Semenjak malam itu, pekerjaan Diara menjadi bertambah lagi. Bagaimana tidak? Endy jadi sering berkunjung ke rumah Bima. Bisa satu bulan sekali, kadang dua minggu sekali. Padahal tempat tinggalnya cukup jauh dan berbeda kota.
Dulu sebelum mempunyai hubungan dengan Diara, lelaki tua itu hanya akan ke rumah sekirannya tiga bulan atau enam bulan sekali untuk menengok sang cucu, itu pun selalu bersama dengan istrinya. Namun sekarang, Endy sering datang sendiri. Entah alasan apa yang lelaki itu kemukakan pada istri, juga pada Nadia (selaku menantu dan pemilik rumah) agar tidak curiga. Diara benar-benar tidak tahu dan tidak ingin tahu. Namun sekarang terjadi sesuatu yang berbeda dengan perasaan Diara pada Endy. Entah mungkin karena sering berhubungan dengannya, sehingga membuat Diara mulai merasakan nyaman terhadap laki-laki tua itu. Padahal pada awalnya Diara sangat muak dan membencinya setengah mati. Sebab kau tahu? Endy bukanlah tipenya. Seperti menjilat ludah sendiri, kini Diara malah mengaguminya. Laki-laki tua itu jika ditelaah lebih dalam tidak seburuk yang Diara bayangkan. Meski umurnya sudah menyentuh angka kepala enam, tapi ia masih terlihat gagah, bahkan masih terlihat tampan juga. Tidak berbeda jauh dengan Bima, cuman ini versi lebih tuanya. Endy juga sangat baik, dan sering memberi uang, begitupun dengan barang-barang mahal. Pokoknya sangat royal sekali. Terhitung tujuh bulan Diara berhubungan dengannya. Sudah banyak yang gadis itu dapatkan. Mulai dari uang, pakaian, perhiasan, dan masih banyak lagi barang-barang lainnya. Sekarang ini, bisa dibilang pekerjaan Diara sebagai ART hanya formalitas untuk berklamufase saja. Karena sejatinya pekerjaan utamanya adalah menjadi simpanan bapak dan anak itu. Sebelumnya Diara tidak pernah menyangka bahwa sepasang ayah dan anak tersebut memiliki nafsu yang begitu besar. Dilihat dari tampang dan pembawaanya, pria-pria itu sangat berwibawa dan begitu menyayangi keluarga. Sosok suami-suami setia, idaman para wanita. Sangat mustahil membayangkan mereka akan bermain serong. Tapi ah, memang yah, menilai seseorang itu jangan hanya di luarnya saja. Buktinya, Bima dan Endy mudah sekali tergoda dan begitu menggilai pembantunya. Bahkan saking gilanya nafsu mereka pada Diara, tak jarang mereka juga sering melakukanya bertiga. Kau pasti tidak akan menyangkan 'kan? Pada awalnya Diara juga tidak menyangka. Ia bahkan sempat menolak ide gila itu. Namun teringat posisinya yang hanya sekedar pemuas nafsu. Sudah pasti penolakan yang ia gaungkan tidak diterima. Mau tak mau Diara tetap harus melayani mereka. Tapi, seperti yang sudah-sudah, karena terbiasa akhirnya Diara mulai menyukainya, bahkan sekarang ia lebih suka melakukannya bertiga, sebab sensasinya lebih menantang dan luar biasa. Malah kini Diara yang lebih sering meminta untuk bermain bertiga, jika Endy sedang berada rumah itu tentunya. Keduanya sudah pasti akan mengabulkannya, sebab sama-sama menyukainya. Dan jika sudah seperti itu, mereka akan membuat alasan dan cara apapun agar bisa pergi dan melakukannya di hotel. Tentu saja perginya tidak bersamaan. Oh ya omong-omong soal bermain bertiga. Sekarang mereka juga tengah melakukannya. Namun sedikit berbeda dari biasanya, saat ini mereka melakukannya di rumah. Agak mengerikan sih, takut ketahuan tapi berhubung semuanya sudah sama-sama digulung