Malam telah larut, namun ada satu tempat yang justru semakin riuh saat malam semakin pekat. Tempat itu bernama bar. Hingar bingar musik terdengar memekakkan telinga, musik berdentum kencang di salah satu bar yang berada di hotel bintang lima – Bali, tempat dimana para anak muda semangat bergoyang untuk melepas penat.
Musik beat yang menghentak membuat sekumpulan anak muda itu semakin bersemangat untuk mengikuti alunan musik yang dibawakan oleh DJ professional. Namun meski begitu, tidak semua anak muda turun ke area dance floor. Levin, salah satunya, pria tampan yang masih berusia belia itu hanya asyik menikmati musik sambil menikmati alkohol yang tersedia di hadapannya. Sesekali kepalanya bergoyang mengikuti alunan musik yang ada. Tubuhnya bersandar nyaman pada sofa empuk yang ditempatinya sejak tadi, tentu saja dengan ditemani wanita yang bergelayut manja di lengannya. Bagi Levin, wanita, alkohol dan bar adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Hal yang membuatnya senang dan bisa melupakan kekusutan pikirannya akibat tugas kuliah yang menumpuk. Meski usianya masih terbilang belia, yaitu 20 tahun, tapi Levin sudah sering datang ke tempat seperti ini. Tentu saja karena koneksi yang dimilikinya, jika tidak, mungkin dirinya akan dilempar keluar oleh security yang bertampang sangar di depan sana. Levin baru saja melahap makanan ringan yang disuapkan oleh wanita pilihannya malam ini saat temannya yang bernama Joe datang menghampirinya. “Nggak ikut join, Bro?” tanya Joe sambil mengendikkan dagu ke arah dance floor yang kian ramai meski malam telah larut. “Lagi malas. Mending santai disini sama cewek,” balas Levin yang hanya ingin bersantai sambil menikmati alkohol tanpa mempedulikan keadaan sekitar. Hanya menikmati keramaian tanpa bermaksud terjun ke dalam keramaian itu sendiri. “Abis ini mau lanjut ngamar ya?” goda Joe tanpa filter membuat Levin mendengus mendengar ejekan temannya. “Belum tau. Liat nanti. Kalau lagi pengen main, ya lanjut ke kamar, kalau nggak, kayaknya gue langsung pulang,” balas Levin cuek. “Cowok brengsek kayak lo rasanya nggak mungkin nggak pengen deh. Lo kan paling nggak bisa dikasih liat cewek seksi langsung tegang!” ejek Joe sambil terbahak. “Sialan lo! Bisanya ngeledek aja!” maki Levin pada Joe, teman yang sebenarnya jarang dirinya temui, tapi kali ini tidak sengaja bertemu di tempat ini. Levin dan Joe memang memiliki kesamaan, yaitu suka bersenang-senang dan tidak bisa lepas dari dunia malam, tidak heran kalau mereka bertemu di tempat seperti ini. Joe masih terus tergelak, mengabaikan umpatan Levin dan kembali ke dance floor. Sementara Levin terus menenggak alkohol di tangannya, meski bar ini dipenuhi dengan musik yang menggema dan asyik didengar, dipenuhi dengan orang yang asyik bergoyang, tapi Levin merasa hatinya hampa. Seolah ada celah besar yang menganga di dalam hatinya. Celah yang membuat hatinya terasa dingin, sepi dan kosong. Tidak heran kalau Levin mencari keramaian di tempat seperti ini, berharap bar yang hiruk pikuk bisa membuat hatinya yang sepi menjadi ceria, tapi ternyata dirinya salah karena rasa kosong di hatinya semakin menganga lebar, tidak terobati sama sekali. “Pergilah, aku sedang ingin sendiri,” usir Levin pada wanita yang sejak tadi bergelayut manja di tubuhnya, tidak lupa tangannya membuka dompet dan mengeluarkan beberapa lembaran uang yang membuat mata sang wanita berbinar. ‘Tidak masalah diusir yang penting sudah dapat tips banyak! Meski sangat disayangkan karena aku belum dapat menikmati keperkasaan pria setampan