Share

36. Berubah pikiran.

last update Last Updated: 2024-09-07 08:03:57

"Istri saya sangat suka dengan rumah ini, kami siap membayar rumah ini dengan harga yang disepakati."

"Tidak, rumah ini tidak jadi saya oper kredit!" jawabku lantang memotong ucapan Mas Hendra dengan Mas Hadi. Juwita yang tersentak kaget langsung menatap kw arahku tak suka kemudian bergelayut merengek pada suaminya. Semakin membuatku jijik saja.

"Bagaimana ini Pak Hadi? Sebenarnya rumah ini mau dialihkan atau tidak? Jangan mempermainkan kami seperti ini!" marah pria hitam gendut itu pada kami.

"Sebentar Mas, sepertinya ini ada kesalahpahaman." Mas Hadi beralih menatap tajam kepadaku seraya berbisik. "Kamu kesambet apa sih, Ma. Tiba-tiba marah-marah dan membatalkannya sepihak seperti ini? Kemarinkan kamu sudah setuju.

"Masa bodoh! Aku tak peduli sekali aku bilang tidak ya tetap saja tidak. Aku tak jadi mengalihkan rumah ini!" balasku tegas tak tergoyahkan. Pandangan mataku dan Juwita bertemu, aku mendengkus dan memainkan bibirku tak suka padanya.

"Pokoknya Mami mau rumah ini Papi. T
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Saudara celamitan dari Neraka!   37. Dosa di pagi hari.

    Pagi ini udara terasa segar yang begitu cerah, secerah hatiku yang tengah berbunga-bunga. Tak ada angin dan tak ada hujan, Bang Hendra tiba-tiba mengirimkan aku uang satu juta setelah aku mengenalkannya dengan temanku yang cantik dan seksi dari dunia maya. Seperti biasa, pagi-pagi begini mang tukang sayur sudah nangkring aja di depan rumahku menjadi pendengar setia untuk ibu-ibu komplek yang merumpi. Dengan semangat 45 yang membara aku pun mendekati. Melirik-lirik plastik yang tergantung di gerobaknya. Sebenarnya aku ingin ke pasar setelah mendapatkan uang dari Bang Hendra, tapi kuurungkan niatku pergi ke pasar. Sepertinya lebih menarik belanja di mamang tukang sayur sekalian mamerin rumah baru."Kamu lagi ngapain Sri? Itu kardus-kardus besar depan rumahmu untuk apa sebanyak itu?" tanya Bu Endang. Aku tersenyum simpul. Inilah moment yang aku tunggu-tunggu dan aku memang sengaja meletakkan kardus di sana untuk memancir perhatian dari mereka semua. "Oh, itu untuk wadah paking baran

    Last Updated : 2024-09-07
  • Saudara celamitan dari Neraka!   38. Tak tahu terima kasih.

    Hari yang dinantikan pun tiba. Dari pukul 10 pagi, sebuah mobil pick up terparkir di depan rumahku. Dua orang kubayar untuk memindahkan barang-barangku yang ada di kontrakan ini menuju rumah baruku. Aku sudah tak sabar bertemu dengan Mbak Anna. Menunjukkan padanya, aku juga bisa pindah ke rumah itu. Kontrakan Mbak Anna yang ada di sebelahku saat ini masih ada masa kontraknya. Barang-barangnya yang ada di dalam juga masih banyak.Katanya akan diangkat oleh orang tuanya awal bulan depan. Karena saat ini dia sedang hamil besar jadi tak sanggup membereskan semuanya sendiri. Dasar manja!"Hati-hati ngangkatnya ya, Bang! Itu barang saya semuanya mahallll!" seruku pada tukang angkut. Saat mereka tak sengaja membuat sofaku tersangkut di pintu. Alasannya pintu yang kekecilan dan sempit padahal mereka saja yang tidak hati-hati.Pukul tiga sore semua barang yang ada di rumah lama akhirnya selesai juga dipindahkan ke rumah baru. Semuanya sudah tersusun bertumpuk di ruang tamu, hanya tinggal beb

    Last Updated : 2024-09-07
  • Saudara celamitan dari Neraka!   39. Sok sosialita.

