MASALAH AKTA!Mereka semua terdiam dengan pemikiran masing-masing. Setelah itu Bude Asih baru angkat bicara. Dia menghela nafas panjang, menguatkan hati dan menatap bergantian Suhadi dan Gendhis."Sudahi drama ini! Aku memang tak melarang Mbakyu ku memberikan atau mewasiatkan apapun kepada siapapun. Perkata harta dan bandaa dunia aku tak peduli! Tapi aku lebih peduli pada rumah tangga keponakanku!" bentak Bude Asih."Namamu itu lak Gendhis kan? Sebenarnya namamu cukup bagus arti dan maknanya, tetapi ternyata tidak berbanding lurus dengan kelakuanmu. Apa maksudmu mendekati keponakanku yang jelas-jelas sudah beristri? Tinggalkan dia aku masih berbaik hati padamu!" bentak Bude Asih."Maaf Bude sepertinya sampean salah paham. Saya di sini tidak mendekati Mas Rio, tapi saya...""Apa? Alasan apa yang akan kau katakan sekarang? Masalah anak? Aku tak menyalahkan anakmu meskipun aku ragu itu adalah anak Rio. Karena tak ada bukti, hanya saja aku tak ingin memperpanjang masala. Tapi jika sampai
TANTANGAN BUDE ASIH!"Rasanya kau terlalu mengada-ngada di sini! Sadarlah! Anak itu adalah anak haram, bukan anaknya tapi perbuatan kalian yang menghasilkan anak itu ku sebut haram. Aku tidak menyalahkan anaknya, anak itu suci dan tak ada yang namanya anak haram! Perilaku kalian yang menyebabkan anak itu terlahir menjadi haram. Lalu sekarang kau datang ke sini seolah-olah menjadi korban? Dengan alasan mencarikan akta untuk anakmu? Ck! Hahaha, apakah kau tak pernah berpikir sebelum bertindak, Gendhis cantik? Apakah kau tak punyaku otak? Katanya kau pandai, tapi kenapa kau tak punya pikiran?" sindir Bude Asih.Gendhis langsung terdiam. Rio memegang tangan Gendhis, sungguh melihat wajah wanita itu sedih membuat Rio sakit hati juga."Baby," panggil Rio lagi."BEBA BEBI! BABI? Kamu memanggil begitu di depanku Rio? Lancang kau!" tegur Bude Asih."Hey ingat istrimu di rumah mertuamu masih basah jahitan secarnya. Kau amnesia memiliki anak perempuan juga? Aku tak me
PAMIT! Gendis bergetar, bukan karena takut namun dia lebih pada tersentuh mendengar semua ucapan Bude Asih. Ucapan marah seorang Istri dan sayang seorang Ibu bercampur menjadi satu. Suhadi pun memasukkan semua perhiasan itu dalam dompet emas."Nduk, sudah tak usah di pikirkan semua ucapan Asih. Dia memang begitu, ambillah ini," perintah Suhadi. Gendhis hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Suhadi. Saat lelaki itu memberikan dompet emas itu bersama semua perhiasannya Gendhis menolak. Dia mengambil cincin batu safir biru dan memakainya di jari manis. Nampak cantik sekali, Gendhis jatuh cinta saat pertama kali melihatnya."Aku mengambil cincin ini saja, Pak. Yang lain Bapak simpan saja," tolak Gendhis."Jangan begitu, Nduk. Ini wasiat almarhum Ibu nya, Rio. Ambillah, rejeki jangan di tolak, toh ini bukan untukmu tapi untuk anakmu, cucuku! Ambil lah semua karena ini pesan almarhum, tolong hargai, Nduk. Kalau memang kau tak ingin jual, simpan saja. Barangkali suatu saat kau butuh untuk