ini,’ pikir sang wanita dan berlalu pergi, hendak mencari mangsa lain yang bisa dimanfaatkannya. Kini, Levin hanya seorang diri di ruang VIP ini karena Joe sudah kembali bergabung di area dance floor, asyik bergoyang dengan para wanita yang sibuk meliukkan tubuhnya dengan sensual hingga Joe terlihat semangat merapatkan tubuh pada wanita seksi di hadapannya. Tak urung tingkah Joe membuat Levin tersenyum tipis. Meski ada jarak yang memisahkan, tapi Levin tetap dapat melihat tingkah temannya dengan jelas melalui kaca jendela ruangannya yang berada di lantai atas, tepat diatas area dance floor yang semakin meriah meski malam kian pekat. Temannya memang brengsek, tidak heran kalau dirinya juga ikutan brengsek kan? Apalagi Joe lah yang memperkenalkan Levin dengan bar ini, meski secara tidak sengaja karena saat itu Levin sedang merasa terpuruk dan Joe datang di waktu yang tepat. Joe yang melihat Levin begitu frustasi, langsung berinisiatif membawanya ke bar ini dan mengajaknya bersenang-senang dengan cara yang biasa dilakukannya. Dan sejak hari itu, Levin menjadi terbiasa dengan dunia malam, hingga saat ini. Levin menggeleng melihat kelakuan Joe saat pandangannya tiba-tiba saja tertumbuk pada satu sosok gadis yang ikut memeriahkan area dance floor. Bergoyang dengan sensual hingga lekuk tubuhnya yang menggoda menarik perhatian banyak pria. Levin mengernyitkan kening, mencoba memfokuskan pandangan pada gadis yang sudah dikerumuni oleh banyak pria bagaikan gula dikerumuni semut. Tampak jelas kalau para pria itu tidak sabar ingin segera membawa gadis itu masuk ke ruangan tertutup untuk melampiaskan segala hal yang ada di dalam pikiran kotor mereka. Pikiran yang ada di benak setiap pria jika ada wanita seksi, cantik dan menggoda di dekat mereka yaitu keinginan primitive agar dapat memiliki wanita tersebut meski hanya satu malam. Tentu saja arti memiliki disini hanya ingin menikmati tubuh sang wanita tanpa ada niat untuk bertanggung jawab. Hanya bersenang-senang semata. ‘Sepertinya aku mengenal gadis itu. Wajahnya terlihat familiar. Apakah aku pernah bertemu dengannya sebelum ini? Tapi bertemu dimana? Atau hanya sekedar mirip? Atau aku yang salah ingat atau salah lihat?’ batin Levin penasaran dengan kening berkerut, masih sibuk mengingat-ingat. Tak lama kemudian gadis itu berhenti bergoyang, mengabaikan tatapan penuh nafsu yang dilontarkan para pria brengsek yang sejak tadi menghimpit tubuhnya. Gadis itu melangkah menuju bar, meminta segelas minuman pada bartender. Tanpa sadar kaki Levin melangkah, seolah ada magnet yang menariknya. Memutuskan untuk mendekati gadis itu, hendak menuntaskan rasa penasarannya. Levin bukanlah pria yang akan membiarkan rasa penasaran menggerogoti hatinya, jadi inilah yang Levin lakukan, mendekati gadis tersebut hingga rasa penasarannya terjawab. Namun ada satu hal yang tidak Levin pertimbangkan, yaitu kemungkinan bahwa hubungannya dengan gadis tersebut bisa menjadi rumit dalam satu malam! Tidak lama kemudian Levin tiba di samping sang gadis yang sedang berbincang dengan temannya. Tangan gadis tersebut tidak berhenti meraih minuman beralkohol yang ada di hadapannya dan menenggaknya tanpa ragu, seolah hanya meminum air putih. Tampak jelas kalau alkohol adalah hal yang tidak asing lagi baginya. ‘Sepertinya gadis ini datang hanya untuk melepas suntuk tanpa ada niat menggoda pria di bar ini,’ pikir Levin saat menyadari kalau gadis tersebut hanya asyik mengobrol dengan temannya dan mengabaikan para pria yang mengajaknya berkenalan. Baguslah, setidaknya gadis yang