Semenjak malam itu, pekerjaan Diara menjadi bertambah lagi. Bagaimana tidak? Endy jadi sering berkunjung ke rumah Bima. Bisa satu bulan sekali, kadang dua minggu sekali. Padahal tempat tinggalnya cukup jauh dan berbeda kota.
Dulu sebelum mempunyai hubungan dengan Diara, lelaki tua itu hanya akan ke rumah sekirannya tiga bulan atau enam bulan sekali untuk menengok sang cucu, itu pun selalu bersama dengan istrinya. Namun sekarang, Endy sering datang sendiri. Entah alasan apa yang lelaki itu kemukakan pada istri, juga pada Nadia (selaku menantu dan pemilik rumah) agar tidak curiga. Diara benar-benar tidak tahu dan tidak ingin tahu. Namun sekarang terjadi sesuatu yang berbeda dengan perasaan Diara pada Endy. Entah mungkin karena sering berhubungan dengannya, sehingga membuat Diara mulai merasakan nyaman terhadap laki-laki tua itu. Padahal pada awalnya Diara sangat muak dan membencinya setengah mati. Sebab kau tahu? Endy bukanlah tipenya. Seperti menjilat ludah sendiri, kini Diara malah mengaguminya. Laki-laki tua itu jika ditelaah lebih dalam tidak seburuk yang Diara bayangkan. Meski umurnya sudah menyentuh angka kepala enam, tapi ia masih terlihat gagah, bahkan masih terlihat tampan juga. Tidak berbeda jauh dengan Bima, cuman ini versi lebih tuanya. Endy juga sangat baik, dan sering memberi uang, begitupun dengan barang-barang mahal. Pokoknya sangat royal sekali. Terhitung tujuh bulan Diara berhubungan dengannya. Sudah banyak yang gadis itu dapatkan. Mulai dari uang, pakaian, perhiasan, dan masih banyak lagi barang-barang lainnya. Sekarang ini, bisa dibilang pekerjaan Diara sebagai ART hanya formalitas untuk berklamufase saja. Karena sejatinya pekerjaan utamanya adalah menjadi simpanan bapak dan anak itu. Sebelumnya Diara tidak pernah menyangka bahwa sepasang ayah dan anak tersebut memiliki nafsu yang begitu besar. Dilihat dari tampang dan pembawaanya, pria-pria itu sangat berwibawa dan begitu menyayangi keluarga. Sosok suami-suami setia, idaman para wanita. Sangat mustahil membayangkan mereka akan bermain serong. Tapi ah, memang yah, menilai seseorang itu jangan hanya di luarnya saja. Buktinya, Bima dan Endy mudah sekali tergoda dan begitu menggilai pembantunya. Bahkan saking gilanya nafsu mereka pada Diara, tak jarang mereka juga sering melakukanya bertiga. Kau pasti tidak akan menyangkan 'kan? Pada awalnya Diara juga tidak menyangka. Ia bahkan sempat menolak ide gila itu. Namun teringat posisinya yang hanya sekedar pemuas nafsu. Sudah pasti penolakan yang ia gaungkan tidak diterima. Mau tak mau Diara tetap harus melayani mereka. Tapi, seperti yang sudah-sudah, karena terbiasa akhirnya Diara mulai menyukainya, bahkan sekarang ia lebih suka melakukannya bertiga, sebab sensasinya lebih menantang dan luar biasa. Malah kini Diara yang lebih sering meminta untuk bermain bertiga, jika Endy sedang berada rumah itu tentunya. Keduanya sudah pasti akan mengabulkannya, sebab sama-sama menyukainya. Dan jika sudah seperti itu, mereka akan membuat alasan dan cara apapun agar bisa pergi dan melakukannya di hotel. Tentu saja perginya tidak bersamaan. Oh ya omong-omong soal bermain bertiga. Sekarang mereka juga tengah melakukannya. Namun sedikit berbeda dari biasanya, saat ini mereka melakukannya di rumah. Agak mengerikan sih, takut ketahuan tapi berhubung semuanya sudah sama-sama digulung kabut hasrat yang begitu besar, alhasil mereka tidak begitu peduli. Lagipula mumpung ada kesempatan, sebab Nadia dan Rani (istri Endy) sedang pergi untuk membeli perlengkapan bayi. Iya, betul. Jadi Nadia memang tengah hamil anak kedua. Tidak lama setelah kejadian malam yang