Share

Bab 4

Penulis: Noona_im
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-06 20:11:41

Rasa kantuk jelas masih Diara rasakan sebab ia hanya tidur sekitar setengah jam saja.

Tadi malam, Bima benar-benar menggempurnya habis-habisan. Sampai rasanya Diara sudah tidak sanggup lagi. Laki-laki itu seperti aji mumpung sampai melakukannya hingga berkali-kali dan tidak ragu lagi untuk menumpahkan benih di dalam--sebab Lelaki itu tahu bahwa Diara sudah meminum pil kontrasepsi.

Meski tubuh Diara sangat lelah, tulang-tulangnya serasa seperti dipatahkan menjadi beberapa bagian, juga area bawahnya sangat perih dan linu ketika berjalan, tapi Diara harus tetap bangun pagi-pagi untuk melakukan tugas utama yaitu memasak sarapan dan bersih-bersih rumah.

"Diara. Kenapa jalanmu tertatih-tatih begitu?"

Suara Nadia tiba-tiba terdengar menyapa telinga. Majikan Diara itu sepertinya sudah berada di area dapur ini sedari tadi dan memperhatikan pembantunya yang tengah memasak dengan gerakan yang sangat lambat dan tak segesit biasa.

Diara sontak berbalik menghadapnya yang kini sudah berada berhadapan. "A-ah, i-itu s-saya--" Ucap Diara gugup sekali. Sungguh ia bingung harus menjawab apa.

Namun saat Diara sedang memikirkan alasan apa yang tepat untuk diberikan pada Nadia. Majikannya itu sudah lebih dulu kembali berkata. "Kamu kenapa? Sakit? Wajah kamu pucat banget." Kali ini suaranya terdengar seperti ada kekhawatiran di dalamnya.

Nadia memang sangat baik dan perhatian, ia tidak pernah semena-mena pada Diara. Ia juga tidak menganggap Diara sebagai pembantu, melainkan seperti keluarga sendiri. Maka dari itu Diara sangat betah bekerja di sana.

Tapi ... Andai saja Nadia tahu kalau keanehan pada Diara adalah akibat dari ulah suaminya, mungkin sekarang Nadia tidak akan sebaik dan seperhatian itu pada Diara.

"Kenapa kamu diam, Diara? Kamu benar-benar sakit? Mau saya antar berobat ke rumah sakit?" Lagi Nadia bertanya karena Diara hanya diam saja.

"O-oh tidak usah, Bu." Jawab Diara tak enak. "Saya hanya kurang enak badan saja. Istirahat sebentar saja mungkin sudah enakan lagi." Memang pada dasarnya Diara tidak sedang sakit apa-apa. Ia hanya kelelahan dan kurang tidur karena melayani suami majikannya.

"Benar kamu tidak apa-apa? Kalau kamu mau berobat saya bisa antar." Tawarnya lagi.

"Iya Bu, saya tidak apa-apa."

Kemudian terlihat Bima menghampiri mereka. Laki-laki itu tampak sangat cerah dan tampan sekali pagi ini. Yah, bagaimana tidak? Semalam lelaki itu sungguh puas sekali dengan pelayanan Diara.

"Ada apa sih? Kok pagi-pagi sudah ribut saja," Tanyanya pada Nadia seraya merangkul pinggang wanita itu.

Diara yang melihatnya lantas menundukkan kepala. Entah mengapa ada rasa tidak rela melihat Bima melakukan hal tersebut pada Nadia. Tapi perasaan itu segera Diara tepis karena sudah sewajarnya apabila Bima melakukan hal tersebut pada istrinya. Diara tidak boleh cemburu, sebab mengingat posisinya hanya sebagai pemuas nafsu.

"Ini loh, Pa. Si Diara wajahnya pucat banget. Mama khawatir dia sakit. Mama ajak dia buat berobat tapi dia malah gak mau. Katanya istirahat saja sudah cukup." Jelas Nadia pada suaminya.

