Mungkin sudah sekitar tiga bulan Diara bekerja di Osean's cafe, entahlah ia tidak pernah mengingat-ingat sudah berapa lama bekerja di sana. Sebab ia menjalankan pekerjaannya dengan enjoy dan hati gembira.
Bahkan ia nyaris tidak pernah mengingat kapan tanggal menerima gaji. Padahalkan seharusnya itu adalah hal pertama yang harus ia ingat, mengingat dirinya yang sangat membutuhkan uang.Namun agaknya Diara tidak begitu peduli lagi. Sebab ya, ia sudah mendapatkan uang yang jauh lebih besar dari gajinya sebagai pemandu lagu.Semenjak itu, hubungannya dengan Steno terus berlanjut hingga saat ini. Steno berkata, lelaki itu sangat menyukainya, menyukai semua yang ada pada diri Diara.Seperti yang pernah Rianti katakan tentang betapa royalnya Steno. Diara membenarkan, laki-laki paruh baya itu memang sangat royal sekali. Terhitung tiga bulan ini saja, Diara sudah mendapatkan uang sejumlah hampir lima puluh jutaan, dua tas branded keluaran salah satu branSejujurnya Diara tidak tega meninggalkan Rianti dalam keadaan sakit begitu. Tapi mau bagaimana lagi? Diara sudah terlanjur memiliki janji dengan Steno. Bukan ia tidak setia kawan dan hanya memikirkan diri sendiri. Tapi masalahnya menyangkut sugar daddy-nya. Jika laki-laki lain mungkin Diara tidak akan begitu khawatir. Diara hanya takut masalahnya menjadi berabe. Kalau laki-laki itu sampai marah dan kecewa, bagaimana? Ia belum siap kehilangan ladang uangnya. Lagipula Diara sudah membelikan Rianti obat dan makanan. Yah semoga saja, sahabatnya itu bisa secepatnya pulih. Setengah jam menempuh perjalanan menggunakan ojek online, kini Diara telah sampai di tempatnya bekerja. Ia memang belum mempunyai kendaraan sendiri. Sebenarnya bisa-bisa saja jika ia ingin membeli kendaraan, Diara bisa memintanya pada Steno. Tapi ia pikir-pikir untuk apa? Toh Diara tidak bisa mengendarainya.
Diara sangat senang, ia merasa puas sekali, ternyata Steno lebih memilihnya ketimbang Lola.Akhirnya Diara bisa mengalahkannya. Wanita itu tidak bisa berbuat semena-mena lagi. Dari yang Diara dengar selama ini, katanya banyak yang tidak menyukai Lola. Hampir seluruh wanita pemandu lagu di sana membencinya. Ya jelas saja Lola dibenci, selama ini wanita itu suka berprilaku seenaknya pada yang lain. Lola begitu mungkin karena merasa tidak ada yang bisa menyainginya, secara dia adalah Dewi-nya Osean's cafe.Namun agaknya mulai hari ini Lola tidak bisa bersikap sombong dan membanggakan predikat itu lagi. Karena ya, Diara sudah berhasil mengalahkannya dan menggeser posisinya sebagai Dewi Osean's cafe.Bibir Diara semakin tertarik ke atas ketika Lola memprotes dengan kesal ucapan Steno. "Om gak salah? Om lebih memilih dia dari pada aku?!" Katanya penuh dengan emosi. Ia tidak terima."Iya saya lebih memilih Diara. Kenapa memangnya?" Balas Steno
Bibir Diara tidak lelah untuk menebar senyum ketika langkahkan kaki memasuki salah satu mall ternama dan terbesar di kota ini. Bagaimana ia tidak bahagia? Selama tiga bulan menjadi simpanan, agaknya baru kali ini ia bisa menggandeng dan mengajak lelaki itu pergi ke tempat umum.Steno memang suka membelikannya barang-barang mewah seperti; tas dan sepatu. Tapi biasanya barang tersebut langsung pria itu berikan atau jika tidak Steno akan memberikan uangnya saja dan menyuruh Diara untuk membelinya sendiri.Biasanya Diara senang-senang saja, tapi untuk kali ini, entah kenapa ia ingin sekali dapat membeli barang-barang yang diinginkan sembari ditemani oleh lelaki itu.Memang tidak mudah untuk bisa membuat laki-laki paruh baya itu menuruti keinginannya yang satu ini. Diara harus mengerahkan seluruh jurus merajuknya terlebih dahulu sampai akhirnya Steno pasrah dan menurut.Sejujurnya Diara tahu mengapa Steno tidak mau jalan ditempat umum bersamanya.
