Beranda / Fantasi / Selubung Memori / 109. MARKAS #1

Share

109. MARKAS #1

last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-10 14:00:58

Aku ingat Lavi pernah mengatakan hal mencurigakan beberapa hari setelah misi penyelidikan. Setelah dia terbebas dari larangan Isha dan Dokter Gelda—saat kakinya masih pincang, dia dilarang keras berkeliaran. Aku tidak paham mengapa larangannya jauh lebih berat dari yang lain, tetapi Dokter Gelda sampai mengancam akan mengurung Lavi, jadi kupikirkan kalau di masa lalu, Lavi bukan orang yang mau berdiam demi perawatan. Dia pasti melakukan hal idiot.

Maka setelah sukses meyakinkan Isha dan Dokter Gelda kalau dia lumayan mampu melompat tinggi, mendatangkan gemuruh bahkan kilat, akhirnya dia lepas dari beban kurungan rumah. Dia langsung memeluk Isha, yang aku yakin beberapa hari terakhir sudah mengurungnya—secara tidak langsung.

“Dengar, Forlan. Kalau mau menikmati danau, pastikan juga bawa dayung,” peringat Dokter Gelda. “Dayung takkan memenuhi ruang kalian di kano.”

“Maaf, Dok. Itu impulsif,” kataku, mewakili Lavi.

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Selubung Memori   110. MARKAS #2

    Saat itu bukan jam sarapan. Bahkan sudah sangat siang.Jadi, tidak ada siapa pun di dapur selain Layla. Dan aku kesiangan. Dan aku memang tidak berniat sarapan, tetapi Layla tidak pernah melewatkan omelan, jadi kami berakhir di dapur, yang membuatku tiba-tiba menceritakan semua yang terjadi selama patroli sekaligus apa yang kubicarakan di Anggara. Aku sempat berhenti—karena aku sadar kami di dapur, dan tidak ada jaminan orang tidak akan menguping. Sayangnya, Layla mendesak, mengatakan kalau dia sudah mengunci pintu—yang cukup janggal karena dia tidak di dekat pintu, jadi dia pasti menguncinya sejak aku masuk—lalu meyakinkan kalau tidak pernah ada alat penyadap di dapur.“Bukannya itu bahaya?” komentarku.“Yang bisa kau curi di sini cuma alat masak. Dan tidak ada yang bisa masak kecuali tim tungku, Lavi, Isha, Reila, kau. Tim tungku pasti tidak mencuri. Lavi, Isha, Reila juga. Pencurinya pasti satu.”Aku tidak seda

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-12
  • Selubung Memori   111. MARKAS #3

    Dalton punya gagasan mengajakku ke markas tim penyerang, yang secara teknis, cukup aneh karena tempat itu seperti terlarang layaknya ada garis pembatas yang tidak boleh dilanggar penghuni. Dan Dalton memang bilang, “Rata-rata tidak ada yang mau menyentuh area belakang selain tim penyerang.”“Jadi tim penyerang sering ke sana?” tanyaku, agak bodoh.“Markasnya, kan, di sana.”“Maksudku, alasan tim penyerang punya markas di sana pasti bukan cuma penjara, kan? Untuk apa buat markas di tempat yang jarang disentuh?”“Kubilang, di sana ada miniatur alam liar.”“Lalu kenapa tim penyerang yang sekarang berhenti ke sana?”Dalton sempat membisu. Ketika dia bicara lagi, nadanya lumayan muram. “Tidak ada alasan khusus. Kapten benci tempat itu. Dia lebih suka latihan senjata dibanding adu ketahanan di miniatur alam liar.”“Aku bukan tanya alasan Lavi, aku juga

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Selubung Memori   112. MARKAS #4

