Tiga hari sudah Diara dan Steno menempati sebuah apartemen di kawasan elit tersebut. Apartemen yang baru saja dibeli oleh Steno atas nama Diara.Iya benar atas nama Diara. Steno membelikannya untuk gadis itu. Luar biasa 'kan?Kau tidak percaya dan tidak menyangka? Diara juga sama. Sungguh ia tidak menyangka Steno akan sampai seroyal itu. Diara senang? Tentu saja, siapa yang tidak bahagia dibelikan sebuah apartemen dengan fasilitas lengkap dan mewah seperti ini?Bahkan ketika baru saja diberitahu jika apartemen itu untuknya, Diara langsung melompat-lompat kegirangan lalu memeluk Steno sambil mengucapkan kata terima kasih berkali-kali. Steno hanya menanggapi dengan tertawa-tawa saja melihat gadisnya yang bertingkah seperti anak kecil. Ah Diara bahkan tidak peduli, meski Steno benar beranggapan begitu. Ia hanya ingin mengekspresikan kebahagiaan yang ia rasakan saat itu.Belum jadi istri saja Diara sudah mendapatkan sebuah apartemen, bagaimana jika ia sudah resmi menjadi istrinya? Sepert
"Dira ... Lo ke sini?" Rianti langsung menyambut dan memeluk Diara. Rianti tidak tahu bahwa Diara akan datang ke Osean's, karena gadis itu tidak memberitahunya."Tumben lo mau peluk-peluk kaya gini. Biasanya lo paling risih kalo dipeluk." Ucap Diara setelah pelukannya terlepas. Sungguh mereka seperti dua saudara yang sudah lama tidak bertemu, padahal mereka hanya tidak bertemu selama satu minggu saja."Ya gak apa-apa sekali-kali." Ucap Rianti "Lagian gue emang kangen sama lo. Gue merasa kehilangan tahu, soalnya 'kan biasanya lo selalu merecokin mulu hidup gue.""Maaf ya selama ini gue selalu nyusahin lo." Ucap Diara jadi tidak enak.Rianti merangkulnya kembali. "Halah gak apa-apa, omongan gue yang terakhir itu bercandaan doang, jangan anggap serius. Gue sama sekali gak ngerasa disusahin kok." Setelah mengatakannya, Rianti mengajak Diara untuk menepi, agar mereka bisa mengobrol lebih nyaman lagi.Namun belum sampai di tempat yang akan mereka tuju--yaitu sebuah meja yang letaknya berad
PLAK!!Bukannya jawaban yang Diara terima, malah sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri hingga membuatnya tertunduk. Siapa wanita itu? Diara tidak mengenalnya, tapi mengapa tiba-tiba menampar?Diara memegangi pipinya yang terasa panas dan perih, ia kembali mengangkat wajah dan menatapnya. "Siapa kamu? Kenapa menamparku?"Wanita itu melangkah maju dengan sorot mata yang begitu tajam bak sebuah pisau belati yang siap untuk menguliti kulit Diara hingga habis--sangat mengerikan sampai-sampai membuat Diara terus berjalan mundur."Kau mau tahu siapa aku, Hah?"Matanya bergulir dari atas ke bawah, memperhatikan Diara. Ia lalu menyeringai s3tan, sungguh Diara takut sekali, takut wanita itu akan berbuat lebih jauh dari sekedar menampar.Diara semakin dililit khawatir ketika ia mengingat bahwa dirinya hanya sendirian, apartemen itu juga merupakan apartemen elit dan eksklusif, setiap lantainya hanya terdiri dari sepuluh unit, jadi sangat jarang sekali orang berlalu lalang. Untuk meminta ban
