Home / Fantasi / Selubung Memori / 530. TIM KOMBAT #7

Share

530. TIM KOMBAT #7

last update Last Updated: 2024-08-08 14:00:10

Begitu kembali dari ruangan Layla, aku tidak ingin terburu-buru. Ternyata Yasha juga masih di tempat—dan juga tidak terburu-buru. Kata Isha, “Itu cara yang bagus buat bilang kalian tidak punya pekerjaan.”

Jadi, Yasha belajar meramu empon-empon dari Isha saat aku bercerita apa yang terjadi di misiku pada Tara. Sebenarnya Tara tidak berniat penasaran, tetapi aku ingin dia penasaran, jadi dia mendengarku. Kurang lebih dia takjub pada setiap hal yang kulakukan dalam pertempuran. “Profesor Merla sudah sedikit cerita,” kata Tara. “Isha juga dengar. Aku sudah takjub, tapi sekarang lebih takjub.”

Kemudian Tara bertanya-tanya tentang blasteran yang kuhadapi—apakah mereka bisa melakukan hal-hal mustahil seperti menghilang, memanjangkan tubuh, memutus dan menyambungnya lagi—banyak sekali fantasinya soal itu, dan kuakui cukup menarik dan menegangkan karena aku belum pernah bertemu blasteran yang seperti itu—dan bukan bera

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Selubung Memori   531. TIM KOMBAT #8

    Perundingan itu masih terus berlanjut—yang semakin kusadari ini bukanlah perundingan. Ini hanya ajang untuk menjelaskan semua hal tentang musuh pada tim bertahan yang cukup jauh dari garis depan.Jadi, tim penyerang kebanyakan hanya hening. Aku juga tidak bicara sejak kami keluar dari obrolan pimpinan musuh. Kami mulai membicarakan sistem yang ada pada pasukan musuh—yang berhasil disimpulkan dari semua laporan misi sejak perang besar terakhir meletus. Pasukan musuh punya tiga hierarki utama—empat bila pimpinan tertinggi dihitung. Tangan kanan pimpinan musuh yang terdiri dari tiga orang tepat di bawahnya, kami menyebutnya: pasukan khusus, lalu menurun ke para komandan tempur, baru turun lagi ke sistem Sendi.“Kebanyakan musuh yang kita hadapi di alam liar selalu bagian dari Sendi,” ungkap Lavi. “Jarang sekali pasukan kita bertemu yang lebih tinggi dari itu.”“Ralat,” sergah Jesse, “kemungkinan besar pasu

    Last Updated : 2024-08-10
  • Selubung Memori   532. HADIAH #1

    Aku menyelesaikan pintu kaca klinik di hari yang sama saat kaca itu pecah, dan Lavi menemaniku ketika memasangnya. Dia bahkan membantu—tidak seperti Dalton yang lenyap tak bersisa. Pada saat itulah Dokter Gelda memberitahu Lavi kalau, “Besok kita mulai dari pagi sampai istirahat makan siang.”“Profesor Merla juga ikut?” tanya Lavi.“Begitu juga Asva. Cukup ramai. Jangan terlambat.”Aku baru tahu kalau Asva juga ikut dalam penelitian blasteran. Lavi bilang, “Asva sudah ikut sejak... misimu? Ya, saat aku terlibat lagi. Tim peneliti sekarang sudah terbagi-bagi. Jesse mulai membuat banyak perubahan. Belakangan aku sering ke ruangan mereka dan, yah, sesibuk apa pun itu mereka, ruangannya tidak sempit seperti dulu. Koordinasi mereka sangat bagus.”Kurasakan bahwa kedatangan kandidat baru generasi Hela benar-benar bisa mengubah struktur beberapa tim yang sejak lama membutuhkan personil.Besoknya, itu s

    Last Updated : 2024-08-12
  • Selubung Memori   533. HADIAH #2

    Biasanya saat aku berlatih dengan kemampuan khususku di hutan belakang tidak ada orang yang perhatiannya tertarik dan menengok. Namun, itu tidak berlaku untuk saat ini. Saat aku tengah mencoba teknik baru, Reila muncul dengan sapaan, “Gila. Tempat ini bisa hancur. Mending lawan aku saja sekarang.”Maka begitulah. Barangkali ini pertengkaran kakak adik paling mengerikan.Kami tidak berlatih seharian, hanya beberapa jam—Reila bukan tipe yang suka meladeni pertempuran kemampuan khusus terlalu lama, Reila biasanya bakal langsung menyerang membabi-buta, tipe yang senang mengakhiri dengan cepat. Itu membuat latihanku semakin terpusat dan tiba-tiba Reila sudah bilang, “Aku capek. Sampai sini dulu, deh. Tapi aku punya saran buat Kakak.”Karena dia memutuskan selesai, kuputuskan aku juga selesai.“Mau berkuda, tidak?” tawarku.“Siang-siang begini enaknya bersantai,” tolaknya.Aku tidak ingin bersa

