Share

Sang Tuan Muda Sejati
Sang Tuan Muda Sejati
Penulis: Ayunina Sharlyn

Bab 1. Diculik!

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-03 20:06:41

“Bodoh! Ini sudah keterlaluan!”

Ardiananda Krisnadi terdiam. Pria muda hampir dua puluh empat tahun dengan tubuh tinggi itu mengepalkan tangannya dan menunduk dalam-dalam. Lagi-lagi dia difitnah teman kerjanya di depan bos.

Namun, alih-alih mendengar penjelasan Ardi, si bos justru meledak-ledak, percaya penuh pada karyawannya yang melapor karena karyawan tersebut adalah pegawai kepercayaan si bos.

“Sudah berapa kali kamu berulah, hah!? Sebelumnya aku masih baik sama kamu. Tapi sekarang tidak!” Bosnya melanjutkan. “Aku tidak bisa mentolerir lagi kelakuan ini, Ardi! Kamu aku pecat!”

Pemuda itu terbelalak. “B-Bos, dengarkan penjelasan–”

Si bos mengibaskan tangannya dan langsung berbalik pergi.

Bahu Ardi menurun, semangatnya pupus. Ia kemudian mengganti seragam kerjanya dengan pakaian hari-hari yang dia bawa. Dia membereskan loker dan meninggalkan seragamnya di sana.

Dengan ransel di pundak, Ardi keluar dari tempatnya bekerja.

Di tepi jalan, Ardi menoleh dan melihat lagi bangunan yang telah lebih satu tahun menjadi tempatnya mencari nafkah.

Jujur saja, Ardi suka bekerja di situ. Sebagian besar rekannya ramah dan menyenangkan.

Sayangnya, gara-gara satu orang yang tidak suka dengannya, Ardi harus didepak keluar tanpa diberi kesempatan membela diri.

Ardi akhirnya memutuskan untuk pulang ke kontrakannya untuk menenangkan diri dan beristirahat.

Namun, baru saja dia sampai di depan bangunan yang menjadi huniannya selama ini, seseorang memanggilnya.

“Heh, Ardi! Bayar kos!” Seorang wanita gemuk berdiri dengan berkacak pinggang kira-kira empat meter di depan Ardi.

Ardi menghela napas.

“Maaf, Bu, saya belum ada uang,” ucapnya hati-hati. “Saya akan segera bayar–”

“Kapan!? Sudah tiga bulan nunggak, ini masuk bulan ketiga!” sela wanita itu dengan mata melotot. “Kamu nggak malu apa? Bisa tidur nyenyak di rumah orang tapi nggak mau bayar!?”

“Bukan begitu, Bu.” Ardi mencoba menenangkan ibu kosnya, meskipun kepalanya pusing memikirkan bagaimana ia membayar tunggakan, padahal ia baru saja dipecat. “Tolong beri saya waktu lagi. Sebelumnya saya selalu bayar tepat waktu, tetapi belakangan saya–”

“Alah! Alasan!” bentak Bu Narti, si ibu kos. “Kamu pikir aku nggak tahu gaya anak muda macam kamu itu? Sudah biasa aku dikerjain. Kali ini nggak bakal mempan. Kamu bayar atau kamu keluar!”

Tangan Bu Narti teracung menuju pintu keluar rumah kos miliknya.

Ardi terbelalak mendengarnya. Dia diusir?

Tidak cukup dipecat dari tempat kerjanya satu jam yang lalu, ia kini diusir?

“Bayar sekarang atau angkat kaki!” Bu Narti kembali berkata. Wanita itu berkacak pinggangg. “Lagian aku sudah ada calon penghuni baru buat kamarmu itu. Udah rugi aku nampung kamu gratis di sini berbulan-bulan!

“Bu, tolong–”

“Terakhir aku ngomong, ya? Kamu bayar atau keluar!” Makin keras suara Bu Narti.

Beberapa penghuni kos sampai membuka pintu kamar dan menonton kejadian itu.