membuat Levin penasaran bukanlah wanita yang suka menggoda pria di tempat seperti ini. Tempat yang berisi pria brengsek sepertinya. Gadis itu asyik mengobrol dengan seru, raut wajahnya terlihat ekspresif. Levin tersenyum tipis. Entah kenapa apa yang dilakukan gadis itu semakin terlihat menarik di matanya. Mungkinkah karena wajahnya yang cantik? Atau karena lekuk tubuhnya yang seksi dan menggoda? Atau karena sikapnya yang cuek? Atau karena hal lain yang belum Levin pahami? Entahlah. Yang pasti tanpa sadar Levin terus memperhatikan gerak-gerik sang gadis, mengabaikan godaan wanita yang sengaja mendekatinya, seolah ada magnet tersendiri hingga membuat Levin enggan mengalihkan pandangan. Saat itu Levin belum menyadari kalau pertemuannya dengan sang gadis merupakan salah satu rencana Tuhan yang dapat mengubah jalan hidupnya yang datar dan membosankan menjadi berliku dan sulit untuk ditebak!Claire, sang gadis, asyik menggoyangkan kepalanya. Bukti kalau dirinya menikmati musik yang dibawakan oleh sang DJ. Claire sama sekali tidak menyadari kalau ada yang memperhatikannya. Atau bukannya tidak sadar, tapi tidak peduli? Entahlah! Toh dirinya hanya ingin bersenang-senang, jadi tidak perlu mempedulikan yang lain kan? Terserah mereka ingin melakukan apa, yang penting tidak merugikannya. Setidaknya itulah yang Claire pikirkan. Gadis itu memang terkenal cuek dan tidak peduli pada sekitarnya asalkan dirinya happy. Terdengar egois? Memang iya! Hingga keasyikan Claire terusik saat dirinya menyadari ada sesuatu yang aneh terjadi pada tubuhnya yang mendadak terasa panas, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya, otaknya terasa berkabut dan yang paling parah, dirinya merasa begitu bergairah, hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Selama ini, Claire memang sering pergi ke bar untuk bersenang-senang, tapi konteks bersenang-senang yang dirinya maksud disini hanyalah seba
‘Target ke toilet. Lakukan sesuai rencana. Ingat, aku tidak ingin mendengar kata gagal!’ ‘Baik, Nona!’ Mia menatap kepergian Claire yang terlihat sempoyongan. Senyum licik menghiasi wajah wanita itu. Tidak sabar ingin melihat kehancuran sahabatnya sendiri. Sahabat yang membuat Mia iri dengan segala hal yang Claire miliki. Kecantikan, kecerdasan, kekayaan, popularitas, keberuntungan dan masih banyak hal lainnya. Hal yang tidak dimiliki oleh Mia. Tidak heran kalau Mia memendam rasa iri dan benci yang teramat sangat pada Claire sejak lama meski dirinya dapat menutupinya dengan baik hingga Claire yang memiliki sifat naif tidak menyadari kebencian yang Mia pendam selama ini. Tidak sadar kalau sikap yang Mia tunjukkan selama ini hanyalah sekedar kepura-puraan. Tidak sadar kalau wanita yang Claire anggap sahabat selama ini nyatanya hanyalah musuh di dalam selimut. Musuh yang menunggu waktu kejatuhan Claire dan malam inilah saatnya Mia melihat kejatuhan saingannya! Sifat naif Clai
Levin melempar pria tersebut keluar lift dengan nafas terengah, lelah. Biarkan saja ditemukan orang lain nanti. Sekarang ada dua hal yang harus Levin lakukan segera. Pertama, menghapus rekaman CCTV di dalam lift dan di area lorong lantai 18 agar dirinya tidak dicurigai. Levin tidak ingin dipersulit. Kedua, mencari kunci kamar milik gadis yang masih bergerak gelisah karena pengaruh obat serta alkohol hingga tidak menyadari akan apa yang baru saja terjadi. Itupun jika gadis tersebut menginap di hotel ini, jika tidak, terpaksa dirinya harus turun ke receptionist untuk membuka kamar baru. Peringatan suara lift yang sudah terlalu lama terbuka membuat Levin bergegas masuk sebelum pintu lift tertutup otomatis. Levin tidak mungkin membiarkan gadis itu berada di lift sendirian, jika melakukan hal itu, maka bisa saja ada pria lain yang ingin memanfaatkannya dan itu artinya Levin telah membuang tenaganya dengan sia-sia! Nafasnya masih memburu karena acara tinju dadakan yang membuat tenag
