Beranda / Fantasi / Selubung Memori / 538. HADIAH #7

Share

538. HADIAH #7

last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-24 14:00:49

Pagi berikutnya tiba, kami tak membiarkan satu sama lain pergi. Aku begitu erat mendekap Lavi. Dia terbangun lebih dulu, menatapku sampai terbangun. Saat kesadaranku terkumpul, dia menyapa, “Bagaimana hari pertamamu di 19 tahun?”

“Sempurna.”

Dia meringis. “Kesempurnaan ini belum berakhir.”

Seperti biasa, dia beranjak pertama. Kami tidak keluar sampai jam sarapan habis. Kami baru berpisah di depan gerhanya, yang entah bagaimana membuatku berat. Aku tidak pernah terbiasa dengan malam, tetapi semalam adalah salah satu malam terbaik yang tidak ingin kulupakan sepanjang hidupku dan kalau aku bisa membuat waktu membeku, aku ingin malam itu terus terulang dan berlangsung selamanya. Sayangnya, waktu tidak bisa membeku, dan di sinilah kami: Lavi harus ke klinik dan aku harus... entah, mungkin mengisi waktu sampai bersama Lavi lagi. Jadi, aku melakukan perpisahan dengan malam penuh fantasi itu dengan mengecup Lavi. Dia tertawa, berkata,

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Selubung Memori   539. HADIAH #8

    Pesta makan tidak berakhir secepat makanan habis. Kami masih mengobrol panjang lebar. Di titik itu aku baru sadar kalau empat pendahulu ini jarang memiliki kesempatan mengobrol. Reila mengatakan apa yang kupikirkan. “Selama ini kukira kalian sering mengobrol diam-diam.”“Mana mungkin,” jawab Dhiena. “Kami terlalu sibuk.”“Dan mereka terlalu menganggur,” lanjut Mika. “Saking lama menganggur, mereka bingung harus melakukan apa dan akhirnya cari masalah. Sekarang kalian pasti sudah punya rencana yang tidak-tidak.”“Tidak sopan, kami menjaga keakraban penghuni,” sahut Yasha.“Kami bukan tipe yang bersenang-senang dengan pekerjaan,” kata Haswin. “Kami tipe yang bersama alam, mencari kesenangan dan menikmati hidup.”“Sebaiknya kita bakar saja semua baju dia dan jangan biarkan dia ambil baju lagi,” usul Dhiena. “Biarkan dia menyatu dengan alam

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-26
  • Selubung Memori   540. HADIAH #9

    Aku menghabiskan waktu sampai detik terakhir di Perbatasan dan berhasil membuat Bibi berjanji, “Iya, iya. Nanti malam menemanimu patroli. Janji.” Kupikir setidaknya berhasil mengamankan posisi dan waktu agar Bibi tidak mulai berpikir yang aneh-aneh lagi. Kami sudah lama tidak bertemu—barangkali sejak sebelum misi, jadi mungkin dalam selang waktu itu, Bibi kembali memikirkan hal-hal yang bisa membuatnya jatuh dalam kegelapan. Gagasan Fin selalu kuingat bahwa salah satu hal utama yang membuat Bibi bisa menjadi arwah adalah karena dirinya yang mengutuk dunia dengan amarah. Kurasakan amarah Bibi belum hilang.Perbatasan membuatku lelah dari semestinya. Aku ingin ke klinik, menatap raut Lavi yang bisa membuatku tenang, tetapi dia pasti sibuk. Jadi, aku berbaring di sofa gerha, menutup mata dengan buku yang kubaca. Tak ada yang mengganggu sampai Reila datang dan menemukanku.“Kak, dicari Lavi. Memangnya tidak bisa telepati, ya?”“Mu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-28
  • Selubung Memori   541. TAMENG DARAH #1

    Malamnya, Lavi memintaku bermalam lagi di gerhanya. Kuakui dia sedikit terlambat. Aku ingin menemaninya, tetapi kubilang, “Aku sudah berjanji. Aku ikut patroli malam. Haswin sudah memintaku ikut dari kemarin.”Kali ini Lavi curiga. “Patroli? Kau berniat aneh-aneh dengan mereka, kan?”“Tidak, kok,” timpalku—yang bodohnya, agak panik.“Kau biasanya tidak peduli patroli malam. Bahkan kalau aku mengajakmu saat kau sudah daftar, kau mau-mau saja menemaniku daripada patroli.”Dia ada benarnya, tetapi aku tidak ingin menyerah. Sulit menghadapi Lavi, tetapi aku ingin mencoba. “Lavi, ayolah. Sewaktu malam-malam sebelum serangan Aaron dan Troy, aku sering menemani patroli. Aku hanya ingin mengenang.”Lavi menatap keyakinanku di bola mata. Aku tidak mengalihkan mata.“Oke,” dia mengangguk-angguk. “Aku punya satu jatah tantangan dan aku bisa saja menggunakannya agar kau

