Florence berbalik untuk mengambil mangkuk. Dia terkejut saat melihat Alaric yang berdiri tidak jauh darinya."Sudah selesai rapat, Pak Alaric."Florence meletakkan sendok, lalu menarik ujung kemeja dengan canggung. "Maaf, gaunku ternoda kecap, jadi aku hanya bisa meminjam pakaianmu dulu."Meski ini bukan pertama kalinya Florence mengenakan pakaian Alaric, dia tetap merasa agak malu. Tidak peduli bagaimana dia menarik ujung kemejanya, itu hanya mencapai bagian tengah pahanya.Alaric menyipitkan matanya. Dia suka melihat Florence mengenakan pakaiannya, tetapi saat ini ... apakah Florence benar-benar ingin dia makan ketika Florence berpakaian seperti itu?Ditatap seperti itu oleh Alaric, Florence pun mengubah topik dengan tidak nyaman. "Aku sudah menyiapkan makanan dan segera bisa dimakan. Kamu bisa menunggu di meja."Mata Alaric menyapu kaki Florence, bayangan kaki Florence yang melingkari pinggangnya terlintas di benaknya. Tanpa berbicara lagi, Alaric berjalan menuju meja makan.Sekalip
Berpikir demikian, Florence pun menghela napas lega. Untung tidak melibatkan Alaric."Mulai sekarang, kamu tinggal di sini bersamaku.""Hah? Kenapa?" Florence sedikit bingung.Alaric berkata dengan tenang. "Orang-orang yang keluar negeri itu hanyalah antek-antek. Ada otak di belakang mereka. Sekarang mereka tahu akulah yang menyelamatkan orang, dalangnya pasti penasaran kenapa aku menyelamatkan Phoebe mereka. Kalau mereka menemukan bahwa aku menyelamatkan kedua orang itu karena kamu ... mereka nggak berani menyentuhku, tapi belum tentu nggak berani menyerangmu. Lebih aman kamu berada di sisiku, paham?"Florence benar-benar tidak kepikiran hal ini. Dia menatap wajah Alaric dengan tatapan rumit.Apakah Alaric takut sesuatu terjadi padanya?Florence menggigit bibirnya. "Seharusnya nggak separah ini."Dia tidak ingin pindah ke Perumahan Lotus. Rasanya seperti tinggal bersama pasangan.Alaric mendengus, nadanya terdengar memaksa. "Aku menyarankanmu untuk jangan memiliki pemikiran bodoh sepe
Ketika Florence tersadar, dia sudah berada di kasur. Tubuh Alaric menindihnya seperti gunung, membuat Florence mustahil untuk melarikan diri."Alaric!"Pria itu mencium Florence lagi. Florence tiba-tiba memalingkan wajah, napasnya memburu. Bulu matanya bergetar hebat. "Batas waktu yang kita tentukan belum sampai. Kamu nggak boleh memaksaku."Pria itu menatap dengan Florence dengan lekat.Sebenarnya Florence agak takut pada Alaric di saat-saat seperti ini.Pertama, karena dia bukan tandingan Alaric.Kedua, Alaric membuatnya merasa sakit.Tentu saja ada kenikmatan, tetapi pada akhirnya Florence hanya merasakan sakit. Tidak peduli Florence sesakit apa, Alaric tidak akan melepaskannya. Karena itu, Florence hanya mengingat rasa sakit pada hal seperti ini.Mungkin karena ketakutan Florence telah menumpuk, entah keberanian dari mana, Florence beradu tatapan dengan Alaric."Pak Alaric, kurasa kamu adalah orang yang bisa memegang omongan, bukan?"Alaric menatap Florence sebentar, kemudian memeg
Suara Alaric seolah masih terdengar di telinganya. Wajah Florence terbakar. Dia tidak mau memikirkan semua itu lagi, menyibak selimut, langsung pergi ke kamar mandi.Dia mengganti pakaian, kemudian berjalan keluar menuju ruang tamu, tetapi dia tidak melihat Alaric.Apakah dia sudah berangkat kerja?"Nyonya sudah bangun?"Pada saat ini, suara hormat seorang wanita paruh baya tiba-tiba terdengar dari belakang.Seorang pelayan yang mengenakan celemek berdiri di ruang makan dengan senyum penuh semangat."Nyonya, aku sudah menyiapkan sarapan. Sebentar lagi sudah boleh makan. Mohon tunggu sebentar."Florence tertegun, lalu tersenyum cerah. "Kamu salah orang. Aku bukan istri Alaric, hanya sekretarisnya.""Kamu bukan? Kalau begitu kamu ...."Wanita ini muncul di rumah Alaric pagi-pagi, tetapi bukan istrinya Alaric. Hubungan antara Florence dan Alaric jelas bukan sekadar sekretaris dan bos.Pelayan itu tersadar dan masih tersenyum. "Maaf, aku salah orang. Semoga Nona nggak marah. Siapa namamu?"
