“Alasan!” sinis Claire sambil menatap tajam ke arah Levin.
Pria itu mengangkat bahu, terlihat santai. Meski sebenarnya rasa bersalah menguasai hatinya, tapi Levin berusaha menutupinya. Lagipula ini semua sudah terlanjur terjadi dan waktu pun tidak bisa diulang kembali, jadi ya sudah. Mau bagaimana lagi ya kan? Lagipula saat memutuskan untuk ‘membantu’ Claire meredakan hasratnya, Levin tidak tau kalau gadis itu masih perawan. Siapa yang menyangka kalau ternyata Levin lah yang melepas segel gadis itu untuk yang pertama kalinya? Dan ketika Levin menyadari kenyataan itu, semua sudah terlambat karena dirinya tidak mungkin lagi berhenti. Apa yang sudah dimulai harus dituntaskan bukan? Bisa saja itu adalah salah satu cara Tuhan untuk membalas niat baik Levin yang membantu Claire agar tidak jatuh ke dalam jebakan Mia kan? Yaitu dengan memberikan Levin gadis perawan? Mungkin karena Tuhan tidak ingin berhutang padanya, makanya kebaikan Levin langsung dibalas malam itu juga! Dan Levin tidak menolak karena meniduri gadis perawan rasanya sungguh berbeda. Tidak percuma Levin menghajar pria yang semalam karena dirinya jadi dapat untung! “Terserah kamu jika menganggapnya sebagai alasan. Sejujurnya aku tidak menyangka kalau kamu masih perawan. Maaf, karena aku yang menjadi pria pertama untukmu. Lagipula aku tidak habis pikir bagaimana bisa seorang gadis yang suka clubbing dan minum alkohol ternyata masih virgin? Aku pikir kamu menganut pergaulan bebas!” “Bukan urusanmu! Tidak semua orang yang pergi ke bar sebrengsek kamu!” ketus Claire membuat pria itu meringis kecil mendengar nada sinis Claire yang begitu pekat. Levin mengangkat tangan, tidak ingin mendebat. Sadar kalau dirinya memang salah karena telah merenggut mahkota seorang gadis tanpa izin. Tapi mau bagaimana lagi? Semalam adalah kondisi terdesak. Levin hanya melakukan apa yang seharusnya kan? Hening sejenak sebelum Claire kembali bersuara. “Apa semalam kamu pakai pengaman?” tanya Claire, mengorek informasi yang paling penting. Informasi yang berkaitan dengan masa depannya. Pertanyaan yang membuat Levin terdiam. Pria itu menggeleng pelan, membuat Claire memaki dalam hati. Rasa takut yang sempat sirna kini kembali muncul. Ya, awalnya Levin tidak ada niat untuk melakukan hal itu. Dirinya murni hanya ingin menolong Claire dan Levin juga tidak mungkin membawa kon-dom kemana-mana kan? Meski brengsek, tapi Levin tidak asal celup di setiap tempat! Hanya wanita yang telah dipilihnya lah yang bisa tidur dengannya. Dan Claire adalah pengecualian karena apa yang terjadi di antara mereka adalah diluar rencana dan dalam keadaan terdesak alias kasus khusus! “Di dalam atau di luar?” tanya Claire lagi, ingin mendapatkan informasi secara akurat. Meski terdengar ambigu, tapi Claire yakin kalau Levin memahami maksudnya. Dan jawaban yang dilontarkan Levin membuat setitik harapan di hati Claire langsung musnah. Harapannya pupus detik itu juga. “Di dalam,” sesal Levin. Claire hanya bisa memejamkan mata, sekarang bukan hanya dunianya yang runtuh, tapi masa depannya juga runtuh seketika! *** Pertanyaan Claire membuat rasa bersalah muncul di wajah Levin dan kali ini dirinya tidak berniat menyembunyikannya. Levin sadar kalau dirinya sangat ceroboh. Seharusnya Levin lebih berhati-hati, tidak boleh lupa diri atau lepas kendali. Tapi serius, semalam Levin benar-benar lupa hingga melakukannya begitu saja tanpa memikirkan akibat akan hal yang mungkin terjadi ke depannya nanti. Lebih tepatnya Levin hanya dikuasai nafsu tanpa sempat memikirkan apapun semalam. Desahan dan lekuk tubuh Claire yang menggoda membuat Levin lupa diri. Melupakan hal penting yang tidak seharusnya dilakukan. Ditambah rasa nikmat yang baru kali ini dirasakannya membuat otak Levin semakin berkabut dan tidak sempat menarik juniornya keluar saat ledakan kenikmatan itu datang menghampirinya