    Pov. AnnaDi mana ada komplek perumahan, di situlah tukang sayur keliling hadir, menjajakan dagangan mereka. Seperti yang terjadi pagi ini. Ada Mamang sayur yang sedang terparkir di depan rumahku. Mang Joko namanya. Katanya dia langganan ibu-ibu komplek di jalur ini. Sebenarnya ada tiga orang tukang sayur yang keliling menjajakan dagangannya. Hanya saja, Mang Joko ini terkenal ramah, murah dan lengkap. Itu sebabnya ibu-ibu di sini suka berbelanja dengan Mang Joko dan selalu hapal jam-jam Mang Joko datang. Itu yang aku lihat setelah beberapa hari tinggal di komplek ini.Toet! Toet! Toet!Bunyi klakson Mang sayur berbunyi begitu nyaring memanggil ibu-ibu yang ada di komplek ini untuk berkumpul. Begitu pun denganku.Baru saja kaki ini melangkah ke depan teras, aku sudah melihat Sri bergabung dengan ibu-ibu komplek yang lain. Kuakui Sri adalah orang yang paling cepat berbaur. Baru dua hari pindah dia sudah bisa akrab dengan ibu-ibu di komplek ini. Walau nanti satu persatu mereka akan m

    Last Updated : 2024-09-13
  • Saudara celamitan dari Neraka!   40. Termakan gengsi.

    Bu Renny yang mulai malu langsung mengeluarkan dua lembaran merah dari dompetnya. "Berapa utang saya, Mang? Nih saya bayar lunas! Sebenarnya saya juga malas belanja di tukang sayur. Kemaren juga kalau bukan karena Mamang yang maksa, mana mau saya!" sungutnya sembari membanting uang di atas gerobak sayur tersebut. Mang Joko tampak terkejut dan geram, dia mungkin ingin membalas ucapan Bu Renny. Tapi nyalinya ciut melihat mata Bu Renny yang menjelit begitu tajam seakan ingin menebas kepala membuat Mang Joko diam. Dia langsung saja mengambil uang tersebut dengan mata yang sedikit berkaca-kaca dan membiarkan Bu Renny mengomel seorang diri. Aku yakin saat ini hati pria paruh baya itu tengah teriris. Saat mengutang manisnya ngalahin madu tapi saat di bayar malah balik menghina, pahit bak empedu. Begitulah manusia-manusia tak tahu diri dan tak tahu terima kasih seperti Bu Renny. "Lunas itu ya Mang. Jangan tagih-t

    Last Updated : 2024-09-14
  • Saudara celamitan dari Neraka!   41. Biang onar datang lagi.

    Tak terasa sudah hampir tiga bulan Sri pindah ke depan rumahku. Selama itu pula dia gencar mendekati tetangga-tetangga yang menurutnya kaya dan royal. Aku yang duduk di teras sambil mengemil buah, menatap ke arah rumah Sri yang tampak sepi ditinggal pemiliknya pergi jalan-jalan ke pantai dari postingan yang dia unggah satu jam yang lalu."Assalamualaikum, Ann!" seru Mbak Clara. Aku menoleh. Tangan kanannya berusaha membuka pintu rumah ini. Sedangkan tangannya satu lagi memegang sebuah kotak berwarna hijau yang cukup besar."Bisa Mbak?" tanyaku pada Mbak Clara sambil berusaha berdiri dari dudukku."Bisa kok Ann. Kamu duduk saja di sana! Kasihan Mbak lihat kamu bawa perut gede gitu!" blas Mbak Clara perhatian yang berhasil membuka pintu dan masuk ke dalam. Namun terlebih dahulu menutup pintu itu kembali rapat-rapat. "Apa itu Mbak?" tanyaku lagi saat dia sudah berdiri di hadapanku. Dahiku berkerut melihat kotak hijau yang sedari tadi

    Last Updated : 2024-09-15
  • Saudara celamitan dari Neraka!   42. Cari aman.