Bima kemudian memerhatikan Diara, sementara yang diperhatikan hanya mengangkat kepala sedikit untuk balas menatap kemudian menunduk kembali. Seperti malu-malu dan takut padahal semalam Diara sangat pemberani ketika menggoda.

"Sudahlah jangan dipaksa, mungkin dia benar tidak apa-apa. Kasih dia istirahat saja." Ujar Bima kemudian.

Nadia mengangguk. "Ya sudah kalau begitu kamu istirahat saja Diara. Masakannya biar saya yang teruskan."

"Biar saya selesaikan saja dulu, Bu." Tolak Diara merasa tidak enak.

"Sudah jangan membantah Diara! Kalau kamu kenapa-kenapa malah kami juga yang repot." Bima berucap dengan tegas membuat Diara seketika kembali menunduk dan mengerut takut.

"B-baiklah kalau begitu saya permisi ke kamar dulu, Pak, Bu." Diara berlalu ke kamar dengan langkah perlahan setelah mendapat anggukkan dari Nadia dan Bima.

Sebenarnya ada rasa nyeri saat mendengar Bima yang berucap tegas begitu. Tapi Diara memakluminya, sebab ia tahu, Bima tidak bermaksud demikian.

Baru saja sekitar sepuluh menit ia berbaring di atas ranjang dan memejamkan mata. Tiba-tiba saja seseorang masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintunya kembali dengan cepat.

"Pak Bima!" Ucap Diara terkejut.

Cepat-cepat Bima meletakkan jari telunjuknya di bibir, mengisyaratkan agar Diara tidak bersuara. "Ssttt jangan berisik." Ia melangkah menghampiri.

Diara mengangguk lalu bersuara dengan volume yang kecil. "Bapak belum berangkat kerja?" Gadis itu menyandarkan punggung ke kepala ranjang.

"Sebentar lagi saya berangkat." Katanya lalu mendudukkan diri ditepi ranjang Diara. "Maaf ya tadi saya sedikit membentakmu. Saya tidak bermaksud begitu, saya seperti itu agar--"

"Iya Pak, tidak apa-apa saya mengerti kok." Potong Diara.

Bima tersenyum sangat manis sekali, kemudian tangannya terulur mengelus pipi Diara dengan lembut. "Yasudah kalau begitu istirahat ya? Maaf sudah membuatmu kelelahan."

Diara membalas tersenyum. "Iya Pak."

Bima kemudian beranjak dan berjalan pergi, namun baru saja dua langkah, Bima kembali berbalik dan menghampiri Diara lagi, membuat gadis itu mengerutkan dahi, bingung.

"Ada apa, Pak?"

"Hhmm... Nanti malam saya ada hadiah buat kamu. Jadi tolong jangan dikunci ya pintunya."

"Hadiah untuk saya? Hadiah apa? Dan kenapa Bapak memberikan hadiah untuk saya?" Tanya Diara bertubi-tubi.

"Kejutan, nanti juga kamu tahu." Balasnya dengan cepat. "Saya memberikan hadiah itu sebagai rasa terima kasih saya karena kamu sudah melayani saya dengan baik. Saya sungguh puas dengan pelayananmu."

Diara tersipu mendengarnya, kalimat terakhir yang Bima ucapkan tak ubahnya seperti sebuah pujian yang membuat Diara sungguh-sungguh bahagia bukan kepalang.

Kemudian Bima mengapit dagu, dengan gerakan kilat ia mendaratkan bibirnya di atas permukaan bibir Diara dan memagutnya lembut.

"Istirahat ya." Ucapnya setelah melepaskan tautan. "Cepat pulih, sebab saya tidak bisa berjanji jika nanti malam saya bisa tahan untuk tidak menyentuhmu."

***

Seharian ini, Diara menghabiskan waktu hanya dengan tidur dan berleha-leha di kamar. Sungguh ia merasa seperti seorang majikan sekarang. Hahaha...

Diara bukannya malas dan sengaja memanfaatkan sakitnya untuk tidak bekerja. Jangan salah paham!