Diara dan Steno sudah berada di dalam toko yang menjual berbagai jenis pakaian dalam. Meski hanya berupa pakaian dalam, tapi harga pakaian yang dijual di toko ini sangat berharga fantastis. Jelas saja karena toko yang Diara kunjungi itu merupakan salah satu toko brand ternama dan sudah sangat terkenal dengan koleksi-koleksi pakaian dalamnya. Kau pasti tahu 'kan toko yang maksud? Hanya untuk satu buah celana dalam saja, harganya bisa mencapai satu juta rupiah. Sangat jauh berbeda sekali dengan harga lingerie yang pernah Diara beli di pasar dulu. Dahulu sekali pun Diara tidak pernah berpikir akan berada di kondisi sekarang, jangankan beli barang-barang semahal ini, menginjakkan kaki ke dalam mall saja ia tidak berani untuk sekedar memimpikannya. Diara sangat bahagia dan bersyukur, ia tidak menyangka hidupnya yang kembali hancur setelah hubungan gelapnya dengan dua majikannya terbongkar, bisa berubah hanya dalam kurun waktu tiga bulan saja. Bahkan ia merasa hidupnya yang sekarang
Diara yakin ini pasti perbuatan Lola. Wanita itu memang kurang ajar. Awas saja, Diara tidak akan tinggal diam, ia akan membalasnya. Diara berjanji akan membuat hidup Lola lebih susah dan lebih menderita dari pada yang ia alami.Kalau tidak ingat sedang ditunggu untuk menyelesaikan, sudah Diara labrak wanita itu.. Sedikitpun Diara sudah tidak takut. Lola hanya wanita sepertinya.'Akan kuurus setelah ini, tunggu saja!'Kemudian, sampai di ruangan yang dimaksud, dan ketika baru saja kakinya melangkah dua kali memasuki ruangan itu, istri Steno tahu-tahu ingin menyerangnya lagi. Sepertinya wanita itu tidak terima melihat Diara yang datang sembari memeluk erat lengan suaminya.Untung saja dua satpam tadi dengan sigap menahan, jika tidak bisa habis Diara dihajar lagi."Jangan sentuh tangan suamiku pelacur!" Katanya penuh dengan emosi.Namun Diara sama sekali tidak melepaskan, justru ia malah semakin mengeratkan tangannya pada lengan Steno.Jujur saja Diara takut. Walau sudah tua, istri Steno
Diara sangat senang, ternyata Steno tidak seperti laki-laki pengecut yang hanya ingin menikmati tubuhnya saja, seperti Herman, Bima dan Endy. Ternyata Steno berbeda dengan mereka.Jelas Diara bahagia sekali, akhirnya ia bisa memiliki laki-laki yang ia inginkan. Meski dalam waktu bersamaan ia juga merasa bersalah dan iba pada istri Steno.Sungguh ia merasa berdosa, karenanya wanita tua itu jadi kehilangan suami yang sangat dicintai.Sebenarnya tidak semua salah Diara, Anne juga salah, kenapa tidak mau di madu dan lebih memilih untuk bercerai. Coba saja wanita itu mau berbagi suami dengan Diara, pasti Anne tidak akan kehilangan Steno. Rumah tangganya tidak akan berakhir seperti ini.Ah tapi sudahlah, Steno sudah memilih Diara. Jadi lebih baik sekarang Diara fokus saja dengan apa yang ia miliki. Jangan sampai apa yang menimpanya kemarin-kemarin terulang lagi. Dan jangan sampai ada yang merebut Steno dari tangannya. Ia tidak rela.Omong-omong soal rebut-menerut Diara jadi teringat pada Lo
Bukan kasur tempat yang dituju, melainkan Steno memojokkan tubuh Diara ke sisi tembok. Ia ingin mengeksplor semua sudut di ruangan kamar hotel ini.Bibirnya masih membungkam bibir milik Diara, melumatnya hingga saling bertukar saliva. Pria tua itu sangat menyukainya, ah ia memang menyukai semua yang ada pada diri gadisnya. Kalau tidak, mana mungkin ia rela meninggalkan sang istri demi Diara.Diara melepaskan ikatan handuk kimono yang tengah dipakai. Ia memang baru selesai mandi dan hanya memakai benda itu saja untuk menutupi tubuh polosnya. Simpul itu terlepas, dengan mudah terjatuh ke lantai membuat tubuh Diara seketika telanjang.Kini bibir Steno mulai turun, menyusuri leher jenjang Diara. Steno menghisapnya, seperti biasa meninggalkan jejaknya di sana."Ouh geli sayang." Diara mulai bebas mendesah sebab sudah tidak ada yang menggumpal bibirnya. "Buat seluruh tubuhku merah semua sayang. Ini punya kamu, cuman milik kamu. Ah."Diara memang paling bisa membuat hasrat Steno semakin mela