Ardi sangat malu. Rasanya dia seperti pencuri yang ketahuan. Tidak ada pilihan. Ardi masuk ke kamar dan membereskan barang-barangnya yang tidak seberapa itu.

Tas besar dan satu kardus, ditambah ransel kumal yang terus tersampir di pundaknya. Ardi tidak berani melihat siapa pun dan tidak ada niat berpamitan pada siapa pun.

Dengan tatapan tajam ibu kos yang terus mengekori, Ardi melangkah keluar dari rumah kos itu.

“Gila. Hari ini sial sekali aku. Dipecat bos, lalu diusir Bu Narti. Astagaaa … aku harus ke mana?” Ardi duduk di sebuah halte kecil, di pinggir jalan. Sebenarnya tidak bisa disebut halte. Hanya bangunan untuk berteduh dan orang-orang biasanya menunggu angkutan umum lewat.

“Ah, Melisa.” Ardi dengan cepat mengeluarkan ponsel jadul miliknya, berniat menghubungi wanita cantik yang hampir enam bulan terakhir ini dia sebut sebagai kekasih.

Namun, sayang sekali ponselnya tersebut kehabisan baterai–seakan belum cukup kesialan Ardi hari ini.

Pada akhirnya, Ardi memutuskan untuk langsung ke rumah Melisa

Bagus, untungnya Melisa sedang di rumah. Meski sempat terkejut, senyum kemudian terpasang di wajahnya. Namun, entah kenapa wajahnya terlihat canggung.

“Hai!” sapa Melisa. “Kenapa tiba-tiba datang, Ar? Mau kasih kejutan ya?”

Akan tetapi, melihat bawaan Ardi penuh di tangan kanan dan kiri, senyum Melisa menyusut. Dia mengerutkan kening dan menatap tajam pada Ardi.

“Mel, bantu aku. Aku diusir dari kos.” Dengan wajah memelas Ardi memandang wanita muda yang cantik di depannya. Wajahnya oval, dengan rambut ikal sepunggungnya.

“Disuir? Kenapa? Kamu nyuri!?” Langsung nada suara Melisa meninggi.

Ardi meletakkan tas besar dan kardus yang dia pegang. Lalu dia menjelaskan yang terjadi padanya hari itu. Mengapa sampai dia bisa diusir sama ibu kos.

“Jadi kamu menyalahkan aku? Kamu nggak bisa bayar kos karena beliin aku pakaian dan skincare? Jangan naif!” Melisa tidak bisa terima yang Ardi katakan. “Kamu pacarku, Ar. Udah tugas kamu memenuhi yang aku butuh. Itu bukti cinta kamu! Masalah bayar kos, itu urusanmu!”

Wanita itu melanjutkan, “Kalau memang kamu miskin, nggak usah ngajak aku pacaran. Udah kayak gini kamu nyalahin aku! Enak aja!” Makin tinggi nada suara Melisa. “Ternyata kamu cuma menang tampang doang, tapi bokek!”

“Mel, please, tolong aku. Bisa aku setidaknya tinggal di rumah kamu sementara sampai aku–”

“Gila! Kamu pikir rumahku tempat penampungan tunawisma apa!?” ucap Melisa ketus. Ardi terkejut menerima respons dari wanita yang ia cintai tersebut.

“Sayang, siapa ini?” Tiba-tiba dari belakang Melisa, muncul seorang pria yang langsung merangkul gadis itu dengan mesra. “Pengemis ya?”

Melisa bergelayut manja pada pria tersebut. “Bukan siapa-siapa, Sayang.” Nada bicaranya berubah manis. “Ayo masuk.”

Wanita itu mendorong pria asing tersebut masuk. Dengan tatapan penuh rasa jijik, Melisa berkata pada Ardi, “Kita putus!” tanpa suara.

Setelahnya, ia berbalik dengan cepat masuk ke dalam rumah dan membanting pintu.

Ardi merasa lemas.

“Kamu selingkuh di belakangku, Mel?” ucapnya lemah.