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Selubung Memori   542. TAMENG DARAH #2

    Dengan cepat, setelah surat Hela terbuka, aku merasakan kengerian kuat.Seseorang.Ada di depan markas tim penyerang.Itu membuat mataku langsung bangkit dari tumpukan surat, memegang lutut Yasha sampai dia terkejut. Dia menuntut mengapa aku membelalak.“Dengar,” kataku, pelan, tetapi jelas. “Lavi, di depan, markas.”“Oh, benar.” Bibi mengonfirmasi. “Lavi terasa kemari.”“Sekarang jam malam,” ucap Yasha, enteng. “Mungkin dewan lewat.”“Nah, benar,” sahut Haswin. “Pasti dewan. Kudengar kau bisa merasakan keberadaan seseorang tapi tidak bisa tahu pasti siapa orang itu, kan?”“Tidak. Ini Lavi. Sungguhan,” timpalku, serius. Aku meminta Yasha agak turun dari beranda agar tidak terlihat dari luar. Yasha oke-oke saja. Dia turun, lalu sedikit mengintip keluar. “Aku tidak pernah memakai kemampuan deteksi selama di Padang Anu

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01
  • Selubung Memori   543. TAMENG DARAH #3

    Setelah selesai membuka semua amplop, Lavi juga menyarankan kami agar memisahkan surat-surat kecil dengan surat beramplop. Jadi, kutarik lagi ucapanku. Keberadaan Lavi memang menjadi kompas bagi kami—meski bukan kompas moral yang kuharapkan. Dia membuat hal iseng ini menjadi terarah.Lalu Yasha memberi sesuatu ke Lavi. “Sebaiknya kau baca ini lebih dulu.”Lavi mengambilnya. Aku duduk di sebelahnya—Lavi sengaja sangat dekat denganku—dan dia sadar aku melirik, jadi dia menunjukkannya padaku juga. Aku sedikit membaca, kusadari itu surat tentang pemilik kemampuan roh.Selesai membaca, Lavi meletakkan itu, lalu mengangkat alis. “Kurasa wajar ada yang berpikir begitu. Apalagi kalau mereka tahu apa saja yang bisa dilakukan Forlan, mustahil tidak ada yang curiga. Dulu—saat aku baru tahu dia bisa mengerti perasaan orang di dekatnya saja, aku sudah curiga. Aku terus bertanya-tanya, jenis kemampuan apa yang mengizinkan pemiliknya m

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03
  • Selubung Memori   544. TAMENG DARAH #4

    Paginya, aku terbangun lebih dulu dari Lavi. Matahari baru terbit. Dan aku membawa ponsel baruku. Reila sudah mengajarkan cara dasar mengoperasikannya. Jadi, selagi Lavi tidur, aku memotret dirinya dari segala arah. Sungguh, kualitasnya jernih sekali—baik paras Lavi atau kameranya.Sembari menunggunya bangun, aku merapikan surat-surat sembari sedikit melanjutkan membaca kertas yang belum kubaca.Menariknya, aku beberapa kali menemukan surat permintaan misi. Bedanya dengan surat kaleng, surat ini punya nama pengirim.Dan kurasa aku menemukan surat yang ingin dicari Haswin.Aku membaca bagian atasnya.PERMINTAAN MISI. CALVIN. PATROLI TITIK 14.Lalu membaca bagian bawahnya.PERMINTAAN PARTNER MISI: LAVI DAN RAVIN.Dan ternyata tidak hanya itu. Aku juga menemukan banyak permintaan misi darinya—bahkan mulai dari titik patroli pertama. Menariknya lagi: permintaannya untuk partner misi selalu melibatkan Lavi.Aku tidak yakin pada rangkaian misi berikutnya, tetapi melihat kondisi Lavi yang dis

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-05
  • Selubung Memori   545. TAMENG DARAH #5