Sebenarnya Diara sudah ingin mengerjakan tugas dari tadi siang tapi Nadia tidak mengizinkannya untuk menyentuh pekerjaan sama sekali hari ini.

Nadia berkata agar Diara pulih terlebih dulu saja. Huh wanita itu memang benar-benar sangat baik hati.

Sejujurnya sempat terbesit rasa bersalah dalam benak karena Diara sudah main belakang dengan Bima. Tapi perasaan itu langsung terhempas begitu saja ketika mengingat rasa nikmat bercinta dengan suami Nadia.

Huft ... semoga saja, selamanya rahasia ini tidak akan pernah terbongkar dan diketahui oleh Nadia.

Lagipula tidak perlu khawatir, walaupun Diara menginginkan Bima, tapi ia tidak akan pernah merebut Bima dari Nadia. Sebab Nadia orang baik dan sangat baik pula padanya. Jadi Diara tidak akan setega itu merebutnya.

Melupakan rasa bersalah, omong-omong sekarang ini Diara sudah berdandan dan sudah memakai setelan lingerie berwarna hitam. Tubuhnya sudah benar-benar pulih dan siap untuk mengerjakan tugas tambahan.

Pada pukul dua belas malam, Bima datang ke kamar. Ia membawa sesuatu di tangannya.

"Ini untukmu." Ucap Bima.

"Apa ini, Pak?"

"Lihat saja."

Diara lantas mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam paper bag itu. Netranya sontak membelalak ketika melihat isinya. "H-hape?" Tanyanya tak percaya. Bima hanya tersenyum dan mengangguk satu kali.

"Ini benar buat saya, Pak?"

"Iya itu untuk kamu."

"Tapi ini sangat mahal. Saya tidak bisa menerimanya Pak."

"Tidak apa-apa, itu sebanding dengan apa yang kamu berikan pada saya."

Diara tersenyum bahagia, bagaimana tidak? Ia baru saja kepikiran untuk membeli benda tersebut, tapi Bima sudah lebih dulu membelikannya--membuat tabungan Diara jadi aman.

"Kalau begitu terima kasih." Ucap Diara seraya menghambur memeluk Bima karena saking senangnya.

"Pakai hape itu untuk belajar lebih banyak cara untuk melayani saya, ya?" Bisik Bima di telinganya."Dan kamu harus hati-hati memakainya, jangan sampai ketahuan sama ibu."

Diara sontak mengangguk dan menatapnya dengan tangan yang masih setia melingkari tengkuknya. Setelah itu kau sudah tahu 'kan, apa yang akan mereka lakukan?

Bersambung ....

Bab terkait

  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   Bab 5

    Sudah tiga bulan lebih, hubungan gelap Diara dan Bima terjalin. Dan selama itu pula Nadia tidak pernah curiga atau mengendus gelagat mereka sedikitpun.Diara dan Bina memang sangat berhati-hati sekali. Bagaimanapun juga mereka ingin bermain aman. Mereka tidak ingin, jika hubungannya terbongkar dan malah menimbulkan banyak masalah. Bima rutin mengunjungi Diara dua hari sekali, dan seperti biasa ia selalu menghampiri Diara tengah malam, karena menunggu sampai Nadia benar-benar tidur. Tapi terkadang mereka juga melakukannya pada siang atau pagi hari, ketika ada kesempatan yang memungkinkan atau ketika Nadia tidak ada di rumah. Namun sudah dua minggu ini Bima tidak meminta jatah pada Diara, membuat gadis itu jadi sedikit uring-uringan sebab hasratnya yang tidak tersalurkan. Walau bagaimanapun Bima sudah menjadi candu untuknya, dan ia sangat membutuhkannya. Diara ingin bertanya perihal mengapa Bima tidak meminta jatah, tapi selalu tidak ada celah untuknya melontarkan pertanyaan tersebut

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-06
  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   Bab 6