"ASTAGA DIRA ... LO KE MANA AJA KOK GAK PULANG DARI KEMARIN?"Refleks, Diara langsung menjauhkan ponsel dari jangkauan Indra pendengaran. Ia baru saja bangun karena suara dering dari ponsel menganggu tidur nyenyaknya. Padahal Diara masih sangat lelah, juga mengantuk. Maklum saja karena ia baru bisa tertidur pukul tiga dini hari, setelah menyelesaikan pertempuran melelahkan, juga menakjubkan antara dirinya dengan Steno.Tapi di pagi ini, Rianti tahu-tahu menelepon dan langsung melontarkan tanya dengan suara kencang plus cemprengnya membuat telinga Diara jadi berdengung, sakit. Sepertinya ia tidak perlu bertanya lagi mengenai keadaannya, Diara sudah bisa menyimpulkan bahwa sahabatnya itu pasti sudah sembuh dari sakitnya. Meski kesal, namun Diara tetap bersyukur dalam hati mengetahui Rianti sudah pulih lagi.Mendekatkan lagi ponsel ke telinga, setelah dirasa Rianti berhenti berbicara. "Aduh Ti, pelanin dikit kek! Bisa budeg nih kuping gue." Balasnya mengeluh. Saking kencangnya suara Rian
Jadi apa kata yang tepat untuk Diara berikan pada Echa, hm? Munafik 'kah? Ah ya, sepertinya kata itu cukup cocok untuknya.Echa memang munafik! Mengapa Diara bisa berkata demikian? Karena apa yang diucapkan olehnya sangat berbeda jauh dengan apa yang ia lakukan. Echa berucap kukuh ingin bercerai, tapi mengapa ia masih mau melayani suaminya itu di atas ranjang?Diara yakin Echa tidak terpaksa, Diara yakin wanita itu menikmatinya juga. Diara bisa mendengar dari bagaimana cara Echa mendesah semalam. Jelas sekali wanita itu sangat menikmati permainan yang diberikan oleh suami mereka.Dasar wanita plin-plan dan munafik!Setelah mengetahui keberadaan Zaenal, yang ternyata tengah bercinta dengan istri pertamanya. Diara tidak bersikap bar-bar dengan menggedor pintu kamar Echa dan membuat percintaan mereka berhenti. ia justru lebih memilih untuk kembali ke kamar yang ia tempati sendiri.Alasannya bukan karena Diara tidak berani, tapi ia hanya tidak mau membuang-buang energi untuk melakukan hal
Ternyata benar apa yang dipikirkan Diara. Kamar yang menjadi tempat istirahat sementarnnya merupakan kamar yang diperuntukkan untuk pembantu. Dari letaknya yang berada paling belakang saja Diara sudah dapat menebaknya, apalagi ketika ia sudah berada di dalamnya. Luasnya, isinya, semuanya sangat mirip dengan kamar yang dulu pernah Diara tempati ketika ia masih menjadi pembantu. "Ish benar-benar ya, Mas Zaenal tega banget ngebiarin aku tidur di tempat kaya gini. Padahal aku lagi hamil dan kondisiku lagi lemah.Diara tidak terima, tapi tidak bisa juga berbuat banyak untuk protes, karena memang hanya kamar ini saja yang tersisa. Ah, sudahlah untung hanya untuk sementara.Namun karena Diara tidak mau menderita sendirian, dan sebagai penebus rasa kesalnya. Ia terus memaksa Zaenal untuk tidur di sana juga.Awalnya lelaki itu terus beralasan, katanya ranjangnya terlalu kecil takut nanti Diara kesempitan dan tidak nyaman. Zaenal juga memakai alasan udara yang akan menjadi menipis dan pengap