hingga lahar panasnya tumpah memenuhi rahim Claire. “Shitt!” maki Claire kasar sambil mengepalkan kedua tangannya yang masih mencengkeram selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Rasa dingin merasuk ke tubuhnya. Rasa dingin yang didasari oleh rasa takut, bukan karena AC. Claire mendongak, berusaha mengusir air matanya yang hendak tumpah keluar. Berbagai macam pertanyaan berkecamuk dalam benaknya. Bagaimana bisa hidupnya berubah drastis seperti ini hanya dalam waktu satu malam? Bagaimana kalau nanti dirinya hamil? Bagaimana kalau masa depannya hancur karena kecerobohan satu malam? Bagaimana cara Claire bertanggung jawab atas kecerobohan dan kebodohannya? Apa yang harus Claire katakan pada daddy Alex nanti? Beliau pasti kecewa padanya. Tapi menyesal pun percuma karena semua sudah terlanjur kejadian. Nasi telah menjadi bubur. Claire hanya bisa memaki kebodohannya dalam hati. “Keluarlah! Tinggalkan aku sendiri!” ucap Claire serak, suaranya sarat akan kesedihan. “Tapi…” “Kamu tenang saja, aku tidak akan pernah meminta pertanggung jawabanmu jika sampai terjadi sesuatu. Kamu pasti tau ‘sesuatu’ apa yang aku maksud disini. Aku bisa mengurus semuanya sendiri. Aku akan anggap tidak pernah terjadi apapun semalam dan andai kita tidak sengaja bertemu, hal yang semoga saja tidak pernah terjadi, jangan pernah menyapa karena kita tidak saling mengenal,” sela Claire cepat sebelum Levin sempat berkata-kata. “Aku justru berpikir sebaliknya, aku yakin setelah ini kita akan semakin sering bertemu. Kamu pasti tau apa maksudku.” Jawaban Levin membuat Claire terdiam dengan pikiran berkecamuk!Claire terdiam. Otaknya bertanya-tanya, namun Claire menepis pertanyaan apapun yang ada dibenaknya. Tidak ingin memaksa otaknya yang menyedihkan untuk berpikir. “Apapun itu jangan pernah menyapaku karena aku tidak mengenalmu. Sekarang lebih baik kamu keluar dan tinggalkan aku sendiri!” usir Claire lagi. Levin terpaku sejenak, dirinya ingin membantah tapi mengurungkan niatnya. Melihat ekspresi wajah Claire, Levin pikir lebih baik diam untuk saat ini. Gadis, ralat, semalam Levin telah merenggut kegadisan Claire dan menjadikannya sebagai wanita seutuhnya jadi rasanya kurang tepat jika masih memanggil Claire dengan sebutan gadis. Wanita, itu kata yang lebih tepat. Ya, wanita itu pasti sedang kacau pikirannya jadi lebih baik jangan membantah atau mengusiknya. Biarkan Claire tenang dulu, toh cepat atau lambat mereka berdua akan kembali bertemu! Levin segera berpakaian, pria itu meraih kenop pintu dan berkata lirih, “I’ll be back, Claire.” Sepeninggalan Levin, Claire menangis dalam d
“Anda baru pulang, Tuan?” sapa Johan, pria berusia akhir 30an yang ditugaskan untuk menyelesaikan setiap masalah yang Levin timbulkan. Awalnya tugas Johan adalah untuk mengawasi Levin agar tidak berkelakuan liar, tapi percuma karena Levin lebih sering menyelinap dan sulit dinasehati hingga Johan menyerah. Akhirnya daddy Keenan menugaskan Johan untuk menyelesaikan setiap masalah yang ditimbulkan oleh putranya agar tidak terekspos ke pihak luar. Seperti semalam contohnya, saat Levin meminta bantuan Johan untuk menghapus rekaman CCTV. Levin tau pasti kalau daddy Keenan tidak ingin citra keluarga dan perusahaannya hancur hanya karena ulahnya. “Begitulah. Bagaimana dengan tugas yang semalam aku berikan? Sudah beres kan?” “Sudah, Tuan. Sekarang tolong beri saya penjelasan, kenapa anda harus memukuli seseorang dengan begitu ganas? Ada masalah apa antara anda dengan pria itu?” Levin menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Pertanyaan Johan terdengar seperti sedang menyelidikinya. Jujur,
