Bingung juga aku harus bagaimana, apakah aku harus setia dengan Febri atau aku harus menjalin cinta dengan kak Adam. Mungkin juga harus berselingkuh di belakangnya Febri, hal itu tidak akan di ketahui. Kan lumayan sambil berenang sekalian minum air, seperti yang Kiki dan teman-teman selalu katakan. Jadi terima atau tidak ya ucapan perasaan hati Adam sore kemarin padaku, duh jadi pusing. Mulai deh hati dan perasaanku tergoda dan terbelah-belah perasaannya menjadi dua bagian yang kini sama besarnya. Tidur saja deh sambil berbalas pesan di hp dengan kak Febri dulu. Jujur aku masih sayang dan kangen kepadanya. Tapi kenapa harus jauh?
*****
"Yan bangun..."
Ehmmm, ternyata mama membangunkan dan memanggilku.
"Sudah pagi ini, bangun, bukankah Kamu ada kuliah pagi."
"Iya Mam, duh siang amat sih bangunkan Yanti, Aku jadi kesiangan Ma."
"Lagian kebiasaan, alarmnya sudah berdering-dering, orangnya masih saja tidur kayak kebo."
"Iya Ma, aku siap-siap dulu deh mau mandi dan rapi-rapi dulu Ma, roti isinya di bawakan saja ya Ma, Aku takut ketinggalan bus nih Mam."
"Ya cepat bersiap Kamu, selalu saja manja Anakmu ini Pap."
"Ya begitu loh Ma kalau cuma anak semata wayang, Kamu dari kecil juga manjakan terus, ya sudah Papa mau ke kantor dulu, Mama yang banyak sarapannya, biar tambah gendut."
“Kamu ini Pap, ya sudah bekalnya Mama bawakan ke mobil, jangan di kasihkan kepada karyawanmu Pap.”
“Mama, mama...”
*****
Sesampainya di kampus.
"Brugggk." Suara tas yang Aku letak kan ke kursi.
"Duh begini nih si Yanti Li, selalu saja buat kaget."
"Ya enggak apa-apa Teh Heni dia mah memang begitu."
"Ya gitu loh si Anak kecil."
"Anak kecil, tadi ada Kakak kelas yang cari lu, siapa ya namanya, kalau tidak salah anak Sastra Jepang deh, pagi-pagi sudah ada yang mengapeli saja nih Si Anak Mama."
"Masa sih Li, benar apa yang di bilang sama Teh Heni?"
"Ya benar banget."
Kring....kring...., ponsel aku pun berbunyi, duh nomor siapa sih ini. Angkat jangan ya, keluar kelas dulu deh.
"Duh yang punya pujaan baru, sampai keluar dulu nih terima teleponnya."
"Is, pada iseng saja ya, sudah seperti ibu-ibu kompleks doyan gosip."
"Ya Halo."
"Halo Cantik, selamat pagi, semangat dong, hari ini kan kencan pertama kita, nanti siang makan di kantin yuk?"
"Maaf ini siapa?"
"Duh ini aku Adam, di Save ya sayang nomornya, boleh di Save pakai nama cinta atau sayang gitu di ponselmu."
"Maaf Kak, nanti siang aku mau ke Perpustakaan dulu."
“Jangan alasan deh, nanti aku jemput depan kelas kamu ya."
Tut....tut... tut... si Adam pun menutup teleponnya.
Saat istirahat siang benar saja dia telah menungguku di depan kelas.
"Yan, makan dulu yuk, nanti sesudah makan Aku antar ke Perpustakaan ya, please."
"Aku mau jalan sama Kiki nih Kak, aku kan biasa makan di kantin sama teman-teman enggak enak dong, Aku sudah janji nih soalnya."
"Ya sudah Kak temani ya, Kamu mah tolak melulu, sudah sana SMS Kiki dan kawan-kawan, bilang kita sudah di kantin."
"Iya deh."
"Nah begitu dong, jangan tolak melulu, bagaimana mau ke mana nih kencan pertama?"
"Is siapa yang sudah jawab, kan aku belum bicara apa-apa, PD banget bilang kencan pertama!"