Habis sudah. Hancur dan luluh lantak. Lengkap sekali kesialan yang dia alami. Dengan lesu dan tubuh lunglai, Ardi membawa lagi barang-barangnya ke jalanan. Ardi tidak tahu akan ke mana. Dia tidak yakin akan ada yang mau menampungnya. Ardi terus saja berjalan tanpa tahu arah.

Tiba-tiba hujan deras turun. Bagus sekali! Ardi basah dalam waktu sekian menit. Ardi memilih berteduh di bawah pohon besar di pinggir jalan. Ardi ingin menangis tapi tidak bisa. Ingin berteriak, tapi tidak ada daya. Semua berantakan di hidupnya. Apa lagi yang dapat Ardi lakukan? Tidak ada pekerjaan, tidak ada tempat tinggal, dan diputus wanita yang paling dia cintai. Semua semakin kacau!

Ardi mengangkat wajah dan melihat sekeliling. Kira-kira lima belas meter di sisi kirinya, ada jembatan cukup panjang. Sungai besar melintas di bawah jembatan itu. Ardi bangun dan melangkah ke arah jembatan. Ya, untuk apa Ardi hidup lagi? Lebih baik dia lenyap saja dari muka bumi.

Pemuda berkulit terang itu berdiri di pinggir jembatan. Dia memandang ke sungai di bawah jembatan yang arusnya begitu deras, sementara hujan masih mengguyur meskipun sudah tidak lagi deras.

"Lompat saja! Kamu tunggu apa? Tidak ada gunanya lagi kamu hidup! Semua berantakan, sia-sia. Ayo, lompat!" Suara itu dengan keras terdengar, tetapi hanya di dalam hati Ardi.

Hati Ardi berdebar-debar. Kekalutan sedang menyelimuti dirinya. Putus asa tengah mendera jiwanya.

Hidupnya kacau balau. Dia tidak ingin melakukan apa-apa lagi. Karena semua usaha yang dia telah lakukan, hanya membentur dinding, tidak ada gunanya.

Ardi sudah memantapkan hati untuk melompat saat tiba-tiba dia merasa ada yang menarik tubuhnya dengan kuat sekali.

"Argh!" Ardi berteriak dengan keras karena terkejut luar biasa.

Sosok yang menarik tubuhnya membekap Ardi dengan kain dan membuat Ardi gelagapan. Tubuhnya berangsur melemas dan Ardi terjatuh di jalanan yang basah.

Di ambang kesadarannya, Ardi bisa mendengar suara seseorang berbicara pada yang lain.

“Kami sudah menemukan pewaris Anda, Tuan.”

Bab terkait

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 2. Pria Berkumis yang Misterius

    Perlahan, mata Ardi terbuka, meskipun terasa berat. Kepalanya terasa berat dan pusing–membuatnya refleks menyentuh keningnya."Dia bangun, Tuan!" Suara seorang pria terdengar jelas di telinga Ardi. Sepertinya pria itu ada tidak jauh darinya.Ardi memaksa untuk menoleh ke sumber suara. Cahaya di ruangan itu sangat terang dan membuatnya silau. Berapa terkejutnya Ardi ketika ia melihat apa yang ada di sekelilingnya!"Di mana …?"Sekitarnya tampak besar, luas, dan mewah. Dinding dan langit-langit kamar berwarna putih bersih, dengan barang-barang mewah ditata apik bak rumah jutawan. Semua juga berwarna putih. Aneh sekali. Apa ini di surga? Lalu siapa pria yang tadi bicara?Ardi melihat seorang pria setengah baya berkumis duduk di kursi besar, kira-kira empat meter jaraknya dari ranjang. Di sebelah pria itu berdiri pria yang lebih muda, mungkin baru masuk usia tiga puluhan. Mereka mengenakan pakaian hitam-hitam, melawan semua warna putih yang ada di ruangan itu."Selamat datang, Anak Mud

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-05
  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 3. Kenapa Aku?