kabut hasrat yang begitu besar, alhasil mereka tidak begitu peduli. Lagipula mumpung ada kesempatan, sebab Nadia dan Rani (istri Endy) sedang pergi untuk membeli perlengkapan bayi. Iya, betul. Jadi Nadia memang tengah hamil anak kedua. Tidak lama setelah kejadian malam yang membawa Diara terjerat hubungan saling menguntungkan dengan Ayah dan anak itu, Nadia dinyatakan hamil. Kebahagiaan sudah jelas dirasakan oleh semua orang, Bima, Rani, Endy menyambut senang kabar gembira itu, termasuk juga Diara, sebab kau tahu? Karena kehamilan Nadia membuat Bima jadi lebih sering bersamanya lagi. Namun ... Apakah kau pernah mendengar pribahasa 'serapi-rapinya menyembunyikan bangkai pasti baunya akan tercium juga?' Agaknya peribahasa tersebut sangat cocok untuk menggambarkan suasana saat ini. Sebab ketika Diara, Bima dan Endy sedang sibuk bergumul di atas sofa ruang tamu, tiba-tiba saja pekikan yang sangat nyaring terdengar mengudara membuat kegiatan mereka berhenti seketika. Bahkan saking nyaringnya suara itu, membuat Nabila yang tengah tidur di ruang kamar utama terbangun dan menangis kencang. "APA YANG KALIAN LAKUKAN, HAH?!" itu suara Nadia. Ia menatap nyalang pada mereka. "MENJIJIKAN!" "Mama ..." "Ibu ..." Ucap Bima dan Endy bersamaan. Netra mereka bertiga membelalak serempak. Diara meraih apapun yang ada di dekatnya, untuk menutupi tubuh polosnya. Sedangkan Bima dan Endy langsung menghampiri istri mereka masing-masing--karena mereka memang belum sepenuhnya polos, celana mereka masih terpasang sempurna, hanya kaus saja yang sudah teronggok. Nadia masih menatap mereka bergantian dengan sorot mata yang mengerikan, kendati netranya tersebut sudah dipenuhi dengan kaca-kaca. Sementara Rani, wanita paruh baya itu hanya menangis saja di balakang tubuh Nadia. Wanita berumur itu sepertinya sangat shock mendapati suaminya yang tengah mencumbu wanita lain. Beruntung Rani tidak mempunyai riwayat penyakit serius seperti jantung, dan penyakit berat lainnya. "Jadi ini alasan kamu ngotot tidak ingin menemaniku? Kamu ingin bermain dengan jalang ini?!"Nadia bertanya pada Bima seraya menunjuk-nunjuk Diara. Diara tidak dapat berbuat apa-apa, hanya menunduk saja sembari memegang erat kain penutup tubuhnya. "M-ma. Maafkan Papa, ini semua karena Diara yang menggoda Papa." Mendengar jawaban dari Bima, Diara seketika mengangkat wajah dan menggeleng kepala. 'Apa-apaan ini? Kenapa Mas Bima jadi nyalahin aku aja?' "Papa khilaf, Ma. Maafin Papa." Bima berlutut di kaki Nadia. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Endy pada istrinya. Namun kedua wanita yang sama-sama dikhianati oleh suami dengan wanita yang sama itu hanya bergeming saja. "Ampuni Ayah, Bu. Ayah janji tidak akan melakukannya lagi." Kali ini terdengar Endy yang memohon-mohon pada istrinya. "Benar kata Bima. Wanita itu yang telah menggoda kami. Ibu harus percaya, Bu." Diara tercengang mendengarnya, jadi bapak dan anak itu kompak menjadikan Diara sebagai kambing hitam? Padahal 'kan yang meminta lebih dulu untuk melakukan hal ini mereka, tapi kenapa sekarang hanya Diara yang disalahkan? 