"Ya sudah tidak usah di Jawab Yan, tapi di jalani saja bagai air yang mengalir."
"Gombal ih."
"Kiki sini, maaf ya Ki, ada Pangeran Kodok nih yang ikut nimbrung."
"Ya tidak apa-apa Say, santai saja Aku mah enggak masalah kok, kasihanlah, sekali-kali ingin ikut nimbrung kali."
"Tuh Yan, Kiki saja paham kok kalau Kakak lagi mau dekat-dekat sama Kamu, jadi boleh ya?"
"Boleh apa?”
"Boleh Kakak menjadi teman sepimu, jadikan Aku kekasih di hatimu."
"Waduh keselak Saya dengarnya Kak."
Kiki pun menggoda kami.
"Ehmmm iya kan saja Yanti, kasihlah kesempatan untuk Kak Adam."
Aku hanya tersenyum.
"Asyik, kalau senyum-senyum seperti ini pasti setuju nih Ki, baiklah hari ini 1 September hari jadian Adam dan Yanti."
“Apaan sih Kamu Ki.”
“Hai teman-teman, makan siang kita di traktir oleh Kak Adam dan Yanti.”
“Bisa saja Kamu Ki.”
Begitulah, akhirnya aku menduakan cinta Febri dan Adam, atau mungkin mentigakan cinta Patra? Karena sampai detik ini semua kisah lama menggantung karena jarak dan waktu, entah sampai kapan? mungkin sampai nanti jika ketahuan oleh salah satu dari mereka. Jalani saya seperti air, seperti yang sering orang tua bilang, kini adalah saatnya untuk memilih yang terbaik.
*****
Tak terasa, ternyata sudah setengah tahun aku menduakan cinta kak Febri dan Adam. Ya mungkin Tuhan masih memberikan keberuntungan padaku. Untung saja Kiki dan Hendra mau menutupi semua itu dari kak Febri. Tapi bagaimana ya, besok Adam mau mengajak aku jalan-jalan nih ke pantai dengan teman-teman pendakinya. Kalau setiap pergi ke gunung aku enggak pernah ikut karena di larang oleh papa dan mama. Alasan apa lagi yang aku buat agar aku bisa pergi berkemah bersama teman-temanku. Bilang saja ada acara bersama teman-teman kampus.
Semoga saja kali ini papa percaya padaku dan memberi izin untuk tamasya bersama teman-teman. Lagi pula tidak akan menginap. Adam bilang hanya akan pulang sore saja. Ya sudahlah lebih baik aku tidur dulu malam ini. Agar besok aku terlihat segar saat rekreasi bersama Adam dan teman-teman.
*****
"Yanti, itu di depan sudah ada yang menjemputmu, mungkin teman-temanmu yang akan ke pantai."
"Iya Ma, sebentar 5 menit lagi Aku lagi siap-siap Mam."
"Oke Yan, jangan lama-lama Kamu berkemasnya, kasihan mereka sudah menunggumu di dalam mobil."
Aku pun pergi bersama teman - temanku. Baru saja aku masuk ke dalam mobil, Adam sudah bermanja- manja di pundakku. Ya kak Adam orangnya sedikit berani sejak pacaran. Terkadang aku takut, jika terjadi apa-apa dengannya. Tapi semoga dia selalu menjagaku. Akhirnya kami menikmati suasana pantai, deburan ombak, cumi-cumi bakar, dan petikan alunan gitar yang di mainkan teman-teman Adam yang begitu romantis. Membuat kami ingin berlama-lama di pantai. Tapi ternyata Hujan pun turun. Akhirnya kami memutuskan untuk berkemas dan meninggal kan pantai lebih awal, sayang sekali padahal jika boleh jujur aku masih betah di sana. Pantai, adalah tempat kegemaranku sejak kecil bersama mama dan papaku.
