Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah Atas, di sekolah yang baru, begitu pun dengan petualangan cintaku. Patra, masih sering meneleponku dan terkadang mengirimi aku surat dari Jepang. Entah berapa tahun lagi dia kembali, aku dengar dari papa, jika om Prasetya diplomat yang terbaik tahun ini, sulit jika belum pensiun dan kembali, kemungkinan besar om Prasetya akan terus pindah-pindah negara untuk bertugas. Dan semakin kecil peluang untuk Patra pulang kembali ke Indonesia dalam waktu dekat.
Dewi dan Ririn, ya mereka sahabat yang selalu berbagi cerita denganku, dan terkadang meracuniku untuk tidak setia dan menunggu Patra kembali. Mereka bilang padaku, untuk iseng mencari cowok baru agar bisa di ajak sekedar nongkrong ke mal dan ke pesta ulang tahun teman-teman semata. Dalam satu sisi ada benarnya juga sih apa yang mereka bilang padaku, masa aku terus menjomblo dan menjadi obat nyamuk teman-temanku dalam setiap waktu dan kesempatan. Kan enggak asyik pastinya.
Kegagalan-kegagalan pacaran saat di Sekolah Menengah Pertama biarkan hal itu berlalu, bukan gagal sih hanya terpisah oleh waktu dan jarak, dan tak ada kepastian kapan akan pulang lagi. Apa lagi saat aku lihat kakak tingkatku yang tampan dan mempesona, duh bikin hatiku kian dak...dig...dug.. saja. Tidak kalah ganteng sih dengan Patra.
"Maaf ya Patra, jika aku jatuh cinta lagi nanti."
Sekolah Menengah Atas Negeri 76 Jakarta, bersyukur sih aku bisa bersekolah di sini. Ini salah satu sekolah favorit di Jakarta, siapa yang tidak tahu, banyak artis, dokter atau pengusaha yang jadi alumni di sini sejak tahun 70-an. Termasuk mama dan papaku yang dulu sekolah di sini. Entah bagaimana ceritanya mama dan papa kini bisa berjodoh karena dari SMA yang sama. Kisah zaman kolot yang mungkin nanti akan aku tanya kepada mereka saat senggang. Mungkinkah mereka cinta pertama? Atau malah di jodohkan seperti kisah cinta Siti Nurbaya dahulu.
***
Hari ini upacara bendera, apa sih yang bisa menjadi hiburan saat upacara kalau bukan bermain mata dan incar-incar kakak kelas yang genteng. Aku pun terkesima dengan kak Febri, dia selalu menjadi pemimpin upacara, badannya tegap, tinggi dan manis. Jika aku berpapasan dengannya aku selalu berusaha menyapanya. Penuh malu-malu tapi ada mau tentunya.
"Hai Kak Febri."
Tak lupa satu senyuman manis pun aku berikan kepadanya. Begitulah cara aki tebar pesona kepada kak Febri. Kalau untuk menembak terlebih dulu tampaknya aku tidak sanggup. Lebih baik aku simpan saja perasaan kagumku ini di dalam hati. Sambil sedikit- sedikit mencari perhatian darinya.
Siang ini aku duduk di bawah pohon bersama teman-teman, ya sambil istirahat dan membaca novel kegemaranku. Kiki pun memegang bahuku. Kiki dia teman baruku, aku beda kelas dengan Dewi dan Ririn. Dan pastinya tak seakrab dulu yang selalu jalan bareng bertiga kemana-mana. Kini aku lebih dekat dengan Kiki teman satu bangku.
"Yan, sepertinya Kak Febri mau jalan ke arah kita deh."
"Aduh jangan bercanda begitu kamu Ki, aku lagi asyik baca novel ini."
"Itu lihat dulu dong sebentar jangan membaca buku terus kamu nya."
Aku menutup buku novel yang aku baca, ya ampun, ternyata benar apa yang Kiki bilang, dia mendekat kepada kami. Dan terus mendekat kesini.
"Halo semuanya, lagi apa nih? asyik sekali ya yang sedang membaca novel."
"Ia itu Kak, dia mah hobinya membaca melulu kalau senggang."