'Cih dasar laki-laki pengecut! Awas saja kalian berdua, tidak akan kuberi jatah lagi!' Yah itu pun jika Diara tidak diusir dan mereka masih bertemu. bersambung...Sesuai prediksi. Diara lah yang akhirnya terusir dan terhina. Sedikitpun ia tidak pernah menyangka bahwa kedua laki-laki itu sangat pecundang sekali. Keduanya dengan sengaja melimpahkan semua kesalahan pada Diara. Membuat gadis itu seolah-olah menjadi tersangka utama dan satu-satunya. Nadia dan Rani dengan mudahnya malah mempercayai begitu saja kedua lelaki pendusta itu. Dua wanita itu seketika sangat murka pada Diara. Mereka menjambak secara membabi buta sebelum akhirnya menendangnya dari rumah. Diara menangis, meraung, meminta ampun. Ia sudah tidak peduli lagi dengan tatapan para tetangga dan orang-orang yang melintas--yang menatapnya dengan tatapan jijik, seolah Diara adalah seonggok kotoran yang sangat menjijikkan."Ampun Bu. Ampun Bu Nadia, Bu Rani. Ampuni saya."Diara terus memohon pada mereka, khususnya pada Nadia dan Rani, agar kedua wanita itu memberikannya sedikit rasa belas kasihan. Mungkin karena memang mereka merasa kasihan pada Diara yang sudah tidak berdaya atau mung
Terhitung sudah sekitar satu bulan Diara tinggal di kostan itu. Ia merasa betah, karena kostannya cukup bagus, bersih, nyaman, dan orang-orang di sana juga baik. Tapi yang ia pikirkan sekarang adalah biaya sewanya.Tujuh ratus ribu bagi Diara terlalu mahal, apalagi mengingat ia yang sampai sekarang belum juga mendapat pekerjaan lagi. Untuk makan sehari-hari saja ia hanya mengandalkan uang yang ada dalam tas. Jumlahnya lima juta rupiah kala itu, dan sekarang semakin hari jumlahnya semakin berkurang."Tinggal sisa dua juta lagi bagaimana ini?" Gumamnya setelah menghitung lagi.Diara memang baru saja membayar biaya sewa kost untuk bulan ini. Walau biayanya terbilang mahal, tapi ia memutuskan untuk memperpanjang sewa. Lagipula sebenarnya harga segitu wajar untuk ukuran kost-kostan yang ada dipusat ibu kota, yang menjadi masalah hanya terletak pada dirinya yang belum juga mendapat pekerjaan.Sebenarnya Diara sudah berusaha untuk mencari pekerjaan, tapi
"Ti makasih ya, lo udah mau ngajak gue kerja di sini."Sekarang ini Diara sedang menunggu angkutan umum untuk kembali ke kostan karena ia baru mulai bekerja esok hari. Rianti meminta izin untuk menantar Diara ke depan Cafe seraya menemaninya menunggu angkutan umum."Ya elah santai aja kali, yang penting gajian pertama traktir gue." Balas Rianti jenaka sambil tertawa kecil.Diara ikut tertawa. "Hahaha beres." Katanya. "Oh ya, omong-omong gue gak punya baju buat besok kerja. Apa gue beli aja ya sebelum berangkat? Tapi kira-kira baju kaya lo gini harganya berapaan?" Diara memegang ujung bawah drass yang sedang dikenakan oleh Rianti.Tadi setelah tanda tangan kontrak, Roni sudah menjelaskan pekerjaan yang harus Diara kerjakan, termasuk perihal pakaian yang harus dikenakan oleh gadis itu. Tidak ada pakaian khusus seperti para pegawai, Diara dibebaskan memakai pakaian apapun yang terpenting pakaian itu harus menarik.Diara cukup paham dengan ap
"Lo boleh pake baju yang mana aja. pilih suka-suka lo pokoknya." Kata Rianti. Gadis itu membuka lemari dan menunjukkan koleksi pakaiannya pada Diara.Lemari di kamar kost Rianti, memang tidak sama dengan lemari pakaian yang ada di kamar kost Diara. Tentu saja. Hal tersebut dikarenakan tipe kamar mereka yang berbeda, dan jelas harganya pun berbeda. Harga sewa kamar Diara hanya sekitar tujuh ratus ribu rupiah sementara harga sewa kamar Rianti satu juta empat ratus ribu rupiah. Dua kali lipat dari harga sewa kamar Diara.Kostan ini memang memiliki dua tipe. Untuk kamar Diara sudah pernah dijelaskan keadaanya 'kan? Jadi sekarang tinggal menjelaskan yang tipe kamar kost yang ditempati oleh Rianti.Secara ukuran jelas berbeda, kamar kost Rianti jauh lebih luas dari kamar Diara yang hanya berukuran dua kali tiga dan tidak ada kamar mandi di dalam. Sesuai harganya, kamar kost Rianti luasnya dua kali lipat dari kamar Diara dan dilengkapi dengan kamar mand