    “Siapa itu Helios?”Halim tidak mengomentari perkataan Ardi. Dia justru menoleh dan bicara setengah berbisik pada Victor. Victor mengangguk dan bergerak mendekati bufet kecil di sisi kanannya. Dia mengambil sebuah folder berwarna biru gelap dan memberikannya kepada Halim.Halim membuka folder dan mengambil beberapa dokumen penting. Dia membebernya di atas meja. Ardi mengerutkan kening mencoba melihat dengan lebih jelas, berkas apa saja yang ada di sana."Mendekatlah, Tuan Muda. Ini beberapa berkas yang akan paling kamu butuhkan untuk menjalankan misi besar hidupmu," kata Halim."Misi besar?" Ardi refleks mengulang kata itu. Apa lagi yang dia dengar?Dengan ragu dan kebingungan, Ardi berpindah duduk di samping Halim, menghadapi sebuah meja bundar. Tampak akta kelahiran, KTP, buku rekening, kartu ATM, dan tidak ketinggalan kartu kredit."Ambil akta kelahiran itu dan bacalah," kata Halim memerintah.Ardi menurut saja perkataan Halim. "Helios Bintang Hartawan." Pelan Ardi membaca. Tang

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 4. Tidak Ada Pilihan

    “Aku masih tidak percaya semua ini!”Setelah mengatakan itu, Ardi mendengus. Lalu, ia melanjutkan, "Tapi bagaimana bisa kalian menemukan aku? Berapa lama kalian menguntit aku sampai akhirnya membawaku?" "Pertanyaan yang bagus," jawab Halim sambil mengurai senyum di ujung bibirnya.Ardi menunggu jawaban dan penjelasan lebih lanjut."Memang tidak mudah menemukan orang yang tepat. Tapi perjuanganku dan Victor tidak sia-sia. Kamu sangat sesuai dengan bayangan kami untuk menjadi putra tunggal, pewaris utama dari Dinasti Herman Duta Hartawan. Bersiaplah untuk itu, Tuan Muda." Halim menjawab tidak sejelas yang Ardi mau."Maksud aku i—""Tidak ada waktu menjelaskan dengan detail. Yang kamu lakukan adalah mengenal Tuan Herman dan memahami bahwa keluarga beliau tidak pantas mendapatkan harta miliaran,” sela Halim. “Jadi saat kamu bertemu mereka, kamu akan tahu apa dan bagaimana kamu harus bersikap."Mendengar ucapan itu, Ardi mulai bisa meraba situasi di keluarga Hartawan. Apakah seperti yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 5. Selamat Datang, Anakku!

    Sekalipun perasaannya campur aduk, Ardi harus mengakui dia terpesona dengan kamar besar tempatnya disekap. Dia bahkan baru menyadari ada pantry lengkap dengan kulkas kecil di kamar itu. "Semua lengkap di sini. Aku tidak perlu ke mana-mana, semua sudah ada." Ardi berkata pada dirinya.Lalu dia melangkah naik ke ranjang. Dia meraih remote control di atas nakas sebelah ranjang dan menyalakan TV. Bukan sembarang TV. Channel internasional ada pada tayangan TV yang dipasang di dinding seberang ranjang."Nyaman sekali. Biarpun disekap, aku tidak akan bosan, aku bisa melakukan apa yang aku mau." Ardi tersenyum.Asyik juga menjadi orang kaya. Semua sudah disiapkan lengkap dalam satu kamar. Baru satu kamar saja indahnya seperti ini. Luas, mungkin empat atau lima kali lebih besar dari kamar kosnya. Ukurannya hanya 3 kali 4 meter lebih sedikit. Hanya ada kasur di lantai, lemari kecil dan meja kecil untuk Ardi menyimpan barang-barangnya yang tidak seberapa itu.Lalu, bagaimana dengan seluruh ruma

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-09
  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 6. Siapa Gadis itu?