"Dasar wanita mandul menyebalkan!" Diara menggerutu pasalnya Echa tidak mau bertukar kamar dengannya. Wanita itu terus mendebat Zaenal hingga membuat suami mereka pusing dan akhirnya memilih mengalah. Diara tidak terima keinginannya tidak terpenuhi, lantas wanita itu ikut merajut yang membuat Zaenal semakin dilanda pening. Diara masa bodo melihat suaminya yang pusing. Lagipula salah sendiri kenapa malah mengalah dan menuruti istri pertamanya. sudah jelas-jelas yang hamil Diara. jadi seharusnya Zaenal lebih mengutamakan keinginannya bukan istri mandulnya itu. Ceklek! suara pintu terbuka membuat Diara yang terus menggerutu seketika terdiam. Ia melihat ke arah pintu, ternyata itu Zaenal. Sontak Diara membuang pandang ke arah lain. pokoknya ia ingin merajuk sebelum keinginannya terpenuhi. Zaenal menghela napas dengan kasar. Lelaki itu lalu menghampiri istrinya yang tengah merajuk. "Sayang, kamu laper gak? Mau makan apa?" Diara mendecih, wanita itu semakin dilanda kesal karena sang
Perlahan Diara membuka mata, hal pertama yang ia lihat setelah matanya terbuka dengan lebar adalah presensi Zaenal dengan wajah panik.Zaenal sudah melontarkan tanya, mengenai keadaan sang istri, namun alih-alih mendapat jawab, istrinya itu justru tidak mengindahkan dan malah mengedarkan pandangan--menelisik sekitar guna mengetahui keberadaannya sekarang.Diara tidak menemukan apapun yang berbau rumah sakit, aroma khas rumah sakit juga tidak tercium indra penciumannya. Ia mengenali ruangan ini dan ya, ternyata Diara berada di kamarnya sendiri--kamarnya di rumah sang suami.Jadi Zaenal tidak membawanya ke rumah sakit? Ah syukurlah, pasalnya Diara tidak mau menginap lagi di sana. Dan fakta ini sudah cukup menjawab pertanyaan yang sedari tadi bergelindang dalam benak, mengenai keadaannya sendiri. Bukankah sudah jelas membuktikan, bahwa tidak terjadi hal buruk pada dirinya dan kandungannya? Ah iya Diara yakin, pasti ia tidak apa-apa, sebab jika ia kenapa-kenapa ia tidak akan berada di sin
Walaupun Diara tidak keberatan atas keputusan Zaenal yang tidak ingin menceraikan Echa, namun tetap saja ia merasa penasaran dan ingin tahu apa-apa saja yang dikatakan Zaenal pada istri pertamanya itu.Sebagai pihak yang dirugikan dan disakiti, Diara yakin Echa pasti bersikukuh meminta untuk tetap berpisah. Dan sudah pasti juga bukan hal mudah untuk Zaenal membujuk istrinya untuk mempertahankan pernikahan mereka.Awalnya Zaenal enggan untuk menceritakannya, entah kenapa lelaki tidak mau bercerita. Tapi Diara terus memaksa, sehingga mau tak mau Zaenal pun menceritakan semuanya.Zaenal bilang, sebetulnya Echa masih sulit menerima. Tapi Zaenal tidak mau tahu dan tidak mau dibantah, lelaki itu juga sampai harus sedikit memberi ancaman agar Echa tidak berani mengajukan perceraian. Tentang apa ancamannya, Zaenal tidak memberitahukan secara detail, Diara juga enggan untuk bertanya lagi, namun yang pasti Zaenal berhasil membuat Echa menurut.Tapi Diara yakin Zaenal tidak hanya memberikan anca
"Gue kok kasian ya liat istrinya Mas Zaenal." Ucap Rianti, begitu ia beres membantu Diara berbaring dan bersandar di atas kasur, yang mulai hari ini resmi menjadi kamarnya. "Lo yakin gak mau mengurungkan niat?" Diara menatap sang sahabat yang kini duduk di sisi ranjang, kemudian ia gelengan kepala pelan. "Gak. Dia juga tega udah bikin gue dan anak gue celaka. Pokoknya gue mau dia harus tanggung jawab atas perbuatannya!" "Tapi Ra, menurut gue ini terlalu berlebihan. Lagian wajar kalau dia sampe kaya gitu ke lo. Soalnya lo udah ngerebut lakinya. Gue rasa semua istri yang suaminya direbut wanita lain, rata-rata pasti bakal ngelakuin hal yang sama." Ucapan Rianti tersebut membuat Diara terheran, pasalnya baru kali ini sahabatnya itu tidak sepemikiran dengannya. Rianti menentang keinginan Diara. Jujur saja Diara kurang suka sikap Rianti yang seperti ini, gadis itu seolah menyalahkan Diara. Padahal yang awalnya memberikan ide untuk merebut Zaenal dari istrinya adalah Rianti. Namun meng
