Share

Bab 81. Menjebak Sarah

Penulis: Silvania
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-19 14:19:16

"Belum, mereka baru saja mengantongi identitasnya dan bersiap untuk menangkapnya, hanya saja ini sangat rahasia, jadi jangan sampai info ini tersebar, nanti pelakunya kabur."

"Ya, ya. Aku mengerti!" Sarah menarik nafasnya pendek-pendek.

"Kenapa kau terlihat gugup?"

"Aku? Oh tidak, aku hanya sedikit trauma. Aku takut kalau harus berhadapan dengan orang yang melakukan penusukan itu. Kau tahu kan, akibat tusukannya aku tidak lagi bisa mengandung." Sarah memang sangat pandai menutupi ketakutannya, tapi Arnold yang sudah tahu sifat Sarah sudah mulai bisa membaca gerak geriknya.

"Ya kau benar, karena tusukannya kau tidak bisa memberiku keturunan. Aku akan meminta pengadilan menghukum pelakunya seberat beratnya!"

"Iya, pelakunya harus dihukum seberat beratnya!" timpal Sarah, dia sudah terlihat tenang walau bibirnya tampak pucat.

Arnold menatap jam di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh menit. "Aku harus segera pergi, ada lelang proyek pu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 82. Tahan, Tuan

    Arlen berdiri di samping Emily dengan senyum manisnya. Dan yang membuat Arnold semakin meradang adalah letak tangan Arlen yang bertengger di pundak Emily. "Jangan sentuh istriku!" Desis Arnold dengan mata berapi. Bukannya memindahkan tangannya dari pundak Emily, Arlen malah dengan sengaja merapatkan tubuhnya. "Apa kami terlihat cocok? Aku dan Emily!" Kedua sudut bibirnya terangkat. Arlen tampak seperti mengolok olok Arnold. Panas melihat istrinya dirangkul oleh rivalnya, Arnold hendak melayangkan bogem mentahnya namun Robert menahan tubuh Arnold. "Tahan, Tuan. Ada banyak orang penting disini, jangan sampai kejadian ini mempengaruhi kredibilitas Maurer Corp di mata para investor." Arnold melepaskan cengkraman tangan Robert di tubuhnya dan menundukkan kepalanya untuk sesaat. Setelah emosinya mereda, Arnold mengangkat kepalanya dan menatap Emily dengan tatapan sendu. "Ikut pulang denganku, Sayang. Aku merindukanmu!" Emily tidak bergeming, wajahnya datar, pun dengan tatapan m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 83. Berebut Emily

    Melihat Emily pergi, Arnold segera menyusul. Arlen yang menyadari hal itu berniat mengikuti, tetapi panitia acara memanggilnya. Ia hanya bisa menatap punggung Arnold yang menghilang di balik pintu kaca. Sudah pasti Arnold akan mengejar Emily. Emily masuk ke dalam toilet dan menyeka keringatnya. Padahal ruangan ber-AC, tetapi tubuhnya terasa gerah. Tak bisa dimungkiri, ia merasa takut berhadapan langsung dengan Arnold. Setelah menenangkan diri dan mencuci muka, Emily mengeringkan wajahnya dengan tisu lalu keluar. Saat melewati lorong tangga darurat, seseorang tiba-tiba menarik tangannya dengan paksa dan menghimpitnya ke dinding. Jantung Emily berdebar kencang saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Arnold, lepaskan!" serunya, berusaha melepaskan diri. Namun, genggaman Arnold begitu kuat. "Sayang, kembalilah padaku. Aku mohon," ujar Arnold dengan tatapan penuh permohonan. Emily tak tergerak. "Tidak! Aku tidak akan kembali ke neraka itu!" Emily terus meronta, ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 84. Berlian Yang Disia-siakan

    Arnold terdiam, bak ditikam belati hatinya mendadak perih. "Ikut aku keluar!" Arnold beranjak dari tempat duduknya dan berjalan lebih dulu sedangkan Robert mengikutinya di belakang. Meeting memang sedang rehat karena pihak penyelenggara rapat tertutup untuk memutuskan perusahaan mana yang memenangkan tender. Arnold menghempaskan tubuhnya di sofa lobby hotel, disandarkannya kepalanya sambil tangannya memijat keningnya yang berdenyut. "Nyonya Sarah meminta laki-laki bernama Sergio yang tidak lain adalah kakak kandungnya sendiri untuk menusuk Anda hari itu dan Nyonya Sarah datang sebagai pahlawan yang menyelamatkan nyawa Anda," jelas Robert yang duduk di seberang Arnold. Arnold tidak habis pikir dengan apa yang barusan dia dengar, entah dirinya yang terlalu percaya ataukah Sarah yang terlalu pandai memerankan sandiwaranya. "Tapi Sarah berani sekali sampai mengorbankan dirinya, dia hampir kehilangan nyawanya dan setelah sadar dia juga harus menerima kenyataan menjadi mandul!" Bukanny