Keesokan paginya… Claire terbangun karena silau matahari yang membuat tidur nyenyaknya terganggu. Kepalanya terasa pusing dan berat. Tubuhnya seolah remuk redam. Claire melenguh sambil menggeliat pelan, belum menyadari akan apa yang telah terjadi semalam. “Aduhh!” Claire meringis saat menyadari kalau tubuhnya terasa remuk dan bagian sensitifnya di bawah sana terasa nyeri. Rasa nyeri yang belum pernah dirasakannya, bahkan meski hanya bergerak sedikitpun, rasa nyeri itu langsung menyerbu area kewanitaannya. Claire memaksa kedua matanya untuk terbuka meski masih terasa berat dan melihat sekeliling kamar yang tampak asing di matanya. Bukan kamar tidurnya. Rasa panik seketika menyerbu hatinya hingga satu ingatan muncul di benaknya. Baru ingat kalau semalam, sebelum bersenang-senang di bar, dirinya memang sengaja membuka satu kamar karena enggan pulang ke rumahnya yang selalu sepi bagaikan kuburan. Rasa sepi yang membuat Claire memutuskan untuk bersenang-senang di bar yang menyatu d
“Alasan!” sinis Claire sambil menatap tajam ke arah Levin.Pria itu mengangkat bahu, terlihat santai. Meski sebenarnya rasa bersalah menguasai hatinya, tapi Levin berusaha menutupinya. Lagipula ini semua sudah terlanjur terjadi dan waktu pun tidak bisa diulang kembali, jadi ya sudah. Mau bagaimana lagi ya kan?Lagipula saat memutuskan untuk ‘membantu’ Claire meredakan hasratnya, Levin tidak tau kalau gadis itu masih perawan. Siapa yang menyangka kalau ternyata Levin lah yang melepas segel gadis itu semalam untuk yang pertama kalinya? Dan ketika Levin menyadari kenyataan itu, semua sudah terlambat karena dirinya tidak mungkin lagi berhenti. Apa yang sudah dimulai harus dituntaskan bukan? Bisa saja itu adalah salah satu cara Tuhan untuk membalas niat baik Levin yang membantu Claire agar tidak jatuh ke dalam jebakan Mia kan? Yaitu dengan memberikan Levin gadis perawan? Mungkin karena Tuhan tidak ingin berhutang padanya, makanya kebaikan Levin langsung dibalas malam itu juga! Dan Levin
Levin pulang ke rumah mewahnya yang terasa sepi dan dingin. Sejak dulu selalu seperti ini, orangtuanya sibuk dengan perusahaan hingga jarang berada di rumah.Levin bahkan tidak tau apakah orangtuanya sedang berada di Bali atau tidak karena sebagai seorang pengusaha, tidak jarang orangtuanya dituntut untuk bepergian ke kota atau bahkan negara lain jika diperlukan, membahas satu project dengan perusahaan asing yang memiliki target serta visi yang sama. Tidak heran kalau Levin mencari kebebasan di luar untuk mengusir rasa sepi di hatinya. Caranya memang tidak sepenuhnya berhasil, tapi setidaknya Levin bisa bersenang-senang dengan caranya sendiri. Meski hanya sementara, tapi rasa sepi itu bisa terlupakan sejenak saat dirinya berada di bar yang ramai atau di kamar hotel saat sedang bergumul dengan wanita bayaran yang dipilihnya.Contohnya seperti semalam saat dirinya sedang bergumul dengan Claire, sibuk mereguk rasa nikmat. Levin sama sekali lupa dengan rasa sepi yang ada di hatinya. Sema
