Mereka mengabaikan pendapat Florence.Setelah sarapan, Alaric dan Florence keluar bersama.Jordan menghentikan mobil di depan. Melihat mereka keluar, Jordan pun membuka pintu mobil dengan hormat, Alaric masuk."Pak Alaric, aku berangkat sendiri saja," ucap Florence yang berdiri di samping mobil.Alaric tampak tenang, dia merapikan mansetnya. "Aku nggak masalah, tapi lima belas menit lagi adalah jam kerja. Kamu harus cepat kalau mau naik transportasi umum. Jalan, Jordan."Jordan hampir tidak bisa menahan tawanya. Tentu saja dia tidak segera menutup pintu mobil.Benar saja, setelah mendengar ucapan Alaric, Florence langsung masuk ke dalam mobil.Peraturan Grup Prescott sangat ketat. Sekali terlambat, gajimu akan dipotong satu juta.Jordan tidak bisa menahan senyumnya. Dia menutup pintu mobil, kemudian berjalan ke jok depan untuk mengemudi."Pak Alaric, pagi ini kamu ada beberapa rapat. Siang makan bersama Menteri Perdagangan, sorenya harus berpartisipasi dalam proyek penawaran ...."Jord
Ponsel Florence bergetar. Ternyata permintaan pertemanan WhatsApp dari Amelia.Florence menerima permintaan pertemanan tersebut.Amelia mengirimkan foto berbagai gaya pakaian wanita mewah. Mulai dari koleksi awal musim gugur hingga awal musim dingin.Kemudian ada gambar perhiasan, sepatu, serta tas.Ponsel Florence terus bergetar, membuat tangannya mati rasa sebelum akhirnya berhenti."Nona Florence, coba lihat apakah ada model yang kamu suka? Beri tahu aku nomornya saja.""Kalau semuanya kamu nggak suka, beri tahu aku model yang kamu suka agar aku siapkan."Sebagai orang yang bekerja untuk Alaric, Amelia sangat teliti dalam pekerjaannya.Florence benar-benar merasa seperti menjadi simpanan oleh orang kaya sekarang.Barangnya begitu banyak, dia mungkin harus menghabiskan banyak waktu untuk memilihnya. Hari ini Florence tidak perlu bekerja.Florence sedang tidak berminat untuk memilih.Dia meletakkan ponselnya, keluar dari mobil, lalu masuk ke perusahaan.Sepanjang pagi, Florence tidak
Sesampainya di depan pintu ruang privat, Florence membuka pintu dengan emosi campur aduk. Dia hanya melihat seorang pria paruh baya asing duduk di dalam."Kamu datang untuk mengantar dokumen, 'kan? Berikan kepadaku."Florence melihat sekeliling, tetapi tidak melihat Alaric dan Jordan. "Siapa kamu?""Pak Jordan yang memintaku untuk datang mengambil dokumennya. Serahkan saja."Pria ini membuat Florence merasa sangat tidak nyaman. Florence merasa ada yang aneh.Dia menyerahkan dokumen. Ketika pria itu hendak mengambilnya, Florence tiba-tiba menarik dokumen kembali.Pria itu tertegun sejenak, lalu berkata dengan kesal. "Apa yang kamu lakukan?""Kamu dari departemen mana? Aku nggak pernah melihatmu sebelumnya."Florence memandang pria tersebut dengan waspada.Biasanya ketika Alaric datang mengajukan penawaran, dia akan didampingi oleh eksekutif senior dari departemen terkait di perusahaan. Florence mengenal semua eksekutif senior Grup Prescott, tetapi dia belum pernah melihat pria ini.Pria
"Apakah ada yang ingin kamu katakan?"Alaric menatap Florence dengan tatapan dingin, auranya begitu mencekam.Wajah Florence tampak datar. "Kalau aku mengatakan aku dijebak oleh Anna dan aku nggak mengenal pria itu. Apakah kamu akan percaya?""Bu Florence, apakah kamu sudah gila? Seandainya kamu ingin membuktikan dirimu, kamu nggak perlu memfitnahku! Lucu sekali. Apakah kamu pikir orang lain itu bodoh?"Anna berkata dengan agresif.Alaric menyipitkan matanya, kemudian dia tiba-tiba mengulurkan tangannya untuk mencekik Florence. Tatapannya tampak menakutkan."Florence, berani-beraninya kamu mengkhianatiku!"Lehernya tiba-tiba tercekik, Florence mengernyit kesakitan. Dia menatap pria di depannya itu dengan mata terbelalak tak percaya.Kenapa?Alaric jelas tahu bahwa ketika Florence punya kesempatan untuk meracuninya, Florence tidak melakukannya.Bisa-bisanya Alaric percaya pada Anna, tidak percaya pada Florence."Aku nggak .... dia yang ...."Florence sama sekali tidak dapat mengucapkan
