Share

Bab 6

Penulis: Nyi Mas Ratu Intan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sudah setengah tahun, aku si petualang cinta ini hidup sendiri alias ngejomblo Wati. Papa dan Mama sering meledekiku. Tapi seperti yang aku bilang aku ingin fokus melanjutkan kuliah S2 aku terlebih dahulu, jika bisa menyambi kerja kenapa tidak? Tentu akan aku lakukan. Tapi jangan di perusahaan papaku, aku ingin bekerja di tempat lain, guna mengasah kemampuanku nanti. Kalau masuk ke perusahaan milik papa itu namanya bukan sebuah prestasi atau kerja keras yang bisa di banggakan tentunya. 

"Yanti tidak ada yang apel lagi toh malam minggu?"

“Nanti Mam, suatu saat pasti akan ada lagi, sekarang aku lagi malas pacaran.”

“Ya, jangan lama-lama menyendiri Yan, nanti kamu merasa nyaman lagi, ingat Kamu kan perempuan Yan, nggak boleh lama-lama ngejoblonya nanti kamu jadi perawan tua.”

“Iya Ma, jangan tergesa-gesa juga lah. Mama jadi seperti nenek saja, cerewet, bawel dan kolot.”

"Kamu ini!!"

Aku mulai lelah pacaran seperti dulu. Aku sudah tidak boleh bermain-main dengan cinta dan perasaan laki - laki lagi. Karena sekarang aku telah dewasa, cukuplah bagiku Adam menjadi pelajaran hidup yang paling pahit. Tapi apakah akan ada cinta untukku lagi? mungkin inilah saatnya aku berkonsultasi dengan papa dan mama. Tidak deh, nanti aku malah akan di jodohkan oleh mereka. Sempat sih aku dengar papa ingin menjodohkan aku dengan anak relasi bisnisnya. Tapi aku yang terus menolak dan menghindar, memangnya zaman Siti Nurbaya apa, aku harus di jodohkan oleh orang tua.

*****

"Yan, sini nonton Televisi, jangan di kamar terus, temani Papa nih."

"Iya Pap, sebentar Yanti mau ambil novel dulu ya di kamar."

Aku bergegas mengambil novel di kamarku, dan kembali ke ruang keluarga menemani papa.

"Yan, Kamu kan sudah lulus kuliah apa rencana Kamu ke depan? masih mau kuliah lagi atau mau cari kerja saja."

"Yanti mau cari kerja dulu saja Pap, jenuh juga kalau Yanti ambil kuliah lagi, hitung-hitung cari pengalaman Pap, kuliahnya tahun depan saja."

"Terus Kamu sudah melamar kerja ke mana saja?"

"Sudah ke banyak perusahaan Pap, cuma belum ada panggilan juga nih, mungkin karena Yanti belum punya pengalaman ya Pap."

"Coba besok Kamu datang ke kantor teman ayah, namanya Pak Bustomi, itu loh Yan notaris yang ada di seberang Mal Mega Indah, tadi Papa dengar di sana perlu Sekretaris, Kamu siapkan berkasnya, biar besok Papa yang menghubunginya terlebih dahulu."

"Baik Pap, terima kasih Yanti mau siapkan berkas-berkasnya dulu ya."

"Iya, yang rapi Yan buatnya, jangan mempermalukan Papa Kamu ini."

"Siap Bos, Yanti akan buat yang rapi, asal jangan jadikan Yanti karyawan di perusahaan Papa saja."

"Lihat itu Bun, Anak kamu sudah gede masih saja manja dan seperti Anak Kecil, tidak mau kerja di kantor Papanya."

"Ya mau bagaimana lagi Pap, sudah wataknya. Asal jangan aneh-aneh saja itu Anak, malah sekarang Dia jomblo, semoga tidak kapok nanti."

“Yanti nyaman Mam, dengan semua ini.”

*****

Keesokan harinya, setelah aku merapikan diri dan bersiap-siap melamar pekerjaan.

"Papa...Papa...."

"Apa sih Yan, pagi-pagi sudah teriak saja Kamu itu."

"Mam, mana Papa ya ?"

"Papamu sudah ke kantor, tadi Papa bilang Kamu di suruh ke kantor Pak Bustomi jam 08.30, sudah siap-siap dulu, terus jangan lupa sarapan, Mama mau ke pasar dulu ya, kamu minta sarapan ke si Mbok saja Yan."