Adam dan kawan-kawannya tidak mengajak kami langsung pulang. Tetapi mampir ke rumah Dewa yang jaraknya hanya sekitar satu jam perjalanan dari sini. Karena kami berpasangan Dewa jalan dengan Ayu, Eko jalan dengan Fita mereka sangat cuek sekali memadu kasih. Ya sudah mayoritas mahasiswa dan siswi di kampusku melakukan sex bebas. Adam kami mengamar dulu ya, dengan santainya mereka pamit kepada kami. Jujur aku sangat merasa risi dengan keadaan ini. Aku pun mengajak Adam untuk pulang duluan saja dan meninggalkan mereka. Tapi Adam menolakku dengan alasan masih hujan.
"Sebentar lagi Sayang, Aku masih capek. Sebentar ya, aku mau buat minuman dulu ya ke dapur, Kamu mau juga kan? Coba kamu lihat, di luar pun masih hujan Yanti."
Tanpa curiga aku pun hanya diam saja. Aku menunggunya kembali. Tak lama kemudian Adam membawakan aku sirop rasa jeruk.
"Ini Yan, minum dulu ya, biar Kamu segar badannya, sehabis itu nanti Kakak akan ajak mereka pulang."
Aku meminumnya, sekitar sepuluh menit kemudian, kepalaku terasa pusing dan mengantuk sekali. Aku pun mengeluh kepadanya.
"Kak, kepala Yanti kok mendadak sakit seperti ini ya,trus aku seperti capek, mata Yanti sakit, mengantuk sekali Kak."
"Ya sudah Kamu geletakkan saja sebentar Sayang di kursi, sambil menunggu mereka kesini, nanti kita pulang ok."
“Iya Kak.”
*****
Beberapa jam kemudian, aku lupa akan semua yang terjadi, aku pun tersadar. Aku dapati tubuhku tergeletak di kamar. Astaga, di mana aku. Ya Allah kenapa pakaian aku acak-acakan seperti ini. Ya tuhan tidak, aku usahakan kepala untuk berfikir cepat dan tubuhku untuk berdiri tapi masih terasa sangat pusing dan berat sekali. Aku pun lihat Adam ada di sebelahku. Dia menyadari aku terbangun, dia mendekatiku, aku lihat dirinya setengah telanjang. Dan dia berbisik padaku.
"Terima kasih Sayang, atas siang yang indah ini, siang pertama Kita."
Aku menangis sejadi - jadinya. Aku pukuli dada dan kepalanya.
"Bajingan Kamu Adam, Kamu tega merebut kegadisan Aku sebelum waktunya."
"Sabar Sayang, Aku tidak akan pergi, lagi pula nanti atau esok pasti kan Kita akan menikah, percaya sama Aku ya Yanti?”
“Aku kecewa sama Kamu Adam, Kamu ternyata laki-laki kejam dan tak ada moral.”
Aku pun berlari keluar setelah merapikan pakaianku, dan Adam mengejarku, tanpa aku sadari teman-teman yang lain sudah ada di Ruang tamu.
"Duh pengantin baru, selamat ya Yanti dan Adam."
Mereka mengejek kami. Aku hapus air mataku, aku berusaha menahan emosi, aku malu, aku hina, aku benci diriku sendiri, bodohnya aku pergi hari ini dengan mereka. Adam berusaha menenangkan aku. Kemudian mereka pun mengantarkan aku pulang. Badanku kusut, aku semprotkan parfum ke bajuku, aku hapus kesedihan di wajahku, aku taburkan bedak dan pemerah pipiku agar mama dan papa tidak mencurigaiku. Sungguh takut sekali sore hari ini.
"Assalamualaikum Mama."
"Waalaikum salam".
Mama dan papa menjawab salam kami, kebetulan mereka masih bersantai di depan teras rumahku.
"Om dan Tante maaf ya Adam dan kawan-kawan terlalu sore mengantar kan Yanti pulang."
"Oh iya Nak Adam, ya sudahlah tidak apa-apa, Om akan suruh Yanti merapikan diri dan istirahat nanti, tampaknya Dia lelah."
"Iya Om, kami pamit langsung pulang dulu ya Om, terima kasih Om, kami pulang dulu ya."
