Bab 1
Aku hanya bisa terdiam saat ini, bingung melihat tingkah laku Patra kepadaku. Aku sadar dia sedang mengejar ku saat ini. Dan aku berusaha untuk menghindar dari nya. Patra bukan laki-laki idamanku.
"Yanti."
Patra memanggilku dari bangku sebelah.
"Bagaimana dengan surat cinta yang aku kirimkan kemarin? jawab ya Yanti, aku mohon."
Aku belum pernah jatuh cinta, ini surat cinta pertama yang aku dapatkan, aku harus bagaimana ya? Aku hanya tersenyum saja, dan pergi meninggalkan Patra.
Sedangkan di situasi yang lain Cipta pun mendesak aku untuk menjawab surat cinta dari Patra, aduh masa pacaran? bagaimana kalau mama dan papa tahu. Pasti nanti aku akan habis-habisan di ledeki oleh mereka, aku rasa ini bukan saat yang tepat untuk aku pacaran. Halo, aku masih anak kelas satu SMP, masa harus punya pacar gitu.
Nanti saja mungkin aku menjawab surat cinta dari Patra, lebih baik aku menghindarinya dahulu, Cipta juga sama aja, ntah di bayar berapa sama Patra untuk jadi Mak combang gitu.
Patra, dia cowok yang lumayan keren sih, hobinya basket dan main sepatu roda. Siapa sih wanita yang tak akan tergila-gila jika melihatnya. Dan hari ini dia menembakku, yakin?
Yakin apa aku akan menolaknya. Ya ampun, berdebar jantungku gara-gara surat cinta ini. Apa ini, apa ini yang di sebut cinta pertama ya? Aku jadi merasa tidak nyaman di sekolah hari ini. Dan aku ingin hari ini jam berjalan lebih cepat dari biasanya.
***
Cipta meminta nomor telepon rumahku, tanpa curiga sih aku berikan saja nomor telepon itu 021- 756139898. Aku bergegas merapihkan alat belajarku yang masih berserakan di atas meja.
Bel sekolah pun berbunyi tandanya kami akan pulang sekolah. Aku mengemasi segala peralatan sekolahku, pasti pak Bayu, sopir papa telah menungguku di depan pagar sekolah. Aku harus segera pergi dari kelas.
Ya benar saja mobil ayah sudah berada di depan dan pak Bayu yang menyusulku. Aku pun bergegas lari ke depan pagar sekolah, tapi Patra menarik tanganku. Dia memintaku untuk memberi waktu sejenak. Dia ingin agar aku dapat mengobrol sebentar dengannya. Apalagi jika tidak menanyakan tentang jawaban itu.
"Yan apa jawabannya, iya atau tidak?"
"Besok saja Aku menjawabnya Patra, maaf sopirku sudah menunggu di depan sekolah."
“Ya sudah, janji besok di jawabnya Yanti?”
“Iya Patra, aku akan menjawabnya nanti.”
“Sini tangannya, boleh kan aku genggam sampai gerbang sekolah dan aku antar putri yang cantik ini menuju mobilnya?”
“Hem, jangan dulu ya Patra, kita jalan saja ke depan.”
“Ok, apa sih yang tidak untuk Yanti.”
*****
Saat sedang bersantai di dalam kamar, telepon pun berdering. Tak lama kemudian Inah asisten rumah tanggaku memanggil.
"Non Yanti, ini ada telepon."
"Telepon dari siapa Mbak Inah?"
"Telepon dari Mas Patra ini Non."
Aku pun bergegas mengambil gagang telepon di kamarku. "Ya Mbak tutup saja Mbak teleponnya, saya sudah angkat ini di kamar."
"Halo Patra"
"Iya halo ini Patra, kok kamu tahu Yan? Kamu kangen ya sama Aku?”
"Iya Patra ada apa? Kamu telepon aku, kok Kamu tahu sih nomor telepon rumahku? Kamu dapat dari Cipta ya?"