Setelah Tasya pergi meninggalkan apartemen, Steno tampak terdiam. Dari sorot matanya, Diara bisa melihat kesedihan yang mendalam. Steno pasti sangat terpukul sekali.Orang tua mana yang tidak sedih jika anaknya sudah tidak ingin menganggapnya lagi sebagai orang tua? Bahkan sampai berkata bahwa orang tuanya sudah mati. Tasya benar-benar keterlaluan. Diara merasa iba, dalam hati ia berjanji akan memberikan lelaki itu anak-anak yang manis, penurut, berbakti. Tidak seperti anaknya dari istri pertama yang durhaka itu.Diara menyentuh lembut dan mengusap-usap punggungnya. "Mas." Steno menoleh dan tampak memaksakan segaris senyum tipis. "Sabar ya," Steno mengangguk satu kali, ia juga menepuk lembut tangan diara yang berada di pundaknya."Duduk dulu Mas." Diara membimbing untuk menuju sofa. Setelahnya gadis itu pergi ke area dapur, mengambilkan minum.Segera Diara melangkahkan kaki, menghampirinya lagi. Ia harus terus berada di sisinya dalam keadaanya yang seperti ini. "Minum dulu Mas," Dia
Kedua netra Diara masih membola dengan begitu lebar, ia begitu shock melihat apa yang ada dalam ponselnya.Ketika ia baru saja membuka ponsel untuk memesan makanan via online, hal tersebut tidak sempat ia lakukan karena sudah lebih dulu melihat begitu banyaknya notifikasi dari akun sosial medianya. Diara belum membukanya, tapi ia sudah membaca beberapa dari baris bar notifikasi.Isinya berupa kalimat kasar penuh caci maki yang ditujukkan untuknya. Sama sekali ia tidak mengenal orang-orang yang mengirimkan kalimat penuh cacian itu. Siapa mereka? Diara tidak tahu. Tapi mengapa mereka begitu tega menghinanya?Baru saja Diara ingin mencari tahu dengan mengklik dan menelusuri akun-akun tersebut, namun hal itu kembali ia urungkan, karena lebih dulu menerima sebuah pesan dari Rianti.Diara lantas lebih dulu membuka pesan dari sahabatnya itu.[Lo liat ini!] isi pesan dari Rianti, kemudian wanita itu mengirim sebuah video. Diara lantas mengklik dan melihatnya.Video itu ternyata berisi adegan
Semestinya hari ini Diara lalui dengan bersenang-senang bersama Steno seperti hari-hari kemarin, bahkan bisa lebih dari itu karena seharusnya seharian ini Steno berada di apartemen terus.Semua rencana dan niat yang sudah Diara susun di kepala mengenai apa yang akan ia lakukan seperti berbelanja kebutuhan dapur di supermarket, dan juga mengenai usaha agar cepat mendapat seorang bayi--harus musnah dan melebur begitu saja, seperti debu yang tertiup angin. Hilang tak tersisa.Setelah mendapat panggilan dari Yugo, Steno lekas meluncur entah ke mana? Lelaki itu hanya berkata bahwa akan berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mempertahankan semuanya.Diara tidak tahu bagaimana caranya? namun ia cukup bersyukur karena meski dalam keadaan kacau seperti ini, Steno masih tetap ingin mempertahankan dirinya. Lelaki itu juga masih bersikap lembut dengan mencium keningnya ketika pergi tadi.Sekarang Diara berada di apartemen ini sendiri berteman sepi. Ia bosan, namun ia tidak berani untuk melihat po
"Apa!" Rianti memekik tidak percaya. "Sekarang mana hape lo?"Diara menunjuk pada ponselnya yang teronggok di lantai itu--masih di posisi yang sama ketika ia lempar dengan keras. Diara tidak tahu keadaan ponsel itu pecah atau mungkin malah sudah rusak? Ia tidak peduli.Rianti melangkah ke arah ponsel lalu mengambilnya. Terlihat gadis itu tengah mengutak-atik sembari berjalan mendekati Diara lagi. Jari-jari tangan Rianti masih sibuk mengutak-atik ponsel, sepertinya sih ponsel Diara tidak rusak dan masih berfunsi dengan baik. Ah tidak tahulah, Diara tidak ingin memastikannya. Ia sungguh trauma pada ponsel itu, agaknya setelah ini akan ia buang saja ponsel itu."Chat ini jangan di hapus dulu, ini bisa lo pake buat nyari tahu siapa orang dibalik semua ini." Kata Rianti."Gak usah, buang aja. Gue udah tahu kok siapa orangnya. Ya kalo bukan anaknya Mas Steno, berarti istrinya. Bisa jadi juga Lola." Jelas Diara, memberitahu kecurigaannya. Ya me