"Siap Mam, hati-hati ya ke pasarnya, Mama jangan lupa belikan puding kesukaanku."

"Mana duitnya, minta melulu."

"Meledek kan Mama. Segera Mam, doakan Yanti dapat kerja hari ini ya."

"Amiin semoga dapat kerja dan pacar baru."

"Mulai deh Mama, Yanti sudah tidak mau pacaran lagi Mam."

Aku pun memesan Grab dengan segera, waktu sudah menunjukkan pukul 07.45 WIB. Grabnya cepat, dan aku tiba 15 menit lebih awal.

"Selamat pagi Bu, maaf saya Yanti yang mau interviu hari ini dengan Pak Bustomi."

"Oh iya Mbak, tunggu sebentar ya, Pak Bustomi sedang ada rapat sebentar."

"Iya Bu, terima kasih."

Aku isi waktu luangku dengan membaca majalah, dan mendengar kan musik, sekitar lima belas menit berselang aku pun di panggil. Lumayan lama rasanya menunggu om Bustomi metting.

"Mbak Yanti, silakan masuk Mbak ke ruangan Pak Bustomi, mari saya antarkan Mbak."

"Baik Bu, terima kasih."

Akupun bergegas berdiri dan mengikuti ibu tersebut untuk masuk ke ruangan kantor Om Bustomi.

Tok....tok...tok..

"Iya silakan masuk.”

"Selamat pagi Pak saya Yanti."

"Oh Mefrida Yanti ya, ayo masuk ke sini Nak, pangling saya sudah lama tak melihatmu."

"Iya Pak."

"Kamu sudah lulus kuliah ya, kemarin lusa Saya bertemu Papamu Yan."

"Iya Pak, baru lulus dua bulan yang lalu."

"Ya sudah Om lagi perlu Sekretaris, Kamu mau coba magang di sini, boleh Om lihat berkas lamaranmu."

"Iya Pak, ini sudah Yanti persiapkan"

"Sastra Inggris, baguslah Yan ada kepandaian lebihnya, Om perlu Sekretaris secepatnya, bisa kalau Kamu besok langsung bekerja di sini?”

"Iya Pak, bisa, terima kasih ya Pak."

"Sama-sama, besok datang jam 07.30 pagi ya, dan di sana meja kerjamu Yanti, besok pagi sudah dapat Kau gunakan Yan."

"Terima kasih Pak Bustomi."

Aku pun bergegas pulang untuk memberikan kabar baik ini kepada mama dan papa. Kurang bangga sih, pasti aku di terima karena om Bustomi sudah mengenal papaku. Tapi dari pada aku kerja di kantor papa, jujur aku akan terasa di awasi olehnya.

Saat menunggu taksi di depan kantor ada seorang pengendara motor yang berhenti dan menghampiriku. Tampaknya wajahnya tidak terlalu asing, tapi aku tidak mengenal dan mengingat namanya.

"Yan, mau ke mana?"

Aku pandangi dengan hati-hati masih belum jelas wajahnya ia sedang berjalan ke arahku.

"Eh Surya ya, pulang interviu kerja ini."

"Iya Yan, Kamu lupa sama Aku?"

"Maaf Sur, helmnya menutupi pandanganku."

"Iya tidak apa-apa, Kamu mau pulang Yan, kalau enggak keberatan mari bareng denganku, Aku mau ke kantor hanya satu arah dengan rumahmu."

"Baiklah Surya, Aku sekalian ikut denganmu ya, terima kasih sebelumnya."

“Iya Yan, jangan canggung lah, kan kita sudah kenal juga, tak ada salahnya dari pada lama menunggu taxi.”

“Iya Sur, terima kasih.”

*****

Sambil menyiram bunga di halaman rumah, kenapa aku jadi ke pikiran Surya ya, sudah lama aku baru bertemu dengannya kembali. Sekarang dia tampak lebih rapi, dan keren. Apa karena sudah bekerja, tidak seperti saat kuliah dulu. Ya Surya, dia teman beda jurusan denganku saat di kampus dahulu.

"Huffs....Yanti, Yanti, masihkah ada cinta untukku."