    Last Updated : 2024-08-14
  • Selubung Memori   534. HADIAH #3

    Sorenya, regu patroli berangkat. Semuanya. Satu rangkaian. Aku sedang di beranda Rumah Pohon, memetik dan memainkan gitar ketika Dalton menampakkan diri di bawah, mendongak padaku, berkata, “Aku berangkat.” Aku hanya bilang, “Hati-hati,” dan dia melangkah begitu saja. Dari beranda Rumah Pohon, aku bisa sedikit melihat bukit perbatasan—meskipun ukurannya sangat kecil. Aku melihat siluet mirip Jenderal dan Kara yang sudah bersiap.Dan aku baru tahu kalau selama ini Dalton selalu mampir ke markas ini sebelum benar-benar berangkat. Kurasa semua anggota tim penyerang punya ritual keberangkatan masing-masing. Ketika aku punya ritual memeluk Reila dan Fal—dan jika tidak berangkat dengan Lavi, aku juga akan memeluknya—Dalton punya ritual menghampiri markas tim penyerang untuk memantapkan keberangkatan. Itu jenis ritual yang aneh meskipun bisa dibilang ritualku juga cukup aneh.Aku menghabiskan sore di beranda sampai kehadiran Lavi tera

    Last Updated : 2024-08-16
  • Selubung Memori   535. HADIAH #4

    Malamnya, aku punya rencana mencari keberadaan Bibi, tetapi ada dua hal yang membuatku tidak bisa melakukannya. Pertama, Fin melarang.[“Besok datanglah ke Perbatasan.”]Aku ingin bertanya apa alasannya, tetapi kedua: Lavi sudah menyebut satu perintah mutlak. “Malam ini kita habiskan waktu di gerhaku. Aku sudah minta izin Reila. Dia oke. Fal juga. Jadi, kau tidak berhak menolak.”Itu pertama kalinya dia menahanku di gerhanya seizin Reila. Barangkali dia terlalu lelah dan ingin mengisi baterai, jadi kataku, “Enteng.” Meskipun aku bilang satu kondisi: “Aku mau menemui Haswin dan Yasha, tapi aku janji ke gerhamu.”Lavi tidak ingin penasaran apa yang kami lakukan meskipun aku yakin dia sedikit curiga karena terakhir kali kami bertemu malam-malam, Lavi menemukan kami memasang kembang api super berisik. Kembang api itu, secara teknis, gagal meluncur karena Lavi mengomel, “Kalian berniat mengganggu t

    Last Updated : 2024-08-18
  • Selubung Memori   536. HADIAH #5

    Aku baru masuk gerha Lavi ketika jam malam—itu pun karena Lavi bicara di kepalaku, bertanya kapan aku ke tempatnya. Di titik itu, aku sedang di gerhaku, bermain kartu dengan Reila dan Fal. Mereka tidak bertanya-tanya mengapa aku di gerha, jadi tiba-tiba kami sudah bermain kartu dengan hukuman.Sejujurnya aku berdebar-debar. Lavi tidak pernah mempersiapkan sesuatu hanya untuk menghabiskan malam bersama. Biasanya hanya aku tiba-tiba datang lalu kami mengobrol dan selesai. Tidak pernah ada persiapan. Jadi, aku takut dan berharap tidak ada hal aneh yang dia sembunyikan.Jadi, ketika sampai di depan gerha Lavi, kupikirkan gagasan paling normal: mungkin dia punya sesuatu yang ingin ditunjukkan padaku sama seperti gaun itu. Aku sudah melangkah berniat memutar kenop, tetapi tiba-tiba pintu itu terbuka—dan dadaku berdebar-debar sampai waktu melambat. Perlahan, pintu terbuka. Lavi di balik pintu. Waktu melambat sampai mataku berhasil sepenuhnya menemukan sosoknya. Da

    Last Updated : 2024-08-20
  • Selubung Memori   537. HADIAH #6

    Permainan kartu baru menunjukkan ujungnya setelah aku mengalami lima kali kemenangan beruntun—yang membuat Lavi menuntut kalau aku curang karena memakai kemampuan khusus, jadi di kemenangan ketigaku, dia menempelkan satu kertas yang bisa berubah warna kalau aku menggunakan kemampuan khusus. Saat kemenangan keempatku tiba, Lavi semakin mengerang karena aku terbukti tidak memakai kemampuan khusus. Keberuntunganku hanya semakin tinggi.Jadi, aku memberinya lima kali tantangan secara beruntun.Ideku tidak banyak terutama karena kepalaku sudah kosong. Tidak ada lagi yang kuinginkan setelah melihat Lavi dengan gaun. Jadi, di kemenangan ketiga aku memintanya bernyanyi. Lavi punya lagu yang paling dia sukai dan bernyanyi tanpa protes. Aku memejamkan mata, hanyut dalam suaranya—aku hampir tertidur kalau Lavi tidak melempar bantal ke wajahku. Dia bilang, “Kau takkan tidur sampai aku menang. Aku takkan membiarkanmu menikmati kejailanmu padaku.”Di k

