Biasanya saat aku berlatih dengan kemampuan khususku di hutan belakang tidak ada orang yang perhatiannya tertarik dan menengok. Namun, itu tidak berlaku untuk saat ini. Saat aku tengah mencoba teknik baru, Reila muncul dengan sapaan, “Gila. Tempat ini bisa hancur. Mending lawan aku saja sekarang.”
Maka begitulah. Barangkali ini pertengkaran kakak adik paling mengerikan.
Kami tidak berlatih seharian, hanya beberapa jam—Reila bukan tipe yang suka meladeni pertempuran kemampuan khusus terlalu lama, Reila biasanya bakal langsung menyerang membabi-buta, tipe yang senang mengakhiri dengan cepat. Itu membuat latihanku semakin terpusat dan tiba-tiba Reila sudah bilang, “Aku capek. Sampai sini dulu, deh. Tapi aku punya saran buat Kakak.”
Karena dia memutuskan selesai, kuputuskan aku juga selesai.
“Mau berkuda, tidak?” tawarku.
“Siang-siang begini enaknya bersantai,” tolaknya.
Aku tidak ingin bersa
Sorenya, regu patroli berangkat. Semuanya. Satu rangkaian. Aku sedang di beranda Rumah Pohon, memetik dan memainkan gitar ketika Dalton menampakkan diri di bawah, mendongak padaku, berkata, “Aku berangkat.” Aku hanya bilang, “Hati-hati,” dan dia melangkah begitu saja. Dari beranda Rumah Pohon, aku bisa sedikit melihat bukit perbatasan—meskipun ukurannya sangat kecil. Aku melihat siluet mirip Jenderal dan Kara yang sudah bersiap.Dan aku baru tahu kalau selama ini Dalton selalu mampir ke markas ini sebelum benar-benar berangkat. Kurasa semua anggota tim penyerang punya ritual keberangkatan masing-masing. Ketika aku punya ritual memeluk Reila dan Fal—dan jika tidak berangkat dengan Lavi, aku juga akan memeluknya—Dalton punya ritual menghampiri markas tim penyerang untuk memantapkan keberangkatan. Itu jenis ritual yang aneh meskipun bisa dibilang ritualku juga cukup aneh.Aku menghabiskan sore di beranda sampai kehadiran Lavi tera
Malamnya, aku punya rencana mencari keberadaan Bibi, tetapi ada dua hal yang membuatku tidak bisa melakukannya. Pertama, Fin melarang.[“Besok datanglah ke Perbatasan.”]Aku ingin bertanya apa alasannya, tetapi kedua: Lavi sudah menyebut satu perintah mutlak. “Malam ini kita habiskan waktu di gerhaku. Aku sudah minta izin Reila. Dia oke. Fal juga. Jadi, kau tidak berhak menolak.”Itu pertama kalinya dia menahanku di gerhanya seizin Reila. Barangkali dia terlalu lelah dan ingin mengisi baterai, jadi kataku, “Enteng.” Meskipun aku bilang satu kondisi: “Aku mau menemui Haswin dan Yasha, tapi aku janji ke gerhamu.”Lavi tidak ingin penasaran apa yang kami lakukan meskipun aku yakin dia sedikit curiga karena terakhir kali kami bertemu malam-malam, Lavi menemukan kami memasang kembang api super berisik. Kembang api itu, secara teknis, gagal meluncur karena Lavi mengomel, “Kalian berniat mengganggu t
Aku baru masuk gerha Lavi ketika jam malam—itu pun karena Lavi bicara di kepalaku, bertanya kapan aku ke tempatnya. Di titik itu, aku sedang di gerhaku, bermain kartu dengan Reila dan Fal. Mereka tidak bertanya-tanya mengapa aku di gerha, jadi tiba-tiba kami sudah bermain kartu dengan hukuman.Sejujurnya aku berdebar-debar. Lavi tidak pernah mempersiapkan sesuatu hanya untuk menghabiskan malam bersama. Biasanya hanya aku tiba-tiba datang lalu kami mengobrol dan selesai. Tidak pernah ada persiapan. Jadi, aku takut dan berharap tidak ada hal aneh yang dia sembunyikan.Jadi, ketika sampai di depan gerha Lavi, kupikirkan gagasan paling normal: mungkin dia punya sesuatu yang ingin ditunjukkan padaku sama seperti gaun itu. Aku sudah melangkah berniat memutar kenop, tetapi tiba-tiba pintu itu terbuka—dan dadaku berdebar-debar sampai waktu melambat. Perlahan, pintu terbuka. Lavi di balik pintu. Waktu melambat sampai mataku berhasil sepenuhnya menemukan sosoknya. Da