Aku pun mencubit tangan Kiki yang menggaguku. Dia suka comel dan iseng dan susah mengendalikan diri terkadang.
"Aduh."
Kiki pun mengaduh, karena cubitan aku tadi.
"Ki, boleh enggak Kakak pinjam Yanti sebentar ya?"
"Boleh Kak, santai saja, yang penting nanti di pulangin ya."
"Bisa aja kamu Ki."
Si Kiki pun menuruti permintaan Febri. Dan aku melihatnya bergegas mencari alasan untuk pergi.
"Kebetulan Kiki mau beli permen dulu Kak, untuk nanti di dalam kelas."
Aku menahan tangan Kiki, tapi dia mengindahkanku dan pergi dari kami.
"Yan, nanti sepulang sekolah, boleh enggak Kakak antarkan Kamu pulang?"
"Aku kan membawa mobil juga Kak, bagaimana dong." Sahut aku sambil berdebar-debar.
"Oh gitu, ya sudah gampanglah, kakak kan bisa ikut in Kamu dari belakang, enggak keberatan kan kalau kakak ingin main saja ke rumahmu?"
"Hem, tidak apa-apa sih Kak."
"Kok pakai hem sih, apa ada yang marah Yan, Kamu sudah punya pacar ya?"
"Bukan begitu Kak, Yanti bingung saja, bagaimana kalau mama dan papa bertanya, kalau nanti kita hanya berdua saja main ke rumahnya, aku takut di ledeki Kak."
"Oh begitu, kakak pikir kenapa, ya bilang saja teman sekolah, ingin mampir sekalian pinjam buku, kakak tidak akan lama deh janji mainnya."
"Iya deh Kak."
"Ya sudah nanti sehabis pulang sekolah aku tunggu Kamu di depan kelas ya, nanti kita sama-sama ke parkirkan mobilnya."
Aku pun menganggukkan kepalaku. Febri lagi-lagi aku mulai mendapatkan angin segar dari cowok idolaku.
"Ya sudah masuk yuk, sudah mau bel pelajaran ini."
"Iya Kakak lebih dulu saja nanti aku bersama Kiki, itu Kiki sudah mau kesini dari kantin."
"Ok, kakak pergi dulu ya Yan?"
“Iya Kak.”
Tak berapa lama Kiki pun datang menghampiriku. Ya benar saja dia banyak membeli makanan ringan tidak hanya permen semata. Mukanya sudah penuh tanda tanya dan senyum-senyum aneh untuk menggodaku.
"Yeah yang habis mengobrol dengan Kakak tingkat incarannya, senyum-senyum sendiri begitu."
"Kiki jangan meledek melulu dong, kan aku jadi malu tahu."
"Ngomong-ngomong Kak Febri menembak ya tadi?"
"Is, apaan sih, belum kok Ki, dia cuma mau main ke rumah setelah pulang sekolah nanti."
"Duh senangnya si Yanti."
"Sudah ah berisik ayo kita masuk kelas, itu Bu Ika sudah mau masuk dari ruang guru."
Jam pulang sekolah
Tet....Tet...Tet.....bel sekolah pun berbunyi kami berdoa dan teman- teman pun bubar meninggal kan kelas.
"Ayo pulang Yanti!!"
"Iya Ki, nanti aku deg-degan nih gugup."
"Hem, itu Arjunamu sudah menunggu di depan pintu, Kak Febri, duh andai saja aku belum punya pacar."
“Maksudnya? Kamu naksir kak Febri gitu?”
Saat aku palingkan wajah aku ke depan pintu, benar saja dia sudah menunggu aku.
"Aduh Ki, antarkan aku yuk."
"Duh kenapa sih santai saja kali Sayang, Kamu jangan jadi gugup seperti itu Yanti, santai saja."
Aku pun menghampiri kak Febri. Tanpa menghiraukan kata-kata Kiki yang membuat aku semakin gugup.
"Ayo Kak pulang!!"
"Iya ayo pulang Yan, Kamu memarkirkan mobil di sebelah mana Yan?"
"Itu Kak aku parkirkan di bawah pohon cemara."
"Ya sudah ambil, kakak mengikuti Kamu dari belakang ya. Ki, kamu mau ikut main enggak ke rumah Yanti?"