Dengan pelan dan penuh kehati-hatian Diara berjalan selangkah demi selangkah menuju tempat duduk di cafe tempatnya bekerja.Gadis itu sudah siap untuk mulai bekerja di tempat itu. Rianti sudah mendandaninya hingga ia tampak begitu cantik bak seorang putri.Tidak hanya wajahnya saja yang dipoles dengan makeup hingga sedemikian rupa, tapi rambutnya juga tak luput dari sentuhan tangan terampil Rianti yang serba bisa. Rambut Diara yang tadinya hanya lurus dan kaku, kini berubah menjadi bergelombang. Jujur tatanan rambut yang seperti ini membuat Diara jauh lebih menarik lagi.Namun ada satu yang Diara tidak sukai dari semua yang Rianti lakukan pada dirinya, yaitu Rianti menitahnya untuk memakai sepatu hak tinggi dengan penyangga tumit yang runcing. Rianti bilang itu namanya sepatu jenis high heels.'Huh sungguh sepatu ini sangat menyulitkan gerak kakiku.' Seumur-umur baru kali ini Diara memakai sepatu dengan model seperti itu.Diara sempat men
Benar saja, pukul sepuluh malam tamu tersebut datang. Lelaki itu datang ditemani satu orang laki-laki yang lebih muda. Mungkin asistennya.Sesuai yang sempat Rianti jabarkan sedikit mengenai lelaki itu--yang Diara ketahui sekarang bernama Steno. Benar, laki-laki itu memang sudah berumur, tapi masih sangat terlihat segar dan cukup menggoda. Jika dibandingkan dengan Endy ayah Bima, jelas Steno jauh lebih segalanya.Secara umur saja masih lebih muda Steno. Aura kewibawaannya lebih terpancar, mungkin karena Steno merupakan seseorang yang terpandang dan mempunyai jabatan. Awalnya Diara mengira sosok Steno adalah laki-laki tua yang memiliki perut buncit, tapi ternyata tidak. Meski lelaki itu sudah berumur, tapi yang Diara lihat lelaki itu seperti berumur tiga puluhan. Steno juga tidak memiliki perut buncit seperti yang Diara sempat pikirkan tadi. Perutnya rata, yah mungkin jika dikira-kira lelaki itu memiliki berat badan enam puluhan dan tinggi badan seratus t
Bibir itu masih bertaut panas bahkan sejak mereka melangkah disepanjang koridor hotel. Sampai di dalam kamar, Steno semerta-merta mendorong tubuh Diara ke atas kasur. "Aku sudah tidak tahan untuk menggaulimu, Diara." Lelaki itu membuka kancing kemeja dan menanggalkannya begitu saja. Dengan nafsu yang menggebu-gebu, pria tua itu menindih tubuh kecil dibawahnya. Kembali mencium bibir, lalu turun mengurusi leher jenjang si gadis sampai meninggalkan beberapa bercak kepemilikan di sana. Diara hanya pasrah menerima serangan bertubi itu. Ia mendesah kenikmatan. "Ouh ... Terus om." Mendengar perintah itu membuat hasrat Steno semakin melambung tinggi. Dengan kasar pria itu menarik ke bawah gaun yang dipakai Diara hingga melorot menampilkan dua asetnya. "Indah sekali Diara." Sejenak Steno terpana melihat dua bongkahan itu bahkan sampai membuat air liurnya hampir menetes. Diara tersenyum, jelas ia bangga dan senang mendengar pujian itu. Ia membalas. "Kalau begitu, nikmat lah sayang."
