Aku menghela napas, mengira akan ada yang menolongku. Mauren terkekeh-kekeh sinis dan membuka pintu tanpa takut. Dia menyahut, "Wanita ini ingin merayu Pak Richie. Aku memberinya pelajaran."Para sekretaris itu pun memasang ekspresi menghina."Pak Richie terlalu hebat. Wajar kalau ada banyak jalang yang ingin menggodanya.""Kamu nggak usah cemas, Kak. Kamu yang menemani Pak Richie selama lima tahun. Cuma ada kamu di hatinya."Mauren mendengus dan berkata, "Tentu saja."Mauren menatapku dengan tatapan benci. Aku hanya bisa berbaring di lantai dengan menyedihkan. Wanita itu masih menyindir, "Lain kali jangan buat malu diri sendiri."Aku mengeluarkan ponsel dengan tangan bergetar. Aku ingin menelepon Richie. Namun, tatapan Mauren sontak berkilat dingin dan tertuju pada ponselku.Saat berikutnya, ponselku direbut. Mauren menatap casing ponselku dengan kesal. Dia membentak, "Besar sekali nyalimu! Kamu diam-diam pakai casing couple dengan Pak Richie!"Mauren membanting ponselku. "Dasar jalan
Suasana seketika menjadi sunyi senyap.Plak! Yang kudapat bukan pertolongan, melainkan tamparan dari Mauren."Kalau kamu istri Pak Richie, aku siapanya? Aku mengikuti Pak Richie lima tahun! Aku mengenalnya sepuluh tahun! Aku nggak pernah dengar dia sudah nikah! Dasar jalang! Beraninya kamu menipuku!" hardik Mauren.Aku meludah darah, lalu berusaha menjelaskan, "Kami teman masa kecil. Aku benar-benar istrinya."Para sekretaris merasa cemas mendengar perkataanku. Mereka ingin menghentikan Mauren, tetapi Mauren mengangkat tangan dengan tidak peduli. "Tenang saja, aku paling memahami Pak Richie."Mauren mengamatiku dari atas hingga bawah dengan tatapan jijik. Dia melempar rokku yang sudah sobek layaknya sampah. Aku tidak memakai perhiasan ataupun membawa tas bermerek. Tas kain untuk membawa kotak makan juga terlihat lusuh.Mauren terkekeh-kekeh sebelum berkata, "Penampilanmu seperti wanita miskin. Aku nggak melihat barang bermerek di tubuhmu. Kamu yakin kamu istri Pak Richie?"Setelah meng
Mauren mengernyit. Dia berkata dengan lembut, "Cuaca hari ini sangat terik. Gimana kalau aku suruh Jenny antar dokumennya ke rumahmu saja, Pak? Daripada panas-panasan di luar.""Nggak apa-apa. Aku kebetulan lewat kantor.""Oke. Kalau begitu, aku suruh Jenny antar ke basemen.""Ya."Ketika aku larut dalam keputusasaan, orang-orang malah memuji Mauren begitu perhatian kepada Richie. Dengan ekspresi bangga, Mauren berujar, "Ini baru namanya cinta sejati. Menoleransi segala aspek."Kemudian, Mauren menatapku sambil menegur, "Jadi, siapa pun yang berani mengincar priaku bakal kuhabisi!"Wajahku bengkak. Pakaianku yang tipis tidak bisa menutupi seluruh kulitku. Perutku yang tadinya masih menggembung telah mengempes. Aku tahu aku tidak akan selamat kali ini.Aku mengelus perutku sambil meneteskan air mata. Aku merasa sangat bersalah pada anakku yang belum sempat lahir ini.Kemudian, aku menatap semua orang yang ada di sini dengan tatapan kejam. Aku bersumpah akan membalaskan dendam anakku. Ak
"Oh, dibawa wanita tadi. Cuma kotak makan murahan. Sekarang supermarket selalu kasih kotak begini kalau kita beli mie instan. Resepsionis terlalu lalai. Masa membiarkan sembarang orang masuk begitu saja," keluh Mauren tanpa memperhatikan ekspresi Richie yang masam."Mauren, kamu cuma sekretaris. Kamu nggak berhak membuat keputusan di perusahaan." Kalimat Richie ini membuat suasana hati Mauren menjadi sangat buruk.Jadi, Mauren melampiaskan emosinya padaku. "Gara-gara kamu, Pak Richie jadi bicara kasar padaku hari ini."Tebersit kekejaman pada tatapan Mauren. Dia menatap perutku lekat-lekat. "Kalau aku membelah perutmu, kira-kira Pak Richie bakal memujiku nggak ya?"Aku berusaha bertahan, menatap Mauren seperti menatap monster. Ketika wanita ini menendang perutku, aku tidak bisa merasakan keberadaan janin di perutku lagi. Anakku sudah mati, begitu pula hatiku.Kini, Mauren malah ingin mengeluarkan anakku dari perutku. Aku menggertakkan gigiku, berusaha menguatkan diri sendiri agar tetap