"Ngga Kak, aku....Hehehehe."
"Dia mah sudah ada yang mau jemput pacarnya Kak."
Aku pun menimpali pertanyaan kak Febri ke Kiki.
"Ki, Hayu pulang...."
"Tuh Ki Irfan sudah di depan gerbang."
"Ok Yanti, Kak Febri terlebih dahulu ya, oh iya Yan, besok jangan lupa traktirannya ya."
Mulai dia menggangguku, dan kami pun pulang ke rumah. Alhamdulillah papa dan mama sedang ke Mall, aku tidak akan di ledeki untuk hari ini.
"Kak ayo masuk, beginilah Kak gubuknya Yanti, sekarang sudah tahu kan?"
"Iya sudah tahu Yan, hanya setengah jam dari rumahku, dekat."
"Kakak mau minum apa nih?"
"Air mineral dingin saja ya Yan, jangan repot-repot."
aku suguhkan dua gelas air mineral dingin, dan aku bawakan camilan yang ada di kulkas seadanya. Mbok Inah sedang ke pasar dan beruntung tidak ada yang tahu Febri main kesini selain pak satpam.
"Kak, di minum ya, maaf kuenya seadanya nih."
"Iya seperti apa saja sih Kamu, santai saja, sebenarnya kakak ada maksud loh main ke sini, Kamu sudah punya pacar belum?"
"Hem, apa kak?"
"Tuh kan setiap kakak bertanya pasti ada hem nya, kenapa sih Yan."
"Belum kok Kak, aku belum punya pacar."
Aku pun menjawab pertanyaannya dengan lantang. Supaya tidak curiga, ada sih tapi jauh, aku hanya bergumam dalam hati.
"Baguslah kalau begitu."
"Maksudnya Kak?"
"Ya bagus jadi kakak punya kesempatan besar untuk menjadi pacar Kamu, Kamu juga suka kan sama kakak?"
"Is Kakak mah, sok percaya diri sekali deh."
"Ya kelihatan kali Yan dari pandangan Kamu kalau lagi curi-curi pandang saat upacara hari Senin.”
"Ups, Kakak mah bisa saja."
"Kakak paham kali Yan, tapi kakak cari tahu Kamu dulu perlahan-lahan, tampaknya Kamu baik deh anaknya, dan aku juga suka.”
Dan kemudian aku pun tersipu malu. Tahu saja kak Febri jika aku naksir selama ini, jadi malu ketahuan tingkah nakal aku. Dan tampaknya hari ini benar- benar kami akan jadian deh, tentunya sesuai dengan harapanku.
***
Setelah kami jadian, dia sering meminta aku untuk tidak membawa mobil lagi, ya biar saja Kak Febri yang mengantar dan menjemput aku sekolah. Senang deh, ternyata begini ya kalau pacaran saat SMA, senang, seru dan lebih romantis dari saat Sekolah Menengah Pertama.
Persahabatan aku bersama Kiki, Dewi dan Ririn pun kian akrab. Hari demi hari kami lalui dengan belajar bersama, jajan bersama, berenang bersama dan terkadang nongkrong dan pacaran bersama, kompak deh dalam segala aktivitas sehari-hari.
Tapi tahun depan Kak Febri harus kuliah, duh takut kehilangan rasanya. Setahun pacaran dengan Kak Febri terasa cepat sekali. Ya semoga deh perjalanan kisah kami berjalan lancar. Kan ada pepatah kalau jodoh tak akan lari ke mana pun. Tapi jujur sih takut kehilangan, iya kalau dia kuliah di Jakarta? Kalau pergi kuliah ke luar kota atau keluar negeri seperti Patra dulu. Ya Tuhan mungkin ini risiko orang yang sedang jatuh cinta.
***
Kalau di rumah kini masih sama, papa masih sibuk dengan bisnisnya, dan mama sudah mulai sering di rumah. Mama tidak seperti dulu yang wajib pergi ke kantor seperti papa untuk mengelola bisnis keluarga kami. Sekarang tidak hanya foto Patra yang tersimpan di laci kamarku, ada foto kak Febri juga. Memang benar seperti yang tante Ana ceritakan. Kisah cinta saat SMP dan SMA itu seru-seru lucu. Begitu pun kisah cintaku, Patra dan Febri.
