Share

44. Kecemasan Ana.

last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-18 16:16:03

"Assalamualaikum," seru para ibu-ibu dari pintu depan menghentikan obrolan kami tentang arisan get ala Sri.

"Waalaikum salam. Eh ... sudah pada datang. Ayo ... masuk ibu-ibu!" jawab Mbak Clara. Kami yang duduk di meja makan langsung keluar menemui para ibu-ibu tersebut.

Kami duduk di atas karpet bulu milik Mbak Clara. Karpet bulu import yang halus. Terkadang aku bingung dengan Mbak Clara. Semua barang yang dia miliki adalah barang mewah. Bahkan baju serta sepatunya, bahkan tas.

Semuanya barang branded dan tersusun banyak di lemari. Tetapi, kenapa yang dipakainya sehari-hari adalah daster itu pun sampai pudar warnanya?

Kalau kata dia sih, daster kalau semakin lama. Bahannya semakin enak dan adem. Apalagi jika bolong sedikit terasa ada fentilasinya. Silir-silir semriwing.

"Wah Mbak Anna ternyata sudah duluan. Saya senang lihat persaudaraan yang akur seperti kalian berdua ini. Adem saja liahtnya." ujar Bu Eka.

Semua orang di sini sudah tahu jika Mbak Clara adalah istri dari Kakak sepu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Saudara celamitan dari Neraka!   45. Syukuran 7 bulanan.

    Kamis pagi adalah jadwalku untuk kontrol kandungan. Mas Wahyu juga sudah siap sejak tadi. Dia sengaja cuti kerja hari ini, hanya untuk ikut melihat calon anaknya. Usia kandunganku sudah memasuki tujuh bulan. Seperti kata Ibu mertuaku, sudah seharusnya diadakan acara tujuh bulanan. Sebenarnya aku sempat menolak, hanya saja Ibu mertuaku yang tetap kekeuh karena ini adalah kehamilan pertamaku. Jadi sebagai anak terpaksa aku menurut saja.Sepulang dari rumah sakit, aku melihat suasana rumahku ramai akan kehadiran orang tuaku dan orang tua Mas Wahyu. Terlihat dari mobil mereka yang terparkir tersusun rapi di halaman."Assalamualaikum," sapaku saat telah memasuki rumah. "Waalaikum salam. Kamu sudah pulang, Nduk. Bagaimana pemeriksaanya?" tanya Ibu mertuaku. Aku duduk di sebelahnya, tangan kanannya mengusap lembut perutku yang membuncit."Alhamdulilah sehat, Bu. Tumben Ibu dan Mama datangnya barengan?" tanyaku. Mama yang baru datang dari dapur, sambil membawa piring yang berisi kue-kue t

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-21
  • Saudara celamitan dari Neraka!   46. Kelemahan Sri.

    Acara syukuran tujuh bulananku berjalan dengan lancar. Tak ada satu pun hambatan, para tetangga juga banyak yang berdatangan mendoakan aku dan calon anakku yang ada di dalam kandungan.Semua warga sudah pada pulang, tinggal kami para keluarga yang tinggal di rumah ini. Mbak Eka dan Mbak Clara sudah sibuk membantu Bik Sumi dan Bik Siti membereskan piring serta kue-kue yang masih tersisa.Sri bukannya membantu, dia justru sedang asik duduk sambil menikmati kue yang tersisa di piringnya, sementara putrinya dia biarkan main di luar bersama Rendy. Tanpa peduli sedikit pun apakah putrinya itu sudah makan apa belum? Benar-benar hanya memikirkan perutnya sendiri.Di tambah kostum yang dia kenakan malam ini benar-benar membuatku menepuk jidat. Aku heran kenapa dia selalu menggunakan pakaian yang tak sesuai dengan acara. Memang tak tahu atau sengaja biar beda dari yang lain? Entahlah.Mataku melirik ke arah pergelangan tangannya, aku perhatikan secara teliti memang ada yang beda di tubuhnya sed

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-22
  • Saudara celamitan dari Neraka!   47. Double sial.