    "Dia saudara sepupu Mbak Anna?" tanya Sri memastikan mendengarnya. Ekpresi wajahnya seolah tak percaya, tapi matanya masih memandang sinis ke arah Mbak Clara. Sedangkan Mbak Clara tersenyum geli. Lagian ada-ada saja dia, memang apa yang salah dari Mbak Clara. Penampilannya yang sederhana aku rasa masih pantas-pantas saja. "Iya, memangnya kenapa? Lagi pula, ngapain kamu ke sini?" ketusku. Rasanya ingin sekali mengusirnya. Amit-amit cabang bayi, aku mengusap perutku sembari merapalkan matra. Orang tua bilang jangan terlalu benci pada seseorang saat sedang hamil, takutnya nanti anak yang lahir akan mirip dengan orang tersebut dan aku tak mau hal itu terjadi. "Jngan marah-marah gitu dong Mbak. Aku kesini dengan maksud baik agar kita bisa sukses bersama. Walaupun Mbak Ana hanya Ibu rumah tangga biasa, Mbak juga bisa punya penghasilan dan tabungan biar gak dikira beban suami."Keningku berkerut mendengar ucapannya yang tak jelas mau kemana.

    Last Updated : 2024-09-16
  • Saudara celamitan dari Neraka!   43. Arisan berantai.

    "Mas saudara kamu itu lucu banget deh," ucapku pada Mas Wahyu di sela-sela makan malam kami."Sri maksud kamu, Dek? Lucu bagaimana?" tanyanya acuh. Mas Wahyu menikmati makan malamnya dengan lahap karena aku memasakkan menu favorit pesanannya."Masa tadi sore datang nawari aku dan Mbak Clara ikut arisan. Tapi maksa dan ngotot banget seakan kami harus berkata iya. Saat kami tetap kekeuh untuk tidak ikut. Ehh ... dia malah ngambek," jelasku.Mas Wahyu yang sudah selesai makan, langsung mengambil gelas yang berisi air putih di hadapannya. Meminumnya hingga tandas. Lalu meletakkan gelas itu kembali ke atas meja. "Bagus deh kalau kamu nggak ikut, Dek. Soalnya nanti jadi masalah. Kamu tahu sendiri bagaimana watak mereka sedari dulu! Tak akan berubah." Aku mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan suamiku. Selesai makan, aku mengikuti langkah kaki suamiku ke ruang keluarga. Seperti biasa, kami akan mengobrol dan bercerita di ruang keluarga sambil menonton TV. Suamiku memutar chanel kes

    Last Updated : 2024-09-17
  • Saudara celamitan dari Neraka!   44. Kecemasan Ana.

    "Assalamualaikum," seru para ibu-ibu dari pintu depan menghentikan obrolan kami tentang arisan get ala Sri."Waalaikum salam. Eh ... sudah pada datang. Ayo ... masuk ibu-ibu!" jawab Mbak Clara. Kami yang duduk di meja makan langsung keluar menemui para ibu-ibu tersebut. Kami duduk di atas karpet bulu milik Mbak Clara. Karpet bulu import yang halus. Terkadang aku bingung dengan Mbak Clara. Semua barang yang dia miliki adalah barang mewah. Bahkan baju serta sepatunya, bahkan tas. Semuanya barang branded dan tersusun banyak di lemari. Tetapi, kenapa yang dipakainya sehari-hari adalah daster itu pun sampai pudar warnanya?Kalau kata dia sih, daster kalau semakin lama. Bahannya semakin enak dan adem. Apalagi jika bolong sedikit terasa ada fentilasinya. Silir-silir semriwing."Wah Mbak Anna ternyata sudah duluan. Saya senang lihat persaudaraan yang akur seperti kalian berdua ini. Adem saja liahtnya." ujar Bu Eka. Semua orang di sini sudah tahu jika Mbak Clara adalah istri dari Kakak sepu

    Last Updated : 2024-09-18

Latest chapter

  • Saudara celamitan dari Neraka!   68. Wanita bercadar.

