Share

507. REMINISENSI #6

Mau seberapa tajam aura membunuh kami, dia sama sekali tidak bicara. Dan meski babak belur, kesadarannya juga tidak pergi. Dia ikut frustrasi dengan itu.

“Aku sudah meninju pipinya beberapa kali di dua sisi berbeda,” laporku ke Profesor Merla dan Reila. “Juga sudah berulang kali mendorong isi mulutnya, jadi pasti tidak ada obat-obatan yang disebut Berlin. Dan aku tidak bisa lagi merasakan orang yang kusebut di awal. Dia pasti orang itu. Mungkin dia menyadari kita datang ke tempat ini, jadi dia berbalik. Entah apa tujuannya.”

“Jangan-jangan tujuan Kakak memisahkan diri....”

“Memancing dia ke tempatku. Dia pasti menyerang yang sendirian.”

“Berisiko sekali.”

“Maaf.”

“Tapi kalau tak ada obat, berarti sisa satu,” gumam Reila, menatap anak itu.

“Mungkin bom,” anggukku. “Bersiaplah dengan segala kemungkinan.”

Profesor Merla masi

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status