"Patra, apa kamu di Jepang sekarang pun memiliki teman dekat yang lain seperti aku kini?"
Jepang, entah kapan papa mama mengizinkan aku ke sana. Ingin sih bisa bertemu dan merasakan kebersamaan dengan Patra sambil mengenang masa lalu. Dan kamu Patra, betul- betul tidak pernah pulang untuk sekedar mencari dan bertemu aku lagi. Atau benar kata mereka kalau kamu sudah lupa, atau mungkin gak akan pernah kembali lagi.
Syair Cinta
Cinta itu ibarat waktu, dia akan datang dan dia pun akan pergi
Terkadang cinta membuatku tersenyum, terkadang cinta membuatku menangis
Cinta itu hanya sebuah warna yang bisa kita rasakan saat ada, dan kita akan ingat saat cinta sudah pergi
Terkadang cinta itu anugerah, seketika datang di waktu yang tidak kita harapkan
Tetapi kadang cinta hanya sebuah kebutuhan, jika sudah dapatnya cinta, habis dan berlalulah cinta itu
Tiada cinta manusia yang abadi, cinta itu akan selalu pergi dan berganti, entah hari ini, esok atau nanti
Bagaikan Patra dan Febri yang berhasil mencuri hatiku
Yanti
Kak Febri sudah dua tahun tidak di Jakarta lagi, ya biar lah, biarkan dia kuliah di Jogjakarta. Aku pun di sini akan serius menjalani kuliahku. Semoga saja aku bisa menjalin cintaku jarak jauh dengan Febri. Karena dari beberapa pacar di SMA hanya Febri yang serius padaku, begitu juga dengan aku. Tapi jujur aku takut kehilangan Febri seperti kehilangan Patra dulu. Pacaran jarak jauh itu terasa susah dan tidak mudah pastinya. Dua tahun kak Febri selalu memperhatikan aku, walau dari jauh. Menelepon aku, bercanda setiap sebelum tidur, kadang bercerita kepada mama dan papa. ***** Tapi siang tadi Kiki memberi info ke aku, kalau ada yang memendam hati kepadaku di kampus, dia anak teater, dan menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa. Ya abaikan saja, hatiku pun sudah terikat dan terlanjur sayang dengan Febri tidak terpikir olehku untuk mencari pacar baru pengganti kak Febri. Mungkin itu susumbarku untuk saat ini. "Yan, nanti Kamu mau ikut acara malam penerim
Bingung juga aku harus bagaimana, apakah aku harus setia dengan Febri atau aku harus menjalin cinta dengan kak Adam. Mungkin juga harus berselingkuh di belakangnya Febri, hal itu tidak akan di ketahui. Kan lumayan sambil berenang sekalian minum air, seperti yang Kiki dan teman-teman selalu katakan. Jadi terima atau tidak ya ucapan perasaan hati Adam sore kemarin padaku, duh jadi pusing. Mulai deh hati dan perasaanku tergoda dan terbelah-belah perasaannya menjadi dua bagian yang kini sama besarnya. Tidur saja deh sambil berbalas pesan di hp dengan kak Febri dulu. Jujur aku masih sayang dan kangen kepadanya. Tapi kenapa harus jauh? ***** "Yan bangun..." Ehmmm, ternyata mama membangunkan dan memanggilku. "Sudah pagi ini, bangun, bukankah Kamu ada kuliah pagi." "Iya Mam, duh siang amat sih bangunkan Yanti, Aku jadi kesiangan Ma." "Lagian kebiasaan, alarmnya sudah berdering-dering, orangnya masih saja tidur kayak kebo." "Iya M