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 85. Penyesalan

    Felix mengangguk, tampaknya masalah yang dihadapi sahabatnya sebelas dua belas dengan masalahnya. "Ternyata beristri dua itu memang tidak mudah," gumam Felix. "Tapi akhirnya kau bisa tahu mana yang batu kali dan mana yang berlian. Bukankah begitu?" "Ya, tepat sekali." Arnold dan Felix menghabiskan waktu hingga petang, kedua sahabat itu saling bercerita tentang masalah pribadi tanpa ada yang ditutup-tutupi. Begitulah mereka, walaupun terpisah jarak namun tidak mengurangi kadar kedekatan dan kepercayaan terhadap satu sama lain. Setelah mengantarkan Felix ke hotel, Arnold kembali ke kediaman orang tuanya. Arnold belum siap kembali ke rumah yang penuh dengan kenangan buruk yang sudah dia torehkan di hati Emily. "Arnold, ada apa denganmu?" Nyonya Ruby yang sedang duduk minum teh menyapa Arnold yang tampak kacau. Arnold mendudukkan dirinya di sofa seberang papa dan mamanya. Dia diam membisu, matanya terpejam. Tuan dan Nyonya William saling menatap. Tahu anaknya sedang ada ma

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 86. Sarah Mendekam di Hotel Prodeo

    Sementara itu di Hotel Prodeo, Sarah duduk meringkuk di lantai. Sejak ditangkap, dia hanya diam dan tidak mau membuka mulutnya. Dan sudah hampir setengah hari Sarah ditahan di ruangan berukuran tiga kali tiga dengan lantai ubin yang dingin dan kotor. Tidak ada karpet mahal yang menutupi lantainya. Dan parahnya lagi, pengacaranya belum kunjung datang. 'Apa Arnold belum tahu aku ditahan? Tidak mungkin!' batinnya. Tadi Sarah sempat menghubungi Arnold tapi teleponnya tidak diangkat, Sarah akhirnya menghubungi Robert dan memintanya untuk menyampaikan kabar penahanannya kepada suaminya. Gembok dibuka, Sarah sontak menoleh, seorang petugas tengah berdiri di depan pintu jeruji besi. "Silahkan keluar, ada tamu untuk Anda!" Sarah langsung berdiri. "Itu pasti suamiku," gumamnya dengan senyum terulas di bibirnya. Sarah yakin sekali Arnold datang untuk menjemputnya dan dia akan keluar dari tempat laknat ini. Sarah berjalan dengan cepat mengikuti penjaga, namun saat melihat siapa yang se

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 87. Bagaimana Jika Arnold kembali?

    "Apa Anda jadi menemuinya?" Penjaga tahanan yang tadi membawa Sarah kembali ke selnya bertanya karena laki-laki yang memegang kartu identitas advokat di tangan kanannya itu tidak beranjak dari pintu yang menghubungkan ruang besuk dan sel sementara di mana Sarah tengah berada. Laki-laki itu menggeleng, dia tidak tega melihat Sarah terpuruk sedemikian rupa. Tapi untuk membantunya pun pasti berat mengingat Arnold sudah menyiapkan tim pengacara terbaik untuk menuntut Sarah. Rio berbalik dan meninggalkan kantor polisi. Sarah sudah pasti tidak bisa ditemui dalam kondisi seperti ini dia pasti akan mengamuk dan meminta agar Rio membantunya keluar dari tahanan, namun itu sangat mustahil. Rio memutuskan untuk kembali ke kantornya untuk mempelajari kasus yang sedang menimpa Sarah, jujur Rio tidak menyangka Sarah seberani itu. Rio sendiri cukup terkenal di London, dia bahkan termasuk dalam daftar pengacara terbaik namun lawannya kali ini Arnold. Tidak mudah tentunya terlebih Sarah terbukti b