    Jantung Helios seperti melompat dan meledak saat Victor mengajaknya berkeliling rumah yang sangat besar itu. Ruangan-ruangan yang ada luas, lengkap dengan berbagai barang mewah dan modern. Helios rasanya seperti masuk ke sebuah istana entah di negeri mana. Bahkan dia hampir yakin dia memang tengah bermimpi dan terjebak di sana, tanpa tahu kapan akan bangun.Selama berkeliling yang tidak cukup sepuluh menit itu, Helios berulang kali berdecak kagum dengan semua yang dia lihat. Hotel berbintang pun pasti kalah dengan kemegahan rumah Tuan Besar Hartawan. Cocok sekali kalau namanya Hartawan. Isi rumahnya sudah menggambarkan seberapa banyak hartanya."Kamu harus langsung menghafal ruangan-ruangan di mansion ini, Tuan Muda. Karena ini rumah kamu. Setelah Tuan Besar, kamu yang punya kuasa di sini." Victor berbicara sementara mereka berada di lantai atas, berjalan di balkon.Dari situ Helios melihat rumah besar lain di seberang gedung tempatnya berada. Helios tidak tahu mana yang lebih besar,

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-24
  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 7. Semakin Penasaran

    Kali ini Halim tidak mau ada tawar menawar, keraguan, atau apapun yang menyiratkan kalau Helios masih belum benar-benar sepakat dengan rencana besar Herman Hartawan. Melihat sikap Halim yang lebih tegas, Helios tidak mengatakan apapun. Tapi dalam hati dia bertekad, dia tidak akan mengeluh. Semua itu tidak ada gunanya. Yang dia harus lakukan, ikuti saja ke mana Halim dan Victor membawanya. Setelah hampir dua jam, akhirnya pertemuan mereka selesai. Ada kelegaan di hati Helios. Dia bisa sedikit longgar bernapas, sebelum kemudian harus fokus mengingat dan menghafal segala hal yang dicekokkan kepadanya dalam waktu yang singkat. “Kembalilah ke kamarmu, Tuan Muda. Aku dan Victor ada urusan. Nanti jam satu siang, pergilah ke kamar Tuan Besar dan makan siang bersamanya,” titah Halim. “Baik, Pak. Terima kasih.” Helios bangun dan bersiap keluar ruangan itu. Victor memanggil seorang pelayan pria dan memintanya mengantar Helios ke kamar. Helios tahu, bukan karena Victor kuatir Helios akan ter

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-24
  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 8. Pesta Penyambutan yang Menegangkan

    “Mari, kita sambut … Tuan Muda Helios Bintang Hartawan!”Debaran makin kuat melanda dada Helios. Dia berdiri di tangga teratas dari lantai dua. Di ruang bawah, ruang tengah yang sudah disulap dengan begitu indah, semua mata tertuju padanya. Tatapan-tatapan penuh tanya yang diselingi senyum, membuat hati Helios makin tak menentu.Musik yang menghantar Sang Tuan Muda hadir di tengah pesta itu mengalun manis. Lembut, syahdu, tetapi juga megah. Selangkah demi selangkah Helios mengayunkan kaki menuruni anak tangga, smentara MC acara terus berbicara memperkenalkan Sang Tuan Muda.Gelisah dan resah yang memenuhi hati Helios. Tetapi yang dia harus lakukan adalah tersenyum. Bukan senyum kecut dan kurang percaya diri, sebaliknya senyum bahagia karena dia pulang ke rumah dan bertemu ayah tercinta.Tepuk tangan terus mengiringi Helios hingga dia tiba di anak tangga paling bawah. Di saat itu, Herman menyambut Helios dengan senyum lebar. Meskipun di kursi rodanya, Herman tampak sumringah. Tangannya

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-25
  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 9. Pertengkaran Tak Terhindarkan

