Share

Bab 5

Sudah tiga bulan lebih, hubungan gelap Diara dan Bima terjalin. Dan selama itu pula Nadia tidak pernah curiga atau mengendus gelagat mereka sedikitpun.

Diara dan Bina memang sangat berhati-hati sekali. Bagaimanapun juga mereka ingin bermain aman. Mereka tidak ingin, jika hubungannya terbongkar dan malah menimbulkan banyak masalah.

Bima rutin mengunjungi Diara dua hari sekali, dan seperti biasa ia selalu menghampiri Diara tengah malam, karena menunggu sampai Nadia benar-benar tidur. Tapi terkadang mereka juga melakukannya pada siang atau pagi hari, ketika ada kesempatan yang memungkinkan atau ketika Nadia tidak ada di rumah.

Namun sudah dua minggu ini Bima tidak meminta jatah pada Diara, membuat gadis itu jadi sedikit uring-uringan sebab hasratnya yang tidak tersalurkan. Walau bagaimanapun Bima sudah menjadi candu untuknya, dan ia sangat membutuhkannya.

Diara ingin bertanya perihal mengapa Bima tidak meminta jatah, tapi selalu tidak ada celah untuknya melontarkan pertanyaan tersebut. Pasalnya akhir-akhir ini Bima dan Nadia sangat lengket sekali padahal sebelumnya hubungan mereka terjalin biasa-biasa saja, tidak selengket itu. Walau masih tetap terlihat harmonis.

Owh ... apa jangan-jangan semua ini terjadi karena mereka yang ingin menambah momongan? Beberapa waktu lalu, Diara memang sempat mendengar pembicaraan mereka, perihal yang ingin menambah seorang anak.

Ah iya, sepertinya karena itu Bima menjauhi Diara dan tidak meminta jatah lagi. Bima pasti ingin fokus pada program anak keduanya.

Diara memakluminya sih, tapi ia juga tidak bisa menahan gairah untuk tidak bercinta. Sudah Diara katakan bahwa ia sangat begitu candu pada Bima, dan ia juga perlu untuk melampiaskannya. Seharusnya Bima tetap memberikannya waktu walau tak sesering sebelumnya, agar Diara tidak merasa tersiksa seperti ini.

Setiap malam Diara pasti tidak bisa tidur dan selalu merasa gelisah. Ia memang mempunyai hormon yang berlebih dari dulu dan hormon itu semakin bertambah lebih lagi saat ia menjalin hubungan dengan Bima.

Seperti sekarang ini Diara kembali kesulitan untuk tertidur meski waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sedari tadi ia hanya berguling ke sana kemari di atas ranjang. 'Argh ... Hormon ini benar-benar menyiksaku. Aku harus bagaimana ini?'

"Apa aku tuntaskan di kamar mandi aja?" Gumamnya.

Memang untuk menanggulangi hormon terlebihnya ini, tak jarang Diara harus mengatasinya sendiri. Biasanya ia akan melakukannya di kamar, namun sekarang ia merasa sangat bosan jika harus menyelesaikannya di kamar terus, ditambah lagi melakukannya sendiri tidak senikmat jika bersama pasangan. Maka ia ingin mencari suasana baru.

Sepertinya di kamar mandi cukup menyenangkan, tapi berhubung kamarnya ini tidak memiliki kamar mandi di dalam, jadi ia harus ke luar--menuju kamar mandi yang terdapat di dekat dapur.

Namun, seperti mendapat durian runtuh. Netranya seketika berbinar manakala melihat seseorang yang begitu ia damba dan inginkan tengah berada di ruang dapur. Sepertinya lelaki itu terbangun dan kehausaan. Meski penerangan sangat minim karena sebagian lampu memang sudah dimatikan (termasuk lampu area dapur) tapi Diara masih bisa mengenali dengan jelas dan ia bisa pastikan bahwa seseorang itu adalah Bima.

Sontak saja, dengan langkah mengendap-endap Diara dekatinya yang kini tengah menenggak air mineral dengan posisi membelakangi kemudian dengan gerakan cepat, Diara lingkaran tangannya di perut si lelaki seraya menyandarkan kepala di punggung lebarnya.

"Mas, aku kangen kamu." Lirih Diara.