Claire masuk ke dalam apotek dan membeli satu strip pil pencegah kehamilan. Dirinya takut hamil, apalagi Levin secara terang-terangan mengakui kalau dirinya tidak mengenakan pengaman semalam, menumpahkan benihnya ke dalam rahim Claire pula! Menyebalkan. Pria kurang ajar! Padahal saat ini Claire masih kuliah, walaupun sudah dalam tahap skripsi, tapi bagaimanapun juga Claire belum siap hamil. Masa depannya masih panjang, masih ada banyak hal yang harus Claire raih. Claire tidak ingin kehadiran bayi yang tidak direncanakan merusak masa depannya! Tidak heran setelah masuk kembali ke dalam mobil Claire segera meminum pil tersebut sambil berdoa dalam hati, berharap tidak ada benih yang terlanjur berkembang di dalam rahimnya. Berharap usahanya untuk mencegah benih Levin agar tidak membuahi sel telurnya berhasil! Sementara itu Mia menatap layar ponselnya yang menampilkan nomor asing. “Nona…”Mia mengenali suara orang yang meneleponnya. Dennis, orang suruhannya semalam.Akhirnya pria itu m
Nick mendesah frustasi saat Claire menyumpal mulutnya dengan cokelat, oleh-oleh yang baru saja ditolaknya. Claire bahkan tidak memberi Nick waktu untuk protes dan langsung mengomel dengan nada seperti orangtua yang sedang memarahi putranya.“Rasanya sama kan? Jadi tolong hargai pemberian gadis ini!” omel Claire membuat Nick memberengut kesal karena diomeli oleh Claire hingga membuatnya tidak bisa berkutik. Bagi Nick, ada dua orang wanita yang tidak bisa dibantah atau dilawannya, yaitu sang mommy dan Claire.Claire menoleh kepada sang gadis sambil tersenyum manis. “Jangan khawatir, aku pastikan Nick akan menghabiskan oleh-oleh darimu. Dia suka cokelat kok, apalagi Merlion chocolate adalah cokelat kesukaannya,” beritahu Claire. Setelah itu Claire menoleh dan menatap tajam Nick. Memberi perintah tanpa kata membuat pria itu hanya bisa mendesah pasrah. Tanpa perlu diucapkan pun, Nick tau apa yang Claire ‘perintahkan’ meski hanya melalui tatapan mata. Mereka sudah bersahabat lama, jadi s
Levin menghela nafas pelan, meratapi kesenangannya yang harus ‘terenggut’ setelah dipertemukan kembali dengan Claire. Jujur, Levin bosan jika hanya menuntaskan hasratnya melalui oral para wanita jalang.Levin bosan jika tidak bisa menikmati permainan di atas ranjang yang membuat hatinya terasa semakin dingin dan hambar. Levin ingin merasakan kehangatan dari pusat inti tubuh wanita dengan penuh gairah.Levin ingin menikmati setiap permainan mereka, bukan hanya sekedar ‘tumpah’!Levin sadar kalau para wanita itu merindukan kehebatannya di atas ranjang.Rindu pada cumbuannya yang menuntut dan bisa membangkitkan gairah wanita sampai ke level tertinggi. Rindu pada hentakan juniornya yang kuat dan bertenaga jika sedang berpacu di atas ranjang seperti kuda yang sedang bertempur di arena balap dan tidak terkalahkan, bukan yang ogah-ogahan seperti orang tidak niat begini! Levin ingin mendengar para wanita itu merintih, mengerang, mendesah dan menjerit puas samb
Malam harinya di bar…Levin terus menenggak alkohol, berusaha melenyapkan kebimbangan hatinya karena ucapan Johan dan tentu saja berusaha meredakan rasa kesalnya akibat penolakan Claire. Sikap ketus Claire, penolakan Claire, kedekatan Claire dengan Nick membuat rasa kesal enggan pergi dari hatinya, tidak heran kalau Levin melarikan diri ke bar. Berharap wanita dan alkohol bisa meredakan rasa kesal di hatinya. Hingga wanita pilihannya malam ini datang mendekati dan langsung menggodanya, tanpa pikir panjang Levin membawa wanita itu ke kamar hotel dan melucuti pakaiannya dengan ganas. Dirinya perlu pelampiasan setelah beberapa minggu berpuasa, lebih tepatnya terakhir kali Levin melakukan hal itu adalah pada saat menggauli Claire. Itu artinya sudah hampir sebulan juniornya tidak ‘ganti oli’. Mengenaskan bukan? Makanya, sekarang saat yang tepat untuk menghibur juniornya. Wanita yang memiliki lekuk tubuh menggoda itu terus berusaha meman