    Herman, Helios, bersama Siska dan tiga orang tamu yang sedang duduk mengelilingi meja, mengarahkan pandangan pada pria tinggi jangkung yang baru datang ketika tamu-tamu mulai meninggalkan acara malam itu.“Raditya! Senang melihatmu bisa hadir juga malam ini. Mari, duduklah!” Herman merentangkan tangannya dan mempersilakan Raditya ikut bergabung dengan mereka.Raditya maju beberapa langkah. Dia berdiri tepat di belakang kursi yang berseberangan dengan Helios. Matanya mencermati pria muda yang gagah dan tampan yang tengah duduk di samping Herman. Dia tidak berkedip menatap Helios.“Wow … Siapa namamu?” tanya Raditya tanpa memperhatikan ucapan Herman.“Aku Helios Bintang Hartawan.” Dengan tenang, meskipun jantung mulai tidak tenang, Helios menjawab.Raditya tersenyum nyengir. Logat Helios bicara jelas bukan orang Jakarta. Lebih terkesan bernada orang Jawa.“Dari mana asalmu?” tanya Raditya lagi.Wajah Helios terasa mulai panas. Hampir dia membuka mulut menyebut kota asalnya, dengan cepat

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-25

Bab terbaru

  • Sang Tuan Muda Sejati   Extra Moment - Part 2

    Pesawat mendarat dengan lancar di kota tujuan. Satu per satu penumpang turun dari pesawat. Di antara mereka tampak Helios dan Violetta. dan satu lagi yang ikut dengan mereka, Herman. Juga didampingi satu pelayan yang akan membantu keperluan Herman jika diperlukan. Berempat mereka mendarat di kota kelahiran Helios, Semarang. Tetapi mungkin lebih tepat dikatakan kota kelahiran Ardiandana Krisnadi. Hari itu, apa yang Helios rencanakan akhirnya bisa dia wujudkan. Dia datang ke Semarang untuk berziarah ke makam ibunya. Dia sudah bertemu ayah kandungnya, yang ternyata pria kaya raya dan baik hati. Bahkan saat ibu Helios mengandung kala itu, Herman masih seorang pengusaha muda yang baru meniti karir. "Apa yang kamu rasakan, Hel?" Violetta bertanya pelan di dekat Helios sementara mereka sedang menuju ke hotel untuk beristirahat setelah meninggalkan bandara. "Penuh. Rasanya campur-campur, di sini." Helios memegang dadanya. " Lebih satu tahun aku pergi. Kembali melewati jalan-jalan ini, semu

  • Sang Tuan Muda Sejati   Extra Moment - Part 1

    "Hel! Helios!" Helios tersentak mendengar panggilan keras itu. Dia segera bangun dan duduk. Tampak Violetta berlari menghampiri Helios yang masih belum hilang dari rasa kaget.Violetta naik ke ranjang, duduk di depan Helios. Mata Violetta menatap dengan berbinar pada Helios yang akhirnya mendapatkan kesadaran sepenuhnya."Ada apa?" tanya Helios."Kita ketemu papa hari ini," kata Violetta penuh semangat tapi juga tegang."Papa?" Helios melotot. "Papa nyusul ke sini? Ini bulan madu kita.""Bukan. Salah." Violetta menggeleng-geleng dengan keras. "Bukan Papa Herman. Papaku.""Papa kamu?" Helios kembali harus memberi waktu loading pada otaknya."Ahh, Pieter. Papaku waktu aku kecil." Kembali Violetta menjelaskan."Ooh, oke ..." Helios mengerti yang Violetta maksud. "Serius dia mau ketemu kamu?""Ya." Kali ini Violetta mengangguk dengan tegas. "Awalnya aku ga yakin, tapi ternyata dia mau. Makan siang di resto ... ini ..." Violetta menunjukkan nama dan lokasi tempat Violetta akan bertemu Pie

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 133. Finally, Tuan Muda

    "Kenapa? Kenapa kamu melihat aku seperti melihat orang aneh?" ujar Herman sambil memandang Helios lagi."Papa restui aku dan Violetta?" Berdetak lebih kuat jantung Helios ketika mengucapkan itu."Vio, mendekatlah kemari." Sekali lagi Helios meminta Violetta datang di sampingnya.Dengan tatapan bingung, Violetta melangkah mendekati Herman."Kamu sungguh-sungguh sayang anakku?" tanya Herman.Pertanyaan itu diucapkan lembut, tidak ada nada sinis atau tidak suka. Benar-benar pertanyaan yang memang ingin tahu yang sebenarnya.Violetta hampir tidak mampu menahan air matanya. Segala kemelut di dadanya seolah-olah perlahan terurai.Helios yang ada di seberang Herman, memperhatikan Violetta. Menunggu jawaban gadis itu."Ya, Om. Aku sayang Helios." Suara lembut Violetta akhirnya terdengar. "Buat anakku bahagia di hidupnya. Kamu bisa?" tanya Herman lagi, dengan nada suara yang sama.Pertanyaan itu langsung membuat air mata Violetta tak bisa dibendung. Dia menutup wajah dengan kedua tangannya. Di