KALUT!"Bapak ini kan orang bodoh, tapi yang jelas Bapak suka dengan wanita yang bisa menghargai orang yang lebih tua. Tak usahlah memberi uang atau apapun, sopan santun, adab, dan unggah ungguh itu perlu. Lihatlah Gendis ke sini pun tidak dengan tangan kosong, dia membawa oleh-oleh untuk Bapak. Jangan memandang harganya tapi itu bentuk ketulusannya. Mungkin harga dan uang yang tak seberapa, bahkan Bapak bisa membelinya, namun rasanya berbeda saja jika diberi dari orang yang kita sayangi," kata Suhadi sambil meninggalkan Rio.Rio pun terdiam, dia membenarkan ucapan Bapaknya. Terkadang Sifa ini memang kelewat batas. Dia terlalu diam dan tak mau bergaul dengan mertuanya sendiri. Bahkan bisa dikatakan jarang sekali mengobrol dengan tak mau untuk salaman, berbeda dengan Gendis yang bisa membawa diri di lingkungan manapun.Rio mengusap wajahnya dengan kasar. Hari ini dia sudah berjanji kepada Sifa istrinya untuk ke sana karena susu anaknya dan beberapa keperluan Sifa dan Farhat di rumah
TAK MAU TINGGAL DENGAN MERTUA"Mas," panggil Sifa."Ah ya? Ada apa?" tanya Rio."Kenapa kau sedari tadi diam saja? Sepertinya kau banyak pikiran. Memang ada apa? Apa ada masalah?" sahut Sifa.Rio memandang wajah istrinya sebentar lalu kembali fokus menyetir dan menghela nafas panjang. Sekelebat bayangan muncul dan datang juga, dia berpikir bagaimana kalau mengatakan kepada Sifa sekarang? Bagaimana efek kedepannya? Tentulah akan semakin memperparah hubungannya dengan Farhat. Apalagi sekarang Farhat seperti tidak mencintainya lagi.Sebagai Bapak Rio sangat merasa sekali perbedaan sikap sayang, perhatian, dan cinta anaknya pada dirinya itu terasa menonjol sekali. Padahal dulu Farhat sangat dekat dengannya, dia sebenarnya merasakan perubahan itu. Tapi dia juga tak bisa berbuat apa- apa jika memang dia berencana untuk mengatakan semua jujur kepada Sifa perihal Gendis dan Kai, tentu hubungannya akan memburuk lagi. Tak hanya itu Rio juga sedang memikirkan p
NAMANYA GENDHIS!Rio melajukan mobil sampai ke rumah. Mereka terlihat Farhat sedang berlarian di depan rumah bersama Mulki. Mereka pun segera turun. "Bantu Mbak, Dek. Bantu untuk menurunkan belanja," perintah Sifa. "Anak Sholeh, salim Abi dulu," perintahnya."Farhat," panggil Rio.Farhat hanya menghampiri Rio tanpa senyuman, tanpa pelukan, atau dengan ekspresi bahagia, wajah dan sikapnya datar saja. Dia menyalami Abinya lalu memilih membantu pamannya untuk menurunkan barang bawaan belanjaannya."Farhat, Abi tadi membelikanmu banyak makanan dengan kesukaanmu, Nak," kata Rio. Farhat hanya menganggukkaan kepala."Terima kasih, Bi," kata Farhat.Mereka pun bergotong-royong membawa semua belanjaan. Humaira terlihat anteng di dalam ayunannya. "Sudah kau beri susu, Dek?" tanya Sifa."Sudah tadi sudah minum susu, Mbak. Baru saja setelah memberi susu, sudah aku gendong juga, sudah aku sendawakan," terang Mulki."Wah kau sudah pantas ini
SEPERTI FOTO BULAN MADU! Rio berharap ini adalah awal hubungannya dengan adik iparnya itu membaik. Sedangkan Mulki sibuk mengamati perubahan mimik dan sikap apa nanti yang akan kakak Iparnya itu tunjukkan. Dia mencoba mnggodanya."Benarkah?" tanya Mulki antusias kali ini."Iya dong. Jika itu untuk adik iparku, apa yang tidak aku lakukan," goda Rio."Ah, sayang sekali aku tak mempunyai fotonya. Tapi namanya adalah Gendis," jawab Mulki."Gendhis?" sahut Rio."Ya, Gendhis Astari Wijaya. Apakah kau mengenalnya, Mas?" tanya Mulki. Rio langsung terdiam sepersekian detik, seperti merasa terhipnotis. Dia memandang Mulki dengan tatapan yang sangat susah diartikan. Apa sebenarnya yang di inginkan oleh adik iparnya ini. Apakah dia sedang menyindirnya, atau dia benar -benar sedang mengejeknya. Seingatnya Rio tidak pernah memberitahu siapa Gendis, sedangkan Sifa juga tak mungkin dengan details menceritakan aib keluarganya. Jelas sekali mulai dari nama nya
