Apa?" Pekik Nazira sehingga Andreansyah sedikit mengerutkan dahinya dan sedikit memegang telinga karena suara yang ditimbulkan Nazira melebih terompet rusak.
"Apa kau harus berteriak seperti itu? Pindahkan semua berkas yang ada di ruanganmu sekarang," ucap Andreansyah yang kembali duduk di kursi kebesarannya. "Tapi Tuan…" "Lima menit dari sekarang atau tidak sama sekali, kau bisa keluar dari perusahaan," ancam Andreansyah membuat Nazira menghela nafas dan menunduk. "Saya permisi Tuan," ucap Nazira sembari menunduk dan berlalu. Andreansyah tersenyum tipis dan menatap Nazira yang perlahan pergi dari ruangannya. Perlahan Andreansyah meraih ponselnya dan tersenyum tipis, ia mulai berdiri dan berjalan menatap keramaian kota di pagi itu dengan tangan seperti sedang menelfon seseorang. "Aku rasa ini akan sangat menyenangkan," ucap Andreansyah sembari menyimpan tangannya di saku celananya. "..." "Dia sangat cantik," ucap Andreansyah sembari tersenyum tipis. "..." "Hmm..." Ujar Andreansyah sembari menutup panggilan itu. Tok... Tok... Suara ketukan pintu kembali menjadi pusat perhatian Andreansyah . Pria itu kembali mengubah raut wajahnya dengan bersikap datar dan dingin berjalan dengan arogan menuju kursi kebesarannya. "Masuk," tukas Andreansyah sembari duduk di kursi kebesarannya. "Permisi Tuan," ujar seorang gadis yang tak lain adalah Nazira membawa beberapa berkas penting yang berada di dalam box. Andreansyah hanya diam dan menatap Nazira. "Apa yang kau lakukan?" Nazira mengerutkan dahi menatap pria yang mulai berdiri dan berjalan mendekatinya. "Ck... ck ... Bagaimana bisa kau bekerja di tempatku, kenapa kau sangat bodoh, apa kau memiliki orang dalam untuk bekerja di perusahaan?" Tanyanya yang membuat Nazira semakin bingung. "Hah?" Satu kata yang keluar dari mulut gadis itu sembari menatap wajah Andreansyah dengan sangat bingung. "Turunkan pandanganmu," bentak Andreansyah dengan dingin. "Maafkan saya Tuan," tutur Nazira yang langsung menurunkan pandangannya. "Tidak ada yang berani menatapku dengan mata itu, jika kau berani menatapku dengan tatapan itu maka bersiaplah aku akan mencongkel matamu," ancam Andreansyah yang kembali duduk di kursi kebesarannya. "Maafkan saya Tuan," sahut Nazira sembari menunduk dan bergedik ngeri setelah mendengar ucapan Andreansyah. "Apa yang kau bawa?" Tanya Andreansyah menyilangkan kedua kakinya dan menatap Nazira. "Bukankah Anda menyuruh saya untuk membawa berkas penting?" Cakapnya dengan sedikit menunduk. Helaan nafas kasar terdengar jelas di telinga Nazira. Ia semakin takut untuk bertanya bahkan jika bisa ia tidak ingin bernafas di dalam ruangan itu. "Satu hal lagi, aku tidak suka jika lawan bicara tidak menatapku," sahut Andreansyah yang membuat Nazira memejamkan matanya. "Maafkan saya Tuan," ucapnya yang menatap Andreansyah dan kembali menundukkan kepalanya. Tingkah Nazira membuat Andreansyah mengerutkan dahinya. "Apa aku salah bicara?" Gumam Andreansyah dengan pelan. Tok… Tok… Suara ketukan pintu kembali membuat Andreansyah melirik ke sumber suara, seorang pria berjas hitam berjalan dengan tegap dan kekar menatap Nazira yang berdiri dan beralih menatap Andreansyah yang tengah duduk di kursi kebesarannya. "Pemimpin dari perusahaan di negara A sudah datang, beliau menunggu di