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 132. Gertakan Tuan Besar

    Dua pasang mata di depan Herman menatap padanya. Sudah pasti Helios dan Violette menunggu kalimat berikut yang akan Herman ucapkan. Tetapi muncul sedikit cemas, kalau sampai emosi Herman naik, jantungnya bisa bermasalah lagi."Aku sudah mendapatkan penyelesaian dari semua kemelut yang selama ini membuat hidupku terasa sangat rumit dan menekan." Lebih tegas Herman bicara, meskipun tetap terdengar tenang. "Maksud Papa?" Helios menegakkan punggung. Dadanya tiba-tiba berdegup kuat. Yang dia takutkan jika Herman tidak akan menerima Violetta di mansion karena Siska sudah tidak ada lagi sebagai anak angkat keluarga Hartawan. "Masalahku yang utama adalah aku perlu penerus untuk keluargaku. Aku ini sudah tua dan sakit-sakitan." Herman kembali melanjutkan menikmati makanannya. Helios dan Violetta memperhatikan setiap gerakan Herman. Herman mengangkat wajahnya, dan mengarahkan pandangan pada Violetta. Lalu dia menoleh ke arah belakangnya. Ada pelayan pengganti Erma berdiri beberapa meter di

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 131. Semua Sudah Selesai

    Herman menanyakan Violetta. Ini benar-benar kejutan. Helios menaikkan kedua alisnya menatap Herman."Aku lihat dia sedang sedih, Helios. Di mana dia?" Herman menegaskan lagi.Helios semakin terkejut. Dari mana Herman tahu jika Violetta sedang bersedih? Tapi memang itu kenyataannya."Aku telpon dia. Aku akan minta dia ke sini." Helios mengeluarkan ponsel dan mencari nomor kontak Violetta.Dering panggilan Helios beberapa kali, tetapi tidak ada respon. Helios mencoba lagi, hingga kali ketiga baru Violetta menerima panggilannya."Hel ... mama ... mama sdh pergi, Hel ..." Terbata-bata sambil menangis Violetta berkata."Apa?" Refleks kata itu yang Helios ucapkan."Hel ... aku, aku ..."Helios menatap Herman. Ini kesedihan yang Herman maksud. Herman tahu kalau Violetta sedang sedih."Pa, aku temui Vio." Helios berkata dengan pandangan datar, sedikit nanar.Victor memperhatikan ekspresi yang tiba-tiba berbeda."Ya, pergilah." Herman mengangguk.Helios mendekati Victor dan berbisik,"Tante Sis

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 130. Selamat Jalan, Selamat Datang

    Violetta masuk kamar Siska. Wanita itu kembali menggunakan alat bantu pernapasan dan kondisinya tiba-tiba sangat lemah. Namun, kesadarannya masih ada. Dia memandang Violetta dan mengulurkan tangan kirinya yang gemetar.Violetta mendekat dan memegang tangan kiri Siska. Hatinya sangat sedih. Melihat ibunya berjuang untuk bernapas, Violetta tidak tega."Kamu ... Vio ..." Siska memaksa diri bicara.Violetta mendekat ke dekat wajah Siska agar bisa mendengar yang Siska katakan."Baha ... gia ... Jangan ... ja ... ngan, se ... dih." Semakin pelan terdengar tapi masih dapat Violetta tangkap.Mendengar itu begitu saja air mata meluncur di mata Violetta. Dia mengangkat muka dan memandang Siska. Mata Siska terus menatap pada Violetta. Lemah dan redup, sayu dan semakin berat."Mama, aku pasti bahagia. Aku janji." Violetta berkata sambil berusaha menahan diri agar tidak menangis.Mata Siska tampa makin berat. Senyum kecil di ujung bibirnya. Sedang napasnya semakin berat. Dia mulai tersengal-sengal