Gerutuku di dalam hati. Jatuh cinta lagi, tapi aku takut gagal. Beberapa kegagalan yang lalu telah membuatku trauma. Tapi mengapa aku masih dapat jatuh cinta? Surya telah membuatku semangat untuk memiliki pacar lagi. Karena pesonanya itu yang membuat nya berbeda.

Dear diary,

Sudah lama sekali aku tidak menulis perasaan hatiku, tapi entah dengan malam ini. Surya teman lamaku saat di kampus, kenapa membuat hatiku berdebar-debar seperti ini. Tapi saat mengingat jahatnya Adam kepadaku, hatiku pun berkata supaya aku lebih waspada dan protect kepada laki-laki. Jangan sampai aku tersakiti lagi seperti dulu. Dan siapa sih Surya, toh aku belum mengenalnya dengan cermat.

Cinta, oh cinta... Kejamnya cinta di masa lalu membuat aku selalu bertanya tentang arti cinta.

Aku menutup buku diary aku. Dan aku melanjutkan mempersiapkan segala keperluanku untuk mulai bekerja di kantor om Bustomi esok hari. Memadu padankan pakaianku, ya aku belum sempat membeli pakaian-pakaian kerja yang resmi, tapi tak apalah masih banyak baju kuliahku yang pantas aku kenakan ke kantor. Papa memintaku untuk bekerja membawa mobil pribadi saja, atau jika aku malas bisa di antar oleh pak sopir. Tapi aku lebih suka memakai taxi saja, aku merasa lebih bebas dapat ke mana-mana. Dan yang pasti akan tidak senjang dengan karyawan yang lain. Aku ingin mereka melihat aku biasa saja, jangan tahu jika aku seorang anak pengusaha.

Aku sudah lama tak berkumpul dengan teman-teman kuliahku, mulai kangen sih dengan mereka, Kiki, Henny, Sari, Zakiah, Ita, Susnita, sebagian masih ada di Jakarta tapi ada juga yang telah pulang ke kampung mereka masing-masing. Kapan ya, rasanya ingin sekali-sekali kumpul bareng dengan mereka seperti dulu lagi.

Bab terkait

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 7

    Yanti, Yanti mungkin kah aku jatuh cinta lagi, beberapa hari ini, Surya sering menghubungiku, seraya menelepon saja atau curhat melalui pesan-pesan singkatnya. Lumayan menghibur dan asyik Surya jika aku ajak mengobrol. Sore ini, aku akan bertemu teman-teman kampus dahulu, sembari mengorek-ngorek kepribadian Mas Surya dari mereka, mungkin saja teman-temanku masih mengingat siapa Surya saat kami di kampus dulu. "Aku jatuh cinta lagi Guy." Teman-temanku pun memandang sinis seraya menggodaku. "Seminggu lalu aku bertemu Kakak kelas kita di kampus dulu, Mas Surya, sekarang Dia tampak rapi dan keren loh...berubah sekali, jauh saat kuliah dulu." "Aduh Yan, hati-hati deh sekarang kalau memilih pacar, ingat untuk calon suami bukan untuk teman curhat saja." Kiki pun mengomeliku. Ya dia sangat hafal dengan perangaiku yang sering ceroboh jika sudah jatuh cinta kepada laki-laki. Wajar kalau dia sedikit berlebihan cerewet kepadaku kali ini. "Iya Ki,

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 8

    Tidak sengaja, aku mendengarkan perkataan papa dan mama di telepon. Tampaknya obrolan itu sangat serius, aku pun melanjutkan langkahku menuju dapur, panas sekali hari ini, dan aku ingin mengambil jus yang segar dari dalam kulkas. "Oh iya Mas, baik Mas boleh kalau malam minggu ini Mas dan keluarga mau main ke rumah, nanti Saya sampaikan kabar baik ini dengan Istri dan Yanti Mas." Papa sedang telepon siapa sih, celoteh aku ke pada mama sambil bermanja-manja dan menonton televisi. "Mam...Yanti...., malam minggu Kalian beres-beres rumah ya, Mas Bustomi sama Nak Rafi mau main dan silaturahmi kesini." "Memang ada apa Mas? kok tumben mereka mau mampir ke rumah?" "Ya mungkin karena Yanti sudah bekerja di sana Mam, lagi pula kan Kami sudah hampir satu tahun belum bertemu." "Iya Mam, tidak apa-apalah sekali-sekali." "Ya Kalian masak ya, makanan yang istimewa, jarang-jarang mereka berkunjung ke sini." "Iya pap siap.