    Kami berakhir di pekarangan bekas markas tim penyerang, masing-masing duduk di batu besar, menghadap satu sama lain, di bawah terik mentari hangat.“Kau lihat jalan setapak itu?” Dalton menunjuk jalur tertutup di dekat pagar. “Itu dulu jalur kuda. Terhubung ke pekarangan tim stok. Bisa juga ke markas tim bertahan. Jaraknya lumayan, jadi kau harus pakai kuda.”“Dulu semua orang pakai kuda ke sini?” tanyaku.“Yah, mana mungkin, kan, kita lewat jalur tadi. Sejujurnya anggota baru tim penyerang selalu diajak lewat jalur itu saat pertama kemari. Anggap saja semacam ritual jaman dulu. Kau, kan, belum pernah.”Aku hanya mengangguk-angguk. Apa pun, terserah.“Dulu,” sebutnya lagi, jauh lebih mengenang. “Waktu pertama kali kemari, Kapten menangis karena jalur itu.”“Lavi?” Aku kaget. “Menangis?”Entah bagaimana Dalton mengerutkan kening. “Dia

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-16
  • Selubung Memori   113. MARKAS #5

    Malam itu tidurku tidak tenang.Aku ingat menatap langit-langit putih kamar, membayangkan apa yang bisa kulakukan besok, sampai tiba-tiba mataku tertutup, dan aku tidak melihat kegelapan layaknya tertidur normal, melainkan obor kemerahan yang membara.Semestinya aku tidak terlalu bodoh lagi untuk sadar bahwa sedang mimpi, tetapi kesadaranku sepenuhnya tertegun pada apa yang kulihat.Barangkali itu bisa disebut benteng, tetapi lebih kokoh dari yang kutahu soal benteng. Ruangannya seperti ada dalam lingkaran mercusuar batu terkokoh, yang dikelilingi ribuan obor merah membara dan orang-orang bersimbah keringat penuh lelah. Puluhan—tidak, bahkan ratusan orang berkumpul, sebagian berbaring, tidak bergerak, sebagian duduk, meringkuk memeluk kakinya, sebagian lagi berdiri dan menatap orang-orang yang tampak tidak akan pernah bangun lagi. Sebagian wanita menangis, sebagian pria kehilangan orientasi pandangan layaknya di dalam bola mata kosong itu sudah tidak ada l

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-18
  • Selubung Memori   114. MARKAS #6

    Belakangan ini, aku terlalu sering bermalam di danau, yang itu berarti lebih banyak dari yang kuinginkan, tetapi karena Fal tidak bisa tidur, dan tiba-tiba ingin lihat danau di malam hari, dia secara khusus memintaku menemaninya.“Butuh kutemani juga?” tawar Reila.“Tidak,” kataku. Meski sebenarnya aku ingin ditemani seseorang. Aku perlu segera terhubung dengan Lavi, yang kalau semua mimpiku benar, sekarang sudah dua puluh jam sejak mimpi itu berakhir. Sayangnya, aku tahu ketika Fal meminta ditemani olehku, itu juga berarti: hanya aku.Jadi, danau terasa sunyi, gelap, dan mengerikan. Kupikirkan kalau kami bisa memiliki tempat bermain lebih baik dari danau, tetapi Fal, yang secara teknis, masih kugendong—trek menuju danau lumayan licin dan berbatu—dia bisa mengeluarkan suara antusias. “Kabutnya tebal!”Aku benci menyebut kebenaran di balik kabut itu, dan terlepas betapa tebal kabut itu di mata Fal, yang bisa

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-20
  • Selubung Memori   115. MOTIF #1