    Pov. SriAku pulang ke rumah dengan perasaan kesal. Kesal dengan sikap Mbak Eka yang terus saja merundungku di setiap kesempatan saat kami bertemu. Kalau bukan karena dia mengetahui rahasiaku yang  pernah selingkuh dengan lelaki lain saat Mas Hadi merantau di luar kota dulu hingga menyebabkan aku hamil, mana mungkin aku seperti kerbau dicucuk hidung di depannya.Jika mbak Eka membongkar semua rahasiaku. Bisa mati aku di hajar Mas Hadi. Aku juga nggak ingin jadi janda. Nggak mau!Akan tetapi, sampai kapan aku akan hidup dalam tekanan seperti ini. Mbak Eka juga sepertinya suka sekali mengganggu kehidupanku. Bukan hanya di rumah Mbak Anna. Tapi di sosial media pun juga begitu. Sampai-sampai aku harus selalu menyembunyikan postinganku darinya. Ingin sekali aku blokir tapi aku takut justru dia meradang dan membongkar semuanya pada Mas Hadi."Awas ya, nanti kalau ada kesempatan mau tak, heh! Kesal! Kesal aku!" gerutuku sambil menghentak-hentak

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-23
  • Saudara celamitan dari Neraka!   48. Mulai kacau.

    Udara pagi yang cerah. Namun kantongku meringis. Gajian Mas Hadi masih lama. Sedangkan uang arisan member sudah banyak yang aku pakai untuk beli baju, tas serta perhiasanku kemarin yang pada akhirnya baju itu rusak begitu saja. Sayang sih, tapi mau bagaimana lagi. Salahku sendiri yang memilih ukuran yang begitu ketat di tubuhku hanya agar lekuk tubuhku terlihat. Tak terasa sudah satu tahun aja aku jadi bandar arisan. Baik arisan di komplek maupun arisan online.Hasil dari arisan sudah bisa membuatku memiliki banyak perhiasan. Bahkan ukurannya juga besar-besar. Tapi sayang, kini uangku habis karena kemaren aku baru aja beli sofa baru. Seperti sofa milik Bu Tejo, daripada bingung, aku berjalan santai ke arah kiri rumahku menyusuri jalan setapak ini. Hitung-hitung olah raga pagi. Sedangkan Habibah aku tinggal bersama Ayahnya. Kebetulan hari ini Mas Hari masuk kerjanya siang, jadi aku bisa santai. Sambil jalan aku menggerak-gerakkan tanga

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Saudara celamitan dari Neraka!   49. Menjarah isi kebun.

    "Ya Allah, Jenk Ratna. Sorry banget aku lupa, maaf," ujarku meringis dengan memasang wajah sendu. Aku tahu Jenk Ratna ini orangnya keras tapi paling gak tegaan. "Udah jangan pakai drama! Mana uang yang kamu janjikan. Sini! Aku lagi butuh uang itu untuk bayaran anak sekolah!" desaknya tak sabaran. Dasar mata duitan, giliran uang aja mepet terus. Rumah diujung sana tahan jalan kaki ngejar sampai ke sini. Huh!"Ada ... ada kok Jenk, sabar! Uangnya belum sempat aku ambil di bank. Masih pagi juga, bank kan belum buka. Sabar ya, nanti siang atau sore aku antar deh ke rumah Jenk Ratna. Jenk Ratna tunggu aja di rumah, duduk manis." Aku mengusap bahu Jenk Ratna sambil merayu agar dia luluh. Perkara uang nanti sore ya nanti saja aku pikirkan. Terpenting saat ini bisa selamat sebelum jadi tontonan orang banyak di komplek ini. Kan malu, dong, ahh! Sri Widiastuti yang cantik jelita dan kaya jadi tontonan orang karena di tagih hutang. "Alah! Aku nggak percaya lagi dengan janjimu! Katanya invest

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Saudara celamitan dari Neraka!   50. Minyak langka.