ruang rapat," sahut seorang pria yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu. "Hm…" jawab Andreansyah sembari berdiri dan mengambil beberapa berkas. "Urus dia," sahut Andreansyah sembari berlalu. "Baik Tuan," ujar pria itu sembari menunduk. Nazira gadis itu masih menunduk tidak berani untuk menatap ruangan itu karena dia dilarang untuk menatap ruangan itu. "Apa uangmu terjatuh?" Tanya pria itu menatap aneh Nazira yang masih menunduk dengan tangan yang memegang box di tangannya. Tidak ada jawaban Nazira masih menunduk dan menatap lantai ruangan itu dengan sedikit gelengan kepala membuat pria itu mengerti. "Hey! Ada apa denganmu?" Tanya pria itu dengan bingung menatap Nazira. "Huft… Tuan Andreansyah tidak mengizinkan ku untuk menatap ruangan ini dengan mataku, selama di dalam ruangan ini aku harus menunduk atau mataku akan di congkel," ucap Nazira yang membuat pria itu terkekeh. "Baiklah, angkat kepalamu sekarang, aku tidak akan mencongkel matamu," tukas pria itu yang berjalan duduk di atas sofa yang berada di dalam ruangan itu. Perlahan Nazira mengangkat kepalanya menatap pria yang kini duduk di kursi sofa berwarna hitam itu. "Perkenalkan, Aku Andre Wijaya. Asisten dari Tuan Andreansyah , apa kau adalah asisten pribadinya?" Tanya Pria itu. Andre Wijaya, seorang pria berusia 25 tahun memiliki tubuh yang kekar, berwajah tampan terkenal dengan playboy dan sangat ramah dengan wanita, ia adalah asisten sekaligus asisten Andreansyah . "Iya Tuan," jawab Nazira sembari menunduk. "Apa yang kau lakukan dengan box itu?" Tanya Andre menatap Nazira yang masih setia memegang box di tangannya. "Tuan Andreansyah menyuruh saya membawa berkas penting Tuan," ucap Nazira menatap Andre yang duduk di dalam ruangan ini. "Tapi Tuan memarahi saya…" "Cukup. Aku kesini untuk memberi tugasmu bukan untuk mendengarkan curhatan mu, sekarang kau bawa yang penting saja, ingat yang penting saja," ujar Andre menatap Nazira. "Apa saya harus membawa semua berkas ke sini?" Tanya Nazira yang membuat Andre mengerutkan dahinya. "Ya… apa kau tidak dengar berkas yang penting saja, hal-hal yang penting saja," ulang Andre. "Tapi Tuan…" "Hey!!! Jangan membantah ucapanku, kau hanya perlu membawa yang penting saja," cakapnya yang mulai kesal dengan tindakan Nazira. "Bukan itu Tuan, dimana saya akan meletakan kotak ini?" Tanya Nazira menatap Andre. "Di lantai," jawab Andre dengan kesal. "Baiklah," sahut Nazira sembari meletakan kotak itu di atas lantai ruangan kerja Andreansyah . "Hah!" Gumam Andre yang menatap tidak percaya gadis yang berada di hadapannya. "Apa kau harus meletakan kontak itu di lantai?" Tanya Andre yang berhasil membuat Nazira semakin bingung. "Bukankah kau menyuruhku untuk meletakan kotak ini dilantai?" Jelas Nazira yang membuat Andre menggaruk tengkuk yang tidak gatal. "Letakan di meja, ruangan seluas ini kenapa kau masih bertanya," jawab Andre dengan kesal. "Baiklah," ucap Nazira yang kembali mengangkat kotak itu dan meletakkannya di atas meja kecil yang berisi beberapa barang Antik yang tersusun rapi. Tak… Suara itu berhasil membuat Andre langsung berdiri dan meraih kotak yang di pegang Nazira. "Ada apa Tuan?" Tanya Nazira menatap bingung Andre yang terlihat sangat panik. "Apa kau sudah gila meletakan kotak berat ini di atas