Sekian banyak hubungan yang aku jalin sejak Sekolah Menengah Pertama, kenapa baru kali ini aku merasa patah hati, Febri memang dari dulu sangat tulus mencintaiku, Febri sangat berbeda dari laki-laki yang lainnya. Dia laki-laki yang paling baik yang aku kenal.Tapi apa yang telah aku lakukan dengan Adam?Aku sangat menyesal putus dan kehilangan Febri karena memilih Adam. Apa lagi sekarang Adam telah mencampakkan aku. Ya pria bajingan itu ketahuan selingkuh olehku, pasti banyak wanita yang telah menjadi korban cintanya, tidak hanya aku yang dia jahati. Kini aku harus bagaimana? apakah harus aku hubungi Febri lagi, meminta maaf dan memohon kembali? Apakah Febri mampu mencintai aku setu
Sudah setengah tahun, aku si petualang cinta ini hidup sendiri alias ngejomblo Wati. Papa dan Mama sering meledekiku. Tapi seperti yang aku bilang aku ingin fokus melanjutkan kuliah S2 aku terlebih dahulu, jika bisa menyambi kerja kenapa tidak? Tentu akan aku lakukan. Tapi jangan di perusahaan papaku, aku ingin bekerja di tempat lain, guna mengasah kemampuanku nanti. Kalau masuk ke perusahaan milik papa itu namanya bukan sebuah prestasi atau kerja keras yang bisa di banggakan tentunya. "Yanti tidak ada yang apel lagi toh malam minggu?" “Nanti Mam, suatu saat pasti akan ada lagi, sekarang aku lagi malas pacaran.” “Ya, jangan lama-lama menyendiri Yan, nanti kamu merasa nyaman lagi, ingat Kamu kan perempuan Yan, nggak boleh lama-lama ngejoblonya nanti kamu jadi perawan tua.” “Iya Ma, jangan tergesa-gesa juga lah. Mama jadi seperti nenek saja, cerewet, bawel dan kolot.” "Kamu ini!!" Aku mulai lelah pacaran seperti dulu
Yanti, Yanti mungkin kah aku jatuh cinta lagi, beberapa hari ini, Surya sering menghubungiku, seraya menelepon saja atau curhat melalui pesan-pesan singkatnya. Lumayan menghibur dan asyik Surya jika aku ajak mengobrol. Sore ini, aku akan bertemu teman-teman kampus dahulu, sembari mengorek-ngorek kepribadian Mas Surya dari mereka, mungkin saja teman-temanku masih mengingat siapa Surya saat kami di kampus dulu. "Aku jatuh cinta lagi Guy." Teman-temanku pun memandang sinis seraya menggodaku. "Seminggu lalu aku bertemu Kakak kelas kita di kampus dulu, Mas Surya, sekarang Dia tampak rapi dan keren loh...berubah sekali, jauh saat kuliah dulu." "Aduh Yan, hati-hati deh sekarang kalau memilih pacar, ingat untuk calon suami bukan untuk teman curhat saja." Kiki pun mengomeliku. Ya dia sangat hafal dengan perangaiku yang sering ceroboh jika sudah jatuh cinta kepada laki-laki. Wajar kalau dia sedikit berlebihan cerewet kepadaku kali ini. "Iya Ki,
Tidak sengaja, aku mendengarkan perkataan papa dan mama di telepon. Tampaknya obrolan itu sangat serius, aku pun melanjutkan langkahku menuju dapur, panas sekali hari ini, dan aku ingin mengambil jus yang segar dari dalam kulkas. "Oh iya Mas, baik Mas boleh kalau malam minggu ini Mas dan keluarga mau main ke rumah, nanti Saya sampaikan kabar baik ini dengan Istri dan Yanti Mas." Papa sedang telepon siapa sih, celoteh aku ke pada mama sambil bermanja-manja dan menonton televisi. "Mam...Yanti...., malam minggu Kalian beres-beres rumah ya, Mas Bustomi sama Nak Rafi mau main dan silaturahmi kesini." "Memang ada apa Mas? kok tumben mereka mau mampir ke rumah?" "Ya mungkin karena Yanti sudah bekerja di sana Mam, lagi pula kan Kami sudah hampir satu tahun belum bertemu." "Iya Mam, tidak apa-apalah sekali-sekali." "Ya Kalian masak ya, makanan yang istimewa, jarang-jarang mereka berkunjung ke sini." "Iya pap siap.