TENTANG ANAK LELAKI!"Mulki mungkin ini akan terasa sulit kau terima. Mungkin ini terdengar aneh juga, namun memang ini kenyataannya," ucap Rio."Apa maksudmu, Mas?" tanya Mulki."Aku dan Gendhis memiliki ikatan yang tak dimiliki oleh orang lain meskipun kami belum menikah," jelas Rio."Hah? Apa maksudmu, Mas? Jangan- jangan anak lelaki itu..." kata Mulki menggantung.Di pikiran Mulki sekarang langsung tertuju pada anak lelaki yang beberapa kali di temuinya. Dia menggelengkan kepalanya mencoba menepis semua dugaan buruk itu. Dia tak mau berpikir sejauh itu."Ya, benar. Kalau mungkin kau pernah melihat Gendhis berjalan dengan seorang anak lelaki maka dia adalah anakku," sambung Rio."Hahaha. Kau bercanda kan? Bajingan memang kau, Rio!" umpat Mulki.Mulki langsung mengusap wajahnya dengan kasar. Lelaki itu benar- benar tak pernah berpikir sejauh itu, bahkan tak menyangka jika mereka berdua sudah bertingkah sejauh ini. Memang Mulki sudah menduga h
IZINKAN AKU POLIGAMI"Tidak Mas, Sifa hanya ingin me time sendiri. Sifa ingin memanjakan diri sekedar pergi ke salon memotong rambut dan melakukan spa Syariah. Apakah boleh, Mas?" tanya Sifa."Kau akan pergi dengan siapa?" selidik Rio."Perginya biar diantarkan oleh santri Abah yang wanita, Mas. Toh mobil Umi ada di rumah kok, Mas," kata Sifa."Kebetulan tadi Abah pergi menggunakan mobilnya sendiri dengan Mulki. jadi ada satu mobil yang menganggur di rumah. Bagaimana, Mas?" tanya Sifa."Baiklah jika seperti itu, Dek. Yang penting Humairah aman ya?" ucap Rio mencoba memastikan."Tenang saja, Mas. Kau tak usah takut, insya Allah anak kita aman. Humaira akan dijaga oleh Umi sehingga Sifa benar-benar nyaman dan aman serta tenang saat meninggalkannya," jawab Sifa."Baiklah kalau begitu, Dek. Kau butuh uang berapa? Akan Mas transfer saja ya," ujar Rio."Tak usah, Mas. Kebetulan jatah bulanan yang Mas berikan masih ada kok. Itu saja insya Allah sudah cukup," jawab Sifa agar tak membuat suami
IDE GILA SIFA!"Ya sudah kita akan langsung saja bertemu dengan Rio tanpa kau harus pulang dulu. Setelah semua jelas, baru kau nanti mengatakan semua kepada Mbakmu, agar Mbakmu tak salah paham dan kecewa. Sekarang Mbakmu sebenarnya ada di posisi dilema, Le," jelas Abah Furqon."Astagfirulloh. Kenapa lagi, Bah?" tanya Mulki."Dia ingin percaya kepadamu sebenarnya, Le. Tetapi apa yang dilihat dengan mata kepalanya itu justru bertentangan dengan semua kepercayaananya. Melihat kau dan Rio duduk bersama wanita itu, bahkan wanita itu duduk di hadapanmu. Wajar kan kalau Mbakyu mu kecewa," jawab Abah Furqon."Bah, tolong kali ini jangan Abah berpikir bahwa Mulki turut andil dan ikut campur terlalu dalam masalah keluarga Mbak Sifa, tolong jangan, Bah. Tolong jangan berpikir itu lagi, karena jika Abah masih berpikir seperti itu sampai selamanya Mbak Sifa nasibnya akan seperti ini, Mbak Sifa akan mencintai sendiri dan itu sakit, Bah," ujar Mulki dengan menghela nafasnya panjang."Biarlah, Bah. B
