Berbeda dengan Nazira gadis itu berjalan memasuki lift dengan segudang pertanyaan di kepalanya. Suara deringan lift membuyarkan lamunan Nazira, ia berjalan ke dalam ruangannya.
"Zira…" panggil seseorang yang membuat langkahnya terhenti. "Apa?" Ketusnya sembari mendorong pintu ruangan kerjanya. "Masuklah Rey." "Ada apa? Apa kau baik-baik saja?" Tanya Rey menatap wajah kusang Nazira. "Ya… aku sangat bahagia, jangan memanggilku seperti itu," ucap Nazira sembari mengumpulkan semua berkas ke dalam kotak yang cukup besar. "Apa yang kau lakukan?" Tanya Rey seraya membantu Nazira untuk mengumpulkan semua berkas. "Aku akan pindah jabatan," jawab Nazira tanpa menoleh ke arah Rey. "Pindah jabatan?" Tanya Rey yang kini berhenti dan menatap Nazira. "Hm... Mulai sekarang kau harus memanggil ku nona, tidak ada lagi Nazira, tapi Nona Nazira," ucap Nazira dengan bangga tapi ucapan gadis itu membuat Rey terkekeh. "Kenapa kau tertawa?" Tanya Nazira yang masih terus mengumpulkan berkas-berkas ke dalam kotak. "Kau yakin? Naik jabatan? Jabatan apa yang kau dapatkan? Hm..." Cercaan Rey yang membuat Nazira menghela nafas dengan panjang dan menatap Rey. "Aku akan menjadi asisten pribadi dari Tuan Andreansyah pemimpin perusahaan ini, bukankah itu hebat, aku tidak menduganya," ucap Nazira dengan antusias dan kembali mengumpulkan barang-barang yang ia perlukan. Rey hanya diam dan menatap lekat Nazira. "Secara tiba-tiba? Kau yakin? Lalu untuk apa semua ini, kau akan membawa meja dan kursi ini?" Tanya Rey dengan bingung. "Huft..." Nazira menghela nafas dan menatap Rey yang sedari tadi berdiri. "Kau ingin membantuku atau tidak? Ah ya siang nanti aku akan mentraktirmu, ayo bantu aku," ucap Nazira sembari mendorong meja itu. "Minggir lah, aku akan membantumu," ujar Rey sembari mengangkat meja menuju lift. "Aku hanya bisa membantumu sampai sini, ada hal penting yang harus aku lakukan," sahut Rey menatap Nazira. "Baiklah, terimakasih sudah membantu, nanti siang aku akan mentraktirmu," sahutnya sambil menekan tombol pada lift. "Hm..." Jawab Rey menatap pintu lift yang berlahan tertutup. Sekitar 10 menit, pintu lift terbuka. Nazira dengan sigap langsung keluar dan menarik meja yang berisi kursi, berkas- berkas. "Sial, kenapa ini sangat berat?" Geram Nazira sembari menarik meja itu keluar dari lift. Sret... Sret... Suara itu berhasil membuat beberapa pria berjas hitam menatap Nazira dengan bingung, tanpa ia sadari tindakan ini membuat salah satu diantara pria yang berdiri mengepalkan tangannya. "Sial..." Gerutu Nazira yang menarik meja itu keluar dari pintu lift. Beberapa pria yang berdiri menatap Nazira dengan bingung dan beralih menatap pria yang berdiri menatap Nazira dengan datar, matanya beralih menatap pria yang menunduk dan sedikit melirik Nazira. "Baik Tuan," ucap pria itu. "Nona," ucap pria itu sembari menunduk. Tidak ada jawaban Nazira masih terus menarik meja itu. "Nona," sahut pria itu yang sedikit menaikkan suaranya. "Astaga... Asisten Andre," ucap Nazira yang langsung menatap Andre berdiri di sampingnya. "Ayo bantu aku, keluarkan meja ini, ini sangat berat aku kesulitan untuk mengeluarkannya," ucap Nazira yang di jawab anggukan oleh Andre. "Baiklah," ucap Andre yang