Johan menghembuskan nafas berat. Dugaannya tepat. Tuan mudanya lagi-lagi meniduri wanita yang berbeda, kali ini lebih parah sampai tidak pulang ke rumah! Padahal biasanya selalu pulang meski baru tiba di rumah hampir menjelang pagi. Tapi kali ini malah baru pulang siang hari. Kacau! Johan tidak tau kalau yang Levin dapatkan semalam adalah gadis perawan yang membuatnya enggan berhenti. Karena biasanya jika dengan wanita bayaran, Levin hanya bermain sekali. Yang penting juniornya sudah ‘ganti oli’, beda dengan semalam. Semalam bukan hanya sekedar ‘ganti oli’, tapi mencari surga dunia. Semalam adalah kesempatan langka bagi Levin, dan tentu saja bagi juniornya, untuk merasakan kenikmatan seks yang sesungguhnya. “Bukankah anda bilang wanita itu mabuk? Anda bilang ingin menyelamatkannya dari pria yang berniat jahat, tapi anda sendiri melakukan hal itu padanya. Bukankah itu berarti anda sama jahatnya dengan pria yang anda hajar sampai babak belur?” “Tentu saja berbeda, aku memang mela
Keesokan harinya… Claire memarkir mobilnya di halaman kampus, tetap beraktivitas seperti biasa seolah tidak terjadi apapun saat weekend kemarin. Tidak boleh ada satu orang pun yang tau tentang apa yang terjadi padanya. Termasuk Nick, sahabatnya. Claire keluar dari mobil dan berjalan santai menuju kantin. “Claire!” panggil Mia dengan suara senyaring toa masjid. “Kenapa, Mi?” “Sabtu kemarin kamu kemana sih? Katanya mau ke toilet, tapi kenapa tidak kembali ke bar lagi?” selidik Mia penasaran. Ya, kemarin dirinya berencana ke rumah Claire untuk bertanya tapi mengurungkan niatnya, takut Claire curiga. Mia harus bersikap cerdik, jadi lebih baik menunggu hingga hari senin saat mereka bertemu di kampus meski rasa penasaran mendera hatinya. Tidak sabar ingin tau apa yang terjadi hingga Claire bisa lepas dari jebakannya. Bagaimana mungkin Claire yang sudah mabuk dan dibawah pengaruh obat perangsang bisa lolos dari jebakannya kan? Mia juga penasaran apakah Claire tau kalau dirinya yang
Nick mendesah frustasi saat Claire menyumpal mulutnya dengan cokelat, oleh-oleh yang baru saja ditolaknya. Claire bahkan tidak memberi Nick waktu untuk protes dan langsung mengomel dengan nada seperti orangtua yang sedang memarahi putranya. “Rasanya sama kan? Jadi tolong hargai pemberian gadis ini!” omel Claire membuat Nick memberengut kesal karena diomeli oleh Claire hingga membuatnya tidak bisa berkutik. Bagi Nick, ada dua orang wanita yang tidak bisa dibantah atau di lawannya, yaitu sang mommy dan Claire. Claire menoleh kepada sang gadis sambil tersenyum manis. “Jangan khawatir, aku pastikan Nick akan menghabiskan oleh-oleh darimu. Dia suka cokelat kok, apalagi Merlion chocolate adalah cokelat kesukaannya,” beritahu Claire. Setelah itu Claire menoleh dan menatap tajam Nick. Memberi perintah tanpa kata membuat pria itu hanya bisa mendesah pasrah. Tanpa perlu diucapkan pun, Nick tau apa yang Claire ‘perintahkan’ meski hanya melalui tatapan mata. Mereka sudah bersahabat lama, j
Claire berjalan melewati lorong selepas kuliah, hendak menuju parkiran dan pulang. Sendirian, tanpa Nick dan Mia karena kedua sahabatnya masih ada jadwal kuliah selanjutnya untuk mengejar ketertinggalan mereka karena semester sebelumnya terlalu sering bermalas-malasan. Beda halnya dengan Claire yang sudah dalam tahap skripsi hingga tidak memiliki terlalu banyak jadwal kuliah. Yang Claire inginkan saat ini hanya satu, tidur. Rasanya lelah saat harus berpura-pura terlihat normal meski pada kenyataannya dirinya sedang merasa frustasi karena apa yang terjadi beberapa malam lalu, saat kegadisannya terenggut tanpa dirinya sadari. Langkah Claire terhenti saat seorang pria yang membuatnya frustasi muncul tepat di hadapannya, menghalangi langkahnya. Rasa terkejut menguasai hati Claire, beruntung Claire dapat menguasai dirinya dengan baik. Claire beralih ke kanan, hendak melewati sang pria, namun pria itu malah sengaja menghalangi langkahnya. Berulang kali seperti itu hingga membuat Clai
