Permainan kartu baru menunjukkan ujungnya setelah aku mengalami lima kali kemenangan beruntun—yang membuat Lavi menuntut kalau aku curang karena memakai kemampuan khusus, jadi di kemenangan ketigaku, dia menempelkan satu kertas yang bisa berubah warna kalau aku menggunakan kemampuan khusus. Saat kemenangan keempatku tiba, Lavi semakin mengerang karena aku terbukti tidak memakai kemampuan khusus. Keberuntunganku hanya semakin tinggi.
Jadi, aku memberinya lima kali tantangan secara beruntun.
Ideku tidak banyak terutama karena kepalaku sudah kosong. Tidak ada lagi yang kuinginkan setelah melihat Lavi dengan gaun. Jadi, di kemenangan ketiga aku memintanya bernyanyi. Lavi punya lagu yang paling dia sukai dan bernyanyi tanpa protes. Aku memejamkan mata, hanyut dalam suaranya—aku hampir tertidur kalau Lavi tidak melempar bantal ke wajahku. Dia bilang, “Kau takkan tidur sampai aku menang. Aku takkan membiarkanmu menikmati kejailanmu padaku.”
Di k
Pagi berikutnya tiba, kami tak membiarkan satu sama lain pergi. Aku begitu erat mendekap Lavi. Dia terbangun lebih dulu, menatapku sampai terbangun. Saat kesadaranku terkumpul, dia menyapa, “Bagaimana hari pertamamu di 19 tahun?”“Sempurna.”Dia meringis. “Kesempurnaan ini belum berakhir.”Seperti biasa, dia beranjak pertama. Kami tidak keluar sampai jam sarapan habis. Kami baru berpisah di depan gerhanya, yang entah bagaimana membuatku berat. Aku tidak pernah terbiasa dengan malam, tetapi semalam adalah salah satu malam terbaik yang tidak ingin kulupakan sepanjang hidupku dan kalau aku bisa membuat waktu membeku, aku ingin malam itu terus terulang dan berlangsung selamanya. Sayangnya, waktu tidak bisa membeku, dan di sinilah kami: Lavi harus ke klinik dan aku harus... entah, mungkin mengisi waktu sampai bersama Lavi lagi. Jadi, aku melakukan perpisahan dengan malam penuh fantasi itu dengan mengecup Lavi. Dia tertawa, berkata,
Pesta makan tidak berakhir secepat makanan habis. Kami masih mengobrol panjang lebar. Di titik itu aku baru sadar kalau empat pendahulu ini jarang memiliki kesempatan mengobrol. Reila mengatakan apa yang kupikirkan. “Selama ini kukira kalian sering mengobrol diam-diam.”“Mana mungkin,” jawab Dhiena. “Kami terlalu sibuk.”“Dan mereka terlalu menganggur,” lanjut Mika. “Saking lama menganggur, mereka bingung harus melakukan apa dan akhirnya cari masalah. Sekarang kalian pasti sudah punya rencana yang tidak-tidak.”“Tidak sopan, kami menjaga keakraban penghuni,” sahut Yasha.“Kami bukan tipe yang bersenang-senang dengan pekerjaan,” kata Haswin. “Kami tipe yang bersama alam, mencari kesenangan dan menikmati hidup.”“Sebaiknya kita bakar saja semua baju dia dan jangan biarkan dia ambil baju lagi,” usul Dhiena. “Biarkan dia menyatu dengan alam
Aku menghabiskan waktu sampai detik terakhir di Perbatasan dan berhasil membuat Bibi berjanji, “Iya, iya. Nanti malam menemanimu patroli. Janji.” Kupikir setidaknya berhasil mengamankan posisi dan waktu agar Bibi tidak mulai berpikir yang aneh-aneh lagi. Kami sudah lama tidak bertemu—barangkali sejak sebelum misi, jadi mungkin dalam selang waktu itu, Bibi kembali memikirkan hal-hal yang bisa membuatnya jatuh dalam kegelapan. Gagasan Fin selalu kuingat bahwa salah satu hal utama yang membuat Bibi bisa menjadi arwah adalah karena dirinya yang mengutuk dunia dengan amarah. Kurasakan amarah Bibi belum hilang.Perbatasan membuatku lelah dari semestinya. Aku ingin ke klinik, menatap raut Lavi yang bisa membuatku tenang, tetapi dia pasti sibuk. Jadi, aku berbaring di sofa gerha, menutup mata dengan buku yang kubaca. Tak ada yang mengganggu sampai Reila datang dan menemukanku.“Kak, dicari Lavi. Memangnya tidak bisa telepati, ya?”“Mu
Malamnya, Lavi memintaku bermalam lagi di gerhanya. Kuakui dia sedikit terlambat. Aku ingin menemaninya, tetapi kubilang, “Aku sudah berjanji. Aku ikut patroli malam. Haswin sudah memintaku ikut dari kemarin.”Kali ini Lavi curiga. “Patroli? Kau berniat aneh-aneh dengan mereka, kan?”“Tidak, kok,” timpalku—yang bodohnya, agak panik.“Kau biasanya tidak peduli patroli malam. Bahkan kalau aku mengajakmu saat kau sudah daftar, kau mau-mau saja menemaniku daripada patroli.”Dia ada benarnya, tetapi aku tidak ingin menyerah. Sulit menghadapi Lavi, tetapi aku ingin mencoba. “Lavi, ayolah. Sewaktu malam-malam sebelum serangan Aaron dan Troy, aku sering menemani patroli. Aku hanya ingin mengenang.”Lavi menatap keyakinanku di bola mata. Aku tidak mengalihkan mata.“Oke,” dia mengangguk-angguk. “Aku punya satu jatah tantangan dan aku bisa saja menggunakannya agar kau