langsung membantu Nazira. "Hey!!! Apa yang kau lakukan? Angkat jangan mendorongnya," geram Nazira menatap Andre. "Baiklah," sahut pasrah Andre. Beberapa pria yang masih berdiri disini menatap bingung ke arah Andre dan Nazira. Berbeda dengan seorang pria yang memakai jas hitam yang sedari tadi merasa geram dengan tingkah Nazira. "Sudah, terimakasih banyak telah membantuku," ucap Nazira sembari menunduk dan terkejut menatap beberapa pria berjas hitam berdiri menatap aneh ke arahnya. "Permisi Tuan," sapa Nazira sedikit menunduk dan berlalu. "Terimakasih sudah bekerjasama dengan perusahaan kami Tuan, suatu kehormatan bagi kami bisa bertemu langsung denganmu pemimpin perusahaan yang terkenal dan bisa menjalin satu kerja sama, terimakasih Tuan," ucap salah seorang pria sambil mengulurkan tangannya. "Tidak masalah, satu keberuntungan bisa bekerjasama dengan perusahaan Anda," ucap Andreansyah dengan datar dan menjabat tangan pria itu. Sret... Sret... Suara itu berasal dari Nazira yang menarik meja, sehingga membuat beberapa pria itu mengerutkan dahinya. Sedangkan Andreansyah hanya melirik dan menatap Nazira dengan tatapan datar. Ia kembali menatap beberapa pria yang berada di depannya. "Ini sangat disayangkan, kita tidak bisa makan siang bersama, saya mengerti dengan jadwal Anda yang sangat sibuk, bertemu denganmu saya rasa itu adalah suatu keberuntungan," cakap pria itu yang membuat Andreansyah melirik Andre. "Saya..." Sret... Sret... Suara itu kembali mengganggu ucapan Andreansyah . pria itu kembali diam dan melirik Nazira yang masih terus menarik meja. "Maaf..." Sret... Sret... Ini sudah yang ketiga kalinya suara itu membuat Andreansyah menjadi geram, ia menatap Andre dan langsung diangguki oleh asistennya itu. Dengan langkah besar Andre berjalan mendekati Nazira, ia menatap Nazira yang masih terus menarik meja itu. "Minggir," ucap dingin Andre yang langsung mengangkat meja itu. "Wah..." Takjub Nazira menatap Andre dengan mudanya mengangkat meja itu ke dalam ruangan Andreansyah . "Maaf tidak bisa mengantarkanmu ke bandara, ada beberapa bekerja yang harus aku selesaikan," ucap Andreansyah menatap beberapa pria itu. "Tidak masalah Tuan, saya mengerti dengan kesibukanmu, kalau begitu saya permisi Tuan," ucap Pria itu sembari masuk ke dalam lift. Andreansyah hanya mengangguk dan menatap ruangan, ia mengepalkan tangannya berjalan dengan langkah yang besar sorot mata yang penuh amarah. "Antarkan mereka ke Bandara," ucap Andreansyah sembari berjalan sedikit melirik Andre yang baru saja keluar dari ruangannya. "Baiklah," sahut Andre mengangguk. Sementara Nazira mulai menata berkas-berkas yang ia bawa dari ruangannya. Senandung kecil keluar dari mulut gadis cantik itu, perlahan ia menarik kursi kebesaran Andreansyah dan menginjaknya untuk menyusun beberapa berkas ke dalam lemari. "Apa ada yang salah? Kenapa suasana menjadi seram seperti ini," gumam Nazira. Tindakan Nazira tak lepas dari pandangan seorang pria yang baru saja masuk ke dalam ruangannya. Matanya penuh amarah menatap ruangan kerjanya kini dipenuhi dengan berkas berkas yang berserakan. Tangannya mengepal seolah amarahnya harus disalurkan. "Turun dari kursi itu," ucapnya dengan dingin dan menatap