Levin mengawasi kepergian Claire dengan tatapan tajamnya, tidak menyangka kalau Claire akan semarah ini padanya. Yah, walaupun itu adalah hal yang wajar. Siapa yang tidak marah saat keperawanannya direnggut oleh pria yang tidak seharusnya? Saat sedang tidak sadar pula. Tapi itu bukan salah Levin sepenuhnya karena pria mana yang tahan jika digoda oleh tubuh telanjang seorang gadis tepat di depan matanya kan? Apalagi Claire sangat menggoda dengan lekuk tubuh yang begitu menggiurkan membuat gairah kelelakiannya bangkit seketika! Jadi Levin tidak bisa dipersalahkan sepenuhnya. Dirinya hanya mengambil apa yang Claire tawarkan meski gadis itu menawarkannya tanpa sadar! Benarkan? Tidak ada pria normal yang bisa menolak wanita cantik. Apalagi yang sedang telanjang bulat dan terbakar gairah di hadapannya, sambil mendesah pula, kecuali kalau pria itu gay! Dan Levin jelas tidak gay karena dirinya memiliki banyak bukti nyata. Bukti atas kepiawaiannya dalam memuaskan wanita. Bukti bahwa suda
Dua minggu kemudian di kampus… “Claire!” “Hei, Nick.” “Bagaimana skripsinya?” “Aman! Tinggal tunggu jadwal sidang,” balas Claire dengan senyum sumringah membuat Nick ikut tersenyum, seolah senyum gadis itu menular padanya. Nick mengacak-acak rambut Claire membuat gadis itu protes seketika. “Aduh! Kebiasaan deh! Suka banget bikin rambutku berantakan.” “Kamu sama sekali tidak berubah. Dari dulu paling kesal kalau rambutnya diacak-acak begini, tapi aku suka sih melihatmu kesal. Lucu dan menggemaskan, seperti anak kecil. Apalagi kakinya pendek, benar-benar mirip bocah!” ejek Nick membuat Claire semakin merajuk. Kesal karena dibilang pendek! “Sudah jangan merajuk, nanti aku belikan strawberry cheese cake ice cream sekotak besar,” bujuk Nick saat Claire tidak merespon ucapannya, tau pasti apa yang menjadi kelemahan sahabatnya karena sejak dulu Claire memang paling suka ice cream, terlebih strawberry cheese cake ice cream yang tidak mungkin bisa ditolaknya. “Dasar nyebelin!” sun
Daddy Alex mengangkat alis saat mendengar permintaan Claire. “Nick juga tidak tau tentang kehamilan kamu? Bagaimana mungkin kamu menutupinya dari Nick yang adalah sahabat terdekatmu?”“Mungkin saja, Dad. Karena sampai detik ini hanya daddy yang tau dan aku juga tidak ingin orang lain tau mengenai kehamilanku, termasuk Nick.”“Daddy paham jika kamu tidak ingin orang lain tau mengenai kehamilanmu, tapi harusnya dengan Nick tidak masalah kan?” tanya daddy Alex, masih belum memahami jalan pikiran putri kandungnya. “Justru jika Nick tau mengenai kehamilanku, itu akan menjadi masalah besar, Dad. Daddy tau sendiri kalau Nick jauh lebih protektif daripada daddy. Selain protektif, Nick juga suka bertindak menyebalkan, dia pasti akan mengomeliku dan menceramahiku habis-habisan. Padahal daddy saja tidak melakukannya,” sungut Claire membuat daddy Alex terkekeh pelan. Tidak bisa memungkiri kebenaran dari ucapan putrinya. Ya, bagaimanapun juga daddy Alex melihat Nick tumbuh
Daddy Alex mengusap wajahnya yang terlihat semakin tua setelah mendengar pengakuan Claire. Pria paruh baya itu menghela nafas berat. “Jujur, daddy sangat kecewa dengan kamu. Selama ini daddy tidak pernah melarang kamu untuk melakukan apapun yang kamu suka, tapi daddy sudah berulang kali mengingatkan kamu agar tidak melewati batas, tapi malah akhirnya terjadi hal seperti ini. Namun di sisi lain, daddy menghargai kejujuran kamu. Mengakui hal sebesar ini pasti bukan hal yang mudah untuk kamu.” “Maaf, Dad.”“Tapi daddy juga merasa bangga karena kamu berani bertanggung jawab atas kesalahan yang telah kamu lakukan, meski tanpa sengaja. Kamu sudah dewasa dan sudah bisa menentukan jalan hidupmu sendiri, jadi jika kamu merasa Melbourne adalah negara yang tepat untuk ditinggali, daddy tidak akan melarang kamu. Daddy akan mendukung apapun keputusan kamu, asalkan kamu yakin kalau itu memang yang terbaik untukmu dan si kecil.”Claire menatap daddy Alex dengan mata berkaca-kaca.