"Yan, aku dapat nomor teleponmu bukan dari Cipta kok, aku dapat dari formulir kegiatan berenang kamu kemarin.”
"Hem begitu, sampai begitu kamu mencuri data-dataku di sekolah Patra?"
"Sudah jangan marah ya, aku cuma ingin bertanya yang tadi, tentang suratku yang kemarin, apa jawabannya?, pasti Kamu tolak aku ya Yan, pasti Kamu tidak tertarik ya sama aku?"
"Duh siapa bilang? Sebenarnya Patra, aku itu sudah sejak lama sering mandangin Kamu, rasanya kalau kita lagi sama-sama memandang kok ada sesuatu yang aneh ya, apakah ini ya yang di namakan cinta Patra?
"Berarti Kamu terima aku jadi pacar kamu Yanti, iya kan Yanti?"
"Iya Patra aku terima Kamu jadi pacar Aku, sudah dulu ya teleponnya Patra, aku ingin mengerjakan tugas sekolah dahulu nih."
"Iya deh Yanti, padahal aku masih kangen dan ingin mendengar suaramu di telepon, sampai besok di sekolah ya Yanti, terima kasih Yan."
"Ok Patra sampai besok di sekolah ya."
"Sama-sama Yan terima kasih sudah jawab telepon aku ya."
Aku pun terbaring di kamarku, kok rasanya jadi gugup begini ya, duh jadi aneh. Mau keluar kamar kok jadi takut dan gugup begini sih, ternyata begini ya rasanya jatuh cinta. Dan aku merasa haus tiba-tiba.
Kemudian aku pun bergegas ke ruang keluarga, pasti mama dan papa sudah lama menunggu aku untuk makan malam bersama di meja makan. Bisa marah dan mengomel mama nanti, jika harus menunggu aku lagi.
Aku banyak menunduk saat makan malam kali ini, rasanya ingin segera menghabiskan sepiring makan malam ku ini dan segera kembali untuk merebahkan tubuhku di atas kasur sambil berkhayal tentang Patra. Dengan tanpa banyak basa-basi kepada mama dan papa aku bergegas menghabiskan makananku di piring.
Sehabis makan malam, aku pamit masuk ke kamar, karena harus mengerjakan tugas sekolah, berkhayal tentang wajah Patra dan tidur. Belum-belum aku kok jadi gugup begini ya. Bagaimana kalau besok bertemu dengan Patra di sekolah. Bisa panas dingin, seakan serba salah jadinya hatiku. Berdebar dan berdetak tak karuan. Dan yang aku pikirkan sekarang hanya Patra, sosok pria idaman teman-teman di sekolah dan tentu idamanku juga yang kini telah resmi menjadi pacar pertamaku.
*****
Keesokan harinya aku berangkat ke sekolah, aku lihat Patra sudah menungguku di depan kelas, duh malu, gugup sekali rasanya, sepatuku mendadak terasa berat. Dia malah berjalan mendekat ke arahku sekarang. Ya ampun apa harus mendekat padaku pagi ini Patra?
"Hai Yanti, senang sekali bisa lihat kamu pagi ini, berarti kita jadian ya mulai hari ini?"
Aku pun hanya dapat menganggukkan kepalaku, dia terus memandangiku terus.
“Yan, kok kamu diam saja, gugup ya? Ini Yan aku bawakan roti dan coklat untuk kamu, jangan lupa di makan ya nanti.”
“Terima kasih Patra, sudah repot-repot membawakan makanan untukku.”
“Nah begitu dong, kalau bersuara kan lebih manis kamu Yanti.”
Patra Anak yang baik, dia selalu memperhatikan tugas-tugas sekolahku. Patra juga anak yang pintar sekali, nilainya selalu bagus, seperti pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris sedangkan aku selalu saja memiliki nilai yang jelek. Dari dulu aku tidak suka dengan pelajaran itu, aku lebih suka pendidikan alam atau sosial bahkan sejarah bangsa. Bagiku menghafal semua itu lebih mudah dari pada harus menghitung dengan segala rumus-rumus yang memusingkan kepala ku saja.