    Hampir satu jam Mas Hadi tak kunjung juga pulang. Sementara Biba sudah menjerit-jerit minta makan. Wajar saja karena jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang lewat empat puluh lima menit. Tak tahan mendengar tangisannya yang menggelegar akhirnya aku berinisiatif menggorengkan telur satu butir untuknya, dengan sisa mentega yang aku gunakan untuk membakar roti satu minggu yang lalu.Walau rasa telur dadar itu agak aneh. Asin-asin gurih gimana gitu. Tapi ya sudah lah, disiram kecap juga rasanya bercampur jadi satu. Toh ... buktinya putriku doyan saja. Entah enak, entah karena lapar. Masa bodoh lah."Enak sayang?" tanyaku berbasa-basi. "Nggak, asin!" jawab Biba jujur. Aku hanya meringis mendengar jawabannya. Mau bagaimana lagi, Mas Hadi beli minyak goreng saja lamanya bukan main. "Asin tapi habis," ledekku dengan bibir yang di buat maju. Aku juga salah, sudah tahu margarin asin masih juga aku tambah garam halus pula lagi ke dala

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • Saudara celamitan dari Neraka!   51. Dikejar hutang.

    "Nah ... mau kabur kemana lagi kamu!" tuduh Jenk Ratna padaku. Sudah seperti hantu saja wanita ini, tiba-tiba nongol di belakangku. "Ya Allah Jenk Ratna, bikin orang kaget saja!" jawabku cengengesan, sekedar berbasa-basi. Ditanggapi wanita bertubuh pendek serta kulit sawo matang ini dengan tatapan yang datar. Wajahnya yang kasar seperti raut laki-laki semakin tampak sangar saja."Nggak usah berbasa-basi, aku malas mendengarnya. Mana uangku yang kamu janjikan sore ini!" tangannya langsung tengadah padaku.Langsung menodong uang yang aku tak tahu dimana keberadaannya. Entah sudah aku beli sofa, atau aku beli perhiasan uang itu kemarin. Masa bodohlah."Baru juga jam tiga, belum pergi narik ke bank ini," dalihku. Ulur-ulur aja waktu selama yang aku bisa ketimbang jual harta. "Kenapa nggak ambil siang tadi, sekarang sudah sore malah uangnya nggak ada. Gimana sih kamu!" murkanya padaku. Bibirnya mulai merenggut-rengut seperti sungut

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-27
  • Saudara celamitan dari Neraka!   52. Masalah baru.

    Pagi yang cerah tapi suasana hatiku semrawut. Gimana nggak semrawut, uang tak ada, stok bahan di rumah juga sudah pada habis. Pagi ini aku tak meyiapkan sarapan apa pun untuk Mas Hadi. Tak ada apa pun yang bisa dimasak. Biasanya paling kecil aku bikin nasi goreng dengan telor orek-orek. Berhubung telur mahal dan minyak pun tak ada. Yah ... apa mau di kata, hanya nasi putih dan kecap saja yang bisa di makan sebagai pengganjal perut yang lapar. Aku mengajak putriku Biba pergi ke warung di gang ujung komplek yang berbatasan dengan komplek subsidi itu dengan menggunakan motor. Kalau jalan kaki mah aku ogah! Sedangkan Mas Hadi berangkat kerja dengan motor yang dipinjamkan kantor tempat dirinya bekerja. Aku berniat untuk hutang. Pemilik warung itu terkenal baik dan gak tegaan sehingga ada juga penghuni komplek subsidi yang hutang di sana. "Mbok Mah. Mau beli mie goreng 3 bungkus, telor 10 biji, sama minyak 1 liter!" pintaku pada wanita paruh baya it

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28

Bab terbaru

  • Saudara celamitan dari Neraka!   68. Wanita bercadar.

