Caden Linwood.Madeline langsung mengenali pelanggan berita gosip tersebut.Caden adalah putra tunggal Hosea sekaligus pria playboy yang terkenal di lingkaran sosial kelas atas Kota Bjorn. Dia mengganti pacar layaknya mengganti pakaian.Selain itu, Caden sangat menyukai model. Orang-orang menjulukinya sebagai mesin penghancur model."Cantik, kamu hebat juga. Begitu bicara langsung menusuk luka Pak Hosea," ujarnya seraya mencubit dagu Madeline.Madeline memalingkan wajah dengan jijik, lalu melangkah mundur.Hosea mengernyit, lalu menegur, "Caden, apa yang kamu lakukan? Kalau sudah datang, maka duduk di tempatmu."Caden mendekati Madeline seolah tidak mendengar kata-kata ayahnya."Aku merasa kamu familier, siapa namamu?"Pria paruh baya tadi berdiri, lalu berjalan ke samping Caden. "Tuan Muda Caden, dia adalah Madeline, putrinya perancang jembatan lintas sungai."Madeline menoleh untuk menatap orang itu, dingin.Tatapannya agak menakutkan sehingga orang tersebut terdiam, kemudian kembali
Maskawin?Semua orang tampak bingung dan penasaran. Siapa yang akan menikah dengan Madeline?Caden mengangkat sebelah alisnya. "Oh? Apakah Paman akan memberikannya kepadaku sebagai istri?"Usai bertanya, dia menatap Madeline dengan seringaian. "Kalau begitu aku terima pernikahan ini.""Caden," tegur Hosea.Caden menyeringai. "Ayah, apa salahnya pria dan wanita lajang membahas pernikahan? Bukankah Ayah juga berharap aku bisa menjadi lebih baik setelah menikah? Aku suka Madeline."Ekspresi Zayden membuat orang yang ada di sampingnya menundukkan kepala.Zayden melingkari bahu Madeline sembari berkata, "Kamu berpikir terlalu jauh. Madeline adalah tunanganku. Kami akan menikah dalam waktu dekat."Usai Zayden berbicara, Caden menatap kedua orang itu dengan agak terkejut.Semua orang juga sama herannya. Bukankah Zayden akan menikah dengan Chiara?Zayden berdiri lalu berkata, "Kalian jangan merasa hebat dengan jabatan sebagai kepala teknisi, perancang, kepala pemasaran dan lain-lain. Proyek Je
Madeline tersadar. Saat dia menatap Zayden, dia merasa tatapan Zayden agak aneh.'Ekspresi macam apa itu?' Madeline bingung. "Apakah aku salah bicara?"Zayden tersenyum. "Benar, bagaimanapun, ini soal nyawa manusia, memang nggak boleh terulang lagi. Kalau kamu merasa ada yang salah, beri tahu aku kapan pun. Kalau kamu membutuhkan bantuanku, kamu juga boleh mencariku."Madeline mengulas senyum. "Rasanya aku seperti menemukan dukungan yang sangat bisa diandalkan."Zayden menatap Madeline. "Benar, kamu untung. Untuk mengganti kerugianku ...."Ketika Zayden berbicara, dia menekan belakang kepala Madeline, kemudian mencium bibirnya.Madeline tertegun. Bila dia mendorong Zayden saat ini, akankah pria itu marah?Akan tetapi, reaksi tubuh Zayden membuat Madeline agak ... canggung.Zayden segera melepaskan Madeline, lalu dia berbisik di telinga wanita itu. "Bagaimana lukamu?"Orang terbodoh sekalipun tahu apa maksud dari pertanyaan Zayden. "Mungkin harus beberapa hari lagi baru sembuh.""Bebera
Melihat Madeline melamun, rekan pria itu memanggil, "Dik?"Madeline tersadar.Rekan laki-laki itu tersenyum sambil bertanya, "Apa yang kamu pikirkan?""Oh, bukan apa-apa." Madeline menggaruk telinganya dengan malu. "Aku hanya berpikir kenapa Pak Kane begitu familier.""Pak Kane nggak pernah muncul di majalah atau berita. Di atasnya ada Pak Hosea. Bagaimana mungkin dia yang lebih menarik perhatian?"Madeline bertanya lagi, "Apakah dia pernah berpartisipasi dalam proyek besar sebelumnya?""Jalan layang di Jalan Petal. Sangat terkenal dan pernah memenangkan penghargaan."Madeline mengerutkan kening. Benar, itu dia, Kane.Madeline tersenyum pada orang itu lalu berkata, "Aku mungkin salah orang. Pak Kane tampak ramah.""Ya, dia selalu baik kepada kami." Orang itu tersenyum sembari berkata, "Oh ya, perkenalkan namaku Luffy. Bukan Luffy dalam manga bajak laut yang terkenal itu."Madeline terkekeh lalu mengangguk sebelum berkata, "Aku Madeline.""Namamu terdengar agak familier."Karyawan biasa