kaca setipis ini? Kau tau harganya itu sangat mahal, pergilah ambil berkas yang penting saja," sahut Andre sembari berjalan duduk dengan tangan yang memegang kotak di tangannya. "Tuan, apa saya harus membawa…" "Ya... ya… bawa semua yang ada di dalam ruangan itu," Jawabnya dengan frustasi. "Baiklah, saya permisi Tuan," sahut Nazira sembari menunduk dan berlalu dari ruangan itu. Andre hanya diam menatap kepergian Nazira, seketika bibir pria itu melengkung. "Kita lihat, apa Andreansyah akan tahan dengan gadis ini?" Gumam Andre. Berbeda dengan Nazira gadis itu berjalan memasuki lift dengan segudang pertanyaan di kepalanya. Suara deringan lift membuyarkan lamunan Nazira, ia berjalan ke dalam ruangannya. "Zira…" panggil seseorang yang membuat langkahnya terhenti.Berbeda dengan Nazira gadis itu berjalan memasuki lift dengan segudang pertanyaan di kepalanya. Suara deringan lift membuyarkan lamunan Nazira, ia berjalan ke dalam ruangannya. "Zira…" panggil seseorang yang membuat langkahnya terhenti. "Apa?" Ketusnya sembari mendorong pintu ruangan kerjanya. "Masuklah Rey." "Ada apa? Apa kau baik-baik saja?" Tanya Rey menatap wajah kusang Nazira. "Ya… aku sangat bahagia, jangan memanggilku seperti itu," ucap Nazira sembari mengumpulkan semua berkas ke dalam kotak yang cukup besar. "Apa yang kau lakukan?" Tanya Rey seraya membantu Nazira untuk mengumpulkan semua berkas. "Aku akan pindah jabatan," jawab Nazira tanpa menoleh ke arah Rey. "Pindah jabatan?" Tanya Rey yang kini berhenti dan menatap Nazira. "Hm... Mulai sekarang kau harus memanggil ku nona, tidak ada lagi Nazira, tapi Nona Nazira," ucap Nazira dengan bangga tapi ucapan gadis itu membuat Rey terkekeh. "Kenapa kau tertawa?" Tanya Nazira yang masih terus mengumpulkan berkas-berkas ke d
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Andreansyah menatap Nazira. "Saya menyusun beberapa berkas Tuan," jawab Nazira dengan sopan. "Apa tidak ada OB di sini?" Tanya Andreansyah menatap Nazira dengan datar. Nazira hanya mengangguk dan menatap wajah Andreansyah . "Ada apa? Apa kau terpesona dengan wajah tampan ku?" Tanya Andreansyah menatap Nazira. "Apa? Aku? Terpesona dengan wajahmu Tuan," tanya Nazira yang membuat Andreansyah mengerutkan keningnya. "Sejak kapan aku pernah memuji ketampanan pria yang arogan sepertimu, kau tau siapa yang paling tampan di dunia ini? Ayahku, sudahlah bicara denganmu sama membuat aku stress, sekarang waktunya makan siang, maaf aku sudah lelah dengan semua tingkahmu, aku sangat lapar, baiklah karena ini sudah waktunya istirahat," ucap Nazira berjalan keluar sembari meraih heels. Andreansyah hanya diam ia menatap setiap pergerakan disaat Nazira berbicara padanya. ++++ Tiga hari kemudian. Pekerjaan kantor membuat Nazira seringkali mengeluh dengan beberapa tum
