Sedari tadi senyuman yang terpatri di bibir Diara tidak mengendur sama sekali. Apalagi saat matanya memandang tumpukan belanjaan yang ia beli siang tadi di pasar.
Rasa-rasanya sudah lama sekali ia tidak merasakan kebahagiaan seperti ini. Mungkin jika ingat-ingat terakhir kali ia merasakanya ketika keluarganya masih utuh. Sebelum datangnya wanita muda yang merebut ayahnya hingga menyebabkan ibunya depresi dan memilih bunuh diri. Teringat kembali kejadian kelam itu, membuat senyuman yang tersemat di bibir Diara mendadak memudar dan menghilang begitu saja. Sebenarnya sempat terbesit dalam benak Diara untuk mencari keberadaan si pelakor dan membalaskan dendam. Namun niat itu langsung terhempas begitu saja sebelum terealisasi. Sebab Diara tidak tahu harus mencari wanita itu ke mana? Diara tidak punya informasi apapun mengenai wanita tersebut, bahkan namanya saja ia tidak tahu. Bagaimana ia bisa mencarinya? Jika yang ia ingat hanya wajahnya saja? "Ah sudahlah sebaiknya aku lupain aja tentang pelakor itu, mengingatnya cuman bikin luka yang sudah susah payah aku kubur jadi terbuka lagi." Diara mengalihkan kembali pikirannya pada belanjaan. Ia lantas membongkar dan melihat-lihat lagi apa saja yang tadi ia beli di pasar. Oya sebelum itu, saat di pasar Diara juga sempat bertemu dengan Rosidah. Ia sempat membelikan beberapa potong gamis. Wanita renta berhati malaikat itu terlihat senang sekali menerima pemberian dari Diara membuat si gadis jadi ikut senang karena melihatnya bahagia. Namun lebih dari pada itu, yang membuat Diara berkali-kali lipat merasakan bahagia ketika rungunya mendengar ucapan tulus dari belah bibir wanita yang sudah Diara anggap seperti ibunya sendiri; Rosidah berkata bahwa ia senang melihat kehidupan Diara sekarang, wanita tua itu juga mendo'akan agar Diara selalu sehat serta selalu diselimuti kebahagiaan yang luar biasa. Ah wanita itu memang benar-benar merupakan jelmaan malaikat tak bersayap. Okay, kembali pada keadaan sekarang. Saat ini Diara mulai membuka satu demi satu kantung plastik belanjaannya. Cukup banyak yang ia beli; mulai dari beralatan mandi, handbody, makeup, skincare. Yah meski Diara hanya membeli skincare local, bukan Skincare dengan brand terkenal dan berharga mahal, tapi ia sudah merasa cukup. Lagipula Diara sudah cantik alami, jadi tidak perlu melakukan perawatan yang berlebihan. Cukup merawatnya saja agar tidak terlalu kusam. Diara juga membeli beberapa potong baju untuk dikenakan sehari-hari. Dan tak lupa, pastinya ia membeli beberapa pasang pakaian tembus pandang atau nama kerennya lingerie. Diara mengetahui bahasa itu dari karyawan yang bekerja di toko baju tidur di pasar. Diara kepikiran membeli pakaian tembus pandang tersebut karena ia menyadari bahwa kini dirinya mempunyai tugas tambahan untuk melayani majikannya. Lagipula Bima sudah berbaik hati padanya, dengan memberikan ia uang sebanyak itu. Jadi tidak salah 'kan jika Diara ingin membalas kebaikannya dengan cara memberikan yang terbaik juga untuk lelaki itu? Ada sekitar tiga lingerie yang Diara beli. Semuanya hampir memiliki model yang sama tapi dengan warna yang berbeda-beda. Hitam, peace dan yang tengah ia pegang dan diangkat ke udara sekarang adalah lingerie berwarna merah menyala. Diara memerhatikannya dengan senyum yang kembali mengembang. Sungguh indah sekali pakaian menerawang ini, seumur-umur baru kali ini Diara bisa membeli pakaian yang dulu hanya bisa ia pandangi saja ketika masih menjadi kuli pengangkat belanjaan orang di pasar. "Pak Bima pasti senang melihat aku menggunakan pakaian ini." Gumamnya dengan hati gembira. Kemudian ia menilik jam yang menggantung ditembok kamar, di sana waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. "Ah pas sekali. Sebaiknya sekalian saja ku pakai lingerie ini. Siapa tahu 'kan malam ini Pak Bima datang ke kamarku." Setelah merapikan kembali belanjaannya dan menaruhnya ke dalam lemari. Diara lantas mengganti pakaiannya dengan lingerie merah tadi. Dan waw ia terlihat seksi dan menawan sekali. Dadanya