    Begitu kusadari ternyata aku sudah terlelap lagi.Ketika kesadaranku terjaga, aku langsung tersentak bangun. Kudapati diriku masih di Rumah Pohon, di tumpukan bantal, hari sudah semakin siang, tak ada Lavi, tetapi ketika aku menoleh ke sampingku—ada Reila.Dia membaca buku, begitu santai.“Reila,” ucapku.“Hai,” balasnya. Dan dia benar-benar adikku karena mengerti semua yang kuperlukan saat ini. Dia menutup bukunya, mengambil segelas air di meja terdekat, lalu memberikannya padaku. “Jadi, saat ini jam sebelas siang di hari yang sama saat ada kejadian apa pun itu yang harus Kakak jelaskan padaku. Lalu kenapa aku bisa di sini—tentunya karena Lavi memanggilku, dan mari berasumsi Lavi tidak pernah memberitahu apa-apa kenapa Kakak bisa seperti ini. Lavi sedang banyak perlu, ada banyak yang terjadi sejak pagi dan aku tidak punya pekerjaan apa-apa selain baca buku, jadi aku di sini menemani Kakak.” Aku meneguk minum. “Belakangan aku mulai khawatir tiap dipanggil. Ada saja yang berhubungan den

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-07
  • Selubung Memori   546. TAMENG DARAH #6

    Cuacanya mulai mendung. Siang itu, awan gelap menguasai langit.Reila menolak ikut ke klinik. Aku mengerang mengapa dia tak pernah mau ikut denganku. “Kau malu, ya, kelihatan seperti adikku?” Dia membalas argumen soal dirinya yang tidak suka terlihat seperti orang paling aktif pada masalah—lalu kubalas, “Yang punya masalah ini kakakmu,” dan dia membalas, “Masalah mana lagi? Yang ini tidak ada yang tahu. Cuma aku dan Lavi.” Dia hampir memenangkan argumen—dan dia memang sudah menang argumen, tetapi aku menang kekuatan. Aku menariknya saat dia menjerit-jerit. “Curang! Tidak adil! Curang!”Klinik hanya berjarak beberapa barisan pohon dari markas tim penyerang. Tidak jauh. Reila sudah diam saat kami berjalan ke klinik. Dan aku merangkulnya. Kalau aku hanya memegang tangannya, dia bisa kabur, jadi aku merangkul—yang hampir seperti mencekik lehernya dengan siku, yang membuat Tara tidak mampu berkata-kata melihat kami memasuki klinik.“Konsultasi keluarga?” tanyanya.“Katanya Dalton kembali,”

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-09

Bab terbaru

  • Selubung Memori   593. BENANG BUNGA #7

    Aku bersumpah pada Lavi tidak akan bersedih lagi sampai selesai misi. Itu membuat Lavi tersenyum lebar. “Kalau begitu, sekarang kau yang temani aku.”Lavi ingin menghabiskan waktu di Rumah Pohon hingga jam misi tiba. Saat itu kurang dari enam jam lagi hingga kami berangkat misi. Jadi, Lavi beranjak ke Rumah Pohon saat aku membuat cokelat hangat di dapur. Dalton tidak ingin berada di markas. Dia ingin duduk di danau. Aku tidak ingin mengganggunya. Sepertinya dia ingin menenangkan pikiran. Kupikir Elton ikut dengannya, ternyata Elton ingin mempersiapkan perlengkapannya. Maka kami berpisah.Dua cangkir cokelat hangat siap, aku naik ke Rumah Pohon. Rumah Pohon ketika Lavi berada di dalam sungguh bisa terasa berbeda hanya dari aromanya. Lavi membuat semuanya terasa lebih hidup. Kehadirannya lebih besar dari sekadar apa pun. Ketika kehadirannya terasa sangat kuat seperti ini, biasanya Lavi sedang duduk di depan pintu beranda Rumah Pohon—di tempat favoritku&

  • Selubung Memori   592. BENANG BUNGA #6

    Jesse dan Nuel membubarkan diri lebih dulu. Lavi menatap tajam Jesse bak singa marah menatap musuh yang bahkan tidak menoleh padanya sampai Jesse dan Nuel keluar ruangan. Aku membiarkan Lavi menatap seperti itu karena aku juga lumayan takut kalau dia sudah mendesis semakin kesal.Dokter Gelda meminta Leo kembali ke klinik, yang kusadari kalau Leo juga belum benar-benar dapat restu—tetapi Leo meminta sedikit waktu untuk menetap di markas ini lebih lama. “Sumpah, Ibu. Mika bakal menyeretku, jadi tunggu aku di klinik. Percayalah padaku dan Mika.” Dan dengan gagasan itu, Dokter Gelda dan Isha kembali lebih dulu ke klinik. Isha berkata padaku dan Lavi. “Nanti kuletakkan perlengkapan misi kalian di depan.” Lavi hanya mengangguk. Aku juga.Kara tampaknya berniat menghampiri kami, tetapi tiba-tiba Hela datang ke tempatnya, meminta saran soal misi. Itu membuat Kara akhirnya mau tak mau ikut keluar ruangan. Biasanya Hela bertanya pada Profesor Merla