Dengan cepat, setelah surat Hela terbuka, aku merasakan kengerian kuat.Seseorang.Ada di depan markas tim penyerang.Itu membuat mataku langsung bangkit dari tumpukan surat, memegang lutut Yasha sampai dia terkejut. Dia menuntut mengapa aku membelalak.“Dengar,” kataku, pelan, tetapi jelas. “Lavi, di depan, markas.”“Oh, benar.” Bibi mengonfirmasi. “Lavi terasa kemari.”“Sekarang jam malam,” ucap Yasha, enteng. “Mungkin dewan lewat.”“Nah, benar,” sahut Haswin. “Pasti dewan. Kudengar kau bisa merasakan keberadaan seseorang tapi tidak bisa tahu pasti siapa orang itu, kan?”“Tidak. Ini Lavi. Sungguhan,” timpalku, serius. Aku meminta Yasha agak turun dari beranda agar tidak terlihat dari luar. Yasha oke-oke saja. Dia turun, lalu sedikit mengintip keluar. “Aku tidak pernah memakai kemampuan deteksi selama di Padang Anu
Setelah selesai membuka semua amplop, Lavi juga menyarankan kami agar memisahkan surat-surat kecil dengan surat beramplop. Jadi, kutarik lagi ucapanku. Keberadaan Lavi memang menjadi kompas bagi kami—meski bukan kompas moral yang kuharapkan. Dia membuat hal iseng ini menjadi terarah.Lalu Yasha memberi sesuatu ke Lavi. “Sebaiknya kau baca ini lebih dulu.”Lavi mengambilnya. Aku duduk di sebelahnya—Lavi sengaja sangat dekat denganku—dan dia sadar aku melirik, jadi dia menunjukkannya padaku juga. Aku sedikit membaca, kusadari itu surat tentang pemilik kemampuan roh.Selesai membaca, Lavi meletakkan itu, lalu mengangkat alis. “Kurasa wajar ada yang berpikir begitu. Apalagi kalau mereka tahu apa saja yang bisa dilakukan Forlan, mustahil tidak ada yang curiga. Dulu—saat aku baru tahu dia bisa mengerti perasaan orang di dekatnya saja, aku sudah curiga. Aku terus bertanya-tanya, jenis kemampuan apa yang mengizinkan pemiliknya m
Paginya, aku terbangun lebih dulu dari Lavi. Matahari baru terbit. Dan aku membawa ponsel baruku. Reila sudah mengajarkan cara dasar mengoperasikannya. Jadi, selagi Lavi tidur, aku memotret dirinya dari segala arah. Sungguh, kualitasnya jernih sekali—baik paras Lavi atau kameranya.Sembari menunggunya bangun, aku merapikan surat-surat sembari sedikit melanjutkan membaca kertas yang belum kubaca.Menariknya, aku beberapa kali menemukan surat permintaan misi. Bedanya dengan surat kaleng, surat ini punya nama pengirim.Dan kurasa aku menemukan surat yang ingin dicari Haswin.Aku membaca bagian atasnya.PERMINTAAN MISI. CALVIN. PATROLI TITIK 14.Lalu membaca bagian bawahnya.PERMINTAAN PARTNER MISI: LAVI DAN RAVIN.Dan ternyata tidak hanya itu. Aku juga menemukan banyak permintaan misi darinya—bahkan mulai dari titik patroli pertama. Menariknya lagi: permintaannya untuk partner misi selalu melibatkan Lavi.Aku tidak yakin pada rangkaian misi berikutnya, tetapi melihat kondisi Lavi yang dis
Begitu kusadari ternyata aku sudah terlelap lagi.Ketika kesadaranku terjaga, aku langsung tersentak bangun. Kudapati diriku masih di Rumah Pohon, di tumpukan bantal, hari sudah semakin siang, tak ada Lavi, tetapi ketika aku menoleh ke sampingku—ada Reila.Dia membaca buku, begitu santai.“Reila,” ucapku.“Hai,” balasnya. Dan dia benar-benar adikku karena mengerti semua yang kuperlukan saat ini. Dia menutup bukunya, mengambil segelas air di meja terdekat, lalu memberikannya padaku. “Jadi, saat ini jam sebelas siang di hari yang sama saat ada kejadian apa pun itu yang harus Kakak jelaskan padaku. Lalu kenapa aku bisa di sini—tentunya karena Lavi memanggilku, dan mari berasumsi Lavi tidak pernah memberitahu apa-apa kenapa Kakak bisa seperti ini. Lavi sedang banyak perlu, ada banyak yang terjadi sejak pagi dan aku tidak punya pekerjaan apa-apa selain baca buku, jadi aku di sini menemani Kakak.” Aku meneguk minum. “Belakangan aku mulai khawatir tiap dipanggil. Ada saja yang berhubungan den