    Hari ini Mas Wahyu mengambil cuti, dia pergi ke rumah keluarga Hadi dari jam sembilan tadi. Aku yang kesepian memutuskan untuk main ke rumah Mbak Clara.Kami duduk di bawah batang jambu citra yang berdaun rimbun di halaman rumahnya. Di atas meja tersedia teh hangat dengan sekotak donat dari toko kue kesukaanku. "Ada apa, wajahmu tampak sedang cemas begitu?" tanya Mbak Clara seraya mencomot sebuah donat bertoping stoberry."Gak ada ada apa-apa, Mbak," jawabku bohong. Aku ingin bercerita banyak hal padanya, hanya saja takut akan sampai ke telinga orang tuaku nantinya. "Banyak bohong. Pasti kamu pusing dengan masalah saudara suamimu itu kan?" "Nggak kok, Mbak sok tahu aja. Lagian itu kan urusan mereka, kenapa juga aku harus mikirinnya," dalihku karena masih bingung mau cerita dari mana. Aku menghindari tatapan mata Mbak Clara yang menatapku menyelidik. "Jangan bohong. Kamu tidak berbakat bohong sama Mbak. Kamu lagi mikirin sepupu Wahyu itu kan," balas Mbak Clara seakan tahu isi hati

  • Saudara celamitan dari Neraka!   67. Teror hutang.

    "Astagfirullah, Bu. Ayo berdiri!" Kutarik dengan susah payah tubuhnya untuk kembali duduk di sofa bersamaku. "Tidak. Saya tidak akan berdiri sebelum Mbak Anna mau emnolong saya. Saya bahkan tidak akan pulang ke rumah bila perlu," ujarnya terdengar seperti mengancam.Aku tercengang dengan sikapnya yang begitu keras. Tapi masalahnya bukan aku yang menggunakan uang itu, lalu kenapa aku yang ditekan di sini?"Percuma Mama Rafka mau berkeras di sini. Lebih baik Mama Rafka pulang saja dulu ke rumah, nanti saya sama suami saya akan ke rumah orang tua Sri untuk mendiskusikan masalah uang-uang yang tidak dikembalikannya," saranku padanya. Jemari kurusku pun memijit pelipis karena kepalaku mulai berdenyut. Masalah yang sudah dibuat Sri seakan tiada habisnya dan aku yang tak tahu apa-apa jadi getahnya. "Mbak Ann. Jangan zholim sama saya Mbak.""Loh, saya zholim apa sama Bu Handoyo?" Aku yang terkejut tanpa sadar mulai meninggikan nada suaraku. Dengab perut yang membuncit aku berusaha bangkit

  • Saudara celamitan dari Neraka!   66. Kena getahnya.

    "Di mana Hadi, Bulek? Kenapa dia tidak ke rumah sakit menemui istrinya?" Aku tak menyangka suamiku itu akan langsung bertanya tentang sepupunya itu. Bulek Darsih tersenyum masam. Dia seperti enggan untuk menjawab pertanyaan kami, tapi karena Mas Wahyu terus mengulang pertanyaan yang sama akhirnya Bulek pun menjawab dengan ketus. "Untuk apa dia ke rumah sakit? Biarkan saja wanita itu mengurus dirinya sendiri di sana. Kamu tahu dengan jelas apa yang dilakukan wanita itu pada saudaramu Wahyu. Dan kamu hanya diam saja tanpa membantu." "Aku harus membantu apa? Hadi sebagai suami yang selama ini terlalu memanjakan istrinya. Sekarang saja karena sudah dapat wanita lain makanya berubah," jawab Mas Wahyu dingin. Sorot mata Bulek Darsih tak lagi bersahabat. Aku menyuruh Habibah untuk masuk ke dalam kamar, tak baik untuk anak kecil sepertinya mendengarkan keributan orang tua. Di tambah yang sedang di bahas saat ini adalah ibu kandungnya. "Kamu juga memanjakan istrimu tapi buktinya h

  • Saudara celamitan dari Neraka!   65. Jatuh tertimpa tangga.