  • Selubung Memori   591. BENANG BUNGA #5

    Secara teknis, aku duduk di samping Lavi—yang juga di dekat Dalton. Dia yang paling dekat di antara semua orang. Leo bersama empat pendahulu berada di area yang sama. Mika setia duduk di sampingnya ketika Haswin dan Yasha mencuri perhatian sebagian orang karena terus berpindah tempat duduk—entah apa tujuan mereka. Dokter Gelda dan Isha selalu satu paket, berada di dekat Kara yang duduk di dekat Jesse dan Nuel. Mereka ada di dekat papan, dan kami duduk menghadap ke arah Jesse. Aku dan Lavi yang paling dekat pintu keluar, sementara Dokter Gelda dan Isha paling dekat dengan pekarangan belakang. Aslan berada di tempat cukup belakang bersama Elton dan Reila. Mereka ada di dekat kursi paling nyaman—yang diduduki oleh Reila dan Elton. Aslan setia memerhatikan, duduk di dekat mereka.Hela ada di dekat Dalton. Dia duduk di antara Lavi dan Dalton, jadi Dalton yang bertanya padanya, “Kau oke? Kau bisa mengikuti, kan?”“Eh, iya, bisa,” jaw

  • Selubung Memori   590. BENANG BUNGA #4

    Ruang berkumpul markas tim penyerang pada dasarnya didesain untuk rapat tim dan apa pun yang melibatkan semua anggota. Ide kasarnya datang dari Dalton, lalu disempurnakan Lavi. Namun, dibilang model dibuat Dalton sebenarnya juga tidak. Hampir semua model milik Dalton diperbaiki Lavi. Ide ruang berkumpul ini datang dari Dalton, tetapi dirombak habis-habisan oleh Lavi. Ide ruang depan juga datang dari Dalton—dia memikirkan ruangan itu menjadi sejenis gudang senjata, tetapi oleh Lavi dirombak habis-habisan menjadi ruangan yang memamerkan tim penyerang—foto tim, dan loker anggota untuk persiapan perlengkapan misi. Loker itu biasanya diisi langsung oleh tim medis—biasanya mereka secara rutin memberi perlengkapan misi ke loker itu, jadi kami tidak perlu repot-repot ke tim medis untuk mengambil perlengkapan yang sebenarnya juga hanya perlu melangkah ke gedung sebelah. Namun, itu ide Isha karena sekarang tidak ada jaminan tim medis selalu di klinik. Mereka selalu berpencar

  • Selubung Memori   589. BENANG BUNGA #3

    Lavi perlu memastikan keadaan lenganku yang cedera sebelum kami benar-benar berangkat misi. Jadi, mumpung tak ada siapa-siapa di gerha selain kami, Lavi membiarkanku panahan. Sebenarnya aku sudah yakin lenganku baik-baik saja. Tak ada lagi keluhan yang kurasakan. Aku juga sudah berhenti mengonsumsi obat dari Dokter Gelda—aku hanya terus menyantap madu Tara. Sungguh, madu Tara terasa beda dari yang lain. Lavi bahkan mengakuinya. Lebih enak dan membekas.Jadi, aku memanah. Lavi mengamatiku.Kurang lebih, dia puas. Dari lima puluh lima percobaan, tiga panah meleset dari titik pusat target. Aku kurang puas, tetapi Lavi memuji. “Impresif. Lenganmu pulih! Aku senang sekali!” Dia memelukku. “Angkat aku.”Aku mengangkatnya dengan lengan kiri seperti menggendong Fal, dan Lavi menjerit penuh tawa. Kuputuskan berputar-putar dan Lavi semakin brutal tertawa, tangannya melilit leherku terlalu kuat, jadi kami sama-sama menjerit meski dengan maksud