“Sudahlah, karena Claire tidak ingin berurusan denganku lebih baik aku kembali menikmati hidup. Semenjak kejadian itu aku belum sempat menginjakkan kaki lagi ke club malam untuk bersenang-senang. Bodohnya lagi saking cemasnya dengan Claire, aku berhenti mengencani wanita lain. Lebih baik nanti malam aku ke klub dan mencari wanita untuk memuaskan diri. Tidak perlu memikirkan Claire lagi. Lagipula Claire tidak membutuhkan pertanggungjawabanku dan berniat mengurus semuanya sendiri. Jadi, lebih baik malam ini aku bersenang-senang!” putus Levin.Keputusan yang didasari rasa kesal saat mengingat penolakan Claire. Pria itu baru saja membuat keputusan saat pintu kamarnya diketuk dan suara Johan terdengar dari luar kamar. “Tuan, apa saya boleh masuk?”“Masuk saja. Pintunya tidak dikunci.”Johan masuk dua detik kemudian, menatap Levin dengan pandangan menyelidik.“Ada apa? Kenapa menatapku seperti itu?”“Bukankah seharusnya saya yang bertanya? Apa yang terjadi hi
Claire merasa tubuhnya membeku seperti disiram air es saat mendengar ucapan Nick. Memang, pria itu mengucapkannya sambil lalu, tanpa ada maksud apapun, tapi tidak bagi Claire yang baru saja berdebat dengan Levin mengenai hal yang sama. Hamil. Bayi. Astaga, kenapa sekarang dirinya sering mendengar kata menakutkan itu?!Claire, yang tidak ingin membuat Nick curiga, berusaha menormalkan raut wajahnya yang mungkin saja terlihat tegang dan hanya tertawa dengan nada sumbang. “Jangan bicara sembarangan! Tadi kan aku sudah bilang lapar karena belum sempat sarapan. Padahal kamu tau sendiri kalau setiap pagi aku selalu sarapan kan? Tapi pagi ini kesiangan. Dan sekarang sudah menjelang siang, waktu yang tepat untuk brunch.”“Kesiangan gara-gara clubbing lagi?” selidik Nick membuat Claire terdiam. Kata clubbing mengingatkannya pada Levin dan malam laknat itu. Malam disaat dirinya harus kehilangan kegadisannya akibat pria brengsek yang bernama Levin. Tidak heran setelah malam itu Claire belum m
Pertanyaan Levin membuat Claire tersentak kaget, namun dengan cepat wanita itu menguasai dirinya dan menjawab ketus. Tidak ingin membuat Levin melihat kekacauan yang mendera hatinya hanya karena pertanyaan yang diajukan pria itu. “Jangan bicara sembarangan! Aku tidak akan hamil!” “Bagaimana kamu bisa begitu yakin? Kita melakukannya berulang kali, bahkan aku tidak pakai pengaman dan melepas benihku ke dalam rahim kamu, Claire!”Ucapan Levin membuat bulu kuduk Claire meremang. Rasa takut yang sempat dirasakannya beberapa waktu lalu kembali hadir. Padahal selama beberapa minggu terakhir Claire sudah berhasil mengenyahkannya, tapi ucapan Levin barusan membuat ketakutan Claire kembali muncul! Kurang ajar! Levin melepas cengkeramannya pada bahu Claire dan menyugar rambutnya dengan frustasi, berusaha menekan emosinya. Entah apa yang membuat Levin emosi seperti ini. Apakah benar hanya karena rasa bersalah? Atau karena Claire bersikap seolah yang mereka lewati malam itu tidaklah penting hin