Enam bulan ini aku berpacaran dengan Patra, rasanya senang sekali. Dia sering meneleponku setiap pulang sekolah, apa lagi kalau papa dan mama pergi ke kantor. Ya orang tuaku sedang fokus mengurusi bisnis. Terkadang pulang, bahkan sekali-sekali papa sering keluar kota demi bisnisnya itu. Sibuk dan selalu meninggalkan aku hanya dengan Mbok Inah di rumah. Dan itu membuat aku merasa sedikit kesepian sebagai seorang anak tunggal.
Ternyata enggak ada salahnya aku menerima Patra sebagai pacarku, kan malu jika tiap hari di ledeki Dewi dan Ririn jika aku masih jomblo dan tak pernah jatuh cinta. Sekarang mereka berdua bahkan teman satu sekolah pada heran jika Patra telah menjadi pacarku. Tidak tanggung-tanggung aku mendapat pacar seorang cowok idola teman- teman satu sekolah. Dan mereka hanya bisa gigit jari karna iri jika melihat aku jalan dengan Patra.
Dan tak kalah senang sekali rasanya, jika melihat Patra bermain basket atau bermain sepatu roda. Tidak salah dia sangat keren, dan Patra ternyata anak yang baik sekali, tak salah aku memilihnya sebagai pacar pertamaku. Kini aku sudah tak malu-malu lagi menyandang status sebagai kekasih Patra.
“Yan, ayo kita pulang?”
“Tapi kan masih hujan Patra, dan aku sengaja tidak meminta pak sopir menyusulku.”
“Iya, ayo Yanti, kita naik motor dan bermain hujan saja? Seru kan?”
“Kalau nanti aku sakit?”
“Kan ada aku Yanti, aku janji deh, sampai kamu besar nanti akan selalu menjaga kamu.”
“Janji?”
“Iya aku janji, kalau besar nanti Yanti akan pakai baju putrinya dan Patra akan jadi pangerannya mau? Dan kita akan selalu sama-sama.”
Singkat cerita, aku menuruti permintaan konyolnya untuk pulang dan naik motor bersama Patra sambil hujan-hujanan.
***
Benar saja, aku demam malama ini apa lagi kalau bukan karena bermain hujan dengan Patra siang tadi. Dan mama memarahiku habis-habisan begitu pun pak Bayu yang harus janji mengantar dan menjemput aku dari sekolah tanpa ada alasan lagi.
Dua tahun kemudian,
Dua tahun berlalu begitu cepat, aku dan Patra sudah menjadi sahabat dan pacar, dan hari ini Patra harus pindah ke Jepang ikut mama dan papanya yang pindah tugas menjadi diplomat di sana. Kebetulan papa Patra seorang diplomat kini di Jepang, dan tidak ada alasan untuk mereka tidak pergi dan pindah tugas. begitupun Patra dan saudarinya yang harus ikut pindah kesana.
“Yan, aku harus pergi.”
“Kenapa tidak di sini saja, nanti aku belajar dan bermain dengan siapa Patra?”
“Jangan menangis dan sedih begitu Yanti, nanti kalau kita besar Patra akan pulang untuk bertemu Yanti lagi, aku janji.”
“Iya.”
“Aku akan sering telepon dan mengirimi Yanti surat dari Jepang.”
“Janji ya, jangan buat Yanti sedih dan menunggu.”
“Iya, Patra janji.”
Siang ini, sangat sedih aku melihat Patra, om dan tante pergi meninggalkan halaman rumahnya. Entah benar apakah Patra akan kembali nanti. Mobil keluar meninggalkan halaman rumah Patra, dan senyuman Patra pun semakin menjauh dan pergi.