    Pov. Anna"Mas, kasihan Sri, ya."Aku menoleh menatap suamiku yang tengah menyetir mobil, pandangan matanya menatapku sekilas kemudian kembali fokus menatap jalan. "Kasihan kenapa?" "Apa kamu gak merasa Mas. Tatapan mata Sri beda dari biasanya, dia nampak banyak berubah," ujarku bingung menjelaskan sudut pandangku padanya. "Berubah bagaimana? Mungkin karena lagi terkena musibah makanya dia tampak lebih tenang, tidak pecicilan seperti dulu," balas Mas Wahyu santai. Matanya masih fokus menatap jalan raya yang tengah ramai. Aku menghela napas panjang. Apa yang dikatakan Mas Wahyu ada benarnya juga. Masalah yang datang padanya bertubi-tubi, ibarat jatuh tertimpa tangga. "Hadi tidak datang. Apa benar dia ada di rumah menjaga anaknya?" "Entahlah, Mas," jawabku singkat. Aku malas melanjut pembahasan tentangnya. Pertanyaan Mas Hadi membuatku teringat atas apa yang dikatakan Ibu Sri padaku. Wanita tua modis itu tampak tak ikhlas merawat anaknya sendiri. Aku jadi mengerti alasan kenapa S

  • Saudara celamitan dari Neraka!   64. Mendung di pagi hari.

    Aku tersentak bangun dengan dada yang naik turun secara cepat. Jantungku seakan tengah melompat-lompat. Rasa nyeri di kepala kembali mendera. Langit-langit plafon berwarna putih serta bau obat serta antiseptik begitu menusuk hidung. Tanpa bertanya tentu aku sudah tahu dimana aku berada saat ini. Aku menoleh ke samping, kudapati wajah wanita yang masih kencang walau usianya telah menua itu menatapku sinis. "Kamu benar-benar bikin malu. Bisa-bisanya diamuk warga," ketusnya mengomeliku, bukannya bertanya lebih dulu tentang kondisiku."Ibu, sakit," ringisku mengadu. Aku juga ingin merasakan dikhawatirkan dan diperlakukan secara lembut seperti yang lain. "Syukurin, rasakan sendiri. Itu akibatnya punya otak tapi tak dipakai.""Bu, aku ini sakit. Bukannya ditanya bagaimana kabarku, Ibu justru memgomel dan menyumpahiku," rutukku. Hati ini terasa sedih. "Kalau kamu bisa menjawabku dan mengajakku berdebat itu artinya kamu sudah baik-baik saja. Bahkan tampak lebih sehat dari yang seharusnya

  • Saudara celamitan dari Neraka!   63. Inner child

    Pov. Sri"Kamu dari mana Mas? Kenapa wajahmu memar seperti ini?" tanyaku setelah melihat Mas Hadi masuk dengan pakaian yang berantakan. Aku tak tahu dia pergi kemana. Seharian tadi dia menghilang tak ada kabar bahkan mertuaku itu pun tak tahu anaknya kemana.Sore hari setelah mengantar Ibu dan adiknya pulang, Mas Hadi pulang dan duduk sebentar di ruang tamu bersama Bibah, lalu kembali pulang dengan keadaan yang kini aku lihat. "Itu bukan urusanmu!" jawabnya ketus. Tanganku yang hendak menyentuh wajahnya dia tepis kasar. Hubunganku dengan suamiku ini semakin renggang seakan ada jurang yang mengikis tiap sudut hingga menjadi semakin lebar. Mas Hadi berjalan menuju kamar Bibah dan mengabaikanku. Dia seakan tak perduli denganku, aku seperti tak kasat mata saja baginya. Hubungan pernikahan kami kini hanya sebatas selembar kertas. Aku tak menyangka pernikahan kami akan berakhir seperti ini. Aku terduduk di ruang tamu seraya memikirkan nasibku selanjutnya. Terkadang aku berpikir, kenapa