Diara tidak tahu kenapa kesialan seolah tidak mau terlepas dari dirinya. Melekat begitu kuat dan selalu berdampingan dengan hidupnya. Bagaimana Diara tidak berpikir demikian? Jika baru saja ia menyesap kebahagiaan secuil, tapi semua itu harus kembali terenggut.Saat di mana ia yakin bahwa kebahagian yang ia rasakan beberapa saat lalu, akan berlangsung dalam jangka waktu lama. Namun agaknya hal tersebut hanyalah angan-angan dirinya semata. Semuanya, semakin hari terus terkikis dan menghilang habis tanpa menyisakan bagian kecilnya sedikitpun.Kali ini ia memang tidak ditinggalkan, tidak dicampakkan seperti sebelumnya. Steno sampai detik ini masih membersamai Diara. Namun itu hanya raganya saja, sedangkan jiwanya entah ke mana.Kesehatan Steno semakin hari semakin memburuk bersamaan dengan memburuknya segala yang lelaki itu punya. Harta, jabatan, kekuasaan, serta citra baik yang selama ini melekat dalam diri Steno, hancur hanya dalam waktu singkat.Laki-laki tua yang Diara kagumi karena
"Kamu? Mau apa kamu ke rumahku?!" Echa bertanya setelah beberapa saat tadi hanya terdiam.Diara tersenyum kecut seraya berdecih, dalam hati ia membatin. 'Kau boleh bersikap angkuh sekarang, namun sebentar lagi kau pasti akan menangis darah! Huh..'"Aku akan--" Diara baru saja ingin menjawab, akan tetapi Zaenal sudah lebih dulu menghampiri sembari membawa barang-barang milik Diara.Sontak saja hal tersebut menyedot perhatian Echa. Diara bisa menangkap wajah istri pertama suaminya yang sangat kebingungan dengan apa yang terjadi saat ini. Sepertinya Zaenal memang belum menceritakan rencana mereka. Diara menyunggingkan senyum dan hati ia bersyukur. 'baguslah, pasti akan lebih seru lagi.'"Mas!" Dengan wajah yang masih menatap bingung, Echa memanggil suaminya, agaknya wanita itu ingin menuntut penjelasan."Kita bicara di dalam!" Tukas Zaenal tegas.Echa menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku tidak sudi rumahku diinjak wanita murahan ini!" Tunjuknya pada Diara dengan mata yang melotot."Ini r
Akhirnya hari ini Diara sudah diizinkan untuk pulang, setelah tiga hari dirawat. Rasanya sangat senang sekali, apalagi Zaenal menuruti keinginannya untuk tinggal di rumah yang ditempati oleh Echa. Ah Diara sangat tidak sabar, ingin bertemu dengan kakak madunya. Kira-kira bagaimana ya reaksinya nanti? Terkejut? Itu sih sudah pasti, tapi apakah Echa akan mengamuk? Atau mungkin malah pingsan karena saking terkejutnya? Tidak tahulah, pokoknya Diara sudah tidak sabar ingin bertemu. ia sudah tidak sabar ingin segera melihat wajah kekalahannya. Huh pasti sangat lucu sekali, bukan? Diara pastikan kali ini ia menang telak. Buktinya saja selama dirawat di rumah sakit, Zaenal selalu menemaninya, selalu ada di sampingnya. Paling-paling jika pergi hanya untuk urusan pekerjaan yang benar-benar mendesak saja dan tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. Perhatian Zaenal sekarang semakin bertambah, ia jadi semakin over protektif. Ketika ia harus pergi, Zaenal akan meminta Rianti untuk menemani. Zaena