Pagi ini hari seakan indah sekali, sebelum mandi dan mempersiapkan diriku aku pun memilih gaun yang akan aku pergunakan. Satu gaun warna merah, yang sederhana ini tampak cantik jika aku kenakan untuk pergi bersama Mas Rafi. Aku memotong kuku, kemudian aku luluran dahulu sebelum mandi. Ya ampun kenapa jadi berlebihan seperti ini sih, apakah benar aku sudah jatuh cinta kembali ke pada mas Rafi. SMS pun aku terima dari Mas Rafi, dan aku bergegas membacanya. “Yan, sudah siap belum, sekitar dua puluh menit lagi Aku akan sampai ke rumahmu?" Ya Allah pagi sekali, aku harus bergegas menyiapkan diri terlebih dahulu. Baru saja selesai mandi, mama pun memanggilku. "Yan, ayo segera Nak ini Mas Rafinya sudah datang." "Baik Ma, sebentar ya Ma." Ya sudah biarkan saja dia menungguku sejenak selagi aku bersiap. Gaun warna merahku yang aku pakai ini, aku padukan dengan High Hieels warna hitam, dan tas mungil warna hitam, cukup simplle dan elegant. Walau
Persiapan pernikahan kami semakin gencarnya. Mama, Papa, tante Rini dan om Baskoro tampak sibuk ke sana dan kemari. Tak terasa hanya seminggu lagi aku akan menikah dengan Mas Rafi, keluarga kami masih sangat memegang adat istiadat aku akan di pingit satu minggu hanya di dalam rumah saja, tidak boleh bepergian, tidak boleh bertemu mas Rafi dan harus berpuasa. Jenuh rasanya, biasa setiap hari ketemu dengan mas Rafi di kantor, mengerjakan ini dan itu tapi kali ini benar-benar tidak boleh. Tapi, mau tak mau aku mengikuti semua kata-kata eyang. Gak ada yang berani bilang tidak, kalau sudah eyang yang inginkan. Eyang kan cukup cerewet, mama dan papa saja selalu menurut. Dan tidak pernah mereka bisa melawan apa kehendak Eyang. Seperti persiapan pernikahanku kali ini, Eyang bisa di bilang ikut mempersiapkan dan mengecek segala keperluan yang tentunya harus sesuai dengan adat istiadat kami. "Yan, ini tante Nana sudah datang." "Iya Ma." "Duh cantik sekali calon pengant
Lima hari lagi aku akan melahirkan Juniorku, dokter bilang sih calon anak aku dan Mas Rafi laki-laki, duh bahagianya, sekian lama menanti dan berusaha sekuat tenaga mengandung Junior yang di bilang sangat manja saat dalam kandunganku. Mas Rafi telah membelikan segala perlengkapan dan kebutuhan untuk bayiku, mulai dari popok bayi, kasur bayi, sepatu bayi semuanya bernuansa biru dan sampai mas Rafi sendiri yang selama ini membuat dan menyiapkan kamar bagi Junior, sang buah hati kami. Setiap sebelum tidur Mas Rafi selalu menciumi bayi kami di perut, tendangannya sudah kuat sekali. Duh mama sudah keram sayang perutnya. Begitu pun mama dan papaku, sudah ingin menimang-nimang cucu kesayangan mereka. Mereka sudah pada menungguiku di sini, begitu pun mertuaku mungkin lusa mereka sampai dari Jakarta, papa mertuaku masih sangat padat kerjanya. Aku sudah tidak nyaman sekali, perut sudah mulai sakit, kaki sudah makin terasa bengkak, dan susah tidur di kala malam. Hamil pertama membuat a
Pagi ini Mas Rafi bergegas pergi ke kantor, setelah selesai memakaikan dasi aku pun bergegas menyiapkan sarapan, aku memasak nasi goreng sosis dan jus tomat kegemaran mas Rafi. Suamiku tampak sibuk memilih dan menyiapkan berkas-berkas kantornya. Dan aku pun sama, menyiapkan segala keperluanku untuk pergi ke kantor dengan mas Rafi. "Sayang." "Iya Mas Rafi, tolong simpankan berkas dan tas kerjanya Mas ke mobil ya."