Nazira dengan sorot mata yang penuh amarah. Sontak suara itu membuat Nazira tertegun dan langsung menatap ke bawah. Seketika matanya langsung membulat bergerak cepat menunduk tak Berani menatap mata elang itu. "Maafkan saya Tuan," ucap Nazira menunduk saat ini gadis itu berdiri merasa ia adalah manusia terpendek di dunia ini karena heels terletak jauh darinya. "Apa yang kau lakukan?" Tanya Andreansyah dengan datar, ia melirik kursi kebesarannya yang kini penuh dengan berkas-berkas. "Saya hanya ingin membersihkannya saja Tuan, ada beberapa berkas yang harus saya susun," ujar Nazira yang masih menunduk."Apa yang kau lakukan?" Tanya Andreansyah menatap Nazira. "Saya menyusun beberapa berkas Tuan," jawab Nazira dengan sopan. "Apa tidak ada OB di sini?" Tanya Andreansyah menatap Nazira dengan datar. Nazira hanya mengangguk dan menatap wajah Andreansyah . "Ada apa? Apa kau terpesona dengan wajah tampan ku?" Tanya Andreansyah menatap Nazira. "Apa? Aku? Terpesona dengan wajahmu Tuan," tanya Nazira yang membuat Andreansyah mengerutkan keningnya. "Sejak kapan aku pernah memuji ketampanan pria yang arogan sepertimu, kau tau siapa yang paling tampan di dunia ini? Ayahku, sudahlah bicara denganmu sama membuat aku stress, sekarang waktunya makan siang, maaf aku sudah lelah dengan semua tingkahmu, aku sangat lapar, baiklah karena ini sudah waktunya istirahat," ucap Nazira berjalan keluar sembari meraih heels. Andreansyah hanya diam ia menatap setiap pergerakan disaat Nazira berbicara padanya. ++++ Tiga hari kemudian. Pekerjaan kantor membuat Nazira seringkali mengeluh dengan beberapa tum
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Nazira menatap Andreansyah yang berada dekat dengan wajahnya. Tidak ada jawaban Andreansyah hanya diam dan tersenyum tipis. "Menurutmu? Apa yang kau lakukan jika perempuan dan laki-laki berada di posisi yang sangat dekat?" Tanya Andreansyah dengan pelan dan sangat lembut. Nazira mengerutkan dahinya menatap Andreansyah yang berada dekat dengannya, hembusan nafas beraroma mintz keluar di saat pria itu berbicara. "Jangan mencoba untuk macam-macam atau aku akan berteriak meminta tolong?" Ancam Nazira yang membuat Andreansyah terkekeh. "Jangan berfikir mesum, aku pria yang baik," ujar Andreansyah sembari memasangkan seatbelt pada tubuh gadis itu. Nazira bernafas lega dan menatap kesal ke arah pria yang telah membuatnya menjadi berpikir negatif. "Aku akan membawamu makan siang bersama," ucap Andreansyah yang melaju dengan kecepatan sedang. "..." Tidak ada jawaban Nazira hanya diam dan membuka ponselnya. "Kau menyukai bunga tulip?" Tanya Andreansyah yang
"Aku rasa ini akan sedikit sulit," gumam seorang gadis cantik tengah duduk di sebuah kursi lengkap dengan beberapa tumpukan berkas. "Nazira," panggil seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri nya gadis dengan tangan memegang setumpuk berkas lagi. Gadis itu hanya diam dan menghela nafas matanya tertuju pada berkas yang dibawa wanita itu "Lagi?" Ujar frustasi gadis itu. "Ini, kita akan memerlukan berkas ini ketika tuan datang," ucap wanita paruh baya sembari meletakan berkas itu diatas meja yang penuh dengan kertas-kertas berserakan. "Baik Bu," sahut gadis itu menarik nafas dan tersenyum paksa. "Semangat, aku akan keluar mengurus kedatangannya," tukas wanita itu seolah memberi semangat dan berjalan keluar dari ruangan. Zira, panggilan yang kerap diberikan pada gadis itu. Nazira Afrita Atmaja, gadis cantik yang memiliki rambut sebahu, mata bulat serta bibir yang sedikit tebal berwarna merah muda, bulu mata yang lentik. "Zira," panggil seorang pria yang memakai Id card