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 9

    Pagi ini hari seakan indah sekali, sebelum mandi dan mempersiapkan diriku aku pun memilih gaun yang akan aku pergunakan. Satu gaun warna merah, yang sederhana ini tampak cantik jika aku kenakan untuk pergi bersama Mas Rafi. Aku memotong kuku, kemudian aku luluran dahulu sebelum mandi. Ya ampun kenapa jadi berlebihan seperti ini sih, apakah benar aku sudah jatuh cinta kembali ke pada mas Rafi. SMS pun aku terima dari Mas Rafi, dan aku bergegas membacanya. “Yan, sudah siap belum, sekitar dua puluh menit lagi Aku akan sampai ke rumahmu?" Ya Allah pagi sekali, aku harus bergegas menyiapkan diri terlebih dahulu. Baru saja selesai mandi, mama pun memanggilku. "Yan, ayo segera Nak ini Mas Rafinya sudah datang." "Baik Ma, sebentar ya Ma." Ya sudah biarkan saja dia menungguku sejenak selagi aku bersiap. Gaun warna merahku yang aku pakai ini, aku padukan dengan High Hieels warna hitam, dan tas mungil warna hitam, cukup simplle dan elegant. Walau

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 10

    Persiapan pernikahan kami semakin gencarnya. Mama, Papa, tante Rini dan om Baskoro tampak sibuk ke sana dan kemari. Tak terasa hanya seminggu lagi aku akan menikah dengan Mas Rafi, keluarga kami masih sangat memegang adat istiadat aku akan di pingit satu minggu hanya di dalam rumah saja, tidak boleh bepergian, tidak boleh bertemu mas Rafi dan harus berpuasa. Jenuh rasanya, biasa setiap hari ketemu dengan mas Rafi di kantor, mengerjakan ini dan itu tapi kali ini benar-benar tidak boleh. Tapi, mau tak mau aku mengikuti semua kata-kata eyang. Gak ada yang berani bilang tidak, kalau sudah eyang yang inginkan. Eyang kan cukup cerewet, mama dan papa saja selalu menurut. Dan tidak pernah mereka bisa melawan apa kehendak Eyang. Seperti persiapan pernikahanku kali ini, Eyang bisa di bilang ikut mempersiapkan dan mengecek segala keperluan yang tentunya harus sesuai dengan adat istiadat kami. "Yan, ini tante Nana sudah datang." "Iya Ma." "Duh cantik sekali calon pengant

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 11

    Bab 11 Pagi ini aku bangun lebih awal, aku pun melanjutkan prosesi mandi kembang sebagai calon pengantin. Tante Nana sangat cekatan dan sangat profesional dalam mempersiapkan segala kebutuhanku sebagai pengantin. Dia memakaikan aku baju dodot, dan memulai riasan paes agengku. Aku terpukau saat menatap wajahku di cermin, aku bagaikan ratu sehari ini. Tante Nana membuat paes prada, citak dan alis menjangan dalam riasanku, sungguh hasil riasan yang sangat mengagumkan sekali, aku sangat terlihat berbeda. Kemudian Tante Nana pun memasangkan aksesoris lainnya, cunduk mentul, gunungan dan centrung sebagai hiasan di rambutku, serta sumping, kalung sungsun, kelat bahu yang berbentuk naga serta gelang paes ageng. Sempurna sudah riasanku hari ini sebagai pengantin. Tampak hadir sahabat-sahabatku, ada Kiki, Maria, Catur, Erfina, Lina, Ria, Caca dan Tika. mereka sudah tampak cantik dengan riasan kebayanya. Hatiku mulai gelisah, takut dan haru, ternyata seperti ini rasanya