Aku pun berusaha santai, aku pamit pada papa dan mama untuk beristirahat di kamar dengan alasan lelah. Aku buka pakaianku, aku pun mandi di kamar mandi. Saat aku mandi aku merasa ada yang kotor di diriku, aku merasa jijik dan terhina. Perhiasan dan harga diri yang selama ini aku jaga kini hilang seketika. Aku bagaikan seekor sapi yang di potong lehernya tapi tetap hidup. Aku kotor, aku menyesalinya, aku bodoh.
Dia laki-laki yang aku percaya, ternyata tega menipuku, menjebakku demi kepuasan. Apa cinta yang selama ini dia bangga-banggakan kepadaku. Ini bukanlah cinta, namun ini hanya nafsu belaka. Menyesal aku mengenalnya. Menyesal aku percaya padanya. Kini cintaku telah hancur, bersama diri ini. Bagaimana aku jalani hari-hariku esok. Semuanya seakan telah hancur dan hampa.
"Febri, maafkan Yanti ya Febri, Yanti menyesal." Apa ini balasan untuk Yanti yang jahat sama Febri selama ini.
Sekian banyak hubungan yang aku jalin sejak Sekolah Menengah Pertama, kenapa baru kali ini aku merasa patah hati, Febri memang dari dulu sangat tulus mencintaiku, Febri sangat berbeda dari laki-laki yang lainnya. Dia laki-laki yang paling baik yang aku kenal.Tapi apa yang telah aku lakukan dengan Adam?Aku sangat menyesal putus dan kehilangan Febri karena memilih Adam. Apa lagi sekarang Adam telah mencampakkan aku. Ya pria bajingan itu ketahuan selingkuh olehku, pasti banyak wanita yang telah menjadi korban cintanya, tidak hanya aku yang dia jahati. Kini aku harus bagaimana? apakah harus aku hubungi Febri lagi, meminta maaf dan memohon kembali? Apakah Febri mampu mencintai aku setu
Sudah setengah tahun, aku si petualang cinta ini hidup sendiri alias ngejomblo Wati. Papa dan Mama sering meledekiku. Tapi seperti yang aku bilang aku ingin fokus melanjutkan kuliah S2 aku terlebih dahulu, jika bisa menyambi kerja kenapa tidak? Tentu akan aku lakukan. Tapi jangan di perusahaan papaku, aku ingin bekerja di tempat lain, guna mengasah kemampuanku nanti. Kalau masuk ke perusahaan milik papa itu namanya bukan sebuah prestasi atau kerja keras yang bisa di banggakan tentunya. "Yanti tidak ada yang apel lagi toh malam minggu?" “Nanti Mam, suatu saat pasti akan ada lagi, sekarang aku lagi malas pacaran.” “Ya, jangan lama-lama menyendiri Yan, nanti kamu merasa nyaman lagi, ingat Kamu kan perempuan Yan, nggak boleh lama-lama ngejoblonya nanti kamu jadi perawan tua.” “Iya Ma, jangan tergesa-gesa juga lah. Mama jadi seperti nenek saja, cerewet, bawel dan kolot.” "Kamu ini!!" Aku mulai lelah pacaran seperti dulu
Yanti, Yanti mungkin kah aku jatuh cinta lagi, beberapa hari ini, Surya sering menghubungiku, seraya menelepon saja atau curhat melalui pesan-pesan singkatnya. Lumayan menghibur dan asyik Surya jika aku ajak mengobrol. Sore ini, aku akan bertemu teman-teman kampus dahulu, sembari mengorek-ngorek kepribadian Mas Surya dari mereka, mungkin saja teman-temanku masih mengingat siapa Surya saat kami di kampus dulu. "Aku jatuh cinta lagi Guy." Teman-temanku pun memandang sinis seraya menggodaku. "Seminggu lalu aku bertemu Kakak kelas kita di kampus dulu, Mas Surya, sekarang Dia tampak rapi dan keren loh...berubah sekali, jauh saat kuliah dulu." "Aduh Yan, hati-hati deh sekarang kalau memilih pacar, ingat untuk calon suami bukan untuk teman curhat saja." Kiki pun mengomeliku. Ya dia sangat hafal dengan perangaiku yang sering ceroboh jika sudah jatuh cinta kepada laki-laki. Wajar kalau dia sedikit berlebihan cerewet kepadaku kali ini. "Iya Ki,