Aku sama sekali tidak bertenaga. Aku seperti ayam yang siap untuk disembelih. Aku awalnya berteriak dan berusaha melawan, tetapi sekarang aku tidak sanggup bergerak lagi.Mauren tersenyum melihat penderitaanku. Dia terlihat sangat puas dengan hasil ini, tetapi masih merasa tidak cukup.Mauren berkata kepada semua orang, "Aku benci sekali melihat matamu. Siapa pun yang berani membuatnya buta, bakal kukasih bonus dua kali lipat."Begitu ucapan ini dilontarkan, mata semua orang seketika berbinar-binar. Staf wanita yang kurus itu pun maju dengan gemetaran. "Biar aku saja."Staf wanita itu mengambil pisau serbaguna sambil mendekatiku. Tiba-tiba, staf wanita yang hendak membantuku tadi, maju dan berujar, "Jangan pakai pisau. Kak Mauren, beri aku kesempatan."Begitu membelakangi Mauren, staf wanita itu menatapku dengan ekspresi bersalah. Dia diam-diam menggerakkan bibirnya untuk menyuruhku bertahan.Lagi-lagi, aku dijambak dan diseret. Dia menghantamkan kepalaku ke sudut meja. Meskipun sangat
"Kenapa wajahnya bengkak begini?" tanya Richie.Ketika melihat Richie tidak bereaksi melihat wajahku, Mauren merasa lega dan berbohong lagi. Dia tentu tidak tahu bahwa Richie tidak bisa mengenaliku karena mataku bengkak dan wajahku penuh darah.Penampilanku terlihat sangat menyedihkan, hingga Richie yang merupakan teman masa kecilku tidak bisa mengenaliku.Richie merasa gusar. Dia bangkit, lalu berkata, "Kuharap kejadian seperti ini nggak terjadi lagi. Aku bakal pecat para resepsionis dan satpam. Mereka sudah lalai kali ini."Tidak ada yang berani bersuara melihat Richie marah. Sesudah mengatur semuanya, Richie hendak pergi. Namun, ujung celananya ditarik olehku.Ketika Richie menunduk untuk melihat, aku memanggil, "Bubu ...."Begitu mendengarnya, sekujur tubuh Richie bergetar. Nama panggilan ini hanya diketahui oleh kami berdua.Mauren menyerbu ke depan dengan cemburu. Dia ingin memisahkan kami. "Pak, wanita ini memang gila. Entah dia punya penyakit menular nggak. Sebaiknya menjauh da
Richie menatap perutku dengan tidak percaya. Sambil mengernyit, dia bertanya, "Anak? Kita punya anak?"Richie termangu di beberapa saat. Kemudian, dia tiba-tiba meninju dinding dan menendang dada Mauren. "Sialan! Mati saja kamu!"Richie yang mengamuk pun menyerbu ke arah Mauren, lalu meninju habis-habisan. Mauren sama sekali tidak bisa melawan."Pak Richie, aku mengikutimu lima tahun. Kita sudah mengenal sepuluh tahun. Hukumanku sudah sangat berat. Apa masih belum cukup? Selain itu, kamu nggak pernah bilang kamu punya istri. Dulu, aku yang memberi pelajaran kepada semua wanita yang mengganggumu," ucap Mauren.Yang merespons Mauren adalah tinju yang makin kuat. Mulut Mauren sampai miring karena ditinju Richie tanpa henti. Selain darah, terlihat juga gigi Mauren di lantai.Ketika Mauren sekarat, dokter tiba-tiba masuk dan menyuruh mereka untuk tidak menggangguku beristirahat. Setelah mendengarnya, Richie baru berhenti menghajar Mauren.Mauren terkapar di lantai dengan tubuh mengejang. Pa