Kini, hanya ada beruang coklat tua ini yang aku genggam dan miliki. Ya Teddy Bear boneka yang Patra berikan untukku. Patra terus menatap aku dari kaca mobil yang terus menjauh, sedih rasanya berpisah dengan Patra. Dan kini benar-benar dia pergi meninggalkan aku.
Perjalanan Cinta Cinta bagiku adalah sebuah anugerah, wajahku yang cantik, dan hatiku yang lembut membuat laki-laki mudah jatuh cinta kepadaku. Berganti-ganti pacar itu hal yang asyik bagiku, dan tak ada istilah menjadi seorang jomblo Wati. Aku mulai berpacaran sejak kelas 1 Sekolah Menengah Pertama, walau dulu masih sebuah cinta monyet. Cinta bagiku sebuah hiburan kala sepi dan tempat untuk berbagi dan bercerita. Seiring perjalanan waktu, cinta sering membuat aku bersedih dan kecewa. Prinsip dalam hidup bagiku hanya satu, jika seseorang telah menyakitiku, maka tiada obat yang paling mujarab selain hati yang baru. Semakin dewasa, aku semakin pandai bermain cinta, mempermainkan cinta dan mempertahankan cinta adalah hal biasa untukku. Bertualang dalam sebuah cinta itu membuatku semakin dewasa, lebih mengenal satu persatu watak dan tabiat kaum adam. Tapi selama aku pacaran ada satu hal yang harus selalu di jaga yaitu kehormatan
Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah Atas, di sekolah yang baru, begitu pun dengan petualangan cintaku. Patra, masih sering meneleponku dan terkadang mengirimi aku surat dari Jepang. Entah berapa tahun lagi dia kembali, aku dengar dari papa, jika om Prasetya diplomat yang terbaik tahun ini, sulit jika belum pensiun dan kembali, kemungkinan besar om Prasetya akan terus pindah-pindah negara untuk bertugas. Dan semakin kecil peluang untuk Patra pulang kembali ke Indonesia dalam waktu dekat. Dewi dan Ririn, ya mereka sahabat yang selalu berbagi cerita denganku, dan terkadang meracuniku untuk tidak setia dan menunggu Patra kembali. Mereka bilang padaku, untuk iseng mencari cowok baru agar bisa di ajak sekedar nongkrong ke mal dan ke pesta ulang tahun teman-teman semata. Dalam satu sisi ada benarnya juga sih apa yang mereka bilang padaku, masa aku terus menjomblo dan menjadi obat nyamuk teman-temanku dalam setiap waktu dan kesempatan. Kan enggak asyik pastinya. Kegaga
Kak Febri sudah dua tahun tidak di Jakarta lagi, ya biar lah, biarkan dia kuliah di Jogjakarta. Aku pun di sini akan serius menjalani kuliahku. Semoga saja aku bisa menjalin cintaku jarak jauh dengan Febri. Karena dari beberapa pacar di SMA hanya Febri yang serius padaku, begitu juga dengan aku. Tapi jujur aku takut kehilangan Febri seperti kehilangan Patra dulu. Pacaran jarak jauh itu terasa susah dan tidak mudah pastinya. Dua tahun kak Febri selalu memperhatikan aku, walau dari jauh. Menelepon aku, bercanda setiap sebelum tidur, kadang bercerita kepada mama dan papa. ***** Tapi siang tadi Kiki memberi info ke aku, kalau ada yang memendam hati kepadaku di kampus, dia anak teater, dan menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa. Ya abaikan saja, hatiku pun sudah terikat dan terlanjur sayang dengan Febri tidak terpikir olehku untuk mencari pacar baru pengganti kak Febri. Mungkin itu susumbarku untuk saat ini. "Yan, nanti Kamu mau ikut acara malam penerim
