ROMEO Posisi Bulan yang berada tepat di belakangku dan menyandarkan dagunya ke pundakku membuatku bisa merasakan payudaranya yang menempel di punggungku. Jujur saja dia membuatku bangun. Tapi mungkin Bulan tidak sadar kalau posisinya itu begitu berbahaya. Walau bagaimanapun aku tetaplah seorang laki-laki normal yang memiliki hasrat dan nafsu."Cantik banget lukisan kamu, Rom. Cewek yang di sini mirip sama aku dan nggak ada bedanya," puji Bulan penuh kekaguman mengagumi lukisan tersebut melalui bahuku."Ya iyalah, Lan. Ini kan memang kamu," jawabku sambil tersenyum kecil."Tapi aku nggak nyangka bakal semirip aku lho, Rom. Kamu hebat. Keren. Lukisan kamu tuh udah kayak pelukis profesional." Pujian demi pujian tanpa henti berloncatan keluar dari mulut Bulan."Percaya nggak? Ini pertama kalinya aku melukis perempuan.""Percaya," jawab Bulan tanpa ragu.Aku nggak bohong. Kalau pun harus melukis manusia aku selalu melukis laki-laki. Bulan adalah perempuan pertama dan baru satu-satunya yan
REMBULAN Cahaya matahari yang menerobos melalui sela-sela tirai mengusik tidurku. Membuatku tidak nyaman dan memaksa untuk membuka mata.Aku mengerjap berkali-kali, beradaptasi dengan penglihatan yang baru. Di mana ini?Baru saja hendak menebak, rasa linu menjalar di sela-sela paha, membuatku bertanya-tanya apa yang sudah terjadi.Keherananku barusan seakan nggak ada apa-apanya. Begitu memutar tubuh segenap diriku dibuat kaget oleh seseorang yang tidur di sebelahku.Romeo!Kubekap mulut kuat-kuat dengan telapak tangan demi menahan teriakan agar tidak lolos.Bagaimana bisa aku dan Romeo berada di ranjang yang sama?Seakan belum cukup untuk membuatku terkejut aku kembali mendapatkan kejutan lainnya. Jantungku hampir terlepas dari rongganya ketika menyadari di balik selimut putih yang menyelubungi tubuh kami berdua aku dan Romeo sama sekali tidak berpakaian.Ya Tuhan ... apa yang kami lakukan semalam? Kenapa bisa begini? Apa aku dan Romeo melakukan hubungan intim? Lantas, bagaimana m
"Lan, lo di mana? Lama banget di Balinya."Itu bunyi salah satu pesan masuk yang kuterima. Pesan tersebut adalah dari Mecca. Masih banyak lagi pesan lainnya yang berasal dari Windy dan Tiara.Kubalas pesan itu.Me: Gue udah di apart.Mecca: Ih, kapan nyampenya? Kok nggak bilang-bilang kalo udah balik?Me: Dua hari yang lalu. Sorry ya, gue lupa ngabarin.Mecca: Tumben lo pake lupa. Biasanya selalu laporan di grup.Me: Sorry.Mecca: Sorry mulu dari tadi. Gue ke sana ya?Aku belum menjawab tapi Mecca sudah leave chat. Demi menghindari kecurigaannya kukirimkan balasan untuknya.Me: Oke.Mecca benar-benar datang dua puluh menit kemudian. Saat itu aku sedang mempelajari sistim franchise sebuah jaringan minimarket."Coba tebak gue bawa apa?" ucap Mecca langsung."Apa?" tanyaku tanpa minat. Tumben dia nggak nagih oleh-oleh dari Bali.Mecca melepas tas yang tersampir di bahunya, membukanya, kemudian mengeluarkan sesuatu dari sana."Taraaaa ..." Dia mengembangkan sebuah baju kaos berwarna put
REMBULAN "Lan, ayolah! Lo mau turun atau gue panggil Pak Romeo ke sini?" Mecca terus memaksaku yang membuatku lama-lama menyerah pada keinginannya. Aku yakin jika terus bertahan dengan sikapku dan terus menyatakan penolakan, Mecca akan bertambah curiga."Oke, biar gue yang turun," putusku kemudian."Nah, gitu dong!" Mecca tersenyum senang. "Sana gih, kasihan dia kelamaan nunggu."Malas-malasan aku keluar untuk kemudian menuju lobi. Romeo sedang duduk di salah satu sofa yang berada di sana ketika aku muncul. Dia tampak sedang merenung. Mungkin lamunannya terlalu jauh sampai-sampai nggak tahu akan kedatanganku. Aku terpaksa membuat batuk untuk memberitahunya. Dia terkesiap lalu tersenyum menyapaku."Hai, Lan, sorry muncul lagi di depan kamu," ucapnya setelah berdiri.Dari perkataannya, aku memaknainya bahwa dia sadar aku nggak suka akan kedatangannya."Makasih bajunya," kataku to the point tanpa basa-basi sama sekali."Baju itu aku beli saat hari terakhir di Venice. Tadinya aku mau n