"Sstt~" Diara seketika mendesis saat merasakan rasa nyeri itu lagi di bagian perut. Rasanya memang tidak begitu sakit seperti beberapa saat lalu, tapi tetap saja masih terasa sakit juga."Sayang, kamu sudah sadar?" Zaenal semerta-merta menghampiri. Diara tidak langsung menjawab pertanyaan, melainkan matanya mengedar ke seluruh ruangan--meneliti, dan ia baru menyadari bahwa kini dirinya sudah berada di rumah sakit.Ah Diara baru ingat, sepertinya tadi ia pingsan karena dorongan kencang yang dilakukan Echa. Sejurus kemudian matanya membelalak, ketika otaknya mengingat kejadian terakhir itu."Sayang, kamu gak apa-apa 'kan? Apa masih sakit?" Zaenal bertanya lagi, tapi Diara tidak menjawabnya melainkan meraba perutnya dengan panik. Diara takut anaknya gugur. Bisa gawat jika hal itu terjadi. Zaenal bisa saja meninggalkannya karena sesuatu yang mengikatnya sudah tidak ada lagi."Mas! Gimana anak kita? Dia gak gugur 'kan? Dia masih ada di perutku 'kan Mas?" Diara bertanya panik, sungguh ia ta
[Mas di mana? Bisa pulang gak hari ini?] Itu suara Kinanti--istri pertama Zaenal. Diara masih bisa mendengarnya dengan baik sebab jaraknya dengan Zaenal yang memang sangat dekat. Diara tebak, wanita itu pasti ingin menyuruh Zaenal untuk pulang. Ck tidak akan Diara biarkan itu terjadi! Zaenal belum menjawab, lelaki itu malah menatap istri keduanya--seolah meminta pendapat. Sontak saja Diara menggelengkan kepala. Ia tidak akan mengizinkan Zaenal menemuinya, barang sedetik pun. Diara egois? Memang! Masa bodo orang beranggapan seperti apa? Diara tidak peduli, karena yang ia pedulikan hanya dirinya sendiri. Zaenal menghembuskan napasnya dengan kasar, hal tersebut malam membuat Diara tersenyum senang, pasalnya Diara tahu suaminya pasti akan lebih memilih menurutinya. "Mas masih di luar kota, gak bisa pulang sekarang. Emangnya ada apa?" Nah benar 'kan? Zaenal pasti akan lebih memilihnya. Diara sudah menggenggam kelemahan Zaenal yaitu anak dalam perutnya dan juga pelayanannya di
Akhirnya Diara berhasil membuat Zaenal bertekuk lutut. Dengan mengandalkan keahliannya dalam bercinta, ditambah bumbu-bumbu merajuk manja, dan juga tentunya menggunakan bayi dalam kandungannya untuk mengancamnya, ia berhasil membuat Zaenal bertahan tetap bersamanya sampai mengabaikan istri pertamanya. Rasanya sangat luar biasa senang sekali. Semacam ada suatu perasaan yang berbeda yang membuat Diara begitu luar biasa gembira ketika mengetahui bahwa ia menang dari wanita pertama suaminya. Dari sejak malam di mana Diara menyuruh Zaenal untuk datang, lelaki itu sama sekali tidak meninggalkannya lagi. Awalnya Zaenal masih meminta izin pamit untuk pulang ke rumah yang ditempati oleh istri pertamanya, tapi Diara selalu menahan agar tidak pulang. Awalnya memang sulit, tapi semakin lama Zaenal semakin mudah untuk dikendalikan. Ah bahkan sekarang lelaki itu tidak pernah meminta izin untuk pulang lagi, Zaenal hanya izin untuk pergi ke kantor dan ketika pulang, tanpa Diara suruh terlebih dulu
Malam ini, kembali Diara tidak bisa tidur. Sudah empat malam ia selalu seperti ini. Diara tidak tahu apa penyebabnya? namun yang pasti ia jadi tersiksa sekali dengan keadaan ini. Ah andai saja ada Zaenal bersamanya, Diara bisa mengajak lelaki itu bergadang--menengguk surga dunia sampai pagi. Tapi sayang, seperti yang sudah Zaenal katakan saat terakhir kali, lelaki itu benar-benar tidak bisa mengunjungi Diara lagi. Tentu saja saat itu Diara melayangkan protes. Tapi Zaenal terus membujuk dengan mengiming-imingi akan membelikan rumah secepatnya. Dibujuk dengan cara seperti itu, tentu saja Diara menurut pada akhirnya. Namun ternyata tidak dikunjungi selama itu membuat Diara jadi tersiksa. Apalagi Zaenal sama sekali tidak menghubunginya. Lelaki itu seolah hilang seperti ditelan oleh derasnya ombang di lautan. "Apa aku hubungi dia aja ya, suruh dia ke sini?" Zaenal sudah melarang Diara untuk jangan menghubunginya, apalagi di waktu-waktu yang memungkinkan ia sedang bersama istri pertama