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 88. Ingin Mengobati Luka

    Mendengar pertanyaan Arlen, Emily menghembuskan napasnya dalam, seolah ingin mengusir beban berat yang menekan dadanya. "Dia tidak bisa memaksaku!" suaranya terdengar tegas, meski ekspresi wajahnya tetap datar. "Bukankah aku berhak atas hidupku sendiri?" Arlen menghela napas, matanya menatap Emily dengan penuh pertimbangan. "Ya, kau berhak," katanya pelan, "tapi sayangnya, kau masih terikat dengan perjanjian kontrak dengannya." Mata Emily menyipit. Kontrak. Kata itu selalu mengingatkannya pada belenggu yang selama ini menjeratnya. Dia menelan ludah sebelum berbicara lagi. "Dia sudah melanggar kontrak itu, bisakah aku menuntutnya?" Sejenak, keheningan menyelimuti ruangan. Emily menggigit bibir bawahnya, pikirannya melayang pada masa lalu—pada kedua orang tuanya yang telah tiada. Mereka yang seharusnya melindunginya, justru menyerahkannya pada Arnold tanpa mempertimbangkan perasaannya. Namun, mereka sendiri akhirnya menjadi korban dari ambisi dan kekejaman pria itu. Arle

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 89. Kabar Baik Dan Buruk

    'Sudah tahu status Emily sekarang masih abu-abu, bisa-bisanya aku meminta Emily membuka hati untukku,’ batin Arlen. Ia tidak ingin terdengar bodoh karena telah menanyakan hal yang tidak seharusnya. Emily menatapnya lekat-lekat sebelum akhirnya bibirnya melengkung membentuk senyum tipis. "Saya sudah tahu sejak awal kalau Tuan hanya bercanda." Ada nada sindiran dalam suaranya, membuat Arlen mengerjapkan mata. Ia tidak yakin apakah Emily benar-benar percaya bahwa ia hanya bercanda, ataukah wanita itu sengaja mengabaikan perasaannya. Bukankah malam dan siang tidak akan pernah bisa bertemu? Saat mereka berdua tengah meresapi isi hati masing-masing, seorang pelayan datang membawakan pesanan mereka. "Cappuccino, jus jeruk, dan es krim coklat," ucap pelayan itu sopan. "Iya," jawab Arlen singkat, sekilas melirik semangkuk es krim yang diletakkan di tengah meja. Ada dua sendok di dalamnya. Setelah memastikan semua pesanan telah tersaji, pelayan itu menunduk hormat lalu beranjak pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22

Bab terbaru

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 151. Pergi Atau Bertahan

    "Kata siapa? Aku jelas lebih percaya kepada suamiku!" Nada suara Emily tegas, tak terbantahkan. Tatapan matanya lurus menembus mata Arnold, penuh keyakinan. "Mungkin tadinya aku sedikit ragu, hanya sedikit karena aku belum mendengar langsung dari mulutmu. Tapi tetap saja aku lebih percaya pada suamiku dari pada orang yang baru aku temui," ujar Emily. Arnold membeku sejenak, lalu perlahan memeluk Emily lebih erat seolah takut wanita itu menghilang jika dilepas. Dalam pelukan itu, dunia terasa lebih damai. Selama ada Emily, pikirnya, ia tak perlu takut pada apa pun. Ia bahkan tak takut kehilangan Maurer. Baginya Emily adalah satu-satunya yang paling berharga di dunia ini. "Sayang, apa kau sudah makan?" tanya Emily, tangannya bergerak lembut mengusap belakang kepala Arnold, gerakan yang menenangkan seperti pelukan ibu pada anak kecil. Arnold menggeleng pelan, lalu mengangkat wajahnya, menatap wajah istrinya dengan pandangan haus akan kenyamanan. "Belum, aku tidak lapar," jawabny

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 150. Yang Sebenarnya

    "Kenapa berbohong padaku? Kau mulai tidak jujur, Emily?" Suara Arnold membelah keheningan sore itu. Nada suaranya tajam, nyalang, menusuk ke dalam hati sang istri. Tatapan matanya bagaikan bara yang siap membakar apa pun yang ada di hadapannya. Emily tertegun. Matanya membulat, tidak percaya atas tuduhan yang baru saja didengarnya. "Berbohong bagaimana? Aku tidak berbohong!" tegasnya, kali ini dengan suara yang meninggi. Sebuah sikap yang tidak biasa darinya—Emily yang biasanya lembut dan memilih mengalah kini berubah. Kata-kata Nicho beberapa waktu lalu seperti mengakar dalam pikirannya, mendorongnya untuk tidak terus-menerus menjadi wanita yang selalu diam. Arnold mengerutkan kening. Ia melangkah maju, sorot matanya tidak berpindah dari wajah istrinya. "Kau berani berkata keras kepadaku? Bagus," gumamnya dingin. "Bukankah sudah kubilang jangan terlalu dekat dengannya!" Mata Arnold memerah, bukan hanya karena amarah, tapi juga karena luka yang menganga—wanita yang sangat di