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 129. Klarifikasi Tuan Muda Hartawan

    Halim dan Victor bertindak. Niat Helios ingin meluruskan postingan Siska segera mereka tanggapi. Halim membantu Helios menata apa-apa yang perlu Helios katakan di publik dan bagian mana yang cukup menjadi konsumsi pribadi saja.Sedangkan Victor, dia memanggil tiga media yang cukup dikenal dan kredibel untuk ikut membuat video ketika Helios membuat pernyataan. Ini sengaja dilakukan, langsung dengan media, bukan video yang siap ditayangkan setelah lewat proses editing dan lain-lain.Tetap sangat dibatasi berapa dari pers yang bisa datang, karena lokasi dilakukan di rumah sakit. Dua hari persiapan maka rencana dijalankan. Saat memulai Helios sangat tegang. Violetta, Halim, dan Victor juga sama."Hel, good luck. Thanks for all." Violetta mengatakan itu sepenuh hati dan juga menyemangati Helios.Helios mengangguk lalu berjalan ke kursi yang disiapkan untuknya. Pengambilan gambar dilakukan di taman yang tidak jauh dari tempat Herman dirawat."Hari ini, meskipun bukan yang aku inginkan, aku

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 128. Napas Terakhir

    Helios dengan cepat berdiri. Violetta menatap padanya dengan mata berkaca-kaca. Helios melangkah mendekat. Seketika tangis Violetta pecah. Dalam dekapan Helios, gadis itu melepas penat yang begitu menekan dirinya."God, thank you, You bring her back." Lirih Helios bicara. Dengan kuat dia peluk Violetta. Helios mau membuat Violetta tenang, yakin, Helios akan mendukung dan mendampingi dirinya. Pelukan ini yang Violetta butuhkan. Pelukan cinta tulus untuknya. Apapun keadaannya, cinta itu akan tetap ada. Tanpa tujuan lain, tanpa motivasi apa-apa, selain karena sayang."Terima kasih kamu mau balik. Terima kasih, Vio." Lembut sekali Helios bicara. Terasa rasa lega yang begitu besar dari nada suara Helios.Victor memandang keduanya. Begitu rumit yang terjadi di sekeliling mereka. Cinta mereka diuji berulang kali dengan banyak hal yang jika dipikir tidak harus mereka lalui. Mengingat kisah cintanya sendiri dengan Donita, yang Helios dan Violetta hadapi masih lebih berat."Aku mau lihat mama

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 127. Tidak Tahu Lagi

    Violetta menoleh ke arah gerbang menuju pesawat. Petugas menunggu dengan senyum ramah. Para penumpang satu per satu masuk ke sana.Violetta berdiri. Dia menarik napas dalam. Ada perasaan campur aduk di dada. Dia akan pergi atau kembali. Hatinya bergelut luar biasa. Violetta hanya ingin tenang, lelah dengan semua carut marut yang menekan hidupnya. Setiap berurusan dengan ibunya, hanya luka dan pedih yang dia dapatkan. Jika dia pergi, semua akan selesai. Tapi, apakah dia sejahat itu sebagai anak? Lalu, Helios? Apakah Violetta juga tega membiarkan Helios menghadapi semua sendiri?"Vio, please ..." Terdengar sendu suara Helios. "Aku sayang kamu. Aku mau kita sama-sama. Aku janji akan bilang papa kalau aku akan-"Klik. Violetta mematikan panggilan Helios. Dia masukkan ponsel ke dalam tas, lalu berjalan cepat meninggalkan ruang tunggu dan pergi keluar. Violetta mencari taksi. Dia akan kembali. Dia tidak akan membiarkan Helios menyelesaikan kekacauan yang dibuat oleh ibunya.Bagaimanapun, s

DMCA.com Protection Status