Richie menatap perutku dengan tidak percaya. Sambil mengernyit, dia bertanya, "Anak? Kita punya anak?"Richie termangu di beberapa saat. Kemudian, dia tiba-tiba meninju dinding dan menendang dada Mauren. "Sialan! Mati saja kamu!"Richie yang mengamuk pun menyerbu ke arah Mauren, lalu meninju habis-habisan. Mauren sama sekali tidak bisa melawan."Pak Richie, aku mengikutimu lima tahun. Kita sudah mengenal sepuluh tahun. Hukumanku sudah sangat berat. Apa masih belum cukup? Selain itu, kamu nggak pernah bilang kamu punya istri. Dulu, aku yang memberi pelajaran kepada semua wanita yang mengganggumu," ucap Mauren.Yang merespons Mauren adalah tinju yang makin kuat. Mulut Mauren sampai miring karena ditinju Richie tanpa henti. Selain darah, terlihat juga gigi Mauren di lantai.Ketika Mauren sekarat, dokter tiba-tiba masuk dan menyuruh mereka untuk tidak menggangguku beristirahat. Setelah mendengarnya, Richie baru berhenti menghajar Mauren.Mauren terkapar di lantai dengan tubuh mengejang. Pa
"Kenapa wajahnya bengkak begini?" tanya Richie.Ketika melihat Richie tidak bereaksi melihat wajahku, Mauren merasa lega dan berbohong lagi. Dia tentu tidak tahu bahwa Richie tidak bisa mengenaliku karena mataku bengkak dan wajahku penuh darah.Penampilanku terlihat sangat menyedihkan, hingga Richie yang merupakan teman masa kecilku tidak bisa mengenaliku.Richie merasa gusar. Dia bangkit, lalu berkata, "Kuharap kejadian seperti ini nggak terjadi lagi. Aku bakal pecat para resepsionis dan satpam. Mereka sudah lalai kali ini."Tidak ada yang berani bersuara melihat Richie marah. Sesudah mengatur semuanya, Richie hendak pergi. Namun, ujung celananya ditarik olehku.Ketika Richie menunduk untuk melihat, aku memanggil, "Bubu ...."Begitu mendengarnya, sekujur tubuh Richie bergetar. Nama panggilan ini hanya diketahui oleh kami berdua.Mauren menyerbu ke depan dengan cemburu. Dia ingin memisahkan kami. "Pak, wanita ini memang gila. Entah dia punya penyakit menular nggak. Sebaiknya menjauh da
Aku sama sekali tidak bertenaga. Aku seperti ayam yang siap untuk disembelih. Aku awalnya berteriak dan berusaha melawan, tetapi sekarang aku tidak sanggup bergerak lagi.Mauren tersenyum melihat penderitaanku. Dia terlihat sangat puas dengan hasil ini, tetapi masih merasa tidak cukup.Mauren berkata kepada semua orang, "Aku benci sekali melihat matamu. Siapa pun yang berani membuatnya buta, bakal kukasih bonus dua kali lipat."Begitu ucapan ini dilontarkan, mata semua orang seketika berbinar-binar. Staf wanita yang kurus itu pun maju dengan gemetaran. "Biar aku saja."Staf wanita itu mengambil pisau serbaguna sambil mendekatiku. Tiba-tiba, staf wanita yang hendak membantuku tadi, maju dan berujar, "Jangan pakai pisau. Kak Mauren, beri aku kesempatan."Begitu membelakangi Mauren, staf wanita itu menatapku dengan ekspresi bersalah. Dia diam-diam menggerakkan bibirnya untuk menyuruhku bertahan.Lagi-lagi, aku dijambak dan diseret. Dia menghantamkan kepalaku ke sudut meja. Meskipun sangat
"Oh, dibawa wanita tadi. Cuma kotak makan murahan. Sekarang supermarket selalu kasih kotak begini kalau kita beli mie instan. Resepsionis terlalu lalai. Masa membiarkan sembarang orang masuk begitu saja," keluh Mauren tanpa memperhatikan ekspresi Richie yang masam."Mauren, kamu cuma sekretaris. Kamu nggak berhak membuat keputusan di perusahaan." Kalimat Richie ini membuat suasana hati Mauren menjadi sangat buruk.Jadi, Mauren melampiaskan emosinya padaku. "Gara-gara kamu, Pak Richie jadi bicara kasar padaku hari ini."Tebersit kekejaman pada tatapan Mauren. Dia menatap perutku lekat-lekat. "Kalau aku membelah perutmu, kira-kira Pak Richie bakal memujiku nggak ya?"Aku berusaha bertahan, menatap Mauren seperti menatap monster. Ketika wanita ini menendang perutku, aku tidak bisa merasakan keberadaan janin di perutku lagi. Anakku sudah mati, begitu pula hatiku.Kini, Mauren malah ingin mengeluarkan anakku dari perutku. Aku menggertakkan gigiku, berusaha menguatkan diri sendiri agar tetap