    "Apa yang kalian lakukan?""Ayah." Cicit Bima dengan mata yang membola. Lalu dengan tergesa-gesa Bima dan Diara merapikan pakaian masing-masing. Sungguh demi apapun, sekarang Diara merasa takut sekali. Entah ke mana perginya keberanian yang tadi sempat singgah dalam benaknya. Keberanian itu malah menguap begitu saja bersamaan dengan puncak pelepasaan yang didapat. "Apa yang kamu lakukan dengan pembantumu ini?" Kambali Endy--ayah dari Bima melayangkan pertanyaan yang sama seraya mengayunkan tungkai kakinya mendekati mereka. Sontak saja Diara menunduk dan mengerut takut di belakang tubuh Bima, ketika melihat sorot mata pria tua itu yang menatapnya tajam. "A-ku bisa jelaskan, Yah. I-ini semua--""Kamu berselingkuh dengan pembantumu?!" Endy langsung memotong ucapan anaknya. Bima semerta-merta bersimpuh di kaki Endy. "Maafkan aku Yah, aku khilaf. Aku mohon jangan beritahu Nadia. Aku janji tidak akan melakukannya lagi."Diara terkejut mendengar kalimat yang baru saja dikuapkan oleh Bim

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   Bab 7

    Semenjak malam itu, pekerjaan Diara menjadi bertambah lagi. Bagaimana tidak? Endy jadi sering berkunjung ke rumah Bima. Bisa satu bulan sekali, kadang dua minggu sekali. Padahal tempat tinggalnya cukup jauh dan berbeda kota. Dulu sebelum mempunyai hubungan dengan Diara, lelaki tua itu hanya akan ke rumah sekirannya tiga bulan atau enam bulan sekali untuk menengok sang cucu, itu pun selalu bersama dengan istrinya. Namun sekarang, Endy sering datang sendiri. Entah alasan apa yang lelaki itu kemukakan pada istri, juga pada Nadia (selaku menantu dan pemilik rumah) agar tidak curiga. Diara benar-benar tidak tahu dan tidak ingin tahu. Namun sekarang terjadi sesuatu yang berbeda dengan perasaan Diara pada Endy. Entah mungkin karena sering berhubungan dengannya, sehingga membuat Diara mulai merasakan nyaman terhadap laki-laki tua itu. Padahal pada awalnya Diara sangat muak dan membencinya setengah mati. Sebab kau tahu? Endy bukanlah tipenya. Seperti menjilat ludah sendiri, kini Diara mal

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   Bab 8

    Sesuai prediksi. Diara lah yang akhirnya terusir dan terhina. Sedikitpun ia tidak pernah menyangka bahwa kedua laki-laki itu sangat pecundang sekali. Keduanya dengan sengaja melimpahkan semua kesalahan pada Diara. Membuat gadis itu seolah-olah menjadi tersangka utama dan satu-satunya. Nadia dan Rani dengan mudahnya malah mempercayai begitu saja kedua lelaki pendusta itu. Dua wanita itu seketika sangat murka pada Diara. Mereka menjambak secara membabi buta sebelum akhirnya menendangnya dari rumah. Diara menangis, meraung, meminta ampun. Ia sudah tidak peduli lagi dengan tatapan para tetangga dan orang-orang yang melintas--yang menatapnya dengan tatapan jijik, seolah Diara adalah seonggok kotoran yang sangat menjijikkan."Ampun Bu. Ampun Bu Nadia, Bu Rani. Ampuni saya."Diara terus memohon pada mereka, khususnya pada Nadia dan Rani, agar kedua wanita itu memberikannya sedikit rasa belas kasihan. Mungkin karena memang mereka merasa kasihan pada Diara yang sudah tidak berdaya atau mung

