"Tuan! Tuan Besar!!" Vemy berteriak kaget saat masuk ke kamar Herman. Dia melihat Herman tergeletak dengan tubuh tegang dan gemetar. Wajahnya merah dan tampak dia tersengal-sengal berusaha bernapas. "Ya Tuhan! Tuan, kenapa begini!?" Vemy cepat-cepat mendekat ke ranjang. Dengan panik, Vemy membantu Herman memakaiu alat bantuan pernapasan. Tangannya gemetar karena terkejut luar biasa. Dia juga dengan cepat menghubungi Helios. Tetapi sayang, Helios tidak menerima panggilan Vemy. "Aduh, Tuan Muda sibuk kayaknya ... Ya Tuhan ... tolong ... Ah, Tuan Halim." Vemy beralih menghubungi Halim. Beberapa kali, akhirnya panggilan Vemy terjawab. Dengan tergopoh dan cemas, Vemy memberi kabar. Tentu saja Halim sangat terkejut mendapat kabar kalau Herman drop begitu cepat. Belum sampai dua jam sebelumnya Halim meninggalkan mansion, dan tiba-tiba mendapat kabar ini? Halim meminta Vemy menemani Herman, sedangkan Halim segera menghubungi dr. Luki. Dokter langsung menitahkan agar Herman dibawa ke rum
Hati Violetta berdesir. Dia telah menulis pesan pada pria tampan blasteran Perancis Indonesia yang dia kenal sebagai papanya, tetapi yang selalu tidak mau mempedulikannya. Violetta berhati-hati menuangkan isi hatinya, agar dapat membujuk pria itu menerimanya. Bagaimanapun, Violetta adalah putrinya. Yang terjadi antara dia dengan Siska, seburuk apapun, tidak semestinya mengalihkan pria itu dari tanggung jawab bahwa dia punya Violetta di dalam hidupnya. Bahkan, sekalipun dia telah punya keluarga baru dan bahagia bersama mereka."Hhuuffhhh ..." Violetta mengembuskan napas panjang, lalu membaca ulang pesan yang siap dia kirimkan.*Dear Daddy,It's been so long I don't contact you, I don't say hello and hope to know how are you doing. I am so sorry for that.Kali ini aku memberanikan diri menghubungi papa. Ada banyak kejadian yang aku alami dan aku benar-benar butuh papa. Jika aku katakan, please, look at me. I really need you the most right now.Di rumah, semua semakin berat. Aku benar-
Siska berjalan tergesa-gesa menuju ke kamar di mana Herman dirawat. Cuma satu yang Siska mau katakan pada pria itu, Herman adalah pria munafik. Kebencian Herman padq Siska dan Raditya yang membuat konglomerat itu membuat rekayasa sangat apik terkait Helios sebagai Tuan Muda Hartawan. Dari awal Siska tidak percaya jika Helios adalah anak Herman, hingga doa mulai yakin, lalu mencari cara agar Helios dan Violetta bisa jadian. Ternyata, Herman melakukan kebohongan besar. Benar-benar kejam pria itu pada Siska.Kamar Herman tinggal beberapa meter lagi. Siska makin mempercepat langkah kakinya. Siska sudah tidak sabar ingin meluapkan kemarahannya pada Herman.Pintu kamar Herman tertutup. Dengan cepat Siska mendorong hingga pintu terbuka. Bagus sekali. Herman di dalam sendirian, berbaring lemah di atas ranjang pasien."Ah, senang sekali aku bisa melihatmu di sini, Herman!" Dengan senyum sinis Siska melangkah masuk, mendekat ke sisi ranjang.Tentu saja Herman sangat kaget melihat tiba-tiba Sisk
"Aku puas! Puas sekali melihat Herman tak berdaya. Sedikit lagi, sedikit lagi dia pasti mati! Aku harus menerornya. Kalau dia makin tertekan, sudah pasti jantungnya tidak akan mampu bertahan lagi. Tidak lama lagi, semua kesombongan pria tua itu akan habis." Siska bicara sendiri sambil memandang wajahnya di cermin.Melihat Herman terkapar hampir tak bisa bergerak di atas ranjang, sungguh pemandangan menyenangkan untuk Siska. Kali ini dia harus berhasil menyingkirkan Herman. Siapa yang menduga, rekayasa kisah si Tuan Muda, buatan Herman sendiri yang menghancurkan dia."Kamu kira kamu akan hidup selamanya? Hah, manusia sombong pasti ada ujungnya. Dan ujungnya kehancuran paling menyakitkan. Selamat menikmati kematian yang segera datang, Herman." Senyum kemenangan dan juga diiringi kebencian pada Herman terpampang jelas di wajah cantik Siska."Mama!" Siska berbalik, tampak Violetta di depan pintu kamarnya. Terlihat gadis itu lesu dengan mata masih sembab. "Ada apa?" tanya Siska sembari me