Tidak sengaja, aku mendengarkan perkataan papa dan mama di telepon. Tampaknya obrolan itu sangat serius, aku pun melanjutkan langkahku menuju dapur, panas sekali hari ini, dan aku ingin mengambil jus yang segar dari dalam kulkas. "Oh iya Mas, baik Mas boleh kalau malam minggu ini Mas dan keluarga mau main ke rumah, nanti Saya sampaikan kabar baik ini dengan Istri dan Yanti Mas." Papa sedang telepon siapa sih, celoteh aku ke pada mama sambil bermanja-manja dan menonton televisi. "Mam...Yanti...., malam minggu Kalian beres-beres rumah ya, Mas Bustomi sama Nak Rafi mau main dan silaturahmi kesini." "Memang ada apa Mas? kok tumben mereka mau mampir ke rumah?" "Ya mungkin karena Yanti sudah bekerja di sana Mam, lagi pula kan Kami sudah hampir satu tahun belum bertemu." "Iya Mam, tidak apa-apalah sekali-sekali." "Ya Kalian masak ya, makanan yang istimewa, jarang-jarang mereka berkunjung ke sini." "Iya pap siap.
Pagi ini hari seakan indah sekali, sebelum mandi dan mempersiapkan diriku aku pun memilih gaun yang akan aku pergunakan. Satu gaun warna merah, yang sederhana ini tampak cantik jika aku kenakan untuk pergi bersama Mas Rafi. Aku memotong kuku, kemudian aku luluran dahulu sebelum mandi. Ya ampun kenapa jadi berlebihan seperti ini sih, apakah benar aku sudah jatuh cinta kembali ke pada mas Rafi. SMS pun aku terima dari Mas Rafi, dan aku bergegas membacanya. “Yan, sudah siap belum, sekitar dua puluh menit lagi Aku akan sampai ke rumahmu?" Ya Allah pagi sekali, aku harus bergegas menyiapkan diri terlebih dahulu. Baru saja selesai mandi, mama pun memanggilku. "Yan, ayo segera Nak ini Mas Rafinya sudah datang." "Baik Ma, sebentar ya Ma." Ya sudah biarkan saja dia menungguku sejenak selagi aku bersiap. Gaun warna merahku yang aku pakai ini, aku padukan dengan High Hieels warna hitam, dan tas mungil warna hitam, cukup simplle dan elegant. Walau
Persiapan pernikahan kami semakin gencarnya. Mama, Papa, tante Rini dan om Baskoro tampak sibuk ke sana dan kemari. Tak terasa hanya seminggu lagi aku akan menikah dengan Mas Rafi, keluarga kami masih sangat memegang adat istiadat aku akan di pingit satu minggu hanya di dalam rumah saja, tidak boleh bepergian, tidak boleh bertemu mas Rafi dan harus berpuasa. Jenuh rasanya, biasa setiap hari ketemu dengan mas Rafi di kantor, mengerjakan ini dan itu tapi kali ini benar-benar tidak boleh. Tapi, mau tak mau aku mengikuti semua kata-kata eyang. Gak ada yang berani bilang tidak, kalau sudah eyang yang inginkan. Eyang kan cukup cerewet, mama dan papa saja selalu menurut. Dan tidak pernah mereka bisa melawan apa kehendak Eyang. Seperti persiapan pernikahanku kali ini, Eyang bisa di bilang ikut mempersiapkan dan mengecek segala keperluan yang tentunya harus sesuai dengan adat istiadat kami. "Yan, ini tante Nana sudah datang." "Iya Ma." "Duh cantik sekali calon pengant