Mungkin sudah sekitar tiga bulan Diara bekerja di Osean's cafe, entahlah ia tidak pernah mengingat-ingat sudah berapa lama bekerja di sana. Sebab ia menjalankan pekerjaannya dengan enjoy dan hati gembira. Bahkan ia nyaris tidak pernah mengingat kapan tanggal menerima gaji. Padahalkan seharusnya itu adalah hal pertama yang harus ia ingat, mengingat dirinya yang sangat membutuhkan uang.Namun agaknya Diara tidak begitu peduli lagi. Sebab ya, ia sudah mendapatkan uang yang jauh lebih besar dari gajinya sebagai pemandu lagu.Semenjak itu, hubungannya dengan Steno terus berlanjut hingga saat ini. Steno berkata, lelaki itu sangat menyukainya, menyukai semua yang ada pada diri Diara. Seperti yang pernah Rianti katakan tentang betapa royalnya Steno. Diara membenarkan, laki-laki paruh baya itu memang sangat royal sekali. Terhitung tiga bulan ini saja, Diara sudah mendapatkan uang sejumlah hampir lima puluh jutaan, dua tas branded keluaran salah satu bran
"Kamu? Mau apa kamu ke rumahku?!" Echa bertanya setelah beberapa saat tadi hanya terdiam.Diara tersenyum kecut seraya berdecih, dalam hati ia membatin. 'Kau boleh bersikap angkuh sekarang, namun sebentar lagi kau pasti akan menangis darah! Huh..'"Aku akan--" Diara baru saja ingin menjawab, akan tetapi Zaenal sudah lebih dulu menghampiri sembari membawa barang-barang milik Diara.Sontak saja hal tersebut menyedot perhatian Echa. Diara bisa menangkap wajah istri pertama suaminya yang sangat kebingungan dengan apa yang terjadi saat ini. Sepertinya Zaenal memang belum menceritakan rencana mereka. Diara menyunggingkan senyum dan hati ia bersyukur. 'baguslah, pasti akan lebih seru lagi.'"Mas!" Dengan wajah yang masih menatap bingung, Echa memanggil suaminya, agaknya wanita itu ingin menuntut penjelasan."Kita bicara di dalam!" Tukas Zaenal tegas.Echa menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku tidak sudi rumahku diinjak wanita murahan ini!" Tunjuknya pada Diara dengan mata yang melotot."Ini r
Akhirnya hari ini Diara sudah diizinkan untuk pulang, setelah tiga hari dirawat. Rasanya sangat senang sekali, apalagi Zaenal menuruti keinginannya untuk tinggal di rumah yang ditempati oleh Echa. Ah Diara sangat tidak sabar, ingin bertemu dengan kakak madunya. Kira-kira bagaimana ya reaksinya nanti? Terkejut? Itu sih sudah pasti, tapi apakah Echa akan mengamuk? Atau mungkin malah pingsan karena saking terkejutnya? Tidak tahulah, pokoknya Diara sudah tidak sabar ingin bertemu. ia sudah tidak sabar ingin segera melihat wajah kekalahannya. Huh pasti sangat lucu sekali, bukan? Diara pastikan kali ini ia menang telak. Buktinya saja selama dirawat di rumah sakit, Zaenal selalu menemaninya, selalu ada di sampingnya. Paling-paling jika pergi hanya untuk urusan pekerjaan yang benar-benar mendesak saja dan tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. Perhatian Zaenal sekarang semakin bertambah, ia jadi semakin over protektif. Ketika ia harus pergi, Zaenal akan meminta Rianti untuk menemani. Zaena