Apa?" Pekik Nazira sehingga Andreansyah sedikit mengerutkan dahinya dan sedikit memegang telinga karena suara yang ditimbulkan Nazira melebih terompet rusak. "Apa kau harus berteriak seperti itu? Pindahkan semua berkas yang ada di ruanganmu sekarang," ucap Andreansyah yang kembali duduk di kursi kebesarannya. "Tapi Tuan…" "Lima menit dari sekarang atau tidak sama sekali, kau bisa keluar dari perusahaan," ancam Andreansyah membuat Nazira menghela nafas dan menunduk. "Saya permisi Tuan," ucap Nazira sembari menunduk dan berlalu. Andreansyah tersenyum tipis dan menatap Nazira yang perlahan pergi dari ruangannya. Perlahan Andreansyah meraih ponselnya dan tersenyum tipis, ia mulai berdiri dan berjalan menatap keramaian kota di pagi itu dengan tangan seperti sedang menelfon seseorang. "Aku rasa ini akan sangat menyenangkan," ucap Andreansyah sembari menyimpan tangannya di saku celananya. "..." "Dia sangat cantik," ucap Andreansyah sembari tersenyum tipis. "..." "Hmm..." Ujar Andre
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Nazira menatap Andreansyah yang berada dekat dengan wajahnya. Tidak ada jawaban Andreansyah hanya diam dan tersenyum tipis. "Menurutmu? Apa yang kau lakukan jika perempuan dan laki-laki berada di posisi yang sangat dekat?" Tanya Andreansyah dengan pelan dan sangat lembut. Nazira mengerutkan dahinya menatap Andreansyah yang berada dekat dengannya, hembusan nafas beraroma mintz keluar di saat pria itu berbicara. "Jangan mencoba untuk macam-macam atau aku akan berteriak meminta tolong?" Ancam Nazira yang membuat Andreansyah terkekeh. "Jangan berfikir mesum, aku pria yang baik," ujar Andreansyah sembari memasangkan seatbelt pada tubuh gadis itu. Nazira bernafas lega dan menatap kesal ke arah pria yang telah membuatnya menjadi berpikir negatif. "Aku akan membawamu makan siang bersama," ucap Andreansyah yang melaju dengan kecepatan sedang. "..." Tidak ada jawaban Nazira hanya diam dan membuka ponselnya. "Kau menyukai bunga tulip?" Tanya Andreansyah yang
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Andreansyah menatap Nazira. "Saya menyusun beberapa berkas Tuan," jawab Nazira dengan sopan. "Apa tidak ada OB di sini?" Tanya Andreansyah menatap Nazira dengan datar. Nazira hanya mengangguk dan menatap wajah Andreansyah . "Ada apa? Apa kau terpesona dengan wajah tampan ku?" Tanya Andreansyah menatap Nazira. "Apa? Aku? Terpesona dengan wajahmu Tuan," tanya Nazira yang membuat Andreansyah mengerutkan keningnya. "Sejak kapan aku pernah memuji ketampanan pria yang arogan sepertimu, kau tau siapa yang paling tampan di dunia ini? Ayahku, sudahlah bicara denganmu sama membuat aku stress, sekarang waktunya makan siang, maaf aku sudah lelah dengan semua tingkahmu, aku sangat lapar, baiklah karena ini sudah waktunya istirahat," ucap Nazira berjalan keluar sembari meraih heels. Andreansyah hanya diam ia menatap setiap pergerakan disaat Nazira berbicara padanya. ++++ Tiga hari kemudian. Pekerjaan kantor membuat Nazira seringkali mengeluh dengan beberapa tum