    Last Updated : 2024-08-22
  • Selubung Memori   538. HADIAH #7

    Pagi berikutnya tiba, kami tak membiarkan satu sama lain pergi. Aku begitu erat mendekap Lavi. Dia terbangun lebih dulu, menatapku sampai terbangun. Saat kesadaranku terkumpul, dia menyapa, “Bagaimana hari pertamamu di 19 tahun?”“Sempurna.”Dia meringis. “Kesempurnaan ini belum berakhir.”Seperti biasa, dia beranjak pertama. Kami tidak keluar sampai jam sarapan habis. Kami baru berpisah di depan gerhanya, yang entah bagaimana membuatku berat. Aku tidak pernah terbiasa dengan malam, tetapi semalam adalah salah satu malam terbaik yang tidak ingin kulupakan sepanjang hidupku dan kalau aku bisa membuat waktu membeku, aku ingin malam itu terus terulang dan berlangsung selamanya. Sayangnya, waktu tidak bisa membeku, dan di sinilah kami: Lavi harus ke klinik dan aku harus... entah, mungkin mengisi waktu sampai bersama Lavi lagi. Jadi, aku melakukan perpisahan dengan malam penuh fantasi itu dengan mengecup Lavi. Dia tertawa, berkata,

    Last Updated : 2024-08-24

Latest chapter

  • Selubung Memori   613. HUTAN BEKU #1

    Pencarian tetap dilanjutkan. Timnya tetap. Jadi, Lavi bertahan denganku di ruangan itu sampai setidaknya aku bisa bergerak lancar lagi. Semua orang percaya Lavi tidak akan membuatku melakukan hal aneh-aneh, dan kuakui itu benar. Hanya dengan melihat Lavi yang kacau saja, aku tahu tidak akan bisa aneh-aneh—meski hal yang kulakukan tadi tidak kurencanakan untuk berakhir seaneh itu.Aku hanya menyandarkan punggung di gundukan tanah, dan Lavi duduk di sisiku. Kurang lebih, kami hening beberapa saat.“Aku,” kata Lavi, “tahu kau takkan kenapa-kenapa.”“Ya,” kataku.“Tapi tadi... aku merasa bakal kehilanganmu. Aku takut.”“Ya.”“Jangan membuatku jantungan lagi. Aku tidak suka melihatnya.”“Ya,” kali ini aku berjanji.Tubuhku sudah lumayan ringan. Setidaknya, kembali seperti sebelum aku melakukan rangkaian pelepasan energi besar. Jadi, alih-alih L

  • Selubung Memori   612. GUA TEBING #9

    Reila berniat menyergahku dengan beragam pertanyaan—sudah kelihatan dari wajahnya, tetapi kubilang, “Lavi.”Aku hanya menyebut namanya, tetapi Lavi mengerti. Dia mendekat ke Reila yang membuat Reila heran, tetapi Lavi tidak menunggu tuntutan Reila karena sudah meminta Reila menjauh dan berkata, “Jangan terlalu banyak menuntut pada orang yang berusaha menggapai informasi. Aku bisa mengerti kau ingin bertemu ibumu, tapi sebagai tim dan sebagai orang yang dipercaya, aku harus menahanmu.”Reila semakin ingin menuntut, tetapi aura Lavi mendadak menajam.Kurang lebih itu dirasakan Profesor Merla dan Leo juga.“Lavi, jangan terlalu menekannya,” kataku.“Maaf,” kata Lavi.Aku mengulurkan lengan seperti berusaha menggapai sesuatu. Di depanku hanya ada dinding tanah, tetapi aku tetap di posisi itu dan mulai memejamkan mata. Kurasakan aliran energi di sekitar. Kurasakan aura Ibu. Kurasakan juga aura

  • Selubung Memori   611. GUA TEBING #8

    Tidak lama kemudian, Leo dan Jenderal muncul dari kegelapan gua.Aku sudah duduk bersama Reila di tumpukan batu. Begitu menyadari Leo dan Jenderal yang kembali, Reila langsung mengangkat kepala. Namun, mendapati ekspresi yang dibuat Leo, kami semua tahu jawabannya.“Tidak ada,” Leo tetap menjelaskan.“Tidak ada petunjuk juga?” tanya Nadir.“Kami belum sedetail itu mencarinya. Hanya memasuki ruangan terdekat. Bagian dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada penerangan. Tapi udara masih ada. Kita masih bisa bernapas normal. Kemampuan Helvin tidak sepenuhnya hilang—dan... ya, masih ada kemungkinan Bibi Meri ada di bagian dalam. Bibi Meri mampu merasakan ujung lain gua. Mungkin dia berjalan menelusuri itu.”Aku tahu Leo bermaksud menenangkan kami dengan gagasan itu.Namun, aku juga tahu apa yang sudah kupikirkan. Kemungkinannya sangat kecil Ibu bisa menelusuri gua gelap yang bahkan belum pernah dia kunjungi&

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status