    Hari ini Mas Wahyu mengambil cuti, dia pergi ke rumah keluarga Hadi dari jam sembilan tadi. Aku yang kesepian memutuskan untuk main ke rumah Mbak Clara.Kami duduk di bawah batang jambu citra yang berdaun rimbun di halaman rumahnya. Di atas meja tersedia teh hangat dengan sekotak donat dari toko kue kesukaanku. "Ada apa, wajahmu tampak sedang cemas begitu?" tanya Mbak Clara seraya mencomot sebuah donat bertoping stoberry."Gak ada ada apa-apa, Mbak," jawabku bohong. Aku ingin bercerita banyak hal padanya, hanya saja takut akan sampai ke telinga orang tuaku nantinya. "Banyak bohong. Pasti kamu pusing dengan masalah saudara suamimu itu kan?" "Nggak kok, Mbak sok tahu aja. Lagian itu kan urusan mereka, kenapa juga aku harus mikirinnya," dalihku karena masih bingung mau cerita dari mana. Aku menghindari tatapan mata Mbak Clara yang menatapku menyelidik. "Jangan bohong. Kamu tidak berbakat bohong sama Mbak. Kamu lagi mikirin sepupu Wahyu itu kan," balas Mbak Clara seakan tahu isi hati

  • Saudara celamitan dari Neraka!   67. Teror hutang.

    "Astagfirullah, Bu. Ayo berdiri!" Kutarik dengan susah payah tubuhnya untuk kembali duduk di sofa bersamaku. "Tidak. Saya tidak akan berdiri sebelum Mbak Anna mau emnolong saya. Saya bahkan tidak akan pulang ke rumah bila perlu," ujarnya terdengar seperti mengancam.Aku tercengang dengan sikapnya yang begitu keras. Tapi masalahnya bukan aku yang menggunakan uang itu, lalu kenapa aku yang ditekan di sini?"Percuma Mama Rafka mau berkeras di sini. Lebih baik Mama Rafka pulang saja dulu ke rumah, nanti saya sama suami saya akan ke rumah orang tua Sri untuk mendiskusikan masalah uang-uang yang tidak dikembalikannya," saranku padanya. Jemari kurusku pun memijit pelipis karena kepalaku mulai berdenyut. Masalah yang sudah dibuat Sri seakan tiada habisnya dan aku yang tak tahu apa-apa jadi getahnya. "Mbak Ann. Jangan zholim sama saya Mbak.""Loh, saya zholim apa sama Bu Handoyo?" Aku yang terkejut tanpa sadar mulai meninggikan nada suaraku. Dengab perut yang membuncit aku berusaha bangkit

  • Saudara celamitan dari Neraka!   66. Kena getahnya.

    "Di mana Hadi, Bulek? Kenapa dia tidak ke rumah sakit menemui istrinya?" Aku tak menyangka suamiku itu akan langsung bertanya tentang sepupunya itu. Bulek Darsih tersenyum masam. Dia seperti enggan untuk menjawab pertanyaan kami, tapi karena Mas Wahyu terus mengulang pertanyaan yang sama akhirnya Bulek pun menjawab dengan ketus. "Untuk apa dia ke rumah sakit? Biarkan saja wanita itu mengurus dirinya sendiri di sana. Kamu tahu dengan jelas apa yang dilakukan wanita itu pada saudaramu Wahyu. Dan kamu hanya diam saja tanpa membantu." "Aku harus membantu apa? Hadi sebagai suami yang selama ini terlalu memanjakan istrinya. Sekarang saja karena sudah dapat wanita lain makanya berubah," jawab Mas Wahyu dingin. Sorot mata Bulek Darsih tak lagi bersahabat. Aku menyuruh Habibah untuk masuk ke dalam kamar, tak baik untuk anak kecil sepertinya mendengarkan keributan orang tua. Di tambah yang sedang di bahas saat ini adalah ibu kandungnya. "Kamu juga memanjakan istrimu tapi buktinya h

  • Saudara celamitan dari Neraka!   65. Jatuh tertimpa tangga.