Lagi, daddy Alex mendesah berat. Melihat kekecewaan yang terpancar dari wajah sang daddy membuat rasa bersalah yang menyerbu hati Claire kian meningkat. Selama ini Claire bertekad untuk tidak mengecewakan orangtuanya, tapi lihatlah kini apa yang dirinya lakukan terhadap daddy Alex? Claire bukan hanya mengecewakan daddy Alex, tapi juga membuatnya malu dengan hamil di luar nikah, tanpa tau siapa ayah dari bayi yang dikandungnya, setidaknya itulah yang Claire akui pada daddy Alex. “Apa kamu tidak berniat mengugurkan bayi itu?”“Tentu saja tidak, Dad! Bayi ini tidak berdosa, jadi aku tidak akan pernah membunuhnya. Apalagi meski bayi ini hadir karena kecerobohanku, tapi dia tetap darah dagingku, Dad!” sergah Claire, cukup kaget dengan pertanyaan daddy Alex.Tak urung hal itu membuat hati Claire bergetar takut. Takut daddy Alex memaksanya untuk melakukan aborsi, hal yang tidak mungkin Claire lakukan. Cukup sekali dirinya melakukan kesalahan, Claire tidak ingin melak
Keesokan harinya…Telapak tangan Claire saling bertaut. Hal yang selalu dilakukannya saat rasa gelisah melanda hatinya. Ini adalah hari pengakuan, wajar jika jantungnya berdebar kencang.Saking gelisahnya, suara ketukan pelan pun terdengar bagaikan bom di telinga Claire hingga wanita itu terlonjak kaget. “Nona, tuan besar sedang menunggu anda di ruang makan agar bisa makan malam bersama,” panggil Susan lembut. Oke, inilah saatnya. Tidak ada lagi kata mundur. Setiap weekend, daddy Alex memang lebih sering berada di rumah, kecuali jika ada urusan di luar kota atau luar negeri. Sedangkan hari-hari biasa dari Senin sampai Jumat, Claire malah tidak tau daddy Alex pulang ke rumah jam berapa saking sibuknya, maka dari itu Claire memilih weekend untuk mengaku dosa. Saat dimana daddy Alex bisa bersantai di rumah. “Oke. Sebentar lagi aku turun ke ruang makan.”Susan berlalu pergi, meninggalkan Claire yang sibuk menyiapkan hati. Wanita itu menghembuskan nafas panjang
Claire menelan saliva dengan gugup saat mendengar ucapan sang dokter. Tidak heran kalau suaranya sedikit terbata saat menjawab,“Ba… baik, Dok.”“Untuk point terakhir biasanya cukup sulit dilakukan karena suami anda belum terbiasa saat harus ‘puasa’ dadakan, ditambah lagi umumnya gairah ibu hamil bisa melonjak naik karena pengaruh hormon,” lanjut Rena, tidak memahami rasa canggung yang Claire rasakan. Atau bukan tidak paham tapi tidak peduli? Entahlah, yang pasti Claire hanya diam mendengar ucapan dokter yang membuat wajahnya memerah. Meski itu adalah hal yang wajar mengingat dokter kandungannya tidak mengetahui tentang kondisi Claire yang sebenarnya dengan pria yang menanam benih dirahimnya.“Baik, Dok.”Claire keluar dari ruangan, bergegas menebus resep yang ditulis dan pulang ke rumah.Usai makan malam, Claire merebahkan tubuhnya di atas ranjang, sibuk memandangi foto bayinya, yang baru terlihat seperti seukuran kacang, tapi dirinya tetap merasa takjub de
Claire mendorong piringnya menjauh, meski hanya lima suapan, tapi setidaknya sudah ada makanan yang masuk ke dalam perutnya. Itu lebih baik daripada kosong sama sekali. Wanita itu menoleh ke arah Susan yang sedang berjalan ke arahnya sambil membawa sekotak sandwich, bekal yang selalu Claire bawa ke kantor karena perutnya selalu meronta kelaparan meski belum waktunya jam makan siang akibat si kecil. “Thank you, Susan,” ucap Claire dan bergegas ke kantor sebelum terlambat.Sore hari di RS Permata Bunda…Claire meremas kedua tangannya dengan gelisah. Sekarang dirinya sedang menunggu antrian untuk menemui dokter kandungan. Heran, waktu sudah sore, tapi kenapa antriannya masih cukup panjang? Apakah dokter yang ditemuinya ini memang bagus?Sejujurnya, Claire tidak tau menau tentang dokter kandungan sama sekali. Dirinya hanya mencari rumah sakit yang cukup jauh dari kantor maupun rumahnya agar kemungkinan untuk bertemu dengan orang yang dikenalnya semakin menipis. Namun ha