BISMILLAH LANGKAH AWAL!Dengan penuh takzim, Simbok mengantarakan pesanan Abah Furqon. Mereka pun menikmati nasi pecel itu dan tak membahas masalah ini lagi. Sejak dulu memang pantangan bagi Mulki dan Abahnya untuk berbicara ketika makan. Meskipun hal sepenting apapun setelah selesai makan dan menghirup kopinya, baru mereka berbicara lagi."Lalu harus bagaiman, Abah?" tanya Abah Furqon."Menurut Mulki sekarang kita harus memanggil Mas Rio lagi, Bah. Bagaimana lagi? Semua sudah kadung terlanjur terjadi. Mbak Sifa pun juga sudah tahu masalah ini, jadi jangan sampai hal ini makin membuat Mbak Sifa berpikir macam- macam, Bah. Kita harus menyelesaikan masalah ini hari ini juga, Bah. Kita tak bisa menundanya makin lama, Bah. Mulki tak ingin dan tak mau kehilangan kepercayaannya juga, kita harus segera menyelesaikan masalah ini, Bah. Sungguh," tegas Mulki."Selain itu ada satu hal lain yang menghantui pikian Mulki, Bah. Karena satu sisi pun kita harus memikirkan kondisi wanita itu dan anakn
TENTANG PERNIKAHAN SIRI"Dia tak ingin menikahi wanita itu, Bah. Namun dia juga tak ingin dianggap sebagai pecundang mengkhianati anak itu padahal Mas Rio juga mengakui bahwa dia adalah darah dagingnya hanya saja dia tak ingin namanya tercantum di akta. Tapi Bah...""Kenapa?" tanya Abah Furqon."Mas Rio ingin tetap menafkahinya. Bagaimana menurut Abah?" tanya balik Mulki.Abah Furqon menghela nafasnya panjang. Saat seperti ini lah sebenarnya dia sang anak bisa bertukar pikiran, saling mengupgrade ilmu agama masing- masing. Kali ini abah Furqon ingin mengangkat topik pernikahan siri dan perzinahan."Pertama Abah ingin menyoroti ucapanmu, Le. Tetang pernikahan yang dilakukan secara rahaasia atau lebih akrab disebut nikah siri adalah pernikahan yang tidak dicatat di kantor KUA. Nikah siri, dikatakan sah menurut agama tapi tidak sah menurut Negara karena seperti yang sudah dijelaskan tadi, tidak tercatat di KUA. Benar katamu, nikah siri memang memiliki banyak kekurangan. Namun di beberap
RENCANA DAN STRATEGI PARA LELAKI!"Bahkan sepertinya foto itu diambil kemarin siang saat kita bersama toh? Abah sedang mengisi kajian dan mata kuliah, sedangkan kau berpamitan berdiskusi tentang dakwah masa kini. Lalu kenapa kok tiba- tiba kau ada di cafe itu? Bagaimana ceritanya?" tanya Abah Furqon.Mulki menghela nafas panjang sekaali. Dia harus menceritakan sedetails mungkin sekarang pada Abahnya. Karena dia yakin hanya Abahnya yang bisa menyelesaikan masalah ini."Bah, sungguh ini sebenarnya tidak sengaja, itu bukan pertemuan yang di bentuk lantas sengaja, bukan seperti itu, Bah. Semua di luar kendali Mulki, saat itu memang Mulki ada berpamitan kepada Abah saat Abah mengisi ceramah. Mulki akan berpamitan dan akan berdiskusi bersama teman-teman dari beberapa universitas perwakilan salah satu organisasi agama yang memang sengaja membahas dakwah modern. Mereka meminta tolong Mulki sebagai pengisinya untuk kelas akhwat dan akhirnya Mulki pun setuju- setuju saja saat itu," jawab Mulki
DUDUK DI BAWAH POHON BERINGIN"Abah pergilah ke ke mushola dulu. Kita akan mendengarkan versi dari Mulki," perintah Umi Laila lagi."Iya, Umi. Assalamualaikum," pamit Abah Furqon."Kau lebih percaya adikmu kan sekarang?" tanya Umi Laila. Sifa pun menganggukkan kepalanya."Ya sudah kalau aku percaya dengan adikmu sekarang, kau tak usah berpikir macam-macam," kata Umi Laila."Kau jangan takut sekarang, Nduk. Pasrahkan semuanya pada Gusti Allah. Kau jangan berpikir hal-hal yang aneh. Itu akan mempengaruhi kualitas Asi mu sekarang itu, Nduk. Sudah tak perlu kau pikir lelaki yang seperti itu lagi. Benar dia suamimu kau harus baik kepadanya, berpikirlah seperti tak ada masalah yang sekarang itu dan harus diutamakan adalah anakmu. Nasib dan kualitas asimu harus bagus demi masa depan anakmu yang lebih baik. Biarlah, biar semua nanti akan di balas oleh gusti Allah saja. Kau tak perlu ikut campur, biar semua di catat olehnya," sambung Umi Laila."Karena kau tahu kan sebaik-baiknya sutradara itu