Berbeda dengan Nazira gadis itu berjalan memasuki lift dengan segudang pertanyaan di kepalanya. Suara deringan lift membuyarkan lamunan Nazira, ia berjalan ke dalam ruangannya. "Zira…" panggil seseorang yang membuat langkahnya terhenti. "Apa?" Ketusnya sembari mendorong pintu ruangan kerjanya. "Masuklah Rey." "Ada apa? Apa kau baik-baik saja?" Tanya Rey menatap wajah kusang Nazira. "Ya… aku sangat bahagia, jangan memanggilku seperti itu," ucap Nazira sembari mengumpulkan semua berkas ke dalam kotak yang cukup besar. "Apa yang kau lakukan?" Tanya Rey seraya membantu Nazira untuk mengumpulkan semua berkas. "Aku akan pindah jabatan," jawab Nazira tanpa menoleh ke arah Rey. "Pindah jabatan?" Tanya Rey yang kini berhenti dan menatap Nazira. "Hm... Mulai sekarang kau harus memanggil ku nona, tidak ada lagi Nazira, tapi Nona Nazira," ucap Nazira dengan bangga tapi ucapan gadis itu membuat Rey terkekeh. "Kenapa kau tertawa?" Tanya Nazira yang masih terus mengumpulkan berkas-berkas ke d
Apa?" Pekik Nazira sehingga Andreansyah sedikit mengerutkan dahinya dan sedikit memegang telinga karena suara yang ditimbulkan Nazira melebih terompet rusak. "Apa kau harus berteriak seperti itu? Pindahkan semua berkas yang ada di ruanganmu sekarang," ucap Andreansyah yang kembali duduk di kursi kebesarannya. "Tapi Tuan…" "Lima menit dari sekarang atau tidak sama sekali, kau bisa keluar dari perusahaan," ancam Andreansyah membuat Nazira menghela nafas dan menunduk. "Saya permisi Tuan," ucap Nazira sembari menunduk dan berlalu. Andreansyah tersenyum tipis dan menatap Nazira yang perlahan pergi dari ruangannya. Perlahan Andreansyah meraih ponselnya dan tersenyum tipis, ia mulai berdiri dan berjalan menatap keramaian kota di pagi itu dengan tangan seperti sedang menelfon seseorang. "Aku rasa ini akan sangat menyenangkan," ucap Andreansyah sembari menyimpan tangannya di saku celananya. "..." "Dia sangat cantik," ucap Andreansyah sembari tersenyum tipis. "..." "Hmm..." Ujar Andre
"Aku rasa ini akan sedikit sulit," gumam seorang gadis cantik tengah duduk di sebuah kursi lengkap dengan beberapa tumpukan berkas. "Nazira," panggil seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri nya gadis dengan tangan memegang setumpuk berkas lagi. Gadis itu hanya diam dan menghela nafas matanya tertuju pada berkas yang dibawa wanita itu "Lagi?" Ujar frustasi gadis itu. "Ini, kita akan memerlukan berkas ini ketika tuan datang," ucap wanita paruh baya sembari meletakan berkas itu diatas meja yang penuh dengan kertas-kertas berserakan. "Baik Bu," sahut gadis itu menarik nafas dan tersenyum paksa. "Semangat, aku akan keluar mengurus kedatangannya," tukas wanita itu seolah memberi semangat dan berjalan keluar dari ruangan. Zira, panggilan yang kerap diberikan pada gadis itu. Nazira Afrita Atmaja, gadis cantik yang memiliki rambut sebahu, mata bulat serta bibir yang sedikit tebal berwarna merah muda, bulu mata yang lentik. "Zira," panggil seorang pria yang memakai Id card