Bingung juga aku harus bagaimana, apakah aku harus setia dengan Febri atau aku harus menjalin cinta dengan kak Adam. Mungkin juga harus berselingkuh di belakangnya Febri, hal itu tidak akan di ketahui. Kan lumayan sambil berenang sekalian minum air, seperti yang Kiki dan teman-teman selalu katakan. Jadi terima atau tidak ya ucapan perasaan hati Adam sore kemarin padaku, duh jadi pusing. Mulai deh hati dan perasaanku tergoda dan terbelah-belah perasaannya menjadi dua bagian yang kini sama besarnya. Tidur saja deh sambil berbalas pesan di hp dengan kak Febri dulu. Jujur aku masih sayang dan kangen kepadanya. Tapi kenapa harus jauh? ***** "Yan bangun..." Ehmmm, ternyata mama membangunkan dan memanggilku. "Sudah pagi ini, bangun, bukankah Kamu ada kuliah pagi." "Iya Mam, duh siang amat sih bangunkan Yanti, Aku jadi kesiangan Ma." "Lagian kebiasaan, alarmnya sudah berdering-dering, orangnya masih saja tidur kayak kebo." "Iya M
Sekian banyak hubungan yang aku jalin sejak Sekolah Menengah Pertama, kenapa baru kali ini aku merasa patah hati, Febri memang dari dulu sangat tulus mencintaiku, Febri sangat berbeda dari laki-laki yang lainnya. Dia laki-laki yang paling baik yang aku kenal.Tapi apa yang telah aku lakukan dengan Adam?Aku sangat menyesal putus dan kehilangan Febri karena memilih Adam. Apa lagi sekarang Adam telah mencampakkan aku. Ya pria bajingan itu ketahuan selingkuh olehku, pasti banyak wanita yang telah menjadi korban cintanya, tidak hanya aku yang dia jahati. Kini aku harus bagaimana? apakah harus aku hubungi Febri lagi, meminta maaf dan memohon kembali? Apakah Febri mampu mencintai aku setu
Sudah setengah tahun, aku si petualang cinta ini hidup sendiri alias ngejomblo Wati. Papa dan Mama sering meledekiku. Tapi seperti yang aku bilang aku ingin fokus melanjutkan kuliah S2 aku terlebih dahulu, jika bisa menyambi kerja kenapa tidak? Tentu akan aku lakukan. Tapi jangan di perusahaan papaku, aku ingin bekerja di tempat lain, guna mengasah kemampuanku nanti. Kalau masuk ke perusahaan milik papa itu namanya bukan sebuah prestasi atau kerja keras yang bisa di banggakan tentunya. "Yanti tidak ada yang apel lagi toh malam minggu?" “Nanti Mam, suatu saat pasti akan ada lagi, sekarang aku lagi malas pacaran.” “Ya, jangan lama-lama menyendiri Yan, nanti kamu merasa nyaman lagi, ingat Kamu kan perempuan Yan, nggak boleh lama-lama ngejoblonya nanti kamu jadi perawan tua.” “Iya Ma, jangan tergesa-gesa juga lah. Mama jadi seperti nenek saja, cerewet, bawel dan kolot.” "Kamu ini!!" Aku mulai lelah pacaran seperti dulu