Permainan kartu baru menunjukkan ujungnya setelah aku mengalami lima kali kemenangan beruntun—yang membuat Lavi menuntut kalau aku curang karena memakai kemampuan khusus, jadi di kemenangan ketigaku, dia menempelkan satu kertas yang bisa berubah warna kalau aku menggunakan kemampuan khusus. Saat kemenangan keempatku tiba, Lavi semakin mengerang karena aku terbukti tidak memakai kemampuan khusus. Keberuntunganku hanya semakin tinggi.Jadi, aku memberinya lima kali tantangan secara beruntun.Ideku tidak banyak terutama karena kepalaku sudah kosong. Tidak ada lagi yang kuinginkan setelah melihat Lavi dengan gaun. Jadi, di kemenangan ketiga aku memintanya bernyanyi. Lavi punya lagu yang paling dia sukai dan bernyanyi tanpa protes. Aku memejamkan mata, hanyut dalam suaranya—aku hampir tertidur kalau Lavi tidak melempar bantal ke wajahku. Dia bilang, “Kau takkan tidur sampai aku menang. Aku takkan membiarkanmu menikmati kejailanmu padaku.”Di k
Pagi berikutnya tiba, kami tak membiarkan satu sama lain pergi. Aku begitu erat mendekap Lavi. Dia terbangun lebih dulu, menatapku sampai terbangun. Saat kesadaranku terkumpul, dia menyapa, “Bagaimana hari pertamamu di 19 tahun?”“Sempurna.”Dia meringis. “Kesempurnaan ini belum berakhir.”Seperti biasa, dia beranjak pertama. Kami tidak keluar sampai jam sarapan habis. Kami baru berpisah di depan gerhanya, yang entah bagaimana membuatku berat. Aku tidak pernah terbiasa dengan malam, tetapi semalam adalah salah satu malam terbaik yang tidak ingin kulupakan sepanjang hidupku dan kalau aku bisa membuat waktu membeku, aku ingin malam itu terus terulang dan berlangsung selamanya. Sayangnya, waktu tidak bisa membeku, dan di sinilah kami: Lavi harus ke klinik dan aku harus... entah, mungkin mengisi waktu sampai bersama Lavi lagi. Jadi, aku melakukan perpisahan dengan malam penuh fantasi itu dengan mengecup Lavi. Dia tertawa, berkata,
Pesta makan tidak berakhir secepat makanan habis. Kami masih mengobrol panjang lebar. Di titik itu aku baru sadar kalau empat pendahulu ini jarang memiliki kesempatan mengobrol. Reila mengatakan apa yang kupikirkan. “Selama ini kukira kalian sering mengobrol diam-diam.”“Mana mungkin,” jawab Dhiena. “Kami terlalu sibuk.”“Dan mereka terlalu menganggur,” lanjut Mika. “Saking lama menganggur, mereka bingung harus melakukan apa dan akhirnya cari masalah. Sekarang kalian pasti sudah punya rencana yang tidak-tidak.”“Tidak sopan, kami menjaga keakraban penghuni,” sahut Yasha.“Kami bukan tipe yang bersenang-senang dengan pekerjaan,” kata Haswin. “Kami tipe yang bersama alam, mencari kesenangan dan menikmati hidup.”“Sebaiknya kita bakar saja semua baju dia dan jangan biarkan dia ambil baju lagi,” usul Dhiena. “Biarkan dia menyatu dengan alam
Aku menghabiskan waktu sampai detik terakhir di Perbatasan dan berhasil membuat Bibi berjanji, “Iya, iya. Nanti malam menemanimu patroli. Janji.” Kupikir setidaknya berhasil mengamankan posisi dan waktu agar Bibi tidak mulai berpikir yang aneh-aneh lagi. Kami sudah lama tidak bertemu—barangkali sejak sebelum misi, jadi mungkin dalam selang waktu itu, Bibi kembali memikirkan hal-hal yang bisa membuatnya jatuh dalam kegelapan. Gagasan Fin selalu kuingat bahwa salah satu hal utama yang membuat Bibi bisa menjadi arwah adalah karena dirinya yang mengutuk dunia dengan amarah. Kurasakan amarah Bibi belum hilang.Perbatasan membuatku lelah dari semestinya. Aku ingin ke klinik, menatap raut Lavi yang bisa membuatku tenang, tetapi dia pasti sibuk. Jadi, aku berbaring di sofa gerha, menutup mata dengan buku yang kubaca. Tak ada yang mengganggu sampai Reila datang dan menemukanku.“Kak, dicari Lavi. Memangnya tidak bisa telepati, ya?”“Mu
Malamnya, Lavi memintaku bermalam lagi di gerhanya. Kuakui dia sedikit terlambat. Aku ingin menemaninya, tetapi kubilang, “Aku sudah berjanji. Aku ikut patroli malam. Haswin sudah memintaku ikut dari kemarin.”Kali ini Lavi curiga. “Patroli? Kau berniat aneh-aneh dengan mereka, kan?”“Tidak, kok,” timpalku—yang bodohnya, agak panik.“Kau biasanya tidak peduli patroli malam. Bahkan kalau aku mengajakmu saat kau sudah daftar, kau mau-mau saja menemaniku daripada patroli.”Dia ada benarnya, tetapi aku tidak ingin menyerah. Sulit menghadapi Lavi, tetapi aku ingin mencoba. “Lavi, ayolah. Sewaktu malam-malam sebelum serangan Aaron dan Troy, aku sering menemani patroli. Aku hanya ingin mengenang.”Lavi menatap keyakinanku di bola mata. Aku tidak mengalihkan mata.“Oke,” dia mengangguk-angguk. “Aku punya satu jatah tantangan dan aku bisa saja menggunakannya agar kau