Bryan dan Alaric memiliki tinggi yang hampir sama, juga sama-sama kurus, jadi Florence pikir Bryan adalah Alaric.Mungkin karena Alaric menyelamatkannya beberapa kali, jadi ketika Florence menghadapi bahaya, dia refleks mengira Alaric yang menolongnya.Florence menunduk.Alaric menganggapnya sebagai mata-mata, bahkan tidak ingin melihatnya lagi. Bagaimana mungkin Alaric kembali untuk menyelamatkan Florence?Melihat Bryan yang dingin dan tak tersentuh, pria itu langsung pergi."Bagaimana kondisimu, Flo?"Bryan berbalik, lalu berjongkok di depan Florence. Dia melihat wanita itu memegang lututnya. Tanpa menunggu Florence berbicara, Bryan menyingkap sedikit gaun Florence untuk melihat lukanya."Aku baik-baik saja."Florence mendorong tangan Bryan.Tangan Bryan yang terulur membeku di udara, emosi kompleks muncul di matanya. Apakah Florence begitu membenci sentuhannya?"Kenapa kamu bisa ada di sini?""Aku membuat janji denganmu untuk makan siang di sini." Bryan menarik tangannya kembali.Fl
Ella menanyakan beberapa pertanyaan berturut-turut.Florence memberi tahu Ella apa yang terjadi hari ini."Jadi, Alaric mengira kamu mengkhianatinya! Bisa-bisanya dia nggak percaya padamu?!"Ella tampak tidak percaya.Florence tersenyum getir. Dia pikir mereka sudah berinteraksi selama beberapa waktu, seharusnya ada sedikit kepercayaan antara satu sama lain.Hari ini Florence baru memahami sebuah fakta.Alaric hanya tertarik pada tubuhnya, pria itu akan menggoda Florence jika dia dalam suasana hati baik. Sama sekali tidak ada kepercayaan di antara mereka.Ella terdiam sejenak. "Meskipun Pak Alaric keterlaluan, ada yang salah dengan apa yang terjadi hari ini. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya wajar saja dia nggak memercayai dalam kondisi seperti itu. Bagaimanapun, rencana wanita itu begitu mantap. Kamu harus menjelaskannya kepada Pak Alaric."Florence menggelengkan kepalanya. "Lupakan saja, dia nggak percaya padaku, juga nggak akan mendengarkan penjelasanku."Di ruang privat tadi, Florenc
Jordan berdiri di samping meja, menatap Alaric sambil berkata dengan tatapan rumit. "Pak Alaric, Bu Florence menolak untuk datang. Dia bilang entah kamu percaya atau nggak, dia bukan mata-mata."Jordan terdiam sejenak lalu menghela napas. "Aku bisa mendengar kalau Bu Florence sangat marah dan kecewa. Bagaimana kalau kamu pergi menghiburnya?"Faktanya, mereka sama-sama tahu bahwa Florence bukanlah mata-mata. Ada alasan kenapa Alaric melakukan hal seperti ini. Namun bagaimanapun juga, mereka sudah ribut seperti ini.Alaric menghentikan gerakannya, kemudian mengerutkan kening sambil berkata dengan tanpa emosi. "Oke."Oke?Hanya itu?Jordan, yang selalu paling memahami segalanya pun, tidak mengerti maksud Alaric. Melihat Alaric lanjut mengurus dokumen dan tidak ingin mengatakan apa pun lagi, Jordan pun keluar.Alaric melihat dokumen-dokumen itu. Wanita itu cukup pemarah, dia bahkan tidak mau kembali. Kalau Alaric membujuknya, Florence hanya akan neglunjak. Biarkan dia berpikir sendiri dulu
Florence yang seperti ini terlihat seperti wanita penggoda dalam film.Bryan tertegun selama beberapa detik, wajahnya yang tampan memerah. Da memalingkan muka karena malu, lalu melihat ke dinding sebelahnya."Flo, kamu nggak mengundangku masuk?"Florence kemudian menyadari bahwa pakaiannya terlalu terbuka. Dia tampak canggung. "Maaf, tunggu sebentar."Setelah menutup pintu, Florence berjalan tertatih-tatih ke kamar untuk mengganti pakaian kasual. Pakaian olahraga longgar yang berlengan dan celana panjang.Setelah keluar dari kamar, dia melihat ke arah pintu yang tertutup dengan tatapan rumit. Akhirnya dia pergi membuka pintu lagi."Aku pikir kamu nggak akan membukakan pintu untukku lagi." Bryan berdiri di depan. Wajah tampannya masih sedikit merah. Dia menatap Florence sambil tersenyum.Florence berpikir untuk tidak membukakan pintu untuk Bryan, tetapi Bryan sudah ada di depan pintu. Menghindarinya bukanlah suatu pilihan.Florence memiringkan tubuhnya. "Masuklah."Bryan memperhatikan b