Claire menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Setelah mandi dan makan malam, kini Claire sedang berbaring di ranjang empuknya. Meski dirinya sudah dalam posisi siap beristirahat, namun matanya enggan terlelap. Pembicaraannya dengan Levin tadi masih terngiang jelas di benak Claire. Oh, Tuhan! Bagaimana bisa Claire mengiyakan ajakan Levin untuk berteman? Kenapa bibirnya malah mengucapkan hal yang bertolak belakang dengan otaknya? ‘Apakah aku benar-benar mengiyakan permintaannya? Tentu saja iya, jika tidak, lalu siapa tadi yang berbicara?’ gerutu Claire merutuki hatinya yang mudah goyah. Seharusnya Claire menolak permintaan Levin untuk berteman.Seharusnya Claire mengambil langkah seribu saat Levin mendekatinya.Seharusnya Claire mengusir Levin saat melihat pria itu muncul di ruang tamu rumahnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengatakan apapun. Dan masih banyak kata ‘seharusnya’ yang berkecamuk di dalam benak Claire hingga membuatnya sulit tidur mesk
Keterdiaman Claire membuat Levin gugup. Pria itu tidak menyadari kalau Claire sama gugupnya dengan Levin, hanya saja Claire dapat menutupi perasaannya dengan baik. Levin menatap Claire dalam-dalam, memutuskan untuk terus maju. Dirinya bukanlah pria pengecut, jadi meski rasa gugup menguasai hatinya, tapi Levin harus tetap mengatakan apa yang dirinya rasakan. Saat Levin memutuskan datang ke rumah Claire, dirinya sudah bertekad untuk mengakui isi hatinya dan ingin mengatakan apa yang hatinya inginkan, dan inilah saatnya. Inilah kesempatan bagi Levin untuk mengutarakannya. “Aku harus mengakui satu hal, yaitu tentang alasan kenapa aku terus mengejarmu meski kamu telah menolak kehadiranku berulang kali. Alasan kenapa aku mengabaikan permintaanmu agar kita bersikap tidak saling mengenal.”“Kenapa?” “Karena aku menyukaimu.”Claire mengerjap, lidahnya terasa kelu. Bibirnya seolah terkunci rapat. Pengakuan Levin memang singkat, tapi sanggup memporak porandakan hati
Claire melajukan mobilnya menuju rumah, satu-satunya tempat yang bisa membuatnya merasa aman dan nyaman karena di rumah besarnya hanya ada Susan dan Claire bisa mengunci diri di kamar selepas makan malam hingga tidak ada yang curiga meski terdapat perubahan pada dirinya. Ya, tidak bisa dipungkiri akhir-akhir ini Claire baru menyadari kalau rasa mual yang sempat dirasakannya adalah karena pengaruh kehamilan, bukan sekedar masuk angin. Morning sickness itulah istilahnya meski harus Claire akui kalau rasa mualnya tidak hanya datang di pagi hari karena di saat-saat tertentu, rasa mual itu bisa saja datang. Terserah keinginan bayi kecilnya saja. Ditambah lagi indera penciumannya semakin sensitive membuatnya langsung mual jika mencium aroma yang terlalu menyengat, entah seperti ikan, gorengan, parfum, makanan tertentu atau hal lainnya. Namun betapa kagetnya Claire saat setibanya di rumah, dirinya malah menemukan Levin sudah duduk di ruang tamu rumahnya. Menunggu kepula