Violetta memegang dadanya dan mengembuskan napas berat. Kenyataan yang dia hadapi sama sekali menyakitkan. Dia harus mendengar kisah dirinya dari orang lain. Mamanya selama ini berusaha menutupi karena ingin mengubur aib yang dia buat."Tuan Pieter sangat baik. Dia sangat sayang Nyonya dan Non Vio." Harun meneruskan.Violetta mengangguk. Tidak mungkin dia lupa. Meskipun samar, kenangan akan padanya masih tersimpan. Yang dia ingat papanya suka tersenyum dan ramah. Pelukannya kuat dan menenangkan. "Kenapa papa pergi kalau dia menerima aku dan mama, tidak peduli bagaimana latar belakang aku ada?" tanya Violetta.Harun memejamkan mata. Dia seolah-olah mengumpulkan ingatan. Mungkin lebih tepatnya, dia menyiapkan kalimat yang tepat untuk dia ungkapkan."Nyonya kembali pada dunianya. Tuan Pieter sedih dan kecewa." Jawaban itu diucapkan tenang sekali.Violetta seketika mengerti. Ibunya pasti punya pria lain. Pieter tentu saja merasa dikhianati. Dia menerima aib Siska, bahkan mengakui Violetta
Helios kembali ke mansion. Masuk ke rumah besar, semua terasa berbeda. Biasanya rasa nyaman berada di rumah yang memenuhi hati Helios. Tetapi dengan semua yang terjadi, rasa asing, seperti saat awal dia datang yang datang mendarat di hatinya.Dengan lesu, Helios naik ke kamarnya. Di tangga dia bertemu dengan pelayan yang sedang membersihkan rumah. Pelayan itu menanyakan kabar Herman. Ada raut kesedihan juga di wajah si pelayan."Semoga Tuan Besar kembali sehat dan cepat pulang," kata pelayan itu setelah mendengar kabar dari Helios."Ya, Bu. Semoga saja." Helios menjawab sambil melanjutkan langkah menuju kamarnya.Masuk ruang besar itu, Helios makin resah. Ada rasa kehilangan yang besar tiba-tiba menyusup. Kamar itu, tempat pertama yang dia lihat saat berada di rumah besar itu, sebagai korban penculikan. Kamar itu juga saksi segala rasa dan pergumulan hati Helios menjalani hari-hari sebagai Tuan Muda.Helios mengangkat kaki dan berjalan menuju balkon. Dia kangen ternyata berada di sana
Helios meraih kedua tangan Violetta. Dia mau memastikan kalau dia membawa Violetta, dia akan berjuang agar mereka bahagia bersama."Pasti ga mudah. Yang kita hadapi semua belum pasti. Tapi aku yakin ada jalan. Jika kita tetap saling sayang, semua bisa kita lewati," kata Helios.Ini saat penenutuan yang tidak mudah. Tetapi Helios bertekad akan tetap di samping Violetta. "Oke. Kita pergi. Kita akan ke mana saja bersama. Tapi janji, Hel, apapun yang terjadi kamu ga akan menjauh." Violetta mempererat pegangan tangan mereka."Aku janji. Kita akan tetap bersama, apapun yang terjadi."Ucapan Helios membuat hati Violetta campur aduk. Benar, dia memang ingin pergi. Tidak terkira, dia akan pergi dengan pria yang dia sebut 'hero' di hidupnya. Jalan sudah terbuka, Violetta tidak akan sendirian di luar mansion."Kapan kita berangkat?" Violetta bertanya dengan jantung masih berdetak cepat."Tuan Besar masih dalam pantauan dokter. Masih belum lolos masa kritis. Jika dia mendengar aku pergi, aku kua
Violetta memegang erat pinggir jendela mobil. Dia masih tidak percaya dengan yang Helios katakan. Mereka harus segera berangkat atau mereka akan terlambat."Vio, pasti ada yang gawat. Aku ga mungkin pergi. Jika terjadi sesuatu dengan Tuan Besar, aku akan menyesal seumur hidup!" Helios memberikan alasan."Hel, tapi kita sudah mengatur semua, kita-""Aku ga mungkin ga ke sana, Vio. Kondisi Tuan Besar pasti gawat!" sahut Helios dengan tatapan panik.Terpaksa, Violetta melepas tangannya dan mundur beberapa langkah. Matanya terlihat kesal, tapi juga bingung."Fine. Pergilah!" Violetta berdiri dengan kedua tangan meremas ujung kaos yang dia pakai. Dada Violetta dengan cepat terasa berat. Dia menatap Helios tak berkedip. Kenapa jadi begini?"Aku pasti kembali. Kita pasti sama-sama. Aku ga akan ingkar." Helios memandang Violetta dengan perasaan campur aduk. Semua sudah dia atur dengan rapi, tapi kenapa seperti ini? Helios hampir yakin Tuhan memang menginginkan dia dan Violetta bersama. Lalu