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 12

    Mas Rafi ternyata suami yang romantis, diam-diam dia telah membuat acara bulan madu untuk kami. Ya, sesuai janjinya tadi sore ini dia pamit kepada mama dan papaku untuk membawa aku pindah. Mama dan papa sedikit haru melepas kami. “Yanti, Nak Rafi hati-hati ya, Mama selalu mengharap kalian untuk selalu mampir dan menginap di sini.” “Iya Ma, Aku dan Yanti akan sering-sering main kesini.” “Ya, Yanti yang nunut ya dengan Mas Rafi.” “Iya Pap.” “Semoga kalian cepat memperoleh keturunan, dan Nak Rafi bisnisnya sukses. Nanti kelak Nak Rafi dan Yanti juga pegang perusahaan Papa ya.” “Iya Pap.” “Ya sudah, Papa, Mama, Rafi dan Yanti pamit dulu ya.” “Iya Sayang.” Ternyata, setelah mobil kami meninggalkan pekarangan rumah mama, Mas Rafi menjelaskan jika dia mengajakku liburan satu minggu di Puncak, Bogor. Ya tidak usah terlalu jauh dari Jakarta tapi sudah membuat aku sangat senang. Ternyata benar, dia mengajak

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 13

    Pagi ini Mas Rafi bergegas pergi ke kantor, setelah selesai memakaikan dasi aku pun bergegas menyiapkan sarapan, aku memasak nasi goreng sosis dan jus tomat kegemaran mas Rafi. Suamiku tampak sibuk memilih dan menyiapkan berkas-berkas kantornya. Dan aku pun sama, menyiapkan segala keperluanku untuk pergi ke kantor dengan mas Rafi. "Sayang." "Iya Mas Rafi, tolong simpankan berkas dan tas kerjanya Mas ke mobil ya."

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 14

    Lima hari lagi aku akan melahirkan Juniorku, dokter bilang sih calon anak aku dan Mas Rafi laki-laki, duh bahagianya, sekian lama menanti dan berusaha sekuat tenaga mengandung Junior yang di bilang sangat manja saat dalam kandunganku. Mas Rafi telah membelikan segala perlengkapan dan kebutuhan untuk bayiku, mulai dari popok bayi, kasur bayi, sepatu bayi semuanya bernuansa biru dan sampai mas Rafi sendiri yang selama ini membuat dan menyiapkan kamar bagi Junior, sang buah hati kami. Setiap sebelum tidur Mas Rafi selalu menciumi bayi kami di perut, tendangannya sudah kuat sekali. Duh mama sudah keram sayang perutnya. Begitu pun mama dan papaku, sudah ingin menimang-nimang cucu kesayangan mereka. Mereka sudah pada menungguiku di sini, begitu pun mertuaku mungkin lusa mereka sampai dari Jakarta, papa mertuaku masih sangat padat kerjanya. Aku sudah tidak nyaman sekali, perut sudah mulai sakit, kaki sudah makin terasa bengkak, dan susah tidur di kala malam. Hamil pertama membuat a

Bab terbaru

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 14

    Lima hari lagi aku akan melahirkan Juniorku, dokter bilang sih calon anak aku dan Mas Rafi laki-laki, duh bahagianya, sekian lama menanti dan berusaha sekuat tenaga mengandung Junior yang di bilang sangat manja saat dalam kandunganku. Mas Rafi telah membelikan segala perlengkapan dan kebutuhan untuk bayiku, mulai dari popok bayi, kasur bayi, sepatu bayi semuanya bernuansa biru dan sampai mas Rafi sendiri yang selama ini membuat dan menyiapkan kamar bagi Junior, sang buah hati kami. Setiap sebelum tidur Mas Rafi selalu menciumi bayi kami di perut, tendangannya sudah kuat sekali. Duh mama sudah keram sayang perutnya. Begitu pun mama dan papaku, sudah ingin menimang-nimang cucu kesayangan mereka. Mereka sudah pada menungguiku di sini, begitu pun mertuaku mungkin lusa mereka sampai dari Jakarta, papa mertuaku masih sangat padat kerjanya. Aku sudah tidak nyaman sekali, perut sudah mulai sakit, kaki sudah makin terasa bengkak, dan susah tidur di kala malam. Hamil pertama membuat a

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 13

    Pagi ini Mas Rafi bergegas pergi ke kantor, setelah selesai memakaikan dasi aku pun bergegas menyiapkan sarapan, aku memasak nasi goreng sosis dan jus tomat kegemaran mas Rafi. Suamiku tampak sibuk memilih dan menyiapkan berkas-berkas kantornya. Dan aku pun sama, menyiapkan segala keperluanku untuk pergi ke kantor dengan mas Rafi. "Sayang." "Iya Mas Rafi, tolong simpankan berkas dan tas kerjanya Mas ke mobil ya."

