpapasan di jalan berpaving, tetapi kehadirannya terasa jauh lebih menekan dibanding saat kami di pondok perbatasan. Aku cukup heran dengan darah murni di Padang Anushka. Reila, ketika pertama bertemu dengannya, rasanya ada bongkahan rindu seolah kerinduannya meresap ke setiap jengkal diriku. Lavi, auranya terkesan cerah, pe
Tiba-tiba aku sudah berhadapan dengan Aaron lagi. Dia jelas-jelas berdiri di depan mataku, menutup seluruh area pandangku, dan tiba-tiba keringatku sudah mengalir di pipi. Gejolak panas membara di benakku. Aku segera mundur.“Apa itu?” tuntutku, berhasil bicara.“Keistimewaan darah murni.”Mana mungkin aku tidak menggeleng. “Keistimewaan?”“Belum pernah ada lagi darah murni sejak sepuluh tahun lalu. Belum pernah ada sampai kau tiba di sini. Tidak ada yang menyangka darah murni pertama sejak perang terakhir itu kau.”Nadanya terdengar kecewa, jadi aku lumayan tersinggung. “Maksudmu?”“Ada gagasan darah murni pertama yang datang setelah perang terakhir bisa merusak alur perang.”“Siapa yang bilang begitu? Ratu Arwah?”“Erick.”Aku langsung memutar bola mata. “Dia bukan siapa-siapa.”“Tidak ada yang tahu
Aku tahu apa yang harus kukatakan saat pertama kali masuk Anggara.“Kalian bilang dewan tidak tahu soal Anggara, tapi Kara tahu, dan aku yang di sana saat kita ketahuan, kalian harusnya tahu itu bahaya, kan?”Jesse mengangkat bahu, meneguk habis jus mangga sebelum berkata, “Aku tidak menduga kita ketahuan, tapi itu masuk akal. Dua tahun kita rutin bertemu tiap Selasa, dan mana mungkin dewan tidak curiga saat Gerha pemilik kemampuan sepi di hari tertentu. Mereka pasti tahu pertemuan rahasia. Hanya tidak tahu atau tidak mau tahu. Mereka dewan. Bukan Fal.”Baru kusadari tidak ada Fal di ruang Anggara.Hanya ada Dalton yang fokus pada laptop peneliti sinting, Nuel yang duduk di sampingnya, Reila yang meneguk jus dengan sedotan, dan Isha yang membuat jus lain—kuharap itu untukku. Ruangan ini tanpa Lavi terasa sepi. Bukan maksudku mengatakan tidak ada bedanya ketika Elton ada atau tidak, tetapi kehilangan Lavi berhasil mengubah sua
Waktu tidurku semakin kacau. Kuputuskan ke klinik setelah Anggara.Tidak ada siapa-siapa. Lampu depan klinik selalu menyala—dan terang—jadi klinik tidak diizinkan memiliki suasana mencekam meski pohon-pohon pinus mengelilinginya dengan kelembapan. Ruangan pertama klinik seperti ruang tunggu, dilanjutkan dengan ruang perawatan khusus. Ketika ada yang terluka, Isha biasanya siap menangani, memberi vonis—yang jika cukup parah, akan segera menyarankan istirahat di ruangan dalam. Dan aku, langganan. Pertama, misi selalu membawaku menjadi orang yang punya luka paling banyak. Kedua, tim penyerang punya latihan kelewat brutal—hanya karena Lavi punya perasaan khusus padamu bukan berarti dia melembut. Dia bakal semakin brutal sembari tertawa bahagia.Aku berharap menemukan Fal tidur di klinik, tetapi yang kudapatkan justru orang yang sepemikiran denganku.“Tidak bisa tidur?” sambut Isha, melihatku masuk.“Ada Fal?” ta
Aku ingat Lavi pernah mengatakan hal mencurigakan beberapa hari setelah misi penyelidikan. Setelah dia terbebas dari larangan Isha dan Dokter Gelda—saat kakinya masih pincang, dia dilarang keras berkeliaran. Aku tidak paham mengapa larangannya jauh lebih berat dari yang lain, tetapi Dokter Gelda sampai mengancam akan mengurung Lavi, jadi kupikirkan kalau di masa lalu, Lavi bukan orang yang mau berdiam demi perawatan. Dia pasti melakukan hal idiot.Maka setelah sukses meyakinkan Isha dan Dokter Gelda kalau dia lumayan mampu melompat tinggi, mendatangkan gemuruh bahkan kilat, akhirnya dia lepas dari beban kurungan rumah. Dia langsung memeluk Isha, yang aku yakin beberapa hari terakhir sudah mengurungnya—secara tidak langsung.“Dengar, Forlan. Kalau mau menikmati danau, pastikan juga bawa dayung,” peringat Dokter Gelda. “Dayung takkan memenuhi ruang kalian di kano.”“Maaf, Dok. Itu impulsif,” kataku, mewakili Lavi.
Saat itu bukan jam sarapan. Bahkan sudah sangat siang.Jadi, tidak ada siapa pun di dapur selain Layla. Dan aku kesiangan. Dan aku memang tidak berniat sarapan, tetapi Layla tidak pernah melewatkan omelan, jadi kami berakhir di dapur, yang membuatku tiba-tiba menceritakan semua yang terjadi selama patroli sekaligus apa yang kubicarakan di Anggara. Aku sempat berhenti—karena aku sadar kami di dapur, dan tidak ada jaminan orang tidak akan menguping. Sayangnya, Layla mendesak, mengatakan kalau dia sudah mengunci pintu—yang cukup janggal karena dia tidak di dekat pintu, jadi dia pasti menguncinya sejak aku masuk—lalu meyakinkan kalau tidak pernah ada alat penyadap di dapur.“Bukannya itu bahaya?” komentarku.“Yang bisa kau curi di sini cuma alat masak. Dan tidak ada yang bisa masak kecuali tim tungku, Lavi, Isha, Reila, kau. Tim tungku pasti tidak mencuri. Lavi, Isha, Reila juga. Pencurinya pasti satu.”Aku tidak seda