Claire mengerang dalam hati saat Levin berjalan ke arahnya. Heran, kenapa pria itu masih mengejarnya terus? Apakah kata-katanya kemarin masih kurang jelas? Sepertinya tidak! Claire yakin sudah mengatakannya dengan sejelas-jelasnya. Tapi kenapa pria itu sangat bebal? Menyebalkan! Apalagi sekarang ada Nick, sahabatnya itu pasti akan penasaran dan bertanya macam-macam. Alasan apa yang harus Claire berikan saat Nick bertanya nanti? Hah! Levin hanya bisa membuatnya repot saja! “Dia siapa, Claire?” tanya Nick penasaran.Nah, benarkan? Pertanyaan pertama yang dilontarkan Nick saja sudah bernada penasaran seperti ini dan pasti akan berlanjut ke pertanyaan selanjutnya. Claire harus memutar otak agar sahabatnya itu tidak curiga! “Entahlah. Aku juga tidak kenal. Abaikan saja, lebih baik kita ke perpustakaan, masih ada buku yang harus aku cari,” ajak Claire sambil menarik lengan Nick, tidak mempedulikan Levin yang menatapnya dengan tajam. Claire melengos, hendak melangkah menjauh saat Levin k
Claire baru akan meninggalkan Levin sebelum lengannya dicengkeram kuat oleh pria itu membuat Claire menatap marah padanya. Tidak suka langkahnya dihalangi. “Levin, itu namaku. Rasanya bagaimana pun juga kamu harus tau namaku setelah apa yang kita lewati beberapa malam lalu.”“Who cares? Aku tidak peduli pada namamu. Sekarang lepaskan lenganku!” “Tidak!” Mata Claire menyipit tajam mendengar penolakan Levin. Tidak suka jika perintahnya dibantah, oleh pria yang membuatnya frustasi pula! “Bukankah sudah kukatakan jangan pernah menyapa jika kita tidak sengaja bertemu? Apa kamu tidak paham ucapanku?” “Kamu tidak bisa bersikap seolah tidak terjadi apapun, Claire!”“Tentu saja bisa karena apa yang terjadi kemarin adalah sebuah kesalahan dan ketidaksengajaan, jadi lupakan saja!” jawab Claire sambil menyentak kasar lengannya hingga terlepas dari cengkeraman Levin.Claire menatap Levin dengan sinis dan berlalu pergi tanpa menoleh lagi. Levin mengawasi kepergian Claire dengan tatapan tajamn
Nick mendesah frustasi saat Claire menyumpal mulutnya dengan cokelat, oleh-oleh yang baru saja ditolaknya. Claire bahkan tidak memberi Nick waktu untuk protes dan langsung mengomel dengan nada seperti orangtua yang sedang memarahi putranya.“Rasanya sama kan? Jadi tolong hargai pemberian gadis ini!” omel Claire membuat Nick memberengut kesal karena diomeli oleh Claire hingga membuatnya tidak bisa berkutik. Bagi Nick, ada dua orang wanita yang tidak bisa dibantah atau dilawannya, yaitu sang mommy dan Claire.Claire menoleh kepada sang gadis sambil tersenyum manis. “Jangan khawatir, aku pastikan Nick akan menghabiskan oleh-oleh darimu. Dia suka cokelat kok, apalagi Merlion chocolate adalah cokelat kesukaannya,” beritahu Claire. Setelah itu Claire menoleh dan menatap tajam Nick. Memberi perintah tanpa kata membuat pria itu hanya bisa mendesah pasrah. Tanpa perlu diucapkan pun, Nick tau apa yang Claire ‘perintahkan’ meski hanya melalui tatapan mata. Mereka sudah bersahabat lama, jadi s
Claire masuk ke dalam apotek dan membeli satu strip pil pencegah kehamilan. Dirinya takut hamil, apalagi Levin secara terang-terangan mengakui kalau dirinya tidak mengenakan pengaman semalam, menumpahkan benihnya ke dalam rahim Claire pula! Menyebalkan. Pria kurang ajar! Padahal saat ini Claire masih kuliah, walaupun sudah dalam tahap skripsi, tapi bagaimanapun juga Claire belum siap hamil. Masa depannya masih panjang, masih ada banyak hal yang harus Claire raih. Claire tidak ingin kehadiran bayi yang tidak direncanakan merusak masa depannya! Tidak heran setelah masuk kembali ke dalam mobil Claire segera meminum pil tersebut sambil berdoa dalam hati, berharap tidak ada benih yang terlanjur berkembang di dalam rahimnya. Berharap usahanya untuk mencegah benih Levin agar tidak membuahi sel telurnya berhasil! Sementara itu Mia menatap layar ponselnya yang menampilkan nomor asing. “Nona…”Mia mengenali suara orang yang meneleponnya. Dennis, orang suruhannya semalam.Akhirnya pria itu m