Bab 11 Pagi ini aku bangun lebih awal, aku pun melanjutkan prosesi mandi kembang sebagai calon pengantin. Tante Nana sangat cekatan dan sangat profesional dalam mempersiapkan segala kebutuhanku sebagai pengantin. Dia memakaikan aku baju dodot, dan memulai riasan paes agengku. Aku terpukau saat menatap wajahku di cermin, aku bagaikan ratu sehari ini. Tante Nana membuat paes prada, citak dan alis menjangan dalam riasanku, sungguh hasil riasan yang sangat mengagumkan sekali, aku sangat terlihat berbeda. Kemudian Tante Nana pun memasangkan aksesoris lainnya, cunduk mentul, gunungan dan centrung sebagai hiasan di rambutku, serta sumping, kalung sungsun, kelat bahu yang berbentuk naga serta gelang paes ageng. Sempurna sudah riasanku hari ini sebagai pengantin. Tampak hadir sahabat-sahabatku, ada Kiki, Maria, Catur, Erfina, Lina, Ria, Caca dan Tika. mereka sudah tampak cantik dengan riasan kebayanya. Hatiku mulai gelisah, takut dan haru, ternyata seperti ini rasanya
Mas Rafi ternyata suami yang romantis, diam-diam dia telah membuat acara bulan madu untuk kami. Ya, sesuai janjinya tadi sore ini dia pamit kepada mama dan papaku untuk membawa aku pindah. Mama dan papa sedikit haru melepas kami. “Yanti, Nak Rafi hati-hati ya, Mama selalu mengharap kalian untuk selalu mampir dan menginap di sini.” “Iya Ma, Aku dan Yanti akan sering-sering main kesini.” “Ya, Yanti yang nunut ya dengan Mas Rafi.” “Iya Pap.” “Semoga kalian cepat memperoleh keturunan, dan Nak Rafi bisnisnya sukses. Nanti kelak Nak Rafi dan Yanti juga pegang perusahaan Papa ya.” “Iya Pap.” “Ya sudah, Papa, Mama, Rafi dan Yanti pamit dulu ya.” “Iya Sayang.” Ternyata, setelah mobil kami meninggalkan pekarangan rumah mama, Mas Rafi menjelaskan jika dia mengajakku liburan satu minggu di Puncak, Bogor. Ya tidak usah terlalu jauh dari Jakarta tapi sudah membuat aku sangat senang. Ternyata benar, dia mengajak
Lima hari lagi aku akan melahirkan Juniorku, dokter bilang sih calon anak aku dan Mas Rafi laki-laki, duh bahagianya, sekian lama menanti dan berusaha sekuat tenaga mengandung Junior yang di bilang sangat manja saat dalam kandunganku. Mas Rafi telah membelikan segala perlengkapan dan kebutuhan untuk bayiku, mulai dari popok bayi, kasur bayi, sepatu bayi semuanya bernuansa biru dan sampai mas Rafi sendiri yang selama ini membuat dan menyiapkan kamar bagi Junior, sang buah hati kami. Setiap sebelum tidur Mas Rafi selalu menciumi bayi kami di perut, tendangannya sudah kuat sekali. Duh mama sudah keram sayang perutnya. Begitu pun mama dan papaku, sudah ingin menimang-nimang cucu kesayangan mereka. Mereka sudah pada menungguiku di sini, begitu pun mertuaku mungkin lusa mereka sampai dari Jakarta, papa mertuaku masih sangat padat kerjanya. Aku sudah tidak nyaman sekali, perut sudah mulai sakit, kaki sudah makin terasa bengkak, dan susah tidur di kala malam. Hamil pertama membuat a
Pagi ini Mas Rafi bergegas pergi ke kantor, setelah selesai memakaikan dasi aku pun bergegas menyiapkan sarapan, aku memasak nasi goreng sosis dan jus tomat kegemaran mas Rafi. Suamiku tampak sibuk memilih dan menyiapkan berkas-berkas kantornya. Dan aku pun sama, menyiapkan segala keperluanku untuk pergi ke kantor dengan mas Rafi. "Sayang." "Iya Mas Rafi, tolong simpankan berkas dan tas kerjanya Mas ke mobil ya."