Mas Rafi ternyata suami yang romantis, diam-diam dia telah membuat acara bulan madu untuk kami. Ya, sesuai janjinya tadi sore ini dia pamit kepada mama dan papaku untuk membawa aku pindah. Mama dan papa sedikit haru melepas kami. “Yanti, Nak Rafi hati-hati ya, Mama selalu mengharap kalian untuk selalu mampir dan menginap di sini.” “Iya Ma, Aku dan Yanti akan sering-sering main kesini.” “Ya, Yanti yang nunut ya dengan Mas Rafi.” “Iya Pap.” “Semoga kalian cepat memperoleh keturunan, dan Nak Rafi bisnisnya sukses. Nanti kelak Nak Rafi dan Yanti juga pegang perusahaan Papa ya.” “Iya Pap.” “Ya sudah, Papa, Mama, Rafi dan Yanti pamit dulu ya.” “Iya Sayang.” Ternyata, setelah mobil kami meninggalkan pekarangan rumah mama, Mas Rafi menjelaskan jika dia mengajakku liburan satu minggu di Puncak, Bogor. Ya tidak usah terlalu jauh dari Jakarta tapi sudah membuat aku sangat senang. Ternyata benar, dia mengajak
Bab 11 Pagi ini aku bangun lebih awal, aku pun melanjutkan prosesi mandi kembang sebagai calon pengantin. Tante Nana sangat cekatan dan sangat profesional dalam mempersiapkan segala kebutuhanku sebagai pengantin. Dia memakaikan aku baju dodot, dan memulai riasan paes agengku. Aku terpukau saat menatap wajahku di cermin, aku bagaikan ratu sehari ini. Tante Nana membuat paes prada, citak dan alis menjangan dalam riasanku, sungguh hasil riasan yang sangat mengagumkan sekali, aku sangat terlihat berbeda. Kemudian Tante Nana pun memasangkan aksesoris lainnya, cunduk mentul, gunungan dan centrung sebagai hiasan di rambutku, serta sumping, kalung sungsun, kelat bahu yang berbentuk naga serta gelang paes ageng. Sempurna sudah riasanku hari ini sebagai pengantin. Tampak hadir sahabat-sahabatku, ada Kiki, Maria, Catur, Erfina, Lina, Ria, Caca dan Tika. mereka sudah tampak cantik dengan riasan kebayanya. Hatiku mulai gelisah, takut dan haru, ternyata seperti ini rasanya
Persiapan pernikahan kami semakin gencarnya. Mama, Papa, tante Rini dan om Baskoro tampak sibuk ke sana dan kemari. Tak terasa hanya seminggu lagi aku akan menikah dengan Mas Rafi, keluarga kami masih sangat memegang adat istiadat aku akan di pingit satu minggu hanya di dalam rumah saja, tidak boleh bepergian, tidak boleh bertemu mas Rafi dan harus berpuasa. Jenuh rasanya, biasa setiap hari ketemu dengan mas Rafi di kantor, mengerjakan ini dan itu tapi kali ini benar-benar tidak boleh. Tapi, mau tak mau aku mengikuti semua kata-kata eyang. Gak ada yang berani bilang tidak, kalau sudah eyang yang inginkan. Eyang kan cukup cerewet, mama dan papa saja selalu menurut. Dan tidak pernah mereka bisa melawan apa kehendak Eyang. Seperti persiapan pernikahanku kali ini, Eyang bisa di bilang ikut mempersiapkan dan mengecek segala keperluan yang tentunya harus sesuai dengan adat istiadat kami. "Yan, ini tante Nana sudah datang." "Iya Ma." "Duh cantik sekali calon pengant