Yanti, Yanti mungkin kah aku jatuh cinta lagi, beberapa hari ini, Surya sering menghubungiku, seraya menelepon saja atau curhat melalui pesan-pesan singkatnya. Lumayan menghibur dan asyik Surya jika aku ajak mengobrol. Sore ini, aku akan bertemu teman-teman kampus dahulu, sembari mengorek-ngorek kepribadian Mas Surya dari mereka, mungkin saja teman-temanku masih mengingat siapa Surya saat kami di kampus dulu. "Aku jatuh cinta lagi Guy." Teman-temanku pun memandang sinis seraya menggodaku. "Seminggu lalu aku bertemu Kakak kelas kita di kampus dulu, Mas Surya, sekarang Dia tampak rapi dan keren loh...berubah sekali, jauh saat kuliah dulu." "Aduh Yan, hati-hati deh sekarang kalau memilih pacar, ingat untuk calon suami bukan untuk teman curhat saja." Kiki pun mengomeliku. Ya dia sangat hafal dengan perangaiku yang sering ceroboh jika sudah jatuh cinta kepada laki-laki. Wajar kalau dia sedikit berlebihan cerewet kepadaku kali ini. "Iya Ki,
Tidak sengaja, aku mendengarkan perkataan papa dan mama di telepon. Tampaknya obrolan itu sangat serius, aku pun melanjutkan langkahku menuju dapur, panas sekali hari ini, dan aku ingin mengambil jus yang segar dari dalam kulkas. "Oh iya Mas, baik Mas boleh kalau malam minggu ini Mas dan keluarga mau main ke rumah, nanti Saya sampaikan kabar baik ini dengan Istri dan Yanti Mas." Papa sedang telepon siapa sih, celoteh aku ke pada mama sambil bermanja-manja dan menonton televisi. "Mam...Yanti...., malam minggu Kalian beres-beres rumah ya, Mas Bustomi sama Nak Rafi mau main dan silaturahmi kesini." "Memang ada apa Mas? kok tumben mereka mau mampir ke rumah?" "Ya mungkin karena Yanti sudah bekerja di sana Mam, lagi pula kan Kami sudah hampir satu tahun belum bertemu." "Iya Mam, tidak apa-apalah sekali-sekali." "Ya Kalian masak ya, makanan yang istimewa, jarang-jarang mereka berkunjung ke sini." "Iya pap siap.
Lima hari lagi aku akan melahirkan Juniorku, dokter bilang sih calon anak aku dan Mas Rafi laki-laki, duh bahagianya, sekian lama menanti dan berusaha sekuat tenaga mengandung Junior yang di bilang sangat manja saat dalam kandunganku. Mas Rafi telah membelikan segala perlengkapan dan kebutuhan untuk bayiku, mulai dari popok bayi, kasur bayi, sepatu bayi semuanya bernuansa biru dan sampai mas Rafi sendiri yang selama ini membuat dan menyiapkan kamar bagi Junior, sang buah hati kami. Setiap sebelum tidur Mas Rafi selalu menciumi bayi kami di perut, tendangannya sudah kuat sekali. Duh mama sudah keram sayang perutnya. Begitu pun mama dan papaku, sudah ingin menimang-nimang cucu kesayangan mereka. Mereka sudah pada menungguiku di sini, begitu pun mertuaku mungkin lusa mereka sampai dari Jakarta, papa mertuaku masih sangat padat kerjanya. Aku sudah tidak nyaman sekali, perut sudah mulai sakit, kaki sudah makin terasa bengkak, dan susah tidur di kala malam. Hamil pertama membuat a
Pagi ini Mas Rafi bergegas pergi ke kantor, setelah selesai memakaikan dasi aku pun bergegas menyiapkan sarapan, aku memasak nasi goreng sosis dan jus tomat kegemaran mas Rafi. Suamiku tampak sibuk memilih dan menyiapkan berkas-berkas kantornya. Dan aku pun sama, menyiapkan segala keperluanku untuk pergi ke kantor dengan mas Rafi. "Sayang." "Iya Mas Rafi, tolong simpankan berkas dan tas kerjanya Mas ke mobil ya."