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 149. Meragu

    Emily menjawab pertanyaan-pertanyaan Nicho dengan singkat dan seperlunya. Di balik tutur katanya yang lembut, pikirannya mengingat jelas pesan Arnold—untuk tidak terlalu dekat dengan kakak iparnya itu. Meski demikian, suasana di butik yang tenang dan cara bicara Nicho yang hangat membuat percakapan mereka terasa sulit dihindari. "Arnold pasti sangat menyayangimu, Emily. Dia sungguh beruntung," puji Nicho dengan suara rendah namun jelas, matanya menatap Emily dengan ketulusan yang samar. Emily spontan mengangkat dagunya. Pandangannya terarah penuh ke wajah Nicho. Ada ketulusan dalam ucapannya, tidak terlihat niat buruk. Nicho memang sangat baik. Ia selalu memuji Arnold, tidak pernah sekalipun terdengar menjelekkan. Tapi justru itu yang membuat Emily bingung—kalau memang Nicho sebaik ini, mengapa Arnold begitu membencinya? Rasa penasaran itu akhirnya mengalahkan kewaspadaannya. "Kakak ipar, apakah Kakak dekat dengan Arnold?" tanyanya hati-hati, namun cukup jelas hingga membuat Nicho

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 148. Emily Berbohong?

    Nicho berjalan dengan langkah pasti, penuh perhitungan namun tampak santai, menuju sudut butik tempat Emily tengah duduk sendiri. Sofa tempat wanita itu duduk terlihat sepi, jauh dari lalu lalang pengunjung, dikelilingi rak-rak pakaian dan deretan manekin yang mengenakan busana mahal. “Boleh aku duduk di sini?” tanya Nicho begitu sampai di sisi kursi, suaranya tenang, nyaris berbisik tapi cukup jelas untuk menarik perhatian Emily. Emily mendongakkan kepala, sedikit terkejut namun tidak menunjukkan ekspresi berlebihan. Matanya bertemu dengan wajah laki-laki yang selama beberapa bulan ini mulai sering hadir dalam hidupnya dan Arnold. “Kakak ipar,” ucap Emily, menegaskan kedekatan hubungan mereka namun dengan batas yang jelas. “Panggil Nicho saja, biar lebih akrab,” sahut Nicho cepat, mencoba menyusupkan kehangatan dalam suaranya. Emily langsung menggeleng cepat, raut wajahnya sedikit kaku. “Tidak sopan, Kak,” jawabnya pelan namun tegas. Nicho mengangkat bahu, tampak tak ambil pusi

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   147. Rencana Jahat Nicho

    "Kami pergi berbelanja." Emily menjawab salah satu dari pertanyaan Arnold lewat sambungan telepon yang sempat terhenti beberapa detik sebelumnya. "Bersama siapa?" Kejar Arnold, nada suaranya terdengar was-was, nyaris curiga. Arnold memang menjadi lebih posesif sejak kedatangan Nicho, yang tiba-tiba kembali dengan segala karisma dan pesona yang membuat siapa pun menoleh. "Dengan mama dan—" Belum sempat Emily menyelesaikan jawabannya, tiba-tiba ponselnya direbut dengan lembut namun tegas oleh Ruby. "Arnold, ini mama. Mama pinjam istrimu sebentar," ucap mama Ruby dengan nada santai namun penuh wibawa. "Mama. Oke, Ma. Tolong jagakan Emily," pinta Arnold setengah cemas, setengah pasrah. "Tanpa kau minta pun mama pasti menjaganya," jawab mama Ruby mantap, sebelum sambungan telepon terputus. "Terima kasih, Ma," bisik Arnold sebelum benar-benar menutup ponselnya. Rasa lega mengalir di dadanya. Ia kembali fokus pada laporan-laporan di meja kerjanya di Maurer, meski pikirannya masih m