    Malam itu, akhirnya suara Lavi terdengar.“Kau keterlaluan! Bisa-bisanya kau sama sekali tidak mengabariku berhari-hari, membuatku terus berkutat ke kegilaan perang, dan kau tidak pernah khawatir seperti memikirkanku atau apa—kau di sana pasti bersenang-senang dengan cewek lain—melupakanku yang berjuang demi keselamatan kalian, dan sekarang kau baru menghubungiku hanya karena kau bosan—kau keterlaluan!”Aku di kamar, memotong kuku, diterangi cahaya remang-remang bohlam, dan sejujurnya menyenangkan mendengar suara Lavi. Dia membangkitkan nuansa merindukan yang membuatku ingin melihat wajahnya—meski dia pasti tidak hanya mengomel, tetapi akhirnya dia selesai mengomel ketika potong kuku selesai.“Maaf,” kataku. “Jadi, ada apa di sana?”“Kau memang orang paling menyebalkan yang pernah kukenal.”“Lavi,” pintaku.“Tidak bisakah kau sedikit cemas atau apa?&rdq

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-22
  • Selubung Memori   116. MOTIF #2

    Kupikir itu pertama kali aku melihat robot buatan Jesse dari dekat.Pertama aku melihatnya, robot itu ada di pos keamanan depan Venus. Robot berbentuk anjing, yang punya mata kamera. Dilihat dari dekat, besar robot itu jauh lebih besar dari anjing pada umumnya, terbuat dari besi kuat, dengan mata berkaca gelap, dan mulut yang tidak bisa terbuka. Di dalam bola mata kaca itu, ada sepasang kamera yang bergerak, mengeluarkan suara kecil tanda lensanya berputar.Robot itu cukup kuat menopang seseorang—setidaknya, asal penunggang itu bukan Haswin, robot ini tidak akan punya masalah. Jadi, ketika Fal duduk pada robot dingin yang tidak bisa bicara, Fal merasa itu motor pembalap.Jesse menggerakkan balok penggerak, dan robot itu maju, dengan kecepatan seperti anjing pada umumnya—yang membuat Fal tertawa girang.“Tidakkah dia bisa jatuh?” tanya Reila, melihat kecepatan robot.“Paling dia cuma meringis,” kata Jesse.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-24
  • Selubung Memori   117. MOTIF #3

    Ada banyak gagasan terlintas di kepalaku.Yang paling utama: sosok yang hampir kulupakan, yang jelas-jelas berada di depan mataku ketika misi pertamaku menemui kegagalan. Sosok kurus misterius yang disebut menyelamatkanku, membawa pergi panahku, dan menghilang dalam kegelapan gua. Aku baru sadar telah melupakan Helvin Gervous. Satu-satunya yang bisa mengonfirmasi asumsi Haswin dan Yasha, memang hanya aku.Jadi, aku tidak habis pikir bagaimana dua orang ini harus membuang insting tajam mereka sebagai pejuang—yang jelas-jelas bukan lagi untuk tim bertahan dan dilihat dari aspek mana pun, insting mereka mirip Lavi. Jadi, mereka bahkan tidak cocok untuk tim stok atau bertahan. Mereka cocok untuk tim penyerang.Namun, mereka memang punya dua sisi koin.Ketika kami menyelesaikan pembersihan kandang dan beralih ke kandang sapi perah, kami bertiga yang sama-sama tengah memerah susu, lagi-lagi kembali memperdebatkan hal idiot yang semestinya tidak layak dipe

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26

Bab terbaru

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

  • Selubung Memori   604. GUA TEBING #1

    Aku, Lavi, dan Leo baru menyantap sisa daging rusa ketika Reila terlelap di bahu Profesor Merla. Aku sudah menduga Reila kelelahan, tetapi tidak ada yang menduga dia sampai tidur. Leo akhirnya bersuara. “Tadi aku terus memastikan dia kelelahan atau tidak, dia bilang oke.”“Dua saudara ini memang suka memaksakan diri,” cetus Lavi.“Aku tidak pernah sampai seperti itu,” belaku.“Aku sudah memberinya empon-empon, seperitnya itu efek sampingnya.”“Aku baru tahu empon-empon punya efek samping,” balasku, lagi.“Untuk beberapa orang, sejujurnya memang punya efek samping,” Profesor Merla ikut membenarkan. “Reila cenderung gampang tidur setelah minum. Meski minuman itu khasiatnya mujarab, belum tentu semua orang cocok. Kalau kau bisa meminumnya tanpa efek samping, itu hal lebih darimu.”“Bagaimana rasanya saat pertama kali kau minum?” tanya Lavi.&l

