Share

Bab 4

Mauren mengernyit. Dia berkata dengan lembut, "Cuaca hari ini sangat terik. Gimana kalau aku suruh Jenny antar dokumennya ke rumahmu saja, Pak? Daripada panas-panasan di luar."

"Nggak apa-apa. Aku kebetulan lewat kantor."

"Oke. Kalau begitu, aku suruh Jenny antar ke basemen."

"Ya."

Ketika aku larut dalam keputusasaan, orang-orang malah memuji Mauren begitu perhatian kepada Richie. Dengan ekspresi bangga, Mauren berujar, "Ini baru namanya cinta sejati. Menoleransi segala aspek."

Kemudian, Mauren menatapku sambil menegur, "Jadi, siapa pun yang berani mengincar priaku bakal kuhabisi!"

Wajahku bengkak. Pakaianku yang tipis tidak bisa menutupi seluruh kulitku. Perutku yang tadinya masih menggembung telah mengempes. Aku tahu aku tidak akan selamat kali ini.

Aku mengelus perutku sambil meneteskan air mata. Aku merasa sangat bersalah pada anakku yang belum sempat lahir ini.

Kemudian, aku menatap semua orang yang ada di sini dengan tatapan kejam. Aku bersumpah akan membalaskan dendam anakku. Aku tidak akan melupakan wajah mereka, terutama Mauren. Wanita gila ini harus membayar dengan nyawa!

"Tatapan macam apa itu?" Mauren melayangkan tamparan lagi. "Kamu ini nggak ada kapoknya ya. Payudaramu besar juga. Asli atau palsu? Gimana kalau kubantu besarkan lagi?"

Mauren mendekatiku dengan tangan memegang pisau serbaguna. Tatapannya kejam seperti iblis.

"Ah!" Seiring dengan teriakanku, pisau sontak menancap ke dadaku. Darah bercucuran tanpa henti. Aku hampir jatuh pingsan saking sakitnya. Aku tidak punya kekuatan untuk melawan lagi.

Tiba-tiba, terdengar suara Richie. "Mauren, mana dokumenku?"

Mauren terkejut. Tangannya membeku. Dia memberi isyarat mata kepada seorang sekretaris, lalu merapikan pakaiannya dan keluar.

"Pak, kamu sampai cepat sekali."

"Dokumen."

"Sebentar, aku ambilkan."

Suasana menjadi hening. Aku ingin berteriak minta tolong, tetapi tidak bisa bersuara. Para sekretaris di sekitar pun menatapku dengan waspada.

Karena pintu ditutup, Richie tidak bisa melihatku. Aku harus melakukan sesuatu untuk menarik perhatiannya.

Hanya ada kursi dan meja di ruang rapat ini. Selagi tidak ada yang memperhatikan, aku berusaha meraih kursi untuk menjatuhkannya.

Namun, aku terlalu lemah. Aku sudah mengerahkan seluruh tenagaku, tetapi kursi hanya membentur meja.

Sekretaris yang ditugaskan untuk menjagaku pun melirik ke arah pintu, lalu menghela napas lega. Kemudian, dia mencabut pisau di dadaku. Setelah menutup mulutku rapat-rapat, dia menusuk punggung tanganku.

Teriakanku menjadi lirih karena ditahan sekretaris itu. Kini, hatiku diliputi kebencian. Aku membenci Richie yang tidak bisa merasakan penderitaanku, padahal jarak kami begitu dekat. Aku juga membencinya karena sekretarisnya membunuh anak kami.

"Pak, ini dokumennya."

"Ya."

"Apa perlu kutemani?"

"Nggak perlu."

Suara langkah kaki perlahan menjauh. Tiba-tiba, Richie kembali dan bertanya, "Oh ya, mana wanita yang kamu bilang tadi?"

Mauren seketika merasa gugup, tetapi dia menutupinya dengan baik. "Kenapa tiba-tiba mencarinya, Pak? Aku sudah membereskannya."

"Nggak apa-apa, aku cuma risau. Baguslah kalau dia sudah pergi." Usai berbicara, Richie hendak pergi lagi.

Aku terus berteriak dalam hati dan merasa makin putus asa. Di luar ruang rapat, Richie tiba-tiba berhenti dan menunjuk kotak makan yang kubawa sambil bertanya, "Ini kotak makan siapa?"

Aku bisa mendengar suara rendah Richie agak bergetar.
Comments (11)
goodnovel comment avatar
dewi djafar
hhhmmm ga jelas
goodnovel comment avatar
My Tank
gak jelas ceritanya.gk ad kelanjutan nya
goodnovel comment avatar
yenny iskandar
gak bisa buka bab 5
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status