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 12

    Mas Rafi ternyata suami yang romantis, diam-diam dia telah membuat acara bulan madu untuk kami. Ya, sesuai janjinya tadi sore ini dia pamit kepada mama dan papaku untuk membawa aku pindah. Mama dan papa sedikit haru melepas kami. “Yanti, Nak Rafi hati-hati ya, Mama selalu mengharap kalian untuk selalu mampir dan menginap di sini.” “Iya Ma, Aku dan Yanti akan sering-sering main kesini.” “Ya, Yanti yang nunut ya dengan Mas Rafi.” “Iya Pap.” “Semoga kalian cepat memperoleh keturunan, dan Nak Rafi bisnisnya sukses. Nanti kelak Nak Rafi dan Yanti juga pegang perusahaan Papa ya.” “Iya Pap.” “Ya sudah, Papa, Mama, Rafi dan Yanti pamit dulu ya.” “Iya Sayang.” Ternyata, setelah mobil kami meninggalkan pekarangan rumah mama, Mas Rafi menjelaskan jika dia mengajakku liburan satu minggu di Puncak, Bogor. Ya tidak usah terlalu jauh dari Jakarta tapi sudah membuat aku sangat senang. Ternyata benar, dia mengajak

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 11

    Bab 11 Pagi ini aku bangun lebih awal, aku pun melanjutkan prosesi mandi kembang sebagai calon pengantin. Tante Nana sangat cekatan dan sangat profesional dalam mempersiapkan segala kebutuhanku sebagai pengantin. Dia memakaikan aku baju dodot, dan memulai riasan paes agengku. Aku terpukau saat menatap wajahku di cermin, aku bagaikan ratu sehari ini. Tante Nana membuat paes prada, citak dan alis menjangan dalam riasanku, sungguh hasil riasan yang sangat mengagumkan sekali, aku sangat terlihat berbeda. Kemudian Tante Nana pun memasangkan aksesoris lainnya, cunduk mentul, gunungan dan centrung sebagai hiasan di rambutku, serta sumping, kalung sungsun, kelat bahu yang berbentuk naga serta gelang paes ageng. Sempurna sudah riasanku hari ini sebagai pengantin. Tampak hadir sahabat-sahabatku, ada Kiki, Maria, Catur, Erfina, Lina, Ria, Caca dan Tika. mereka sudah tampak cantik dengan riasan kebayanya. Hatiku mulai gelisah, takut dan haru, ternyata seperti ini rasanya

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 10

    Persiapan pernikahan kami semakin gencarnya. Mama, Papa, tante Rini dan om Baskoro tampak sibuk ke sana dan kemari. Tak terasa hanya seminggu lagi aku akan menikah dengan Mas Rafi, keluarga kami masih sangat memegang adat istiadat aku akan di pingit satu minggu hanya di dalam rumah saja, tidak boleh bepergian, tidak boleh bertemu mas Rafi dan harus berpuasa. Jenuh rasanya, biasa setiap hari ketemu dengan mas Rafi di kantor, mengerjakan ini dan itu tapi kali ini benar-benar tidak boleh. Tapi, mau tak mau aku mengikuti semua kata-kata eyang. Gak ada yang berani bilang tidak, kalau sudah eyang yang inginkan. Eyang kan cukup cerewet, mama dan papa saja selalu menurut. Dan tidak pernah mereka bisa melawan apa kehendak Eyang. Seperti persiapan pernikahanku kali ini, Eyang bisa di bilang ikut mempersiapkan dan mengecek segala keperluan yang tentunya harus sesuai dengan adat istiadat kami. "Yan, ini tante Nana sudah datang." "Iya Ma." "Duh cantik sekali calon pengant