Mas Rafi ternyata suami yang romantis, diam-diam dia telah membuat acara bulan madu untuk kami. Ya, sesuai janjinya tadi sore ini dia pamit kepada mama dan papaku untuk membawa aku pindah. Mama dan papa sedikit haru melepas kami. “Yanti, Nak Rafi hati-hati ya, Mama selalu mengharap kalian untuk selalu mampir dan menginap di sini.” “Iya Ma, Aku dan Yanti akan sering-sering main kesini.” “Ya, Yanti yang nunut ya dengan Mas Rafi.” “Iya Pap.” “Semoga kalian cepat memperoleh keturunan, dan Nak Rafi bisnisnya sukses. Nanti kelak Nak Rafi dan Yanti juga pegang perusahaan Papa ya.” “Iya Pap.” “Ya sudah, Papa, Mama, Rafi dan Yanti pamit dulu ya.” “Iya Sayang.” Ternyata, setelah mobil kami meninggalkan pekarangan rumah mama, Mas Rafi menjelaskan jika dia mengajakku liburan satu minggu di Puncak, Bogor. Ya tidak usah terlalu jauh dari Jakarta tapi sudah membuat aku sangat senang. Ternyata benar, dia mengajak
Bab 11 Pagi ini aku bangun lebih awal, aku pun melanjutkan prosesi mandi kembang sebagai calon pengantin. Tante Nana sangat cekatan dan sangat profesional dalam mempersiapkan segala kebutuhanku sebagai pengantin. Dia memakaikan aku baju dodot, dan memulai riasan paes agengku. Aku terpukau saat menatap wajahku di cermin, aku bagaikan ratu sehari ini. Tante Nana membuat paes prada, citak dan alis menjangan dalam riasanku, sungguh hasil riasan yang sangat mengagumkan sekali, aku sangat terlihat berbeda. Kemudian Tante Nana pun memasangkan aksesoris lainnya, cunduk mentul, gunungan dan centrung sebagai hiasan di rambutku, serta sumping, kalung sungsun, kelat bahu yang berbentuk naga serta gelang paes ageng. Sempurna sudah riasanku hari ini sebagai pengantin. Tampak hadir sahabat-sahabatku, ada Kiki, Maria, Catur, Erfina, Lina, Ria, Caca dan Tika. mereka sudah tampak cantik dengan riasan kebayanya. Hatiku mulai gelisah, takut dan haru, ternyata seperti ini rasanya
Persiapan pernikahan kami semakin gencarnya. Mama, Papa, tante Rini dan om Baskoro tampak sibuk ke sana dan kemari. Tak terasa hanya seminggu lagi aku akan menikah dengan Mas Rafi, keluarga kami masih sangat memegang adat istiadat aku akan di pingit satu minggu hanya di dalam rumah saja, tidak boleh bepergian, tidak boleh bertemu mas Rafi dan harus berpuasa. Jenuh rasanya, biasa setiap hari ketemu dengan mas Rafi di kantor, mengerjakan ini dan itu tapi kali ini benar-benar tidak boleh. Tapi, mau tak mau aku mengikuti semua kata-kata eyang. Gak ada yang berani bilang tidak, kalau sudah eyang yang inginkan. Eyang kan cukup cerewet, mama dan papa saja selalu menurut. Dan tidak pernah mereka bisa melawan apa kehendak Eyang. Seperti persiapan pernikahanku kali ini, Eyang bisa di bilang ikut mempersiapkan dan mengecek segala keperluan yang tentunya harus sesuai dengan adat istiadat kami. "Yan, ini tante Nana sudah datang." "Iya Ma." "Duh cantik sekali calon pengant
