"Deal? Ini hari terakhir aku kelas kepribadian?" Helios mengulurkan tangan pada Donita yang berdiri di depannya.Donita tersenyum lebar. Mata indah wanita itu lurus tertuju pada Helios. Dia pun menerima jabatan tangan Helios."Yup. Kamu sudah mulai terbiasa menjadi Tuan Muda. Kurasa kamu lebih siap menghadapi siapapun," kata Donita."Kalau begitu kita rayakan hari ini, boleh?" Helios punya rencana. Sudah lama ingin dia lakukan, dan sepertinya hari itu adalah saat yang tepat."Merayakan apa? Ini hanya tuntas kelas khusus, bukan kelas utama kamu, Helios." Donita bertanya-tanya apa yang Helios maksud."Sebenarnya ini hari ulang tahun ibuku. Lama aku ingin pergi ke tempat idaman ibu, untuk merayakannya." Helios menjawab dengan tatapan yang sedikit sendu."Really? Kamu dekat sekali dengan ibumu?" Donita makin lekat menatap pria tampan yang mempesonanya itu."Karena salah satu impian ibu, mengajakku ke Monas, entah saat dia ulang tahun atau aku yang ulang tahun," jawab Helios."Ooh?" Ada ra
Victor harus menahan diri agar tidak meledak. Dia menuju ke dalam mobilnya dan dengan cepat meninggalkan mansion. Di atas tol, dengan laju kendaraan yang lumayan kencang, Victor berteriak sekeras-kerasnya melepas rasa berat yang menekan di dadanya."Kenapa harus Tuan Muda, Doni! Kenapa harus dia??!!" Berulang kali Victor berteriak dengan kesal dan sedih menyatu di hati.Jika Donita jatuh cinta pada pria lain, yang tidak bersentuhan dengan hidup Victor, mungkin akan lebih rela melepasnya. Tetapi dengan Helios? Bagaimana bisa?Apalagi yang Victor lihat, Helios makin membuka diri untuk mentor cantik itu. Bukan tidak mungkin, Helios pun luluh dan punya rasa yang sama pada Donita. Jika benar itu terjadi, pasti situasi dia dan Helios tidak akan baik-baik saja. Sedangkan selama Helios menjadi anak Herman, Victor akan terus berada di dekat Helios. "Ini benar-benar di luar pikiranku. Aku melarang Helios, Donita pasti mengira aku cemburu." Victor masih bergulat di dalam hati. "Tapi, aku tid
Helios kaget dengan panggilan keras Melisa. Spontan dia juga menoleh karena nama itu sudah melekat pada dirinya sepanjang hidup. "Hai!" Melisa makin mendekat. Helios segera menata hati dan reaksinya. Dia tidak boleh salah bersikap dan juga menunjukkan ekspresi. "Mencari siapa?" tanya Helios. Dia pura-pura tidak merasa bahwa panggilan itu untuk dirinya. Melisa telah berdiri di hadapan Helios tidak sampai dua meter. Sementara Violetta ada di belakang Melisa dan semakin mendekat. "Sorry! Aku belum terbiasa memanggil kamu ... Helios, ya Helios. Soalnya kamu mirip sekali sama Ardi mantan aku," kata Melisa sambil tersenyum lebar. Helios mengurai senyum tipis di ujung bibir. "Ya, bisa maklum. Tapi aku Helios. Jangan salah lagi," ucap Helios lalu dia berjalan lagi menuju rumah besar. "Hel, kami jadi main ke rumah kamu. Kalau Om Her ga keberatan. Takutnya dia terganggu," kata Violetta. "Hm, di teras samping saja. Tapi aku akan lihat papa lebih dulu," uijar Helios. "Oke, teras samping
"Kamu sudah simpan semua datanya? Jangan sampai lambat gerak. Sesuai target kita, satu minggu harus kelar, Radit." Siska bicara serius di telpon. Dia berdiri di balik kaca dengan tirai tertutup, melihat ke arah rumah besar Herman. "Hmm, ayolah! Jadilah berguna. Aku urus masalah asmara Vio dan Ferry di sini," lanjut Siska. Kening Siska mengkerut. Sepertinya terjadi negosiasi yang alot dengan Raditya. "Aku tidak mau tahu. Aku punya target bulan depan Helios, Ardi, atau entah siapa namanya, aku mau segera terbongkar rahasianya. Herman tidak akan bisa mangkir kecuali mengusir dia dari sini." Siska makin tega bicara dengan emosi lebih tinggi. Klik. Panggilan dia akhiri. "Dasar manusia tak berguna! Setelah Herman, kamu yang aku akan habisi. Ingat itu, Radit," ujar Siska geram. Mata Siska masih memandang ke arah rumah besar Herman. Yang dia lihat di sana, Herman dan putra dadakannya itu tertawa gembira. Tidak tahan lagi Siska melihat semua itu. Tetapi tidak lama lagi jika kenyataan si
