Terhitung sudah sekitar satu bulan Diara tinggal di kostan itu. Ia merasa betah, karena kostannya cukup bagus, bersih, nyaman, dan orang-orang di sana juga baik. Tapi yang ia pikirkan sekarang adalah biaya sewanya.
Tujuh ratus ribu bagi Diara terlalu mahal, apalagi mengingat ia yang sampai sekarang belum juga mendapat pekerjaan lagi. Untuk makan sehari-hari saja ia hanya mengandalkan uang yang ada dalam tas. Jumlahnya lima juta rupiah kala itu, dan sekarang semakin hari jumlahnya semakin berkurang."Tinggal sisa dua juta lagi bagaimana ini?" Gumamnya setelah menghitung lagi.Diara memang baru saja membayar biaya sewa kost untuk bulan ini. Walau biayanya terbilang mahal, tapi ia memutuskan untuk memperpanjang sewa. Lagipula sebenarnya harga segitu wajar untuk ukuran kost-kostan yang ada dipusat ibu kota, yang menjadi masalah hanya terletak pada dirinya yang belum juga mendapat pekerjaan.Sebenarnya Diara sudah berusaha untuk mencari pekerjaan, tapi"Ti makasih ya, lo udah mau ngajak gue kerja di sini."Sekarang ini Diara sedang menunggu angkutan umum untuk kembali ke kostan karena ia baru mulai bekerja esok hari. Rianti meminta izin untuk menantar Diara ke depan Cafe seraya menemaninya menunggu angkutan umum."Ya elah santai aja kali, yang penting gajian pertama traktir gue." Balas Rianti jenaka sambil tertawa kecil.Diara ikut tertawa. "Hahaha beres." Katanya. "Oh ya, omong-omong gue gak punya baju buat besok kerja. Apa gue beli aja ya sebelum berangkat? Tapi kira-kira baju kaya lo gini harganya berapaan?" Diara memegang ujung bawah drass yang sedang dikenakan oleh Rianti.Tadi setelah tanda tangan kontrak, Roni sudah menjelaskan pekerjaan yang harus Diara kerjakan, termasuk perihal pakaian yang harus dikenakan oleh gadis itu. Tidak ada pakaian khusus seperti para pegawai, Diara dibebaskan memakai pakaian apapun yang terpenting pakaian itu harus menarik.Diara cukup paham dengan ap
"BAJINGAN!""Laki-laki biadab!""Dan kamu pelacar muruhan. Rasakan ini!""Aahh ... Lepaskan! Dasar perempuan tua tidak berguna. Lepaskan tanganmu dari rambutku!""Lepaskan tanganmu Ratih! Sudahlah terima saja nasibmu. Aku sudah bosan denganmu!""Tidak! Aku tidak akan lepaskan. Wanita murahan ini harus merasakan rasa sakitku!""Ahhh mas kepalaku sakit.""Kubilang lepaskan!""TIDAK!""Mas. Hiks ... Tolong."Plak!Sebuah tamparan keras mendarat di pipi wanita paruh baya itu. Seketika jambakannya pada rambut wanita muda yang merupakan selingkuhan dari sang suami terlepas.Sontak perempuan itu berlari ke arah lelakinya. "Mas kepalaku sakit." Adunya dengan manja. "Maaf ya sayang." Sambil mengelus lembut kepala selingkuhannya. Melihat hal tersebut membuat sang istri menatap tak percaya dengan air mata yang sudah menganak sungai. "Kamu membelanya dan menamparku?" "Itu memang pantas untukmu!" Ucapnya tanpa rasa bersalah, Kemudian lelaki itu pergi membawa serta wanita mudanya meninggalkan sa
"Ngh.""Ahh ... Mas."Suara-suara itu sukses membuat pergerakan Diara yang tengah menuang air ke dalam gelas berhenti. Ia segera menutup kran dispenser lalu menajamkan pendengarnya.Diikutinya arah suara tersebut dengan mengendap-endap hingga sampai di ruang tamu, di sana ia menemukan sepasang manusia yang tengah memadu kasih.Mereka adalah kedua majikannya. Sejujurnya Diara tidak begitu terkejut melihat pemandangan itu, sebab hal tersebut bukanlah yang pertama ia lihat melainkan kali ketiga selama enam bulan ia bekerja sebagai pembantu di sana."Kayanya mereka suka banget menjelajah semua sudut ruangan di rumah ini." Gumam Diara terkikik.Bukannya lekas pergi seperti kali pertama dan kedua ia memergoki, kali ini Diara justru malah bersembunyi dibalik tembak penyekat antar ruang keluarga dan ruang tamu.Entah mengapa melihat majikannya yang tengah bersenggama itu malah membuat sesuatu dalam diri Diara bangkit. Sebagai seseorang yang sudah pernah merasakan nikmatnya bercinta hal terse
Pagi ini Diara terbangun sedikit lebih telat dari biasanya. Kau pasti sudah tahu 'kan apa penyebabnya? Iya. Benar. Semalam Diara melakukannya. Melakukan sesuatu yang sudah lama sekali tidak ia lakukan. Sungguh ia sangat senang sekali, akhirnya ia bisa merasakan kenikmatan itu lagi. Dan ... Apa kau tahu? Ada satu hal lagi yang membuat perasaan Diara berkali-kali lipat lebih senang dan begitu bahagia. Iya. Itu karena ia melakukannya dengan seseorang yang sudah lama ia kagumi secara diam-diam. Bima Pratama.Lelaki yang sejak awal melihatnya, Diara sudah menaruh kekaguman padanya. Bagaimana tidak? Lelaki itu, begitu luar biasa sempurna.Wajahnya tampan, tubuhnya tegap dan tinggi, berwibawa dan pastinya mapan. Ah beruntung sekali Nadia--istri Bima--bisa memiliki suami seperti majikan lelakinya tersebut. Jika boleh jujur, sebenarnya Diara sempat merasa iri, tapi ia tepis rasa iri itu karena ia cukup tahu diri. Namun siapa sangka, kini ia bahkan sudah merasakan bagaimana nikmatnya berci