Mauren mengernyit. Dia berkata dengan lembut, "Cuaca hari ini sangat terik. Gimana kalau aku suruh Jenny antar dokumennya ke rumahmu saja, Pak? Daripada panas-panasan di luar.""Nggak apa-apa. Aku kebetulan lewat kantor.""Oke. Kalau begitu, aku suruh Jenny antar ke basemen.""Ya."Ketika aku larut dalam keputusasaan, orang-orang malah memuji Mauren begitu perhatian kepada Richie. Dengan ekspresi bangga, Mauren berujar, "Ini baru namanya cinta sejati. Menoleransi segala aspek."Kemudian, Mauren menatapku sambil menegur, "Jadi, siapa pun yang berani mengincar priaku bakal kuhabisi!"Wajahku bengkak. Pakaianku yang tipis tidak bisa menutupi seluruh kulitku. Perutku yang tadinya masih menggembung telah mengempes. Aku tahu aku tidak akan selamat kali ini.Aku mengelus perutku sambil meneteskan air mata. Aku merasa sangat bersalah pada anakku yang belum sempat lahir ini.Kemudian, aku menatap semua orang yang ada di sini dengan tatapan kejam. Aku bersumpah akan membalaskan dendam anakku. Ak
Suasana seketika menjadi sunyi senyap.Plak! Yang kudapat bukan pertolongan, melainkan tamparan dari Mauren."Kalau kamu istri Pak Richie, aku siapanya? Aku mengikuti Pak Richie lima tahun! Aku mengenalnya sepuluh tahun! Aku nggak pernah dengar dia sudah nikah! Dasar jalang! Beraninya kamu menipuku!" hardik Mauren.Aku meludah darah, lalu berusaha menjelaskan, "Kami teman masa kecil. Aku benar-benar istrinya."Para sekretaris merasa cemas mendengar perkataanku. Mereka ingin menghentikan Mauren, tetapi Mauren mengangkat tangan dengan tidak peduli. "Tenang saja, aku paling memahami Pak Richie."Mauren mengamatiku dari atas hingga bawah dengan tatapan jijik. Dia melempar rokku yang sudah sobek layaknya sampah. Aku tidak memakai perhiasan ataupun membawa tas bermerek. Tas kain untuk membawa kotak makan juga terlihat lusuh.Mauren terkekeh-kekeh sebelum berkata, "Penampilanmu seperti wanita miskin. Aku nggak melihat barang bermerek di tubuhmu. Kamu yakin kamu istri Pak Richie?"Setelah meng
Aku menghela napas, mengira akan ada yang menolongku. Mauren terkekeh-kekeh sinis dan membuka pintu tanpa takut. Dia menyahut, "Wanita ini ingin merayu Pak Richie. Aku memberinya pelajaran."Para sekretaris itu pun memasang ekspresi menghina."Pak Richie terlalu hebat. Wajar kalau ada banyak jalang yang ingin menggodanya.""Kamu nggak usah cemas, Kak. Kamu yang menemani Pak Richie selama lima tahun. Cuma ada kamu di hatinya."Mauren mendengus dan berkata, "Tentu saja."Mauren menatapku dengan tatapan benci. Aku hanya bisa berbaring di lantai dengan menyedihkan. Wanita itu masih menyindir, "Lain kali jangan buat malu diri sendiri."Aku mengeluarkan ponsel dengan tangan bergetar. Aku ingin menelepon Richie. Namun, tatapan Mauren sontak berkilat dingin dan tertuju pada ponselku.Saat berikutnya, ponselku direbut. Mauren menatap casing ponselku dengan kesal. Dia membentak, "Besar sekali nyalimu! Kamu diam-diam pakai casing couple dengan Pak Richie!"Mauren membanting ponselku. "Dasar jalan
Belakangan ini aku sering mual dan tidak selera makan. Aku memutuskan untuk mencari dokter. Ketika dokter memberitahuku aku hamil, aku bahagia hingga meneteskan air mata.Aku dan suamiku adalah teman masa kecil. Setelah tamat kuliah, kami menikah dan mempersiapkan kehamilan, tetapi aku tak kunjung hamil.Suamiku menghiburku, "Kehamilan nggak bisa dipaksakan. Mungkin, anak kita lagi menunggu waktu yang tepat untuk datang."Sekarang, momennya akhirnya tiba."Bu, kamu sudah hamil empat bulan. Kondisi janin cukup stabil, tapi kamu tetap harus berhati-hati waktu beraktivitas."Dengan ekspresi dipenuhi kelembutan, aku mengelus perutku yang agak menggembung. Ternyata sudah empat bulan.Menstruasiku tidak pernah tepat waktu. Makanya, aku mengira perut buncitku ini karena makan kebanyakan belakangan ini.Sepulangnya, aku tidak bisa menahan kegembiraanku. Aku langsung masuk dan menyiapkan makan siang untuk suamiku. Aku akan mengantar bekal untuknya nanti, sekaligus memberitahunya kabar gembira i