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   Bab 9

    Terhitung sudah sekitar satu bulan Diara tinggal di kostan itu. Ia merasa betah, karena kostannya cukup bagus, bersih, nyaman, dan orang-orang di sana juga baik. Tapi yang ia pikirkan sekarang adalah biaya sewanya.Tujuh ratus ribu bagi Diara terlalu mahal, apalagi mengingat ia yang sampai sekarang belum juga mendapat pekerjaan lagi. Untuk makan sehari-hari saja ia hanya mengandalkan uang yang ada dalam tas. Jumlahnya lima juta rupiah kala itu, dan sekarang semakin hari jumlahnya semakin berkurang."Tinggal sisa dua juta lagi bagaimana ini?" Gumamnya setelah menghitung lagi.Diara memang baru saja membayar biaya sewa kost untuk bulan ini. Walau biayanya terbilang mahal, tapi ia memutuskan untuk memperpanjang sewa. Lagipula sebenarnya harga segitu wajar untuk ukuran kost-kostan yang ada dipusat ibu kota, yang menjadi masalah hanya terletak pada dirinya yang belum juga mendapat pekerjaan.Sebenarnya Diara sudah berusaha untuk mencari pekerjaan, tapi

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-27
  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   Bab 10

    "Ti makasih ya, lo udah mau ngajak gue kerja di sini."Sekarang ini Diara sedang menunggu angkutan umum untuk kembali ke kostan karena ia baru mulai bekerja esok hari. Rianti meminta izin untuk menantar Diara ke depan Cafe seraya menemaninya menunggu angkutan umum."Ya elah santai aja kali, yang penting gajian pertama traktir gue." Balas Rianti jenaka sambil tertawa kecil.Diara ikut tertawa. "Hahaha beres." Katanya. "Oh ya, omong-omong gue gak punya baju buat besok kerja. Apa gue beli aja ya sebelum berangkat? Tapi kira-kira baju kaya lo gini harganya berapaan?" Diara memegang ujung bawah drass yang sedang dikenakan oleh Rianti.Tadi setelah tanda tangan kontrak, Roni sudah menjelaskan pekerjaan yang harus Diara kerjakan, termasuk perihal pakaian yang harus dikenakan oleh gadis itu. Tidak ada pakaian khusus seperti para pegawai, Diara dibebaskan memakai pakaian apapun yang terpenting pakaian itu harus menarik.Diara cukup paham dengan ap

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   Bab 11

    "Lo boleh pake baju yang mana aja. pilih suka-suka lo pokoknya." Kata Rianti. Gadis itu membuka lemari dan menunjukkan koleksi pakaiannya pada Diara.Lemari di kamar kost Rianti, memang tidak sama dengan lemari pakaian yang ada di kamar kost Diara. Tentu saja. Hal tersebut dikarenakan tipe kamar mereka yang berbeda, dan jelas harganya pun berbeda. Harga sewa kamar Diara hanya sekitar tujuh ratus ribu rupiah sementara harga sewa kamar Rianti satu juta empat ratus ribu rupiah. Dua kali lipat dari harga sewa kamar Diara.Kostan ini memang memiliki dua tipe. Untuk kamar Diara sudah pernah dijelaskan keadaanya 'kan? Jadi sekarang tinggal menjelaskan yang tipe kamar kost yang ditempati oleh Rianti.Secara ukuran jelas berbeda, kamar kost Rianti jauh lebih luas dari kamar Diara yang hanya berukuran dua kali tiga dan tidak ada kamar mandi di dalam. Sesuai harganya, kamar kost Rianti luasnya dua kali lipat dari kamar Diara dan dilengkapi dengan kamar mand

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   Bab 12

    Dengan pelan dan penuh kehati-hatian Diara berjalan selangkah demi selangkah menuju tempat duduk di cafe tempatnya bekerja.Gadis itu sudah siap untuk mulai bekerja di tempat itu. Rianti sudah mendandaninya hingga ia tampak begitu cantik bak seorang putri.Tidak hanya wajahnya saja yang dipoles dengan makeup hingga sedemikian rupa, tapi rambutnya juga tak luput dari sentuhan tangan terampil Rianti yang serba bisa. Rambut Diara yang tadinya hanya lurus dan kaku, kini berubah menjadi bergelombang. Jujur tatanan rambut yang seperti ini membuat Diara jauh lebih menarik lagi.Namun ada satu yang Diara tidak sukai dari semua yang Rianti lakukan pada dirinya, yaitu Rianti menitahnya untuk memakai sepatu hak tinggi dengan penyangga tumit yang runcing. Rianti bilang itu namanya sepatu jenis high heels.'Huh sungguh sepatu ini sangat menyulitkan gerak kakiku.' Seumur-umur baru kali ini Diara memakai sepatu dengan model seperti itu.Diara sempat men