Kelas di akademi sudah tinggal beberapa kali pertemuan. Kelas-kelas terakhir bukan lagi mengenai materi, tetapi lebih banyak praktek dan mengerjakan proyek langsung untuk penilaian kelulusan.Suasana kelas lebih tegang dan tidak seceria hari-hari sebelumnya. Tekanan lebih terasa karena para pengajar dan mentor ingin semua lulus dengan hasil maksimal."Gila, tinggal satu minggu, laporan harus masuk. Banyak sekali yang harus disiapkan." Tony memelototi laptopnya. "Ya udah, fokus. Jangan mainan cewek dulu," sahut salah satu teman yang duduk di depan Tony."Sialan. Justru mereka yang ngasih aku energi ekstra," ucap Tony tak mau mengalah."Jangan nyesal aja, kalau kebanyakan perang di ranjang lalu otak kamu agak tumpul, hehehe," kata yang di sebelah kiri Tony.Helios yang mendengar gurauan sangar teman-temannya cuma tersenyum kecut. Ada rasa tidak enak juga yang muncul di hatinya. Salah satu yang jadi mainan Tony adalah mantan Helios."Oke, Class! You have twenty minutes left. Kerjakan de
Helios terkesiap. Dia terkejut tingkat dewa mendapat kecupan dari Donita!Saking kagetnya, Helios tak bisa bergerak. Yang jelas, wajahnya terasa panas, hingga ke dada. Dan ada desiran yang membuat perutnya campur aduk."Helios, aku ..." Donita masih memeluk Helios, dia tidak ada niat melepas pria tampan itu.Helios merasa ada yang bergejolak di dadanya. Mentor cantik itu, yang selama ini berjuang di sampingnya, dia ...Kembali kecupan lembut terasa di bibir Helios. Getaran terasa makin menguat di dada Tuan Muda. Sisi kejantanan Helios tak bisa mengelak pesona Donita dan suasana yang membuat dia mulai terhanyut.Tiba-tiba dering ponsel membuyarkan pergerakan yang mulai menguat di antara Helios dan Donita.Helios spontan melepas pelukan Donita. Kesadarannya segera kembali. Herman yang menghubunginya. "Halo, Pa?" Helios menyapa. "Oh, ya, sedikit lagi aku pulang. Ya, baik. Terima kasih, Pa." Selesai. Panggilan Herman berakhir, tetapi getaran dan debaran di dada Helios belum sepenuhnya s
Erma tahu Helios pasti merasa aneh dengan yang dia ceritakan. Tapi itu kenyatannya. Victor memang mencintai wanita yang unik, sedikit nyentrik, tapi sangat anggun dan cantik. "Kalau Tuan Muda bertemu langsung mungkin akan punya pikiran sama dengan saya," kata Erma lagi. Tangan Helios bergerak cepat. Dia buka galeri dan menunjukkan foto saat dia, Victor, dan Donita makan malam bersama. "Apakah ini orangnya?" tanya Helios. "Ah, benar. Ini wanita yang dicintai Tuan Victor. Jadi Tuan Muda juga kenal dengannya?" Erma cukup kaget mengetahui itu. "Ya, aku kenal dia." Helios kembali merasakan dadanya berdetak cepat. Tetapi debar yang kuat itu bukan karena Donita, melainkan karena Victor. Terbuka sudah kenyataan di depan Helios. Victor gelisah, bahkan sedikit marah pada Helios karena kedekatannya dengan Donita bukan persoalan perjanjian semata. Victor tahu gelagat Donita dan Helios lebih dari sekadar mentor dan anak bimbingnya. Dia pasti cemburu dan juga kecewa. Ah, malang benar pria itu
Helios dan Donita duduk berhadapan. Di kafe yang tak jauh dari akademi, tempat mereka pernah bertemu sebelumnya.Tidak ada yang bicara, belum tahu siapa yang akan mlemulai. Suasana akrab selama ini di antara mereka lenyap begitu saja. Rasa canggung yang menyelimuti keduanya."Kamu mau pesan makanan apa?" Akhirnya Donita membula suaranya."Aku tidak lapar. Aku mau minum saja," jawab Helios."Oke. Aku jus jeruk, kukira cukup." Donita pun tak ada niat memesan makanan."Aku mau lemon tea ice." Helios menyebutkan minuman yang dia mau.Pelayan datang dan menerima pesanan mereka.Tidak ada lagi percakapan lanjutan. Keduanya sibuk dengan benda pipih ajaib di tangan mereka."Doni""Helios"Keduanya saling menyebut nama."Silakan, Doni." Helios meminta Donita bicara lebih dulu."Well, aku mau minta maaf untuk tadi malam. Tapi, aku tidak menyesal semua yang telah terjadi." Donita membuka keheningan.Helios merasa debar-debar di dadanya bertambah."Mungkin aku terlalu cepat ingin menunjukkan pera