"Sstt~" Diara seketika mendesis saat merasakan rasa nyeri itu lagi di bagian perut. Rasanya memang tidak begitu sakit seperti beberapa saat lalu, tapi tetap saja masih terasa sakit juga."Sayang, kamu sudah sadar?" Zaenal semerta-merta menghampiri. Diara tidak langsung menjawab pertanyaan, melainkan matanya mengedar ke seluruh ruangan--meneliti, dan ia baru menyadari bahwa kini dirinya sudah berada di rumah sakit.Ah Diara baru ingat, sepertinya tadi ia pingsan karena dorongan kencang yang dilakukan Echa. Sejurus kemudian matanya membelalak, ketika otaknya mengingat kejadian terakhir itu."Sayang, kamu gak apa-apa 'kan? Apa masih sakit?" Zaenal bertanya lagi, tapi Diara tidak menjawabnya melainkan meraba perutnya dengan panik. Diara takut anaknya gugur. Bisa gawat jika hal itu terjadi. Zaenal bisa saja meninggalkannya karena sesuatu yang mengikatnya sudah tidak ada lagi."Mas! Gimana anak kita? Dia gak gugur 'kan? Dia masih ada di perutku 'kan Mas?" Diara bertanya panik, sungguh ia ta
[Mas di mana? Bisa pulang gak hari ini?] Itu suara Kinanti--istri pertama Zaenal. Diara masih bisa mendengarnya dengan baik sebab jaraknya dengan Zaenal yang memang sangat dekat. Diara tebak, wanita itu pasti ingin menyuruh Zaenal untuk pulang. Ck tidak akan Diara biarkan itu terjadi! Zaenal belum menjawab, lelaki itu malah menatap istri keduanya--seolah meminta pendapat. Sontak saja Diara menggelengkan kepala. Ia tidak akan mengizinkan Zaenal menemuinya, barang sedetik pun. Diara egois? Memang! Masa bodo orang beranggapan seperti apa? Diara tidak peduli, karena yang ia pedulikan hanya dirinya sendiri. Zaenal menghembuskan napasnya dengan kasar, hal tersebut malam membuat Diara tersenyum senang, pasalnya Diara tahu suaminya pasti akan lebih memilih menurutinya. "Mas masih di luar kota, gak bisa pulang sekarang. Emangnya ada apa?" Nah benar 'kan? Zaenal pasti akan lebih memilihnya. Diara sudah menggenggam kelemahan Zaenal yaitu anak dalam perutnya dan juga pelayanannya di
Akhirnya Diara berhasil membuat Zaenal bertekuk lutut. Dengan mengandalkan keahliannya dalam bercinta, ditambah bumbu-bumbu merajuk manja, dan juga tentunya menggunakan bayi dalam kandungannya untuk mengancamnya, ia berhasil membuat Zaenal bertahan tetap bersamanya sampai mengabaikan istri pertamanya. Rasanya sangat luar biasa senang sekali. Semacam ada suatu perasaan yang berbeda yang membuat Diara begitu luar biasa gembira ketika mengetahui bahwa ia menang dari wanita pertama suaminya. Dari sejak malam di mana Diara menyuruh Zaenal untuk datang, lelaki itu sama sekali tidak meninggalkannya lagi. Awalnya Zaenal masih meminta izin pamit untuk pulang ke rumah yang ditempati oleh istri pertamanya, tapi Diara selalu menahan agar tidak pulang. Awalnya memang sulit, tapi semakin lama Zaenal semakin mudah untuk dikendalikan. Ah bahkan sekarang lelaki itu tidak pernah meminta izin untuk pulang lagi, Zaenal hanya izin untuk pergi ke kantor dan ketika pulang, tanpa Diara suruh terlebih dulu
Malam ini, kembali Diara tidak bisa tidur. Sudah empat malam ia selalu seperti ini. Diara tidak tahu apa penyebabnya? namun yang pasti ia jadi tersiksa sekali dengan keadaan ini. Ah andai saja ada Zaenal bersamanya, Diara bisa mengajak lelaki itu bergadang--menengguk surga dunia sampai pagi. Tapi sayang, seperti yang sudah Zaenal katakan saat terakhir kali, lelaki itu benar-benar tidak bisa mengunjungi Diara lagi. Tentu saja saat itu Diara melayangkan protes. Tapi Zaenal terus membujuk dengan mengiming-imingi akan membelikan rumah secepatnya. Dibujuk dengan cara seperti itu, tentu saja Diara menurut pada akhirnya. Namun ternyata tidak dikunjungi selama itu membuat Diara jadi tersiksa. Apalagi Zaenal sama sekali tidak menghubunginya. Lelaki itu seolah hilang seperti ditelan oleh derasnya ombang di lautan. "Apa aku hubungi dia aja ya, suruh dia ke sini?" Zaenal sudah melarang Diara untuk jangan menghubunginya, apalagi di waktu-waktu yang memungkinkan ia sedang bersama istri pertama