    Pov. Anna"Mas, kasihan Sri, ya."Aku menoleh menatap suamiku yang tengah menyetir mobil, pandangan matanya menatapku sekilas kemudian kembali fokus menatap jalan. "Kasihan kenapa?" "Apa kamu gak merasa Mas. Tatapan mata Sri beda dari biasanya, dia nampak banyak berubah," ujarku bingung menjelaskan sudut pandangku padanya. "Berubah bagaimana? Mungkin karena lagi terkena musibah makanya dia tampak lebih tenang, tidak pecicilan seperti dulu," balas Mas Wahyu santai. Matanya masih fokus menatap jalan raya yang tengah ramai. Aku menghela napas panjang. Apa yang dikatakan Mas Wahyu ada benarnya juga. Masalah yang datang padanya bertubi-tubi, ibarat jatuh tertimpa tangga. "Hadi tidak datang. Apa benar dia ada di rumah menjaga anaknya?" "Entahlah, Mas," jawabku singkat. Aku malas melanjut pembahasan tentangnya. Pertanyaan Mas Hadi membuatku teringat atas apa yang dikatakan Ibu Sri padaku. Wanita tua modis itu tampak tak ikhlas merawat anaknya sendiri. Aku jadi mengerti alasan kenapa S

  • Saudara celamitan dari Neraka!   64. Mendung di pagi hari.

    Aku tersentak bangun dengan dada yang naik turun secara cepat. Jantungku seakan tengah melompat-lompat. Rasa nyeri di kepala kembali mendera. Langit-langit plafon berwarna putih serta bau obat serta antiseptik begitu menusuk hidung. Tanpa bertanya tentu aku sudah tahu dimana aku berada saat ini. Aku menoleh ke samping, kudapati wajah wanita yang masih kencang walau usianya telah menua itu menatapku sinis. "Kamu benar-benar bikin malu. Bisa-bisanya diamuk warga," ketusnya mengomeliku, bukannya bertanya lebih dulu tentang kondisiku."Ibu, sakit," ringisku mengadu. Aku juga ingin merasakan dikhawatirkan dan diperlakukan secara lembut seperti yang lain. "Syukurin, rasakan sendiri. Itu akibatnya punya otak tapi tak dipakai.""Bu, aku ini sakit. Bukannya ditanya bagaimana kabarku, Ibu justru memgomel dan menyumpahiku," rutukku. Hati ini terasa sedih. "Kalau kamu bisa menjawabku dan mengajakku berdebat itu artinya kamu sudah baik-baik saja. Bahkan tampak lebih sehat dari yang seharusnya

  • Saudara celamitan dari Neraka!   63. Inner child

    Pov. Sri"Kamu dari mana Mas? Kenapa wajahmu memar seperti ini?" tanyaku setelah melihat Mas Hadi masuk dengan pakaian yang berantakan. Aku tak tahu dia pergi kemana. Seharian tadi dia menghilang tak ada kabar bahkan mertuaku itu pun tak tahu anaknya kemana.Sore hari setelah mengantar Ibu dan adiknya pulang, Mas Hadi pulang dan duduk sebentar di ruang tamu bersama Bibah, lalu kembali pulang dengan keadaan yang kini aku lihat. "Itu bukan urusanmu!" jawabnya ketus. Tanganku yang hendak menyentuh wajahnya dia tepis kasar. Hubunganku dengan suamiku ini semakin renggang seakan ada jurang yang mengikis tiap sudut hingga menjadi semakin lebar. Mas Hadi berjalan menuju kamar Bibah dan mengabaikanku. Dia seakan tak perduli denganku, aku seperti tak kasat mata saja baginya. Hubungan pernikahan kami kini hanya sebatas selembar kertas. Aku tak menyangka pernikahan kami akan berakhir seperti ini. Aku terduduk di ruang tamu seraya memikirkan nasibku selanjutnya. Terkadang aku berpikir, kenapa