membawa Diara terjerat hubungan saling menguntungkan dengan Ayah dan anak itu, Nadia dinyatakan hamil. Kebahagiaan sudah jelas dirasakan oleh semua orang, Bima, Rani, Endy menyambut senang kabar gembira itu, termasuk juga Diara, sebab kau tahu? Karena kehamilan Nadia membuat Bima jadi lebih sering bersamanya lagi. Namun ... Apakah kau pernah mendengar pribahasa 'serapi-rapinya menyembunyikan bangkai pasti baunya akan tercium juga?' Agaknya peribahasa tersebut sangat cocok untuk menggambarkan suasana saat ini. Sebab ketika Diara, Bima dan Endy sedang sibuk bergumul di atas sofa ruang tamu, tiba-tiba saja pekikan yang sangat nyaring terdengar mengudara membuat kegiatan mereka berhenti seketika. Bahkan saking nyaringnya suara itu, membuat Nabila yang tengah tidur di ruang kamar utama terbangun dan menangis kencang. "APA YANG KALIAN LAKUKAN, HAH?!" itu suara Nadia. Ia menatap nyalang pada mereka. "MENJIJIKAN!" "Mama ..." "Ibu ..." Ucap Bima dan Endy bersamaan. Netra mereka bertiga membelalak serempak. Diara meraih apapun yang ada di dekatnya, untuk menutupi tubuh polosnya. Sedangkan Bima dan Endy langsung menghampiri istri mereka masing-masing--karena mereka memang belum sepenuhnya polos, celana mereka masih terpasang sempurna, hanya kaus saja yang sudah teronggok. Nadia masih menatap mereka bergantian dengan sorot mata yang mengerikan, kendati netranya tersebut sudah dipenuhi dengan kaca-kaca. Sementara Rani, wanita paruh baya itu hanya menangis saja di balakang tubuh Nadia. Wanita berumur itu sepertinya sangat shock mendapati suaminya yang tengah mencumbu wanita lain. Beruntung Rani tidak mempunyai riwayat penyakit serius seperti jantung, dan penyakit berat lainnya. "Jadi ini alasan kamu ngotot tidak ingin menemaniku? Kamu ingin bermain dengan jalang ini?!"Nadia bertanya pada Bima seraya menunjuk-nunjuk Diara. Diara tidak dapat berbuat apa-apa, hanya menunduk saja sembari memegang erat kain penutup tubuhnya. "M-ma. Maafkan Papa, ini semua karena Diara yang menggoda Papa." Mendengar jawaban dari Bima, Diara seketika mengangkat wajah dan menggeleng kepala. 'Apa-apaan ini? Kenapa Mas Bima jadi nyalahin aku aja?' "Papa khilaf, Ma. Maafin Papa." Bima berlutut di kaki Nadia. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Endy pada istrinya. Namun kedua wanita yang sama-sama dikhianati oleh suami dengan wanita yang sama itu hanya bergeming saja. "Ampuni Ayah, Bu. Ayah janji tidak akan melakukannya lagi." Kali ini terdengar Endy yang memohon-mohon pada istrinya. "Benar kata Bima. Wanita itu yang telah menggoda kami. Ibu harus percaya, Bu." Diara tercengang mendengarnya, jadi bapak dan anak itu kompak menjadikan Diara sebagai kambing hitam? Padahal 'kan yang meminta lebih dulu untuk melakukan hal ini mereka, tapi kenapa sekarang hanya Diara yang disalahkan? 'Cih dasar laki-laki pengecut! Awas saja kalian berdua, tidak akan kuberi jatah lagi!' Yah itu pun jika Diara tidak diusir dan mereka masih bertemu. bersambung...Sesuai prediksi. Diara lah yang akhirnya terusir dan terhina. Sedikitpun ia tidak pernah menyangka bahwa kedua laki-laki itu sangat pecundang sekali. Keduanya dengan sengaja melimpahkan semua kesalahan pada Diara. Membuat gadis itu seolah-olah menjadi tersangka utama dan satu-satunya. Nadia dan Rani dengan mudahnya malah mempercayai begitu saja kedua lelaki pendusta itu. Dua wanita itu seketika sangat murka pada Diara. Mereka menjambak secara membabi buta sebelum akhirnya menendangnya dari rumah. Diara menangis, meraung, meminta ampun. Ia sudah tidak peduli lagi dengan tatapan para tetangga dan orang-orang yang melintas--yang menatapnya dengan tatapan jijik, seolah Diara adalah seonggok kotoran yang sangat menjijikkan."Ampun Bu. Ampun Bu Nadia, Bu Rani. Ampuni saya."Diara terus memohon pada mereka, khususnya pada Nadia dan Rani, agar kedua wanita itu memberikannya sedikit rasa belas kasihan. Mungkin karena memang mereka merasa kasihan pada Diara yang sudah tidak berdaya atau mung