Pagi ini hari seakan indah sekali, sebelum mandi dan mempersiapkan diriku aku pun memilih gaun yang akan aku pergunakan. Satu gaun warna merah, yang sederhana ini tampak cantik jika aku kenakan untuk pergi bersama Mas Rafi. Aku memotong kuku, kemudian aku luluran dahulu sebelum mandi. Ya ampun kenapa jadi berlebihan seperti ini sih, apakah benar aku sudah jatuh cinta kembali ke pada mas Rafi. SMS pun aku terima dari Mas Rafi, dan aku bergegas membacanya. “Yan, sudah siap belum, sekitar dua puluh menit lagi Aku akan sampai ke rumahmu?" Ya Allah pagi sekali, aku harus bergegas menyiapkan diri terlebih dahulu. Baru saja selesai mandi, mama pun memanggilku. "Yan, ayo segera Nak ini Mas Rafinya sudah datang." "Baik Ma, sebentar ya Ma." Ya sudah biarkan saja dia menungguku sejenak selagi aku bersiap. Gaun warna merahku yang aku pakai ini, aku padukan dengan High Hieels warna hitam, dan tas mungil warna hitam, cukup simplle dan elegant. Walau
Tidak sengaja, aku mendengarkan perkataan papa dan mama di telepon. Tampaknya obrolan itu sangat serius, aku pun melanjutkan langkahku menuju dapur, panas sekali hari ini, dan aku ingin mengambil jus yang segar dari dalam kulkas. "Oh iya Mas, baik Mas boleh kalau malam minggu ini Mas dan keluarga mau main ke rumah, nanti Saya sampaikan kabar baik ini dengan Istri dan Yanti Mas." Papa sedang telepon siapa sih, celoteh aku ke pada mama sambil bermanja-manja dan menonton televisi. "Mam...Yanti...., malam minggu Kalian beres-beres rumah ya, Mas Bustomi sama Nak Rafi mau main dan silaturahmi kesini." "Memang ada apa Mas? kok tumben mereka mau mampir ke rumah?" "Ya mungkin karena Yanti sudah bekerja di sana Mam, lagi pula kan Kami sudah hampir satu tahun belum bertemu." "Iya Mam, tidak apa-apalah sekali-sekali." "Ya Kalian masak ya, makanan yang istimewa, jarang-jarang mereka berkunjung ke sini." "Iya pap siap.
Yanti, Yanti mungkin kah aku jatuh cinta lagi, beberapa hari ini, Surya sering menghubungiku, seraya menelepon saja atau curhat melalui pesan-pesan singkatnya. Lumayan menghibur dan asyik Surya jika aku ajak mengobrol. Sore ini, aku akan bertemu teman-teman kampus dahulu, sembari mengorek-ngorek kepribadian Mas Surya dari mereka, mungkin saja teman-temanku masih mengingat siapa Surya saat kami di kampus dulu. "Aku jatuh cinta lagi Guy." Teman-temanku pun memandang sinis seraya menggodaku. "Seminggu lalu aku bertemu Kakak kelas kita di kampus dulu, Mas Surya, sekarang Dia tampak rapi dan keren loh...berubah sekali, jauh saat kuliah dulu." "Aduh Yan, hati-hati deh sekarang kalau memilih pacar, ingat untuk calon suami bukan untuk teman curhat saja." Kiki pun mengomeliku. Ya dia sangat hafal dengan perangaiku yang sering ceroboh jika sudah jatuh cinta kepada laki-laki. Wajar kalau dia sedikit berlebihan cerewet kepadaku kali ini. "Iya Ki,
Sudah setengah tahun, aku si petualang cinta ini hidup sendiri alias ngejomblo Wati. Papa dan Mama sering meledekiku. Tapi seperti yang aku bilang aku ingin fokus melanjutkan kuliah S2 aku terlebih dahulu, jika bisa menyambi kerja kenapa tidak? Tentu akan aku lakukan. Tapi jangan di perusahaan papaku, aku ingin bekerja di tempat lain, guna mengasah kemampuanku nanti. Kalau masuk ke perusahaan milik papa itu namanya bukan sebuah prestasi atau kerja keras yang bisa di banggakan tentunya. "Yanti tidak ada yang apel lagi toh malam minggu?" “Nanti Mam, suatu saat pasti akan ada lagi, sekarang aku lagi malas pacaran.” “Ya, jangan lama-lama menyendiri Yan, nanti kamu merasa nyaman lagi, ingat Kamu kan perempuan Yan, nggak boleh lama-lama ngejoblonya nanti kamu jadi perawan tua.” “Iya Ma, jangan tergesa-gesa juga lah. Mama jadi seperti nenek saja, cerewet, bawel dan kolot.” "Kamu ini!!" Aku mulai lelah pacaran seperti dulu