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-29

Bab terbaru

  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   63. izin

    Jadi apa kata yang tepat untuk Diara berikan pada Echa, hm? Munafik 'kah? Ah ya, sepertinya kata itu cukup cocok untuknya.Echa memang munafik! Mengapa Diara bisa berkata demikian? Karena apa yang diucapkan olehnya sangat berbeda jauh dengan apa yang ia lakukan. Echa berucap kukuh ingin bercerai, tapi mengapa ia masih mau melayani suaminya itu di atas ranjang?Diara yakin Echa tidak terpaksa, Diara yakin wanita itu menikmatinya juga. Diara bisa mendengar dari bagaimana cara Echa mendesah semalam. Jelas sekali wanita itu sangat menikmati permainan yang diberikan oleh suami mereka.Dasar wanita plin-plan dan munafik!Setelah mengetahui keberadaan Zaenal, yang ternyata tengah bercinta dengan istri pertamanya. Diara tidak bersikap bar-bar dengan menggedor pintu kamar Echa dan membuat percintaan mereka berhenti. ia justru lebih memilih untuk kembali ke kamar yang ia tempati sendiri.Alasannya bukan karena Diara tidak berani, tapi ia hanya tidak mau membuang-buang energi untuk melakukan hal

  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   62. Kesal

    Ternyata benar apa yang dipikirkan Diara. Kamar yang menjadi tempat istirahat sementarnnya merupakan kamar yang diperuntukkan untuk pembantu. Dari letaknya yang berada paling belakang saja Diara sudah dapat menebaknya, apalagi ketika ia sudah berada di dalamnya. Luasnya, isinya, semuanya sangat mirip dengan kamar yang dulu pernah Diara tempati ketika ia masih menjadi pembantu. "Ish benar-benar ya, Mas Zaenal tega banget ngebiarin aku tidur di tempat kaya gini. Padahal aku lagi hamil dan kondisiku lagi lemah.Diara tidak terima, tapi tidak bisa juga berbuat banyak untuk protes, karena memang hanya kamar ini saja yang tersisa. Ah, sudahlah untung hanya untuk sementara.Namun karena Diara tidak mau menderita sendirian, dan sebagai penebus rasa kesalnya. Ia terus memaksa Zaenal untuk tidur di sana juga.Awalnya lelaki itu terus beralasan, katanya ranjangnya terlalu kecil takut nanti Diara kesempitan dan tidak nyaman. Zaenal juga memakai alasan udara yang akan menjadi menipis dan pengap

  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   61. Merajuk

    "Dasar wanita mandul menyebalkan!" Diara menggerutu pasalnya Echa tidak mau bertukar kamar dengannya. Wanita itu terus mendebat Zaenal hingga membuat suami mereka pusing dan akhirnya memilih mengalah. Diara tidak terima keinginannya tidak terpenuhi, lantas wanita itu ikut merajut yang membuat Zaenal semakin dilanda pening. Diara masa bodo melihat suaminya yang pusing. Lagipula salah sendiri kenapa malah mengalah dan menuruti istri pertamanya. sudah jelas-jelas yang hamil Diara. jadi seharusnya Zaenal lebih mengutamakan keinginannya bukan istri mandulnya itu. Ceklek! suara pintu terbuka membuat Diara yang terus menggerutu seketika terdiam. Ia melihat ke arah pintu, ternyata itu Zaenal. Sontak Diara membuang pandang ke arah lain. pokoknya ia ingin merajuk sebelum keinginannya terpenuhi. Zaenal menghela napas dengan kasar. Lelaki itu lalu menghampiri istrinya yang tengah merajuk. "Sayang, kamu laper gak? Mau makan apa?" Diara mendecih, wanita itu semakin dilanda kesal karena sang