Terhitung sudah sekitar satu bulan Diara tinggal di kostan itu. Ia merasa betah, karena kostannya cukup bagus, bersih, nyaman, dan orang-orang di sana juga baik. Tapi yang ia pikirkan sekarang adalah biaya sewanya.Tujuh ratus ribu bagi Diara terlalu mahal, apalagi mengingat ia yang sampai sekarang belum juga mendapat pekerjaan lagi. Untuk makan sehari-hari saja ia hanya mengandalkan uang yang ada dalam tas. Jumlahnya lima juta rupiah kala itu, dan sekarang semakin hari jumlahnya semakin berkurang."Tinggal sisa dua juta lagi bagaimana ini?" Gumamnya setelah menghitung lagi.Diara memang baru saja membayar biaya sewa kost untuk bulan ini. Walau biayanya terbilang mahal, tapi ia memutuskan untuk memperpanjang sewa. Lagipula sebenarnya harga segitu wajar untuk ukuran kost-kostan yang ada dipusat ibu kota, yang menjadi masalah hanya terletak pada dirinya yang belum juga mendapat pekerjaan.Sebenarnya Diara sudah berusaha untuk mencari pekerjaan, tapi
"Ti makasih ya, lo udah mau ngajak gue kerja di sini."Sekarang ini Diara sedang menunggu angkutan umum untuk kembali ke kostan karena ia baru mulai bekerja esok hari. Rianti meminta izin untuk menantar Diara ke depan Cafe seraya menemaninya menunggu angkutan umum."Ya elah santai aja kali, yang penting gajian pertama traktir gue." Balas Rianti jenaka sambil tertawa kecil.Diara ikut tertawa. "Hahaha beres." Katanya. "Oh ya, omong-omong gue gak punya baju buat besok kerja. Apa gue beli aja ya sebelum berangkat? Tapi kira-kira baju kaya lo gini harganya berapaan?" Diara memegang ujung bawah drass yang sedang dikenakan oleh Rianti.Tadi setelah tanda tangan kontrak, Roni sudah menjelaskan pekerjaan yang harus Diara kerjakan, termasuk perihal pakaian yang harus dikenakan oleh gadis itu. Tidak ada pakaian khusus seperti para pegawai, Diara dibebaskan memakai pakaian apapun yang terpenting pakaian itu harus menarik.Diara cukup paham dengan ap
"BAJINGAN!""Laki-laki biadab!""Dan kamu pelacar muruhan. Rasakan ini!""Aahh ... Lepaskan! Dasar perempuan tua tidak berguna. Lepaskan tanganmu dari rambutku!""Lepaskan tanganmu Ratih! Sudahlah terima saja nasibmu. Aku sudah bosan denganmu!""Tidak! Aku tidak akan lepaskan. Wanita murahan ini harus merasakan rasa sakitku!""Ahhh mas kepalaku sakit.""Kubilang lepaskan!""TIDAK!""Mas. Hiks ... Tolong."Plak!Sebuah tamparan keras mendarat di pipi wanita paruh baya itu. Seketika jambakannya pada rambut wanita muda yang merupakan selingkuhan dari sang suami terlepas.Sontak perempuan itu berlari ke arah lelakinya. "Mas kepalaku sakit." Adunya dengan manja. "Maaf ya sayang." Sambil mengelus lembut kepala selingkuhannya. Melihat hal tersebut membuat sang istri menatap tak percaya dengan air mata yang sudah menganak sungai. "Kamu membelanya dan menamparku?" "Itu memang pantas untukmu!" Ucapnya tanpa rasa bersalah, Kemudian lelaki itu pergi membawa serta wanita mudanya meninggalkan sa