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 9

    Pagi ini hari seakan indah sekali, sebelum mandi dan mempersiapkan diriku aku pun memilih gaun yang akan aku pergunakan. Satu gaun warna merah, yang sederhana ini tampak cantik jika aku kenakan untuk pergi bersama Mas Rafi. Aku memotong kuku, kemudian aku luluran dahulu sebelum mandi. Ya ampun kenapa jadi berlebihan seperti ini sih, apakah benar aku sudah jatuh cinta kembali ke pada mas Rafi. SMS pun aku terima dari Mas Rafi, dan aku bergegas membacanya. “Yan, sudah siap belum, sekitar dua puluh menit lagi Aku akan sampai ke rumahmu?" Ya Allah pagi sekali, aku harus bergegas menyiapkan diri terlebih dahulu. Baru saja selesai mandi, mama pun memanggilku. "Yan, ayo segera Nak ini Mas Rafinya sudah datang." "Baik Ma, sebentar ya Ma." Ya sudah biarkan saja dia menungguku sejenak selagi aku bersiap. Gaun warna merahku yang aku pakai ini, aku padukan dengan High Hieels warna hitam, dan tas mungil warna hitam, cukup simplle dan elegant. Walau

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 8

    Tidak sengaja, aku mendengarkan perkataan papa dan mama di telepon. Tampaknya obrolan itu sangat serius, aku pun melanjutkan langkahku menuju dapur, panas sekali hari ini, dan aku ingin mengambil jus yang segar dari dalam kulkas. "Oh iya Mas, baik Mas boleh kalau malam minggu ini Mas dan keluarga mau main ke rumah, nanti Saya sampaikan kabar baik ini dengan Istri dan Yanti Mas." Papa sedang telepon siapa sih, celoteh aku ke pada mama sambil bermanja-manja dan menonton televisi. "Mam...Yanti...., malam minggu Kalian beres-beres rumah ya, Mas Bustomi sama Nak Rafi mau main dan silaturahmi kesini." "Memang ada apa Mas? kok tumben mereka mau mampir ke rumah?" "Ya mungkin karena Yanti sudah bekerja di sana Mam, lagi pula kan Kami sudah hampir satu tahun belum bertemu." "Iya Mam, tidak apa-apalah sekali-sekali." "Ya Kalian masak ya, makanan yang istimewa, jarang-jarang mereka berkunjung ke sini." "Iya pap siap.

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 7

    Yanti, Yanti mungkin kah aku jatuh cinta lagi, beberapa hari ini, Surya sering menghubungiku, seraya menelepon saja atau curhat melalui pesan-pesan singkatnya. Lumayan menghibur dan asyik Surya jika aku ajak mengobrol. Sore ini, aku akan bertemu teman-teman kampus dahulu, sembari mengorek-ngorek kepribadian Mas Surya dari mereka, mungkin saja teman-temanku masih mengingat siapa Surya saat kami di kampus dulu. "Aku jatuh cinta lagi Guy." Teman-temanku pun memandang sinis seraya menggodaku. "Seminggu lalu aku bertemu Kakak kelas kita di kampus dulu, Mas Surya, sekarang Dia tampak rapi dan keren loh...berubah sekali, jauh saat kuliah dulu." "Aduh Yan, hati-hati deh sekarang kalau memilih pacar, ingat untuk calon suami bukan untuk teman curhat saja." Kiki pun mengomeliku. Ya dia sangat hafal dengan perangaiku yang sering ceroboh jika sudah jatuh cinta kepada laki-laki. Wajar kalau dia sedikit berlebihan cerewet kepadaku kali ini. "Iya Ki,

  • Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO   Bab 6

    Sudah setengah tahun, aku si petualang cinta ini hidup sendiri alias ngejomblo Wati. Papa dan Mama sering meledekiku. Tapi seperti yang aku bilang aku ingin fokus melanjutkan kuliah S2 aku terlebih dahulu, jika bisa menyambi kerja kenapa tidak? Tentu akan aku lakukan. Tapi jangan di perusahaan papaku, aku ingin bekerja di tempat lain, guna mengasah kemampuanku nanti. Kalau masuk ke perusahaan milik papa itu namanya bukan sebuah prestasi atau kerja keras yang bisa di banggakan tentunya. "Yanti tidak ada yang apel lagi toh malam minggu?" “Nanti Mam, suatu saat pasti akan ada lagi, sekarang aku lagi malas pacaran.” “Ya, jangan lama-lama menyendiri Yan, nanti kamu merasa nyaman lagi, ingat Kamu kan perempuan Yan, nggak boleh lama-lama ngejoblonya nanti kamu jadi perawan tua.” “Iya Ma, jangan tergesa-gesa juga lah. Mama jadi seperti nenek saja, cerewet, bawel dan kolot.” "Kamu ini!!" Aku mulai lelah pacaran seperti dulu

DMCA.com Protection Status