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Nazira menatap Andreansyah yang berada dekat dengan wajahnya. Tidak ada jawaban Andreansyah hanya diam dan tersenyum tipis. "Menurutmu? Apa yang kau lakukan jika perempuan dan laki-laki berada di posisi yang sangat dekat?" Tanya Andreansyah dengan pelan dan sangat lembut. Nazira mengerutkan dahinya menatap Andreansyah yang berada dekat dengannya, hembusan nafas beraroma mintz keluar di saat pria itu berbicara. "Jangan mencoba untuk macam-macam atau aku akan berteriak meminta tolong?" Ancam Nazira yang membuat Andreansyah terkekeh. "Jangan berfikir mesum, aku pria yang baik," ujar Andreansyah sembari memasangkan seatbelt pada tubuh gadis itu. Nazira bernafas lega dan menatap kesal ke arah pria yang telah membuatnya menjadi berpikir negatif. "Aku akan membawamu makan siang bersama," ucap Andreansyah yang melaju dengan kecepatan sedang. "..." Tidak ada jawaban Nazira hanya diam dan membuka ponselnya. "Kau menyukai bunga tulip?" Tanya Andreansyah yang
"Aku rasa ini akan sedikit sulit," gumam seorang gadis cantik tengah duduk di sebuah kursi lengkap dengan beberapa tumpukan berkas. "Nazira," panggil seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri nya gadis dengan tangan memegang setumpuk berkas lagi. Gadis itu hanya diam dan menghela nafas matanya tertuju pada berkas yang dibawa wanita itu "Lagi?" Ujar frustasi gadis itu. "Ini, kita akan memerlukan berkas ini ketika tuan datang," ucap wanita paruh baya sembari meletakan berkas itu diatas meja yang penuh dengan kertas-kertas berserakan. "Baik Bu," sahut gadis itu menarik nafas dan tersenyum paksa. "Semangat, aku akan keluar mengurus kedatangannya," tukas wanita itu seolah memberi semangat dan berjalan keluar dari ruangan. Zira, panggilan yang kerap diberikan pada gadis itu. Nazira Afrita Atmaja, gadis cantik yang memiliki rambut sebahu, mata bulat serta bibir yang sedikit tebal berwarna merah muda, bulu mata yang lentik. "Zira," panggil seorang pria yang memakai Id card
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Nazira menatap Andreansyah yang berada dekat dengan wajahnya. Tidak ada jawaban Andreansyah hanya diam dan tersenyum tipis. "Menurutmu? Apa yang kau lakukan jika perempuan dan laki-laki berada di posisi yang sangat dekat?" Tanya Andreansyah dengan pelan dan sangat lembut. Nazira mengerutkan dahinya menatap Andreansyah yang berada dekat dengannya, hembusan nafas beraroma mintz keluar di saat pria itu berbicara. "Jangan mencoba untuk macam-macam atau aku akan berteriak meminta tolong?" Ancam Nazira yang membuat Andreansyah terkekeh. "Jangan berfikir mesum, aku pria yang baik," ujar Andreansyah sembari memasangkan seatbelt pada tubuh gadis itu. Nazira bernafas lega dan menatap kesal ke arah pria yang telah membuatnya menjadi berpikir negatif. "Aku akan membawamu makan siang bersama," ucap Andreansyah yang melaju dengan kecepatan sedang. "..." Tidak ada jawaban Nazira hanya diam dan membuka ponselnya. "Kau menyukai bunga tulip?" Tanya Andreansyah yang
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Andreansyah menatap Nazira. "Saya menyusun beberapa berkas Tuan," jawab Nazira dengan sopan. "Apa tidak ada OB di sini?" Tanya Andreansyah menatap Nazira dengan datar. Nazira hanya mengangguk dan menatap wajah Andreansyah . "Ada apa? Apa kau terpesona dengan wajah tampan ku?" Tanya Andreansyah menatap Nazira. "Apa? Aku? Terpesona dengan wajahmu Tuan," tanya Nazira yang membuat Andreansyah mengerutkan keningnya. "Sejak kapan aku pernah memuji ketampanan pria yang arogan sepertimu, kau tau siapa yang paling tampan di dunia ini? Ayahku, sudahlah bicara denganmu sama membuat aku stress, sekarang waktunya makan siang, maaf aku sudah lelah dengan semua tingkahmu, aku sangat lapar, baiklah karena ini sudah waktunya istirahat," ucap Nazira berjalan keluar sembari meraih heels. Andreansyah hanya diam ia menatap setiap pergerakan disaat Nazira berbicara padanya. ++++ Tiga hari kemudian. Pekerjaan kantor membuat Nazira seringkali mengeluh dengan beberapa tum