"Ngh.""Ahh ... Mas."Suara-suara itu sukses membuat pergerakan Diara yang tengah menuang air ke dalam gelas berhenti. Ia segera menutup kran dispenser lalu menajamkan pendengarnya.Diikutinya arah suara tersebut dengan mengendap-endap hingga sampai di ruang tamu, di sana ia menemukan sepasang manusia yang tengah memadu kasih.Mereka adalah kedua majikannya. Sejujurnya Diara tidak begitu terkejut melihat pemandangan itu, sebab hal tersebut bukanlah yang pertama ia lihat melainkan kali ketiga selama enam bulan ia bekerja sebagai pembantu di sana."Kayanya mereka suka banget menjelajah semua sudut ruangan di rumah ini." Gumam Diara terkikik.Bukannya lekas pergi seperti kali pertama dan kedua ia memergoki, kali ini Diara justru malah bersembunyi dibalik tembak penyekat antar ruang keluarga dan ruang tamu.Entah mengapa melihat majikannya yang tengah bersenggama itu malah membuat sesuatu dalam diri Diara bangkit. Sebagai seseorang yang sudah pernah merasakan nikmatnya bercinta hal terse
Pagi ini Diara terbangun sedikit lebih telat dari biasanya. Kau pasti sudah tahu 'kan apa penyebabnya? Iya. Benar. Semalam Diara melakukannya. Melakukan sesuatu yang sudah lama sekali tidak ia lakukan. Sungguh ia sangat senang sekali, akhirnya ia bisa merasakan kenikmatan itu lagi. Dan ... Apa kau tahu? Ada satu hal lagi yang membuat perasaan Diara berkali-kali lipat lebih senang dan begitu bahagia. Iya. Itu karena ia melakukannya dengan seseorang yang sudah lama ia kagumi secara diam-diam. Bima Pratama.Lelaki yang sejak awal melihatnya, Diara sudah menaruh kekaguman padanya. Bagaimana tidak? Lelaki itu, begitu luar biasa sempurna.Wajahnya tampan, tubuhnya tegap dan tinggi, berwibawa dan pastinya mapan. Ah beruntung sekali Nadia--istri Bima--bisa memiliki suami seperti majikan lelakinya tersebut. Jika boleh jujur, sebenarnya Diara sempat merasa iri, tapi ia tepis rasa iri itu karena ia cukup tahu diri. Namun siapa sangka, kini ia bahkan sudah merasakan bagaimana nikmatnya berci
Sedari tadi senyuman yang terpatri di bibir Diara tidak mengendur sama sekali. Apalagi saat matanya memandang tumpukan belanjaan yang ia beli siang tadi di pasar. Rasa-rasanya sudah lama sekali ia tidak merasakan kebahagiaan seperti ini. Mungkin jika ingat-ingat terakhir kali ia merasakanya ketika keluarganya masih utuh. Sebelum datangnya wanita muda yang merebut ayahnya hingga menyebabkan ibunya depresi dan memilih bunuh diri.Teringat kembali kejadian kelam itu, membuat senyuman yang tersemat di bibir Diara mendadak memudar dan menghilang begitu saja. Sebenarnya sempat terbesit dalam benak Diara untuk mencari keberadaan si pelakor dan membalaskan dendam. Namun niat itu langsung terhempas begitu saja sebelum terealisasi. Sebab Diara tidak tahu harus mencari wanita itu ke mana? Diara tidak punya informasi apapun mengenai wanita tersebut, bahkan namanya saja ia tidak tahu. Bagaimana ia bisa mencarinya? Jika yang ia ingat hanya wajahnya saja?"Ah sudahlah sebaiknya aku lupainaja tent
Rasa kantuk jelas masih Diara rasakan sebab ia hanya tidur sekitar setengah jam saja. Tadi malam, Bima benar-benar menggempurnya habis-habisan. Sampai rasanya Diara sudah tidak sanggup lagi. Laki-laki itu seperti aji mumpung sampai melakukannya hingga berkali-kali dan tidak ragu lagi untuk menumpahkan benih di dalam--sebab Lelaki itu tahu bahwa Diara sudah meminum pil kontrasepsi. Meski tubuh Diara sangat lelah, tulang-tulangnya serasa seperti dipatahkan menjadi beberapa bagian, juga area bawahnya sangat perih dan linu ketika berjalan, tapi Diara harus tetap bangun pagi-pagi untuk melakukan tugas utama yaitu memasak sarapan dan bersih-bersih rumah. "Diara. Kenapa jalanmu tertatih-tatih begitu?"Suara Nadia tiba-tiba terdengar menyapa telinga. Majikan Diara itu sepertinya sudah berada di area dapur ini sedari tadi dan memperhatikan pembantunya yang tengah memasak dengan gerakan yang sangat lambat dan tak segesit biasa. Diara sontak berbalik menghadapnya yang kini sudah berada berha