"Ngapain kamu ke sini?""Ya Mas mau nengokin kamu sama Adek."Diara berdecak lalu pergi meninggalkannya yang masih berdiri di pintu kamar kost sembari berucap. "Masih inget kalo punya istri yang lagi hamil?"Sekali lagi Diara berdecak. Ia kesal, bagaimana tidak? Zaenal sama sekali tidak mendengarkan permintaannya tempo hari. Saat itu Zaenal malah menyudahi obrolan dan tidur begitu saja lalu paginya ia buru-buru pergi dan tanpa memberi kabar, lelaki itu baru datang lagi hari ini.Ternyata susah juga menjerat dan membuat laki-laki itu takluk. Diara sudah melakukan berbagai cara dengan memberikannya kenikmatan, tapi hal tersebut tidak mampu membuat Zaenal berpaling seutuhnya.Hah, sebenarnya apa sih yang dimiliki oleh istri pertamanya itu? Diara jadi penasaran. Seperti apa dia? Sampai suami mereka susah sekali di jerat."Mas minta maaf. Mas buru-buru, dan Mas juga lagi banyak urusan, jadi gak bisa nemuin atau nghubungin kamu." "Urusan apa? Urusan manjain istri pertama, sampai lupa istri
Entah sudah berapa lama Diara terlelap, satu jam? Dua jam? Atau bahkan hanya beberapa menit saja? Ia tidak tahu pastinya. Setelah kelelahan karena pertempuran panas, Diara tidak melihat jam lagi, dan langsung tertidur begitu saja. Jadi ia tidak bisa memastikan berapa lama tertidur.Namun seolah mendapatkan sebuah sinyal berbahaya, Diara tiba-tiba saja terbangun ketika melihat waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Dan benar saja, setelahnya ia cukup terkejut ketika tidak menemukan sosok Zaenal di sampingnya. 'Ke mana perginya laki-laki itu?'"Mas ..." Diara memanggil, tapi tidak ada sahutan. "Apa jangan-jangan dia pergi diam-diam?" Seketika ia merasa geram. Jika benar lelaki itu pergi diam-diam setelah mendapatkan kenikmatan, awas saja.Namun baru saja ingin mengambil ponsel yang berada di atas nakas tiba-tiba terdengar suara gemericik air di dalam kamar mandi. "Kayanya Mas Zaenal lagi di kamar mandi." Monolognya. Lalu ia beranjak sembari memungut pakaiannya yang teronggok dilantai l
Diara pikir untuk meyakinkan Zaenal sangat sulit, melihat karena beberapa saat lelaki itu tidak memberi respon sama sekali. Tapi ternyata, Zaenal seperti itu hanya shock dan tidak menyangka kalau ia benar-benar akan mendapatkan seorang bayi dari Diara.Diara sangat bahagia karena Zaenal mempercayainya. Apalagi tanpa bersusah payah memberikan bukti untuk memvalidasi atas apa yang ia ucapkan. Zaenal langsung mempercayainya seratus persen. Bahkan satu minggu setelah pertemuan mereka di cafe itu, Zaenal menepati janjinya dengan menikahi Diara.Iya benar. Status Diara sekarang sudah berubah, ia sudah menjadi istri dari seorang Zaenal terhitung kemarin sore.Pernikahan mereka dilaksanakan sangat sederhana dan tertutup. Hanya segelintir orang saja yang mengetahui dan menjadi saksi. Zaenal menikahi Diara hanya secara siri. Tapi tidak apa, walau begitu Diara sudah merasa senang. Yang penting untuknya, sekarang bayi dalam kandungannya sudah mempunyai ayah. Lagipula Zaenal sudah berjanji akan me