Sedari tadi senyuman yang terpatri di bibir Diara tidak mengendur sama sekali. Apalagi saat matanya memandang tumpukan belanjaan yang ia beli siang tadi di pasar. Rasa-rasanya sudah lama sekali ia tidak merasakan kebahagiaan seperti ini. Mungkin jika ingat-ingat terakhir kali ia merasakanya ketika keluarganya masih utuh. Sebelum datangnya wanita muda yang merebut ayahnya hingga menyebabkan ibunya depresi dan memilih bunuh diri.Teringat kembali kejadian kelam itu, membuat senyuman yang tersemat di bibir Diara mendadak memudar dan menghilang begitu saja. Sebenarnya sempat terbesit dalam benak Diara untuk mencari keberadaan si pelakor dan membalaskan dendam. Namun niat itu langsung terhempas begitu saja sebelum terealisasi. Sebab Diara tidak tahu harus mencari wanita itu ke mana? Diara tidak punya informasi apapun mengenai wanita tersebut, bahkan namanya saja ia tidak tahu. Bagaimana ia bisa mencarinya? Jika yang ia ingat hanya wajahnya saja?"Ah sudahlah sebaiknya aku lupainaja tent
Rasa kantuk jelas masih Diara rasakan sebab ia hanya tidur sekitar setengah jam saja. Tadi malam, Bima benar-benar menggempurnya habis-habisan. Sampai rasanya Diara sudah tidak sanggup lagi. Laki-laki itu seperti aji mumpung sampai melakukannya hingga berkali-kali dan tidak ragu lagi untuk menumpahkan benih di dalam--sebab Lelaki itu tahu bahwa Diara sudah meminum pil kontrasepsi. Meski tubuh Diara sangat lelah, tulang-tulangnya serasa seperti dipatahkan menjadi beberapa bagian, juga area bawahnya sangat perih dan linu ketika berjalan, tapi Diara harus tetap bangun pagi-pagi untuk melakukan tugas utama yaitu memasak sarapan dan bersih-bersih rumah. "Diara. Kenapa jalanmu tertatih-tatih begitu?"Suara Nadia tiba-tiba terdengar menyapa telinga. Majikan Diara itu sepertinya sudah berada di area dapur ini sedari tadi dan memperhatikan pembantunya yang tengah memasak dengan gerakan yang sangat lambat dan tak segesit biasa. Diara sontak berbalik menghadapnya yang kini sudah berada berha
Sudah tiga bulan lebih, hubungan gelap Diara dan Bima terjalin. Dan selama itu pula Nadia tidak pernah curiga atau mengendus gelagat mereka sedikitpun.Diara dan Bina memang sangat berhati-hati sekali. Bagaimanapun juga mereka ingin bermain aman. Mereka tidak ingin, jika hubungannya terbongkar dan malah menimbulkan banyak masalah. Bima rutin mengunjungi Diara dua hari sekali, dan seperti biasa ia selalu menghampiri Diara tengah malam, karena menunggu sampai Nadia benar-benar tidur. Tapi terkadang mereka juga melakukannya pada siang atau pagi hari, ketika ada kesempatan yang memungkinkan atau ketika Nadia tidak ada di rumah. Namun sudah dua minggu ini Bima tidak meminta jatah pada Diara, membuat gadis itu jadi sedikit uring-uringan sebab hasratnya yang tidak tersalurkan. Walau bagaimanapun Bima sudah menjadi candu untuknya, dan ia sangat membutuhkannya. Diara ingin bertanya perihal mengapa Bima tidak meminta jatah, tapi selalu tidak ada celah untuknya melontarkan pertanyaan tersebut
"Apa yang kalian lakukan?""Ayah." Cicit Bima dengan mata yang membola. Lalu dengan tergesa-gesa Bima dan Diara merapikan pakaian masing-masing. Sungguh demi apapun, sekarang Diara merasa takut sekali. Entah ke mana perginya keberanian yang tadi sempat singgah dalam benaknya. Keberanian itu malah menguap begitu saja bersamaan dengan puncak pelepasaan yang didapat. "Apa yang kamu lakukan dengan pembantumu ini?" Kambali Endy--ayah dari Bima melayangkan pertanyaan yang sama seraya mengayunkan tungkai kakinya mendekati mereka. Sontak saja Diara menunduk dan mengerut takut di belakang tubuh Bima, ketika melihat sorot mata pria tua itu yang menatapnya tajam. "A-ku bisa jelaskan, Yah. I-ini semua--""Kamu berselingkuh dengan pembantumu?!" Endy langsung memotong ucapan anaknya. Bima semerta-merta bersimpuh di kaki Endy. "Maafkan aku Yah, aku khilaf. Aku mohon jangan beritahu Nadia. Aku janji tidak akan melakukannya lagi."Diara terkejut mendengar kalimat yang baru saja dikuapkan oleh Bim