"Ngapain kamu ke sini?""Ya Mas mau nengokin kamu sama Adek."Diara berdecak lalu pergi meninggalkannya yang masih berdiri di pintu kamar kost sembari berucap. "Masih inget kalo punya istri yang lagi hamil?"Sekali lagi Diara berdecak. Ia kesal, bagaimana tidak? Zaenal sama sekali tidak mendengarkan permintaannya tempo hari. Saat itu Zaenal malah menyudahi obrolan dan tidur begitu saja lalu paginya ia buru-buru pergi dan tanpa memberi kabar, lelaki itu baru datang lagi hari ini.Ternyata susah juga menjerat dan membuat laki-laki itu takluk. Diara sudah melakukan berbagai cara dengan memberikannya kenikmatan, tapi hal tersebut tidak mampu membuat Zaenal berpaling seutuhnya.Hah, sebenarnya apa sih yang dimiliki oleh istri pertamanya itu? Diara jadi penasaran. Seperti apa dia? Sampai suami mereka susah sekali di jerat."Mas minta maaf. Mas buru-buru, dan Mas juga lagi banyak urusan, jadi gak bisa nemuin atau nghubungin kamu." "Urusan apa? Urusan manjain istri pertama, sampai lupa istri
Entah sudah berapa lama Diara terlelap, satu jam? Dua jam? Atau bahkan hanya beberapa menit saja? Ia tidak tahu pastinya. Setelah kelelahan karena pertempuran panas, Diara tidak melihat jam lagi, dan langsung tertidur begitu saja. Jadi ia tidak bisa memastikan berapa lama tertidur.Namun seolah mendapatkan sebuah sinyal berbahaya, Diara tiba-tiba saja terbangun ketika melihat waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Dan benar saja, setelahnya ia cukup terkejut ketika tidak menemukan sosok Zaenal di sampingnya. 'Ke mana perginya laki-laki itu?'"Mas ..." Diara memanggil, tapi tidak ada sahutan. "Apa jangan-jangan dia pergi diam-diam?" Seketika ia merasa geram. Jika benar lelaki itu pergi diam-diam setelah mendapatkan kenikmatan, awas saja.Namun baru saja ingin mengambil ponsel yang berada di atas nakas tiba-tiba terdengar suara gemericik air di dalam kamar mandi. "Kayanya Mas Zaenal lagi di kamar mandi." Monolognya. Lalu ia beranjak sembari memungut pakaiannya yang teronggok dilantai l
Diara pikir untuk meyakinkan Zaenal sangat sulit, melihat karena beberapa saat lelaki itu tidak memberi respon sama sekali. Tapi ternyata, Zaenal seperti itu hanya shock dan tidak menyangka kalau ia benar-benar akan mendapatkan seorang bayi dari Diara.Diara sangat bahagia karena Zaenal mempercayainya. Apalagi tanpa bersusah payah memberikan bukti untuk memvalidasi atas apa yang ia ucapkan. Zaenal langsung mempercayainya seratus persen. Bahkan satu minggu setelah pertemuan mereka di cafe itu, Zaenal menepati janjinya dengan menikahi Diara.Iya benar. Status Diara sekarang sudah berubah, ia sudah menjadi istri dari seorang Zaenal terhitung kemarin sore.Pernikahan mereka dilaksanakan sangat sederhana dan tertutup. Hanya segelintir orang saja yang mengetahui dan menjadi saksi. Zaenal menikahi Diara hanya secara siri. Tapi tidak apa, walau begitu Diara sudah merasa senang. Yang penting untuknya, sekarang bayi dalam kandungannya sudah mempunyai ayah. Lagipula Zaenal sudah berjanji akan me