Mereka mengabaikan pendapat Florence.Setelah sarapan, Alaric dan Florence keluar bersama.Jordan menghentikan mobil di depan. Melihat mereka keluar, Jordan pun membuka pintu mobil dengan hormat, Alaric masuk."Pak Alaric, aku berangkat sendiri saja," ucap Florence yang berdiri di samping mobil.Alaric tampak tenang, dia merapikan mansetnya. "Aku nggak masalah, tapi lima belas menit lagi adalah jam kerja. Kamu harus cepat kalau mau naik transportasi umum. Jalan, Jordan."Jordan hampir tidak bisa menahan tawanya. Tentu saja dia tidak segera menutup pintu mobil.Benar saja, setelah mendengar ucapan Alaric, Florence langsung masuk ke dalam mobil.Peraturan Grup Prescott sangat ketat. Sekali terlambat, gajimu akan dipotong satu juta.Jordan tidak bisa menahan senyumnya. Dia menutup pintu mobil, kemudian berjalan ke jok depan untuk mengemudi."Pak Alaric, pagi ini kamu ada beberapa rapat. Siang makan bersama Menteri Perdagangan, sorenya harus berpartisipasi dalam proyek penawaran ...."Jord
Ponsel Florence bergetar. Ternyata permintaan pertemanan WhatsApp dari Amelia.Florence menerima permintaan pertemanan tersebut.Amelia mengirimkan foto berbagai gaya pakaian wanita mewah. Mulai dari koleksi awal musim gugur hingga awal musim dingin.Kemudian ada gambar perhiasan, sepatu, serta tas.Ponsel Florence terus bergetar, membuat tangannya mati rasa sebelum akhirnya berhenti."Nona Florence, coba lihat apakah ada model yang kamu suka? Beri tahu aku nomornya saja.""Kalau semuanya kamu nggak suka, beri tahu aku model yang kamu suka agar aku siapkan."Sebagai orang yang bekerja untuk Alaric, Amelia sangat teliti dalam pekerjaannya.Florence benar-benar merasa seperti menjadi simpanan oleh orang kaya sekarang.Barangnya begitu banyak, dia mungkin harus menghabiskan banyak waktu untuk memilihnya. Hari ini Florence tidak perlu bekerja.Florence sedang tidak berminat untuk memilih.Dia meletakkan ponselnya, keluar dari mobil, lalu masuk ke perusahaan.Sepanjang pagi, Florence tidak
Sesampainya di depan pintu ruang privat, Florence membuka pintu dengan emosi campur aduk. Dia hanya melihat seorang pria paruh baya asing duduk di dalam."Kamu datang untuk mengantar dokumen, 'kan? Berikan kepadaku."Florence melihat sekeliling, tetapi tidak melihat Alaric dan Jordan. "Siapa kamu?""Pak Jordan yang memintaku untuk datang mengambil dokumennya. Serahkan saja."Pria ini membuat Florence merasa sangat tidak nyaman. Florence merasa ada yang aneh.Dia menyerahkan dokumen. Ketika pria itu hendak mengambilnya, Florence tiba-tiba menarik dokumen kembali.Pria itu tertegun sejenak, lalu berkata dengan kesal. "Apa yang kamu lakukan?""Kamu dari departemen mana? Aku nggak pernah melihatmu sebelumnya."Florence memandang pria tersebut dengan waspada.Biasanya ketika Alaric datang mengajukan penawaran, dia akan didampingi oleh eksekutif senior dari departemen terkait di perusahaan. Florence mengenal semua eksekutif senior Grup Prescott, tetapi dia belum pernah melihat pria ini.Pria
"Apakah ada yang ingin kamu katakan?"Alaric menatap Florence dengan tatapan dingin, auranya begitu mencekam.Wajah Florence tampak datar. "Kalau aku mengatakan aku dijebak oleh Anna dan aku nggak mengenal pria itu. Apakah kamu akan percaya?""Bu Florence, apakah kamu sudah gila? Seandainya kamu ingin membuktikan dirimu, kamu nggak perlu memfitnahku! Lucu sekali. Apakah kamu pikir orang lain itu bodoh?"Anna berkata dengan agresif.Alaric menyipitkan matanya, kemudian dia tiba-tiba mengulurkan tangannya untuk mencekik Florence. Tatapannya tampak menakutkan."Florence, berani-beraninya kamu mengkhianatiku!"Lehernya tiba-tiba tercekik, Florence mengernyit kesakitan. Dia menatap pria di depannya itu dengan mata terbelalak tak percaya.Kenapa?Alaric jelas tahu bahwa ketika Florence punya kesempatan untuk meracuninya, Florence tidak melakukannya.Bisa-bisanya Alaric percaya pada Anna, tidak percaya pada Florence."Aku nggak .... dia yang ...."Florence sama sekali tidak dapat mengucapkan