Berbeda dengan Nazira gadis itu berjalan memasuki lift dengan segudang pertanyaan di kepalanya. Suara deringan lift membuyarkan lamunan Nazira, ia berjalan ke dalam ruangannya. "Zira…" panggil seseorang yang membuat langkahnya terhenti. "Apa?" Ketusnya sembari mendorong pintu ruangan kerjanya. "Masuklah Rey." "Ada apa? Apa kau baik-baik saja?" Tanya Rey menatap wajah kusang Nazira. "Ya… aku sangat bahagia, jangan memanggilku seperti itu," ucap Nazira sembari mengumpulkan semua berkas ke dalam kotak yang cukup besar. "Apa yang kau lakukan?" Tanya Rey seraya membantu Nazira untuk mengumpulkan semua berkas. "Aku akan pindah jabatan," jawab Nazira tanpa menoleh ke arah Rey. "Pindah jabatan?" Tanya Rey yang kini berhenti dan menatap Nazira. "Hm... Mulai sekarang kau harus memanggil ku nona, tidak ada lagi Nazira, tapi Nona Nazira," ucap Nazira dengan bangga tapi ucapan gadis itu membuat Rey terkekeh. "Kenapa kau tertawa?" Tanya Nazira yang masih terus mengumpulkan berkas-berkas ke d
Apa?" Pekik Nazira sehingga Andreansyah sedikit mengerutkan dahinya dan sedikit memegang telinga karena suara yang ditimbulkan Nazira melebih terompet rusak. "Apa kau harus berteriak seperti itu? Pindahkan semua berkas yang ada di ruanganmu sekarang," ucap Andreansyah yang kembali duduk di kursi kebesarannya. "Tapi Tuan…" "Lima menit dari sekarang atau tidak sama sekali, kau bisa keluar dari perusahaan," ancam Andreansyah membuat Nazira menghela nafas dan menunduk. "Saya permisi Tuan," ucap Nazira sembari menunduk dan berlalu. Andreansyah tersenyum tipis dan menatap Nazira yang perlahan pergi dari ruangannya. Perlahan Andreansyah meraih ponselnya dan tersenyum tipis, ia mulai berdiri dan berjalan menatap keramaian kota di pagi itu dengan tangan seperti sedang menelfon seseorang. "Aku rasa ini akan sangat menyenangkan," ucap Andreansyah sembari menyimpan tangannya di saku celananya. "..." "Dia sangat cantik," ucap Andreansyah sembari tersenyum tipis. "..." "Hmm..." Ujar Andre
"Aku rasa ini akan sedikit sulit," gumam seorang gadis cantik tengah duduk di sebuah kursi lengkap dengan beberapa tumpukan berkas. "Nazira," panggil seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri nya gadis dengan tangan memegang setumpuk berkas lagi. Gadis itu hanya diam dan menghela nafas matanya tertuju pada berkas yang dibawa wanita itu "Lagi?" Ujar frustasi gadis itu. "Ini, kita akan memerlukan berkas ini ketika tuan datang," ucap wanita paruh baya sembari meletakan berkas itu diatas meja yang penuh dengan kertas-kertas berserakan. "Baik Bu," sahut gadis itu menarik nafas dan tersenyum paksa. "Semangat, aku akan keluar mengurus kedatangannya," tukas wanita itu seolah memberi semangat dan berjalan keluar dari ruangan. Zira, panggilan yang kerap diberikan pada gadis itu. Nazira Afrita Atmaja, gadis cantik yang memiliki rambut sebahu, mata bulat serta bibir yang sedikit tebal berwarna merah muda, bulu mata yang lentik. "Zira," panggil seorang pria yang memakai Id card