  • Saudara celamitan dari Neraka!   62. Demo warga +62

    Acara makan siang kami yang harusnya santai menjadi tak mengenakkan. Mas Wahyu tampak kesal dengan apa yang di lihatnya barusan. Sementara Hadi tampak canggung di seberang sana dengan posisi yang telah kembali seperti semula. "Mas, kita pulang saja yuk. Makanannya juga sudah habis," ajakku. Niat hati masih ingin berlama-lama sambil menikmati view kolam ikan dan teratai kini pupus sudah. Mas Wahyu mengangguk. Kami keluar dari pondok kemudian menapaki jembatan anyaman bambu selangkah demi selangkah. Setelah membayar makanan di kasir, aku dan Mas Wahyu pun masuk ke dalam mobil. Suamiku tampak tengah memandangi ponselnya sejenak, raut wajah itu pun berubah semakin masam. "Ada apa Mas?" tanyaku yang tengah menarik sabun pengaman untuk melingkar ke badanku. "Kamu lihat sendiri, Dek."Mas Wahyu menunjukkan layar ponselnya padaku. Terlihat sebuah pesan chat masuk dari lelaki yang membuat kami kaget di pondok tadi. Pesannya berisi tentang permintaan untuk mengabaikan apa yang baru saja ka

  • Saudara celamitan dari Neraka!   61. Ketangkap basah.

    Pov. AnnaPagi ini aku melihat Mertuanya Sri datang ke rumah mereka setelah Mas Wahyu memberi kabar tentang pertengkaran Sri dan Hadi. Sebenarnya aku kasihan melihat Sri dalam kondisi wajah bengkak seperti tadi malam. Tapi balik lagi semua ini karena ulahnya sendiri. "Sebenarnya semalam gara-gara apa mereka ribut, Mas?" tanyaku pada suamiku untuk memulai obrolan kami di pagi hari ini. Hari ini Mas Wahyu ambil cuti kerja. Dia menemaniku duduk santai di ruang tamu sambil sesekali mataku mengintip ke arah rumah Sri dari balik hordeng jendela. "Katanya Hadi ketahuan selingkuh, kepergok Sri mereka keluar dari hotel.""Astaghfirullah," ucapku istighfar seraya menutup mulut karena tak percaya. Hadi memang sifatnya tak dapat dipercaya dan curang tapi tak kepikiran juga kalau dia sanggup untuk selingkuh. Secara selama ini dia terlihat begitu menuruti segala keinginan Sri."Terus Mas?" tanyaku meminta Mas Wahyu melanjutkan lagi ceritanya. Aku begitu penasaran dan kalau bisa jangan sampai me

  • Saudara celamitan dari Neraka!   60. Bikin naik darah.

    Pertengkaran diantara kami semakin memanas hingga tak ditemukan kata tenang. Mas Hadi dan Tika terus menyalahkanku, sementara aku tentu saja tak terima di salahkan. Bukannya memang tugas seorang suami untuk membahagiakan istrinya. Jika pada akhirnya si istri berhutang di luaran sana itu berarti si suami yang tak bisa memenuhi kebutuhan istrinya. "Sudah! Sudah! Mama tambah pusing mendengar kalian semua. Tak ada satupun yang mau mengalah. Jika terus saja saling jawab menjawab, kapan masalah ini berakhir," sentak Mertua yang tak lagi tahan dengan kebisingan ini. Kini dia menatap mataku intenst. Ada pancaran tak suka dari tatapan matanya. Ya ... sebaik apa pun mertua tetap saja saat terjadi pertengkaran dia pasti akan membela anaknya. Entah itu secara halus atau terang-terangan. "Kamu juga, Sri. Tugas suami memang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anak dan istri, tapi kamu sebagai istri juga harus tahu diri. Jangan mengikuti ukuran sepatu orang lain dan inilah hasilnya," lanjutn

DMCA.com Protection Status