Mas Rafi ternyata suami yang romantis, diam-diam dia telah membuat acara bulan madu untuk kami. Ya, sesuai janjinya tadi sore ini dia pamit kepada mama dan papaku untuk membawa aku pindah. Mama dan papa sedikit haru melepas kami. “Yanti, Nak Rafi hati-hati ya, Mama selalu mengharap kalian untuk selalu mampir dan menginap di sini.” “Iya Ma, Aku dan Yanti akan sering-sering main kesini.” “Ya, Yanti yang nunut ya dengan Mas Rafi.” “Iya Pap.” “Semoga kalian cepat memperoleh keturunan, dan Nak Rafi bisnisnya sukses. Nanti kelak Nak Rafi dan Yanti juga pegang perusahaan Papa ya.” “Iya Pap.” “Ya sudah, Papa, Mama, Rafi dan Yanti pamit dulu ya.” “Iya Sayang.” Ternyata, setelah mobil kami meninggalkan pekarangan rumah mama, Mas Rafi menjelaskan jika dia mengajakku liburan satu minggu di Puncak, Bogor. Ya tidak usah terlalu jauh dari Jakarta tapi sudah membuat aku sangat senang. Ternyata benar, dia mengajak
Bab 11 Pagi ini aku bangun lebih awal, aku pun melanjutkan prosesi mandi kembang sebagai calon pengantin. Tante Nana sangat cekatan dan sangat profesional dalam mempersiapkan segala kebutuhanku sebagai pengantin. Dia memakaikan aku baju dodot, dan memulai riasan paes agengku. Aku terpukau saat menatap wajahku di cermin, aku bagaikan ratu sehari ini. Tante Nana membuat paes prada, citak dan alis menjangan dalam riasanku, sungguh hasil riasan yang sangat mengagumkan sekali, aku sangat terlihat berbeda. Kemudian Tante Nana pun memasangkan aksesoris lainnya, cunduk mentul, gunungan dan centrung sebagai hiasan di rambutku, serta sumping, kalung sungsun, kelat bahu yang berbentuk naga serta gelang paes ageng. Sempurna sudah riasanku hari ini sebagai pengantin. Tampak hadir sahabat-sahabatku, ada Kiki, Maria, Catur, Erfina, Lina, Ria, Caca dan Tika. mereka sudah tampak cantik dengan riasan kebayanya. Hatiku mulai gelisah, takut dan haru, ternyata seperti ini rasanya
Persiapan pernikahan kami semakin gencarnya. Mama, Papa, tante Rini dan om Baskoro tampak sibuk ke sana dan kemari. Tak terasa hanya seminggu lagi aku akan menikah dengan Mas Rafi, keluarga kami masih sangat memegang adat istiadat aku akan di pingit satu minggu hanya di dalam rumah saja, tidak boleh bepergian, tidak boleh bertemu mas Rafi dan harus berpuasa. Jenuh rasanya, biasa setiap hari ketemu dengan mas Rafi di kantor, mengerjakan ini dan itu tapi kali ini benar-benar tidak boleh. Tapi, mau tak mau aku mengikuti semua kata-kata eyang. Gak ada yang berani bilang tidak, kalau sudah eyang yang inginkan. Eyang kan cukup cerewet, mama dan papa saja selalu menurut. Dan tidak pernah mereka bisa melawan apa kehendak Eyang. Seperti persiapan pernikahanku kali ini, Eyang bisa di bilang ikut mempersiapkan dan mengecek segala keperluan yang tentunya harus sesuai dengan adat istiadat kami. "Yan, ini tante Nana sudah datang." "Iya Ma." "Duh cantik sekali calon pengant