"Kamu? Mau apa kamu ke rumahku?!" Echa bertanya setelah beberapa saat tadi hanya terdiam.Diara tersenyum kecut seraya berdecih, dalam hati ia membatin. 'Kau boleh bersikap angkuh sekarang, namun sebentar lagi kau pasti akan menangis darah! Huh..'"Aku akan--" Diara baru saja ingin menjawab, akan tetapi Zaenal sudah lebih dulu menghampiri sembari membawa barang-barang milik Diara.Sontak saja hal tersebut menyedot perhatian Echa. Diara bisa menangkap wajah istri pertama suaminya yang sangat kebingungan dengan apa yang terjadi saat ini. Sepertinya Zaenal memang belum menceritakan rencana mereka. Diara menyunggingkan senyum dan hati ia bersyukur. 'baguslah, pasti akan lebih seru lagi.'"Mas!" Dengan wajah yang masih menatap bingung, Echa memanggil suaminya, agaknya wanita itu ingin menuntut penjelasan."Kita bicara di dalam!" Tukas Zaenal tegas.Echa menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku tidak sudi rumahku diinjak wanita murahan ini!" Tunjuknya pada Diara dengan mata yang melotot."Ini r
Akhirnya hari ini Diara sudah diizinkan untuk pulang, setelah tiga hari dirawat. Rasanya sangat senang sekali, apalagi Zaenal menuruti keinginannya untuk tinggal di rumah yang ditempati oleh Echa. Ah Diara sangat tidak sabar, ingin bertemu dengan kakak madunya. Kira-kira bagaimana ya reaksinya nanti? Terkejut? Itu sih sudah pasti, tapi apakah Echa akan mengamuk? Atau mungkin malah pingsan karena saking terkejutnya? Tidak tahulah, pokoknya Diara sudah tidak sabar ingin bertemu. ia sudah tidak sabar ingin segera melihat wajah kekalahannya. Huh pasti sangat lucu sekali, bukan? Diara pastikan kali ini ia menang telak. Buktinya saja selama dirawat di rumah sakit, Zaenal selalu menemaninya, selalu ada di sampingnya. Paling-paling jika pergi hanya untuk urusan pekerjaan yang benar-benar mendesak saja dan tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. Perhatian Zaenal sekarang semakin bertambah, ia jadi semakin over protektif. Ketika ia harus pergi, Zaenal akan meminta Rianti untuk menemani. Zaena
"Sstt~" Diara seketika mendesis saat merasakan rasa nyeri itu lagi di bagian perut. Rasanya memang tidak begitu sakit seperti beberapa saat lalu, tapi tetap saja masih terasa sakit juga."Sayang, kamu sudah sadar?" Zaenal semerta-merta menghampiri. Diara tidak langsung menjawab pertanyaan, melainkan matanya mengedar ke seluruh ruangan--meneliti, dan ia baru menyadari bahwa kini dirinya sudah berada di rumah sakit.Ah Diara baru ingat, sepertinya tadi ia pingsan karena dorongan kencang yang dilakukan Echa. Sejurus kemudian matanya membelalak, ketika otaknya mengingat kejadian terakhir itu."Sayang, kamu gak apa-apa 'kan? Apa masih sakit?" Zaenal bertanya lagi, tapi Diara tidak menjawabnya melainkan meraba perutnya dengan panik. Diara takut anaknya gugur. Bisa gawat jika hal itu terjadi. Zaenal bisa saja meninggalkannya karena sesuatu yang mengikatnya sudah tidak ada lagi."Mas! Gimana anak kita? Dia gak gugur 'kan? Dia masih ada di perutku 'kan Mas?" Diara bertanya panik, sungguh ia ta