ROMEO "Pak, Bulan ada di ruangannya," kata Mecca memberitahu sekeluarnya dia dan Windy dari ruangan Bulan."Thanks ya," ucapku."Yang sabar ya, Pak. Dia emang galak tapi nggak ngegigit kok." Windy menimpali.Aku tertawa sekenanya kemudian berlalu menuju ruangan Bulan.Sudah dua bulan lamanya aku dan Bulan nggak berkomunikasi. Aku juga nggak menemui dia walau Mecca sering mengajak. Aku menghargai permintaannya. Tapi lama kelamaan aku nggak bisa tahan. Bulan selalu mengisi pikiranku di setiap malam yang sepi. Meski sudah berusaha kuenyahkan namun bayangannya tetap nggak mau pergi. Sampai belakangan kumenyadari dia sudah membuatku jatuh cinta.Aku paling anti dengan yang namanya instalove. Tapi dengan Bulan segalanya terasa berbeda. Tidak ada yang salah dengan waktu dan pertemuan yang singkat. Bila cinta sudah menyapa kita bisa apa?Aku berhenti di depan pintu ruangan Bulan. Selama beberapa saat kuterpaku di depannya. Apa aku harus masuk sekarang? Lantas bagaimana reaksi Bulan? Apa dia
ROMEO"Om Romeee!" Seorang bocah kecil laki-laki berlari menghampiriku ketika melihatku datang. Dia adalah anak kakakku. Namanya Rigel.Aku berjongkok lalu merentangkan tangan untuk menyambut kedatangannya."Anak Om apa kabar?" tanyaku setelah Rigel berada di dalam dekapan."Ayik, Om (baik, Om)," jawabnya lucu. Dia memang menggemaskan dan menjadi kesayangan banyak orang."Lihat nih, Om bawa apa?" Kusodorkan bungkusan padanya."Oleeee!!! (Horeee!!!)" Rigel melompat-lompat menerima hot wheels yang kuberikan."Girang banget sih anak Mama. Apa itu, Nak? Oh, ada Om Romeo." Kak Kei, kakakku muncul ke tengah-tengah kami."Lihat, Ma. Om Rome beliin Je mobil-mobilan." Rigel mengangkat box, menunjukkan pada mamanya."Udah bilang makasih belum sama Om Rome?"Rigel menggeleng dengan lugu. Ekspresinya yang menggemaskan membuatku ingin menciumnya."Lupa ya Mama bilang apa?"Rigel kemudian melihat ke arahku. Bibir mungilnya bergerak-gerak dengan lucu. "Makasih ya, Om, udah beliin Je mobil-mobilan."
ROMEOGimana nggak kaget? Cewek yang mengisi tempat dudukku adalah Bulan."Rom, kok malah bengong? Sini!" Kak Kei kembali melambaikan tangannya agar aku mendekat.Aku yang diam termangu terpaksa menghampiri. Kulihat wajah Bulan semakin pucat. Dia melihatku saja sudah ketakutan, apalagi saat aku datang menghampirinya."Rom, kenalin, ini Bulan, temenku. Lan, ini Romeo, adekku."Ayo taruhan. Bagaimana reaksi Bulan? Apa dia akan bersikap pura-pura nggak mengenalku lagi?"Tepat dugaanku. Lagi-lagi dia bersikap pura-pura nggak kenal aku."Bulan," katanya sambil menyebutkan nama.Kutatap dia dengan lekat, ingin menyiratkan kalau aku nggak suka sikapnya yang pura-pura nggak mengenalku.Bulan memalingkan wajah, berlari dari kejaran mataku."Kei, bentar, gue ke toilet dulu," pamitnya pada Kak Kei."Hati-hati ya, Lan."Bulan mengangguk pelan lantas melangkah cepat meninggalkan kami. Aku melihat dia berjalan menuju toilet.Nggak mau membuang kesempatan, aku segera mengejar Bulan, namun tentu saja
REMBULANSejak membuka usaha sendiri aku lebih sering berada di toko ketimbang di apartemen. Usaha yang kujalani cukup menyenangkan. Aku hanya tinggal memantau dari belakang layar dan menerima progress penjualan. Namun ketika rasa jenuhku datang aku akan ngetem berhari-hari di apartemen.Saat aku sedang memeriksa laporan penjualan pintu ruanganku diketuk. "Masuk!" sahutku pelan.Dua detik setelahnya, Eka, salah satu pramuniaga muncul."Mbak Bulan, ada tamu," beritahunya."Siapa, Ka?""Dia bilang namanya Lakeizia, Mbak."Senyumku menyembul seketika. Aku memang memiliki tiga sahabat baik. Tapi berteman dengan Lakeizia vibes-nya begitu berbeda. Mungkin karena kami berada dalam gelembung yang sama."Suruh tunggu sebentar ya.""Baik, Mbak." Eka menghilang dari hadapanku dalam sekejap.Jarang-jarang Lakeizia atau yang biasa dipanggil Kei itu datang nyamperin aku. Kalau pun ingin bertemu dia selalu menghubungiku terlebih dulu.Kei sedang ngopi di depan toko ketika aku muncul di hadapannya.