  • Saudara celamitan dari Neraka!   62. Demo warga +62

    Acara makan siang kami yang harusnya santai menjadi tak mengenakkan. Mas Wahyu tampak kesal dengan apa yang di lihatnya barusan. Sementara Hadi tampak canggung di seberang sana dengan posisi yang telah kembali seperti semula. "Mas, kita pulang saja yuk. Makanannya juga sudah habis," ajakku. Niat hati masih ingin berlama-lama sambil menikmati view kolam ikan dan teratai kini pupus sudah. Mas Wahyu mengangguk. Kami keluar dari pondok kemudian menapaki jembatan anyaman bambu selangkah demi selangkah. Setelah membayar makanan di kasir, aku dan Mas Wahyu pun masuk ke dalam mobil. Suamiku tampak tengah memandangi ponselnya sejenak, raut wajah itu pun berubah semakin masam. "Ada apa Mas?" tanyaku yang tengah menarik sabun pengaman untuk melingkar ke badanku. "Kamu lihat sendiri, Dek."Mas Wahyu menunjukkan layar ponselnya padaku. Terlihat sebuah pesan chat masuk dari lelaki yang membuat kami kaget di pondok tadi. Pesannya berisi tentang permintaan untuk mengabaikan apa yang baru saja ka

  • Saudara celamitan dari Neraka!   61. Ketangkap basah.

    Pov. AnnaPagi ini aku melihat Mertuanya Sri datang ke rumah mereka setelah Mas Wahyu memberi kabar tentang pertengkaran Sri dan Hadi. Sebenarnya aku kasihan melihat Sri dalam kondisi wajah bengkak seperti tadi malam. Tapi balik lagi semua ini karena ulahnya sendiri. "Sebenarnya semalam gara-gara apa mereka ribut, Mas?" tanyaku pada suamiku untuk memulai obrolan kami di pagi hari ini. Hari ini Mas Wahyu ambil cuti kerja. Dia menemaniku duduk santai di ruang tamu sambil sesekali mataku mengintip ke arah rumah Sri dari balik hordeng jendela. "Katanya Hadi ketahuan selingkuh, kepergok Sri mereka keluar dari hotel.""Astaghfirullah," ucapku istighfar seraya menutup mulut karena tak percaya. Hadi memang sifatnya tak dapat dipercaya dan curang tapi tak kepikiran juga kalau dia sanggup untuk selingkuh. Secara selama ini dia terlihat begitu menuruti segala keinginan Sri."Terus Mas?" tanyaku meminta Mas Wahyu melanjutkan lagi ceritanya. Aku begitu penasaran dan kalau bisa jangan sampai me

  • Saudara celamitan dari Neraka!   60. Bikin naik darah.

    Pertengkaran diantara kami semakin memanas hingga tak ditemukan kata tenang. Mas Hadi dan Tika terus menyalahkanku, sementara aku tentu saja tak terima di salahkan. Bukannya memang tugas seorang suami untuk membahagiakan istrinya. Jika pada akhirnya si istri berhutang di luaran sana itu berarti si suami yang tak bisa memenuhi kebutuhan istrinya. "Sudah! Sudah! Mama tambah pusing mendengar kalian semua. Tak ada satupun yang mau mengalah. Jika terus saja saling jawab menjawab, kapan masalah ini berakhir," sentak Mertua yang tak lagi tahan dengan kebisingan ini. Kini dia menatap mataku intenst. Ada pancaran tak suka dari tatapan matanya. Ya ... sebaik apa pun mertua tetap saja saat terjadi pertengkaran dia pasti akan membela anaknya. Entah itu secara halus atau terang-terangan. "Kamu juga, Sri. Tugas suami memang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anak dan istri, tapi kamu sebagai istri juga harus tahu diri. Jangan mengikuti ukuran sepatu orang lain dan inilah hasilnya," lanjutn

DMCA.com Protection Status