Kau tidak perlu heran dan mengira bahwa kau salah dengar. Diara memang sudah mengganti panggilannya pada Bima dengan sebutan 'Mas' tepat satu bulan mereka menjalin hubungan. Diara lakukan itu atas permintaan Bima dan ia akan memanggil dengan panggilan tersebut saat mereka sedang berdua saja.

Bima terkejut dan hampir saja tersedak minumannya karena perlakukan Diara yang tiba-tiba. Ia lalu melepaskan tangan Diara yang melingkari perutnya dengan kasar dan berbalik.

"Diara! Kamu apa-apaan sih?" Geramnya tertahan karena tidak ingin membuat semua orang terbangun. "Kalau ada yang lihat kita bagaimana? Kamu tahu 'kan sekarang sedang ada orang tuaku di sini."

Memang sudah dua hari ini orang tua Bima (yang tinggal beda kota) datang berkunjung dan menginap. Alasannya sih sudah lama tidak bertemu dan ingin menengok cucu karena rindu, katanya.

"Iya aku tahu, tapi aku kangen kamu Mas. Dua minggu loh kamu tidak mengunjungiku."

"Aku sedang program anak kedua, jadi aku harus fokus dan harus sering melakukannya dengan istriku." Jelasnya membenarkan praduga Diara sebelumnya.

"Tapi seharusnya Mas tetap menemuiku walau tidak sesering kemarin-kemarin. Atau jangan-jangan itu cuman alasan Mas saja? dan sebenarnya Mas sudah bosan 'kan sama aku?" Ucap Diara pura-pura merajuk dan membuat raut wajah menjadi begitu sedih. Ia melakukan itu untuk menarik simpati Bima.

Bima terdengar menghela napas kasar lalu menangkup wajah Diara yang menunduk agar melihatnya. "Tidak. Mana mungkin Mas bosan sama kamu. Mas sudah pernah bilang 'kan bahwa pelayanan kamu jauh lebih memuaskan dibanding istrinya Mas?" Ucapnya dengan nada yang begitu lembut, berbeda sekali dengan beberapa saat lalu. "Mas melakukan itu, murni cuman untuk program anak kedua. Setelah istri Mas dinyatakan hamil, Mas pasti akan lebih sering sama kamu lagi."

"Tapi sampai kapan aku harus menunggu? Dan mana mungkin aku bisa tahan selama itu?"

Bima tampak terdiam, entah apa yang tengah dipikirkannya.

Namun, karena gairah Diara sudah benar-benar tidak bisa dibendung lagi. Sebelum Bima kembali melontarkan kata, Diara sudah lebih dulu membuka tiga kancing teratas piama yang dikenakan dan lebih merapatkan tubuh pada Bima. Diara tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Mas Bima, aku mohon sentuh aku malam ini. Tolong aku, aku sudah tidak bisa menahannya lagi." Ujarnya memelas namun sangat menggoda sembari menyentuh bagian dadanya dengan gerakan seduktif.

Bima meneguk salivanya dengan kasar seraya memejamkan mata, sepertinya ia sedang merasakan suatu yang tengah bergejolak dalam dirinya akibat sentuhan yang Diara berikan.

Melihat itu, dalam hati Diara bersorak senang, ia sangat yakin Bima tidak akan bisa menolak. Sebab ia tahu; sama seperti dirinya yang begitu candu pada lelaki itu, Bima juga sangat candu padanya.

"Kurang ajar kamu, Diara!" Geramnya rendah. "Kamu memang tahu kelemahanku."

Tanpa menghiraukan posisi mereka yang masih berada di ruang dapur, Bima lantas memeluk Diara dan mencumbunya dengan bergairah. Diara hanya tersenyum menyeringai dan menerima perlakuannya dengan senang hati, tentu saja. Sama seperti Bima, Diara juga sudah tidak peduli di mana mereka terada sekarang dan ia juga tidak peduli jika akan ada yang melihat kegiatan mereka. Sebab yang terpenting untuknya saat ini ialah, malam ini dan detik ini juga, apa yang ia inginkan harus segera tertuntaskan.

Dan ... Selanjutnya, merekapun benar-benar melakukannya di ruang dapur, sesuatu yang baru pertama kali mereka lakukan. Namun tepat saat pelepasan mereka dapatkan, seseorang memasuki area dapur ini dan melihat keduanya yang masih dengan keadaan berantakan dengan napas yang masih tertarik tak beraturan.

Dengan mata yang membelalak sempurna seseorang itu kemudian bersuara. "Apa yang kalian lakukan?"

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status