Pagi ini hari seakan indah sekali, sebelum mandi dan mempersiapkan diriku aku pun memilih gaun yang akan aku pergunakan. Satu gaun warna merah, yang sederhana ini tampak cantik jika aku kenakan untuk pergi bersama Mas Rafi. Aku memotong kuku, kemudian aku luluran dahulu sebelum mandi. Ya ampun kenapa jadi berlebihan seperti ini sih, apakah benar aku sudah jatuh cinta kembali ke pada mas Rafi. SMS pun aku terima dari Mas Rafi, dan aku bergegas membacanya. “Yan, sudah siap belum, sekitar dua puluh menit lagi Aku akan sampai ke rumahmu?" Ya Allah pagi sekali, aku harus bergegas menyiapkan diri terlebih dahulu. Baru saja selesai mandi, mama pun memanggilku. "Yan, ayo segera Nak ini Mas Rafinya sudah datang." "Baik Ma, sebentar ya Ma." Ya sudah biarkan saja dia menungguku sejenak selagi aku bersiap. Gaun warna merahku yang aku pakai ini, aku padukan dengan High Hieels warna hitam, dan tas mungil warna hitam, cukup simplle dan elegant. Walau
Tidak sengaja, aku mendengarkan perkataan papa dan mama di telepon. Tampaknya obrolan itu sangat serius, aku pun melanjutkan langkahku menuju dapur, panas sekali hari ini, dan aku ingin mengambil jus yang segar dari dalam kulkas. "Oh iya Mas, baik Mas boleh kalau malam minggu ini Mas dan keluarga mau main ke rumah, nanti Saya sampaikan kabar baik ini dengan Istri dan Yanti Mas." Papa sedang telepon siapa sih, celoteh aku ke pada mama sambil bermanja-manja dan menonton televisi. "Mam...Yanti...., malam minggu Kalian beres-beres rumah ya, Mas Bustomi sama Nak Rafi mau main dan silaturahmi kesini." "Memang ada apa Mas? kok tumben mereka mau mampir ke rumah?" "Ya mungkin karena Yanti sudah bekerja di sana Mam, lagi pula kan Kami sudah hampir satu tahun belum bertemu." "Iya Mam, tidak apa-apalah sekali-sekali." "Ya Kalian masak ya, makanan yang istimewa, jarang-jarang mereka berkunjung ke sini." "Iya pap siap.
Yanti, Yanti mungkin kah aku jatuh cinta lagi, beberapa hari ini, Surya sering menghubungiku, seraya menelepon saja atau curhat melalui pesan-pesan singkatnya. Lumayan menghibur dan asyik Surya jika aku ajak mengobrol. Sore ini, aku akan bertemu teman-teman kampus dahulu, sembari mengorek-ngorek kepribadian Mas Surya dari mereka, mungkin saja teman-temanku masih mengingat siapa Surya saat kami di kampus dulu. "Aku jatuh cinta lagi Guy." Teman-temanku pun memandang sinis seraya menggodaku. "Seminggu lalu aku bertemu Kakak kelas kita di kampus dulu, Mas Surya, sekarang Dia tampak rapi dan keren loh...berubah sekali, jauh saat kuliah dulu." "Aduh Yan, hati-hati deh sekarang kalau memilih pacar, ingat untuk calon suami bukan untuk teman curhat saja." Kiki pun mengomeliku. Ya dia sangat hafal dengan perangaiku yang sering ceroboh jika sudah jatuh cinta kepada laki-laki. Wajar kalau dia sedikit berlebihan cerewet kepadaku kali ini. "Iya Ki,
Sudah setengah tahun, aku si petualang cinta ini hidup sendiri alias ngejomblo Wati. Papa dan Mama sering meledekiku. Tapi seperti yang aku bilang aku ingin fokus melanjutkan kuliah S2 aku terlebih dahulu, jika bisa menyambi kerja kenapa tidak? Tentu akan aku lakukan. Tapi jangan di perusahaan papaku, aku ingin bekerja di tempat lain, guna mengasah kemampuanku nanti. Kalau masuk ke perusahaan milik papa itu namanya bukan sebuah prestasi atau kerja keras yang bisa di banggakan tentunya. "Yanti tidak ada yang apel lagi toh malam minggu?" “Nanti Mam, suatu saat pasti akan ada lagi, sekarang aku lagi malas pacaran.” “Ya, jangan lama-lama menyendiri Yan, nanti kamu merasa nyaman lagi, ingat Kamu kan perempuan Yan, nggak boleh lama-lama ngejoblonya nanti kamu jadi perawan tua.” “Iya Ma, jangan tergesa-gesa juga lah. Mama jadi seperti nenek saja, cerewet, bawel dan kolot.” "Kamu ini!!" Aku mulai lelah pacaran seperti dulu