Pagi ini hari seakan indah sekali, sebelum mandi dan mempersiapkan diriku aku pun memilih gaun yang akan aku pergunakan. Satu gaun warna merah, yang sederhana ini tampak cantik jika aku kenakan untuk pergi bersama Mas Rafi. Aku memotong kuku, kemudian aku luluran dahulu sebelum mandi. Ya ampun kenapa jadi berlebihan seperti ini sih, apakah benar aku sudah jatuh cinta kembali ke pada mas Rafi. SMS pun aku terima dari Mas Rafi, dan aku bergegas membacanya. “Yan, sudah siap belum, sekitar dua puluh menit lagi Aku akan sampai ke rumahmu?" Ya Allah pagi sekali, aku harus bergegas menyiapkan diri terlebih dahulu. Baru saja selesai mandi, mama pun memanggilku. "Yan, ayo segera Nak ini Mas Rafinya sudah datang." "Baik Ma, sebentar ya Ma." Ya sudah biarkan saja dia menungguku sejenak selagi aku bersiap. Gaun warna merahku yang aku pakai ini, aku padukan dengan High Hieels warna hitam, dan tas mungil warna hitam, cukup simplle dan elegant. Walau
Tidak sengaja, aku mendengarkan perkataan papa dan mama di telepon. Tampaknya obrolan itu sangat serius, aku pun melanjutkan langkahku menuju dapur, panas sekali hari ini, dan aku ingin mengambil jus yang segar dari dalam kulkas. "Oh iya Mas, baik Mas boleh kalau malam minggu ini Mas dan keluarga mau main ke rumah, nanti Saya sampaikan kabar baik ini dengan Istri dan Yanti Mas." Papa sedang telepon siapa sih, celoteh aku ke pada mama sambil bermanja-manja dan menonton televisi. "Mam...Yanti...., malam minggu Kalian beres-beres rumah ya, Mas Bustomi sama Nak Rafi mau main dan silaturahmi kesini." "Memang ada apa Mas? kok tumben mereka mau mampir ke rumah?" "Ya mungkin karena Yanti sudah bekerja di sana Mam, lagi pula kan Kami sudah hampir satu tahun belum bertemu." "Iya Mam, tidak apa-apalah sekali-sekali." "Ya Kalian masak ya, makanan yang istimewa, jarang-jarang mereka berkunjung ke sini." "Iya pap siap.
Yanti, Yanti mungkin kah aku jatuh cinta lagi, beberapa hari ini, Surya sering menghubungiku, seraya menelepon saja atau curhat melalui pesan-pesan singkatnya. Lumayan menghibur dan asyik Surya jika aku ajak mengobrol. Sore ini, aku akan bertemu teman-teman kampus dahulu, sembari mengorek-ngorek kepribadian Mas Surya dari mereka, mungkin saja teman-temanku masih mengingat siapa Surya saat kami di kampus dulu. "Aku jatuh cinta lagi Guy." Teman-temanku pun memandang sinis seraya menggodaku. "Seminggu lalu aku bertemu Kakak kelas kita di kampus dulu, Mas Surya, sekarang Dia tampak rapi dan keren loh...berubah sekali, jauh saat kuliah dulu." "Aduh Yan, hati-hati deh sekarang kalau memilih pacar, ingat untuk calon suami bukan untuk teman curhat saja." Kiki pun mengomeliku. Ya dia sangat hafal dengan perangaiku yang sering ceroboh jika sudah jatuh cinta kepada laki-laki. Wajar kalau dia sedikit berlebihan cerewet kepadaku kali ini. "Iya Ki,
Sudah setengah tahun, aku si petualang cinta ini hidup sendiri alias ngejomblo Wati. Papa dan Mama sering meledekiku. Tapi seperti yang aku bilang aku ingin fokus melanjutkan kuliah S2 aku terlebih dahulu, jika bisa menyambi kerja kenapa tidak? Tentu akan aku lakukan. Tapi jangan di perusahaan papaku, aku ingin bekerja di tempat lain, guna mengasah kemampuanku nanti. Kalau masuk ke perusahaan milik papa itu namanya bukan sebuah prestasi atau kerja keras yang bisa di banggakan tentunya. "Yanti tidak ada yang apel lagi toh malam minggu?" “Nanti Mam, suatu saat pasti akan ada lagi, sekarang aku lagi malas pacaran.” “Ya, jangan lama-lama menyendiri Yan, nanti kamu merasa nyaman lagi, ingat Kamu kan perempuan Yan, nggak boleh lama-lama ngejoblonya nanti kamu jadi perawan tua.” “Iya Ma, jangan tergesa-gesa juga lah. Mama jadi seperti nenek saja, cerewet, bawel dan kolot.” "Kamu ini!!" Aku mulai lelah pacaran seperti dulu