  • Selubung Memori   603. UJUNG TALI #9

    Lavi memutuskan agar kami turun sebelum benar-benar tiba di air terjun.Sekitar jam enam kami menapak lagi di permukaan. Napas Reila mulai agak berat. Dia berusaha menyembunyikannya, tetapi sulit baginya untuk bersembunyi dariku dan Lavi. Aku ingat satu gagasan dan aku mengatakannya di depan semua orang. “Aku ingat sewaktu latihan di Pulau Pendiri, kau sebenarnya tidak terbiasa dengan terbang di udara dalam waktu lama. Ada batasnya.”“Oya?” sahut Lavi. “Reila, benar?” Kemudian Lavi kesal menatapku. “Dan kau baru ingat sekarang? Kenapa tidak sejak tadi?”“Biasanya dia oke,” kataku. “Aku baru ingat kami tidak pernah selama ini.”“Aku oke,” sela Reila, mengambil napas. “Aku oke. Sejauh ini aku oke.”“Orang yang menyebut oke tiga kali biasanya tidak oke,” kataku.“Aku sudah melatih ini,” protes Reila. “Aku bisa bertahan l

  • Selubung Memori   602. UJUNG TALI #8

    Lavi bisa sedikit memanipulasi kabut, jadi dia bisa membuat kabut di sekitar menghilang sekejap. Dia mengaburkan kabut di sekitar tangannya agar dia bisa lihat arlojinya. Saat itulah Lavi berkata padaku, “Sudah setengah jam.”Aku belum merasa lelah, tetapi aku turun. Reila juga ikut turun.Kami menapak di dahan besar yang cukup tinggi. Aku menghilangkan kabut di sekitar kami. Lavi turun dari punggungku, menawarkan minum ke semua orang. Reila juga turun dari punggung Leo, menerima air dari Lavi.Leo tidak banyak komentar, hanya berkata, “Aku tidak lelah sama sekali.”“Kau tidak banyak bergerak,” balasku. “Reila?”“Biasa saja. Lebih baik seperti ini. Bisa lebih cepat. Kakak bagaimana?”“Lavi terus membagi energi. Aku tidak terlalu lelah. Kita juga tidak bertemu apa-apa. Tidak ada yang kurasakan juga. Kita menghindari kemungkinan bertemu sesuatu yang bisa ditemukan saat jalan. La

  • Selubung Memori   601. UJUNG TALI #7

    Lavi memeriksa arah, titik koordinat, perkiraan waktu—hingga kapan kami harus istirahat. Formasi kami cukup oke. Aku jelas membawa Lavi di punggung—dan kupikir Reila hanya akan melayang di udara bersama Leo. Namun, Leo punya ide yang lebih oke lagi: dia menggendong Reila.Tentunya Reila menolak. Dia bisa bergerak sendiri dengan membuat dia dan Leo melayang. Dia bisa menggerakkan dua orang dengan cepat mengikutiku. Leo protes. Jauh lebih efisien bila dia meringankan bobot dua orang dalam satu orang. Semestinya Reila yang paling tahu itu bisa lebih mudah dilakukan atau tidak, tetapi Leo yakin itu lebih efektif dan efisien. Lavi dan aku mempertimbangkan itu. Pada akhirnya, tidak ada yang tahu itu bisa lebih oke atau tidak—karena ini pertama kali, jadi keputusan dikembalikan ke mereka berdua. Jadi, Leo mendebat Reila tentang waktu istirahat yang mungkin bisa lebih lama dan formasi yang bisa melebar jika tiga orang bergerak bersama. Dengan dirinya menggendong Rei

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status