  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   60. Usaha menyingkirkan Echa

    Perlahan Diara membuka mata, hal pertama yang ia lihat setelah matanya terbuka dengan lebar adalah presensi Zaenal dengan wajah panik.Zaenal sudah melontarkan tanya, mengenai keadaan sang istri, namun alih-alih mendapat jawab, istrinya itu justru tidak mengindahkan dan malah mengedarkan pandangan--menelisik sekitar guna mengetahui keberadaannya sekarang.Diara tidak menemukan apapun yang berbau rumah sakit, aroma khas rumah sakit juga tidak tercium indra penciumannya. Ia mengenali ruangan ini dan ya, ternyata Diara berada di kamarnya sendiri--kamarnya di rumah sang suami.Jadi Zaenal tidak membawanya ke rumah sakit? Ah syukurlah, pasalnya Diara tidak mau menginap lagi di sana. Dan fakta ini sudah cukup menjawab pertanyaan yang sedari tadi bergelindang dalam benak, mengenai keadaannya sendiri. Bukankah sudah jelas membuktikan, bahwa tidak terjadi hal buruk pada dirinya dan kandungannya? Ah iya Diara yakin, pasti ia tidak apa-apa, sebab jika ia kenapa-kenapa ia tidak akan berada di sin

  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   59. Echa akan kena masalah

    Walaupun Diara tidak keberatan atas keputusan Zaenal yang tidak ingin menceraikan Echa, namun tetap saja ia merasa penasaran dan ingin tahu apa-apa saja yang dikatakan Zaenal pada istri pertamanya itu.Sebagai pihak yang dirugikan dan disakiti, Diara yakin Echa pasti bersikukuh meminta untuk tetap berpisah. Dan sudah pasti juga bukan hal mudah untuk Zaenal membujuk istrinya untuk mempertahankan pernikahan mereka.Awalnya Zaenal enggan untuk menceritakannya, entah kenapa lelaki tidak mau bercerita. Tapi Diara terus memaksa, sehingga mau tak mau Zaenal pun menceritakan semuanya.Zaenal bilang, sebetulnya Echa masih sulit menerima. Tapi Zaenal tidak mau tahu dan tidak mau dibantah, lelaki itu juga sampai harus sedikit memberi ancaman agar Echa tidak berani mengajukan perceraian. Tentang apa ancamannya, Zaenal tidak memberitahukan secara detail, Diara juga enggan untuk bertanya lagi, namun yang pasti Zaenal berhasil membuat Echa menurut.Tapi Diara yakin Zaenal tidak hanya memberikan anca

  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   58. Niat terselubung Diara

    "Gue kok kasian ya liat istrinya Mas Zaenal." Ucap Rianti, begitu ia beres membantu Diara berbaring dan bersandar di atas kasur, yang mulai hari ini resmi menjadi kamarnya. "Lo yakin gak mau mengurungkan niat?" Diara menatap sang sahabat yang kini duduk di sisi ranjang, kemudian ia gelengan kepala pelan. "Gak. Dia juga tega udah bikin gue dan anak gue celaka. Pokoknya gue mau dia harus tanggung jawab atas perbuatannya!" "Tapi Ra, menurut gue ini terlalu berlebihan. Lagian wajar kalau dia sampe kaya gitu ke lo. Soalnya lo udah ngerebut lakinya. Gue rasa semua istri yang suaminya direbut wanita lain, rata-rata pasti bakal ngelakuin hal yang sama." Ucapan Rianti tersebut membuat Diara terheran, pasalnya baru kali ini sahabatnya itu tidak sepemikiran dengannya. Rianti menentang keinginan Diara. Jujur saja Diara kurang suka sikap Rianti yang seperti ini, gadis itu seolah menyalahkan Diara. Padahal yang awalnya memberikan ide untuk merebut Zaenal dari istrinya adalah Rianti. Namun meng