KECURIGAAN SIFASampai adzan subuh dan suara tahrim berkumandang dia masih belum bisa tidur. Dia masih penasaran dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa adiknya bisa bertingkah seperti ini, apa yang dirahasiakan adiknya dan sang suami. Mengapa mereka tega menyembunyikan kenyataan pahit seperti ini. Bahkan mereka diam-diam bertemu dengan Gendis di belakangnya tanpa ada pemberitahuan pada Sifa."Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan?" gumam Sifa.Dia segera keluar dari kamar mencari Mulki. Tapi rupanya kalah cepat, karena Mulki sudah tak ada di sana. Entah sejak kapan adiknya itu sudah pergi ke mushola. Mungkin sejak subuh tadi, ingin rasanya Sifa menyusul ke depan lalu menanyakan semuanya langsung pada adiknya. Tapi tak mungkin karena di depan sangat ramai dan pondok putra milik keluarganya. Dia harus bisa menahan emosi dan menjaga marwahnya."Allah, kapan dia pergi," gumam Sifa.Dia benar- benar tak mendengar suara Mulki saat membuka kamarnya. Padahal biasanya dia
MENDADAK VIRAL DI SOSIAL MEDIA"Dia itu sangat pandai, aku menghalangimu menikah dengannya bukan karena aku masih mencintainya atau aku ingin menikahi dia suatu saat nanti, tidak. Justru sebaliknya, aku tak hanya ingin saja kau terjebak dalam permainan mu sendiri, dengarkan aku kali ini saja," sambung Rio."Benarkah? benarkah kau tak mencintainya lagi?" tanya Mulki dengan penekanan.Rio menghela nafasnya panjang. Munafik memang jika dia mengatakan bahwa dia tak mencintai wanita itu. Dia memang masih mencintai wanita itu namun dia kali ini bisa berpikir jernih, tak seperti dulu."Ya memang aku sedikit mencintainya. Namun tak segila dulu," kata Rio Jujur."Jika sudah seperti ini masalah tak akan menjadi gampang, Mulki. Justru masalah ini akan melebar. Bagaimana jika Sifa tahu?" tanya Rio.Mulki pun langsung juga menyadari bahwa ikut campur terlalu dalam masalah rumah tangga Rio dan Sifa. Dia menghela nafasnya panjang, orang tuanya memang terbiasa untuk tak malu meminta maaf tanpa geng
APAKAH KAU YAKIN TAK MENCINTAINYA?"TIDAK BISA!" tegas Mulki.Semua terdiam, Rio pun tak bisa berkutik dengan semua ucapan Mulki. Mulki pun hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar. Ternyata apa yang dikatakan oleh Rio memang tidak bohong. Gendis memvalidasi semuanya bahwa apa yang pernah di jelaskan pada Rio padanya memang benar. Karena sebelumnya Rio dan Gendis tidak pernah bertemu lagi. Mereka baru bertemu beberapa hari kebelakangan ini dan itu pun perkara Gendhis menuntut akta kelahiran."Kenapa tak mungkin?" tanya Gedhis lirih."Aku dengar kau kuliah hukum ya? Atau pasanganmu sekarang orang yang tahu hukum. Aku rasa dia juga sedikit banyak pasti telah menjelaskannya padamu kan? Kalau tidak aku akan jelaskan semua padamu. Seperti yang kau tahu sendiri, akta kelahiran itu tak mungkin didapatkan tanpa ada pernikahan sah. Biar bagaimanapun juga aku ini juga kuliah hukum walaupun kuliah secara online saja, tapi aku sedikit banyak tahu tentang permasalahan ini. Kau tak mungkin menunt