"Tante." Gigi memegang erat tangan Madeline. "Ada yang kutunjukkan kepada Tante. Ikutlah denganku."Madeline dibawa ke kamar Gigi.Di sofa, Audrey memperhatikan mereka pergi dengan ekspresi lembut. Dia berkata kepada Zayden, "Cara Gigi memperlakukan Maddie berbeda dengan caranya memperlakukan dua gadis yang kakekmu perkenalkan padamu sebelumnya.""Memang sedikit berbeda.""Hati anak kecil paling murni, dia akan tertarik pada orang yang disukainya."Zayden mengangkat sudut bibirnya. Sepertinya Audrey memiliki kesan yang sangat baik terhadap Madeline.Namun nyatanya, Audrey adalah orang yang sangat pemilih."Nenek hanya bertemu dengannya sekali, kenapa Nenek begitu menyukainya?""Kamu benar-benar ingin tahu alasannya?"Zayden mengangkat alisnya tanpa berkomentar.Audrey berpikir sejenak sebelum berkata, "Karena dia nggak takut padamu. Saat dia melihatmu, tatapannya nggak serumit orang lain. Sebaliknya, dia bisa memperlakukanmu dengan tenang. Dalam lingkungan sosial seperti kita, sangat l
Rupert berkata dengan sungguh-sungguh, "Satu ronde lagi."Madeline tersenyum. "Oke."Zayden berjalan ke ruang tamu untuk menunggu Madeline.Madeline memainkan tiga ronde catur dengan Rupert dan memenangkan dua ronde.Dia tidak ingin Rupert kalah telak, jadi dia menggunakan metodenya sendiri untuk membiarkan Rupert menang pada ronde kedua.Ketika Rupert hendak main ronde keempat dengan Madeline, Zayden masuk."Kakek, sudah cukup. Aku harus membawa Madeline pulang."Rupert berkata dengan sedikit tidak senang, "Sekarang baru jam berapa, untuk apa kamu terburu-buru?"Zayden merangkul bahu Madeline sembari berkata, "Kalau Kakek nggak terburu-buru untuk punya cicit, aku juga nggak terburu-buru."Madeline menoleh lalu memutar matanya kepada Zayden.Zayden berbicara dengan tak sopan.Zayden seakan tidak melihatnya. Dia menyeringai kepada kakeknya.Rupert memandang mereka berdua, kemudian melambaikan tangannya dengan kesal. "Oke, oke, oke. Sana, pergi."Madeline berkata, "Kakek, lain kali kita
Keesokan paginya, ketika Zayden bangun, dia menemukan Madeline tidak ada.Namun, ada sebuah catatan di nakas.Zayden mengambil catatan yang tertulis dengan tulisan tangan yang indah itu: "Ada pekerjaan di kantor, aku pergi lembur. Sampai jumpa di depan Biro Urusan Sipil besok pagi."Zayden melihat ke tempat kosong di sampingnya, lalu mengangkat alisnya.Sebelumnya Zayden sangat mudah terbangun jika ada gerakan sekecil apa pun di dalam kamar.Akan tetapi, sejak dia mulai tidur memeluk Madeline, tidurnya menjadi lebih nyenyak.Bagi Zayden, wanita itu benar-benar makhluk ajaib.Pagi hari, Madeline melihat jam di dinding sesekali.Pada pukul sembilan, Zayden meneleponnya.Madeline melihat ponselnya dengan ragu sebelum menolak panggilan, kemudian membalas dengan beberapa kata: "Tunggu sebentar, pekerjaannya belum selesai. Sebentar lagi."Pada pukul setengah sepuluh, Zayden menelepon lagi. Madeline mengangkatnya. "Halo, kamu di mana?""Tempat parkir bawah tanah.""Oke, aku segera ke sana."S
Madeline tidak bisa berkata-kata. Dia benar-benar rugi.Zayden masuk ke restoran, kemudian menoleh ke belakang. "Apakah kamu nggak mau masuk?"Madeline merasa tertekan, dia pun menyusul ke dalam restoran.Setelah duduk, Madeline merasakan firasat buruk. Dia makin bingung saat mengambil menu.Semuanya dalam bahasa Perondia. Dia tidak mengerti nama menu, tetapi harga yang tertera di belakangnya membuat Madeline berdecak.Ada yang satu hidangannya seharga beberapa juta hingga puluhan juta.Apakah mereka akan makan makanan atau makan uang?Madeline mendorong menu ke depan Zayden. "Aku nggak mengerti menunya, kamu saja yang pesan.""Kamu yakin?"Uh, Zayden pasti akan menguras kantongnya.Madeline menarik kembali menu itu, kemudian menunjuk salah satu menu dengan harga satu juta dua ratus sambil bertanya kepada pelayan. "Apa ini? Aku mau ini."Pelayan melihatnya sekilas lalu menjawab, "Itu jus buah naga, Nyonya.""Hm, aku mau ini. Aku sedang diet," kata Madeline sambil menyerahkan menu kepad