  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   57. Echa minta cerai

    "Kamu? Mau apa kamu ke rumahku?!" Echa bertanya setelah beberapa saat tadi hanya terdiam.Diara tersenyum kecut seraya berdecih, dalam hati ia membatin. 'Kau boleh bersikap angkuh sekarang, namun sebentar lagi kau pasti akan menangis darah! Huh..'"Aku akan--" Diara baru saja ingin menjawab, akan tetapi Zaenal sudah lebih dulu menghampiri sembari membawa barang-barang milik Diara.Sontak saja hal tersebut menyedot perhatian Echa. Diara bisa menangkap wajah istri pertama suaminya yang sangat kebingungan dengan apa yang terjadi saat ini. Sepertinya Zaenal memang belum menceritakan rencana mereka. Diara menyunggingkan senyum dan hati ia bersyukur. 'baguslah, pasti akan lebih seru lagi.'"Mas!" Dengan wajah yang masih menatap bingung, Echa memanggil suaminya, agaknya wanita itu ingin menuntut penjelasan."Kita bicara di dalam!" Tukas Zaenal tegas.Echa menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku tidak sudi rumahku diinjak wanita murahan ini!" Tunjuknya pada Diara dengan mata yang melotot."Ini r

  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   56. Tinggal satu atap dengan madu

    Akhirnya hari ini Diara sudah diizinkan untuk pulang, setelah tiga hari dirawat. Rasanya sangat senang sekali, apalagi Zaenal menuruti keinginannya untuk tinggal di rumah yang ditempati oleh Echa. Ah Diara sangat tidak sabar, ingin bertemu dengan kakak madunya. Kira-kira bagaimana ya reaksinya nanti? Terkejut? Itu sih sudah pasti, tapi apakah Echa akan mengamuk? Atau mungkin malah pingsan karena saking terkejutnya? Tidak tahulah, pokoknya Diara sudah tidak sabar ingin bertemu. ia sudah tidak sabar ingin segera melihat wajah kekalahannya. Huh pasti sangat lucu sekali, bukan? Diara pastikan kali ini ia menang telak. Buktinya saja selama dirawat di rumah sakit, Zaenal selalu menemaninya, selalu ada di sampingnya. Paling-paling jika pergi hanya untuk urusan pekerjaan yang benar-benar mendesak saja dan tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. Perhatian Zaenal sekarang semakin bertambah, ia jadi semakin over protektif. Ketika ia harus pergi, Zaenal akan meminta Rianti untuk menemani. Zaena

  • Sang Perebut Suami Orang (21+)   55. Echa harus tanggung jawab!

    "Sstt~" Diara seketika mendesis saat merasakan rasa nyeri itu lagi di bagian perut. Rasanya memang tidak begitu sakit seperti beberapa saat lalu, tapi tetap saja masih terasa sakit juga."Sayang, kamu sudah sadar?" Zaenal semerta-merta menghampiri. Diara tidak langsung menjawab pertanyaan, melainkan matanya mengedar ke seluruh ruangan--meneliti, dan ia baru menyadari bahwa kini dirinya sudah berada di rumah sakit.Ah Diara baru ingat, sepertinya tadi ia pingsan karena dorongan kencang yang dilakukan Echa. Sejurus kemudian matanya membelalak, ketika otaknya mengingat kejadian terakhir itu."Sayang, kamu gak apa-apa 'kan? Apa masih sakit?" Zaenal bertanya lagi, tapi Diara tidak menjawabnya melainkan meraba perutnya dengan panik. Diara takut anaknya gugur. Bisa gawat jika hal itu terjadi. Zaenal bisa saja meninggalkannya karena sesuatu yang mengikatnya sudah tidak ada lagi."Mas! Gimana anak kita? Dia gak gugur 'kan? Dia masih ada di perutku 'kan Mas?" Diara bertanya panik, sungguh ia ta

DMCA.com Protection Status