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 146. Jangan Bilang Arnold

    Emily menatap dalam manik mata suaminya yang terlihat memerah, rahangnya tampak mengeras, menahan emosi yang hampir meledak. Sorot matanya penuh gejolak, tapi tertahan. “Kita pulang sekarang. Aku akan menceritakan semuanya di rumah,” ucap Arnold tegas, namun suaranya bergetar oleh emosi yang sulit dijelaskan. Mata Arnold perlahan kembali sayu, amarahnya mereda saat bertemu dengan tatapan teduh Emily. Seolah amarahnya melebur hanya karena satu tatapan itu. Emily mengangguk pelan. “Ayo kita pulang,” ujarnya sembari memberi senyum tipis yang lebih menyerupai upaya menenangkan hati yang sedang bergemuruh. Sepanjang perjalanan pulang menuju kediaman mereka, suasana mobil terasa hening, bahkan udara di dalamnya seolah berat. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir Arnold. Hanya helaan nafas beratnya yang sesekali terdengar, seperti beban yang tengah dipikulnya nyaris tak sanggup ditahan lagi. Emily mencuri pandang, ingin sekali memeluk dan meredakan gundah itu, namun ia tahu, s

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 145. Meminta Bagian

    Sepanjang jalan pulang menuju kediamannya, Arnold menggerutu. Jemarinya mengetuk-ngetuk setir mobil, ekspresinya masam, seakan cuaca senja yang mendung ikut menyuarakan kekesalannya. Pasalnya, sebelum dia pulang tadi, mamanya menghubunginya dan memintanya datang ke rumah untuk makan malam bersama. "Tumben sekali mama mengajak makan malam. Aku yakin pasti Nicho yang meminta mama untuk mengundang kami," gumam Arnold, setengah menghela napas berat. Dia tahu betul bahwa dirinya tak akan bisa menolak jika mamanya yang meminta. Permintaan sang mama selalu datang sebagai perintah tak tertulis yang harus dipatuhi. Arnold memukul setir kemudinya, sebuah luapan emosi yang tak tertahan. Nicho, kakak tirinya, selalu saja menyusahkan. Pria itu seperti bayangan masa lalu yang terus menghantuinya, membawa luka yang belum sempat sembuh sepenuhnya. Begitu sampai di rumah, Arnold langsung memarkir mobil dan melangkah cepat ke dalam rumah. Matanya mencari sosok Emily. Hari sudah menunjukkan pukul ena

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 144. Akan Merebutnya

    Sepuluh tahun lalu, saat Maurer Corp. berada di ambang krisis, semua mata tertuju pada Nico—anak sulung yang seharusnya meneruskan tongkat estafet kepemimpinan. Tapi dia memilih pergi. Alasannya klise—ingin mengejar cita-cita sebagai model terkenal. Padahal kebenarannya, dia hanya ingin bebas. Bebas dari tanggung jawab, dari tekanan, dari nama besar Maurer yang menuntut lebih dari sekadar kerja keras. Nico pergi. Tinggal Arnold, si anak bungsu, yang saat itu masih duduk di bangku kuliah dan bahkan belum cukup umur untuk menandatangani kontrak legal. Tapi waktu tak memberinya pilihan. Ayahnya, Papa William, jatuh sakit—dan perusahaan butuh pemimpin. Mau tidak mau, Arnold mengangkat beban yang seharusnya bukan miliknya. Kepergian Nico memperparah kondisi sang ayah. Dan di tengah kemarahan dan kekecewaannya, Papa William mengesahkan Arnold sebagai pewaris tunggal Maurer Corp. Namun, Nico tidak menyerah begitu saja. Dengan kepintaran manipulatifnya, dia berhasil mengambil hati Papa

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 143. Belikan Mobil!

    Tanpa mengucap sepatah kata pun, Arnold memutuskan untuk langsung masuk ke dalam ruangannya. Tak ada sapa, tak ada lirikan pada Nico. Pintu kaca otomatis menutup di belakangnya dengan desis pelan, memisahkan dirinya dari suasana lobi yang semu hangat itu. Namun, ketenangan yang baru saja ia dapatkan hanya bertahan sejenak. Nico, seperti biasanya, bertindak semaunya. Ia masuk ke dalam ruangan Arnold begitu saja—tanpa mengetuk pintu, tanpa permisi. Seolah ruang itu adalah bagian dari rumahnya sendiri. Melihat itu, tentu saja Arnold meradang. "Ini perusahaan, bukan rumahmu. Lain kali biasakan ketuk pintunya!" Nada suara Arnold tajam, dingin. Tatapannya menusuk, tak menyembunyikan sedikit pun kekesalan yang berkecamuk dalam dirinya. Ia berusaha menekan emosinya, mengingat betapa lelahnya pagi tadi—dan bagaimana Emily sudah berhasil menenangkannya. Namun baru saja ia mulai bisa bernapas lebih tenang, Nicholas kembali berulah. Masuk seenaknya, seolah-olah aturan dan batasan tak berl

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status