  • Selubung Memori   588. BENANG BUNGA #2

    Aku terbangun ketika mendengar suara pintu dibuka. Mataku segera terbuka dan melihat sumber suara. Lavi berjalan membawa cangkir.“Oh, maaf, aku tidak bermaksud membangunkan,” katanya.Mataku silau—bukan karena Lavi, tetapi karena dari jendela kamar, cahaya seperti menerobos dari celah tirai. Di luar sudah sangat cerah. Aku tidak memasang jam di kamarku. Aku tidak terlalu tahu waktu. Lavi meletakkan cangkir minum, lalu duduk di sisi ranjang. “Istirahatlah selama kau bisa istirahat,” katanya.Aku menggeleng. “Jam berapa sekarang?”“Sebelas.”“Berapa lama aku tidur? Hari apa sekarang?”“Hampir sembilan jam,” jawabnya, lancar. “Jam tidur normal, sebenarnya. Aku membawakan minum. Hangat. Minumlah.” Dia menyodorkan cangkir itu. Aku bangun, meneguknya. Hanya air mineral biasa.“Aku... seperti terdisorientasi,” ungkapku, setelah meletakkan c

  • Selubung Memori   587. BENANG BUNGA #1

    Saat itu siang bolong. Cuacanya lumayan panas, suara jangkrik terdengar di tengah hari, angin jarang berembus, tetapi itu tidak menghentikan anak kecil berlari penuh semangat, sangat kencang dengan wajah gembira. Dia keluar Balai Dewan—yang saat itu masih disebut asrama—berlari melewati jalur penghubung, terus lari meski ada orang yang menyapanya, di tangannya ada buku tulis dan dia melaju kian kencang setelah memasuki kompleks gerha. Dia berbelok dengan kecepatan tinggi ke gerha pertama di sebelah kanan, membuka pintu, dan menjerit, “IBU! IBU!”Dia masih berlari sampai menemukan Ibu di ruang tengah.Cuaca panas di luar semestinya juga membuat ruangan itu panas. Namun, itu tidak terjadi. Ruangan tengah gerha Ibu justru sangat sejuk. Ibu membuka pintu belakang, membuat pemandangan langsung terbuka. Ibu menanam banyak tanaman dan bunga di halaman belakangnya. Halamannya juga berdekatan dengan pohon di pinggir air terjun. Itu membuat angin segar da

  • Selubung Memori   586. RODA MIMPI #9

    Sorenya, untuk pertama kali sejak tahu air terjun belakang gerhaku adalah wilayah Aza, aku memasukinya. Aku tak pernah memasukinya lagi sejak mengerti identitas asli kemampuanku. Namun, kini, aku tidak bisa menahannya lagi. Tak ada bukti kalau Aza terlibat di kejadian ibuku, tetapi dia pasti tahu sesuatu. Aza selama ini seperti itu. Dia menyembunyikan banyak kebenaran.Jadi, dengan impulsif aku menembus pepohonan. Suara air terjun semakin besar. Nuansanya semakin segar. Lavi tidak tahu. Dia masih di gerha bersama Reila dan Fal. Aku bergegas, dalam sekejap langsung menemukan air terjun dengan mata air asli. Suaranya keras, tetapi juga menenangkan. Kepalaku langsung didesak oleh nuansa segar dan aku melihat bunga berkilau biru bermekaran di tempat yang bisa membuatnya semakin indah. Dalam sekejap, ketika aku berdiri di dekat air terjun dan merasakan cipratan air, aku bisa merasakan keberadaan Aza di mana-mana.“Aza!” seruku.Suaraku agak tertutup air t

  • Selubung Memori   585. RODA MIMPI #8

    Aku pergi ke makam Ibu karena di sanalah satu-satunya bagian Ibu tersisa. Reila tidak ingin ikut. Dia ingin menjemput Fal. “Makam membuatku merasa aneh. Rasanya Ibu benar-benar sudah meninggal,” katanya.“Jangan melakukan hal tidak perlu saat aku tidak ada,” kataku.“Selama ini kita juga sering terpisah,” erangnya, “jangan cemas berlebih.”Jadi, aku tetap bergerak. Lavi tidak membiarkanku sendiri. Dia tidak bilang apa alasannya tetap menempel, tetapi kubilang padanya, “Aku tidak apa-apa. Tidak ada yang perlu kau cemaskan. Percayalah padaku. Kau boleh meninggalkanku.”“Jangan salah,” balasnya. “Berhenti berpikiran buruk. Sebelum tahu kabar ini pun, aku sudah bersamamu sepanjang waktu. Ini hal normal. Kalau kau berpikir ini bukan hal normal dan kau pikir aku bersamamu karena mencemaskanmu, berarti memang ada hal yang kau tidak ingin aku tahu.”Logika berpikirnya kadan

DMCA.com Protection Status