mencuat, sebab pakaian itu memiliki model dada yang sangat rendah. Bagian-bagian tubuhnya juga terekspos dengan begitu nyata karena pakaian itu tidak mampu menutupnya dengan sempurna. Namun justru itu yang ia mau, dan ia pastikan Bima pasti akan lebih tergoda melihatnya. Rasanya Diara sudah tidak sabar ingin melihat reaksi Bima ketika melihat penampilannya sekarang. Entah mengapa ia begitu yakin bahwa Bima akan mendatanginya malam ini. Maka untuk menambah agar lebih berkesan dan bisa membuat Bima semakin betah. Gadis itu mulai memoleskan makeup kepermukaan wajah, pokoknya ia harus berdandan secantik dan semenarik mungkin. Setelah segala ritual mempercantik diri sudah ia lakukan, sekarang waktunya ia membaringkan tubuh di atas ranjang--menunggu Bima yang kemungkinan besar memang akan datang. Dan ... Benar saja, tepat jarum jam menunjukan angka pukul satu malam. Derap langkah kaki disusul oleh suara pintu yang dibuka perlahan terdengar oleh indra pendengar. 'Ah tidak sia-sia aku berdandan dan menunggunya.' Ucapnya membatin. Bima melangkah menghampiri Diara setelah menutup pintu dan menguncinya. Lelaki itu terlihat meneguk saliva dengan kasar lalu menjilat bibir bawahnya ketika melihat Diara yang berbaring di atas ranjang dengan menggunakan pakaian seksi. Sangat menantang. "Rupanya kamu sudah bersiap dan menungguku?" Ucapnya. Bima naik ke atas ranjang. Masih dengan posisi yang sama Diara mengulas senyum manis yang terkesan menggoda. "Apa Bapak suka dengan penampilanku?" Tanya Diara memancing. Laki-laki itu memerhatikan tubuh Diara dari ujung rambut sampai ujung kaki tanpa berketip sedikitpun. Ia mengangguk lalu membalas. "Suka, kamu terlihat lebih cantik dan ... Seksi sekali." Pipi Diara terasa menghangat mendengar kalimat pujian dari lelaki itu. Ia hanya mampu mengulas senyum sebagai tanggapan. Setelah itu tidak ada lagi percakapan diantara mereka, sebab Bima sudah menindih tubuhnya dan mendaratkan ciuman panas yang tergesa pada bibir si wanita. 'Ah kayanya malam ini aku akan kerja lembur.' Bersambung..Rasa kantuk jelas masih Diara rasakan sebab ia hanya tidur sekitar setengah jam saja. Tadi malam, Bima benar-benar menggempurnya habis-habisan. Sampai rasanya Diara sudah tidak sanggup lagi. Laki-laki itu seperti aji mumpung sampai melakukannya hingga berkali-kali dan tidak ragu lagi untuk menumpahkan benih di dalam--sebab Lelaki itu tahu bahwa Diara sudah meminum pil kontrasepsi. Meski tubuh Diara sangat lelah, tulang-tulangnya serasa seperti dipatahkan menjadi beberapa bagian, juga area bawahnya sangat perih dan linu ketika berjalan, tapi Diara harus tetap bangun pagi-pagi untuk melakukan tugas utama yaitu memasak sarapan dan bersih-bersih rumah. "Diara. Kenapa jalanmu tertatih-tatih begitu?"Suara Nadia tiba-tiba terdengar menyapa telinga. Majikan Diara itu sepertinya sudah berada di area dapur ini sedari tadi dan memperhatikan pembantunya yang tengah memasak dengan gerakan yang sangat lambat dan tak segesit biasa. Diara sontak berbalik menghadapnya yang kini sudah berada berha
Sudah tiga bulan lebih, hubungan gelap Diara dan Bima terjalin. Dan selama itu pula Nadia tidak pernah curiga atau mengendus gelagat mereka sedikitpun.Diara dan Bina memang sangat berhati-hati sekali. Bagaimanapun juga mereka ingin bermain aman. Mereka tidak ingin, jika hubungannya terbongkar dan malah menimbulkan banyak masalah. Bima rutin mengunjungi Diara dua hari sekali, dan seperti biasa ia selalu menghampiri Diara tengah malam, karena menunggu sampai Nadia benar-benar tidur. Tapi terkadang mereka juga melakukannya pada siang atau pagi hari, ketika ada kesempatan yang memungkinkan atau ketika Nadia tidak ada di rumah. Namun sudah dua minggu ini Bima tidak meminta jatah pada Diara, membuat gadis itu jadi sedikit uring-uringan sebab hasratnya yang tidak tersalurkan. Walau bagaimanapun Bima sudah menjadi candu untuknya, dan ia sangat membutuhkannya. Diara ingin bertanya perihal mengapa Bima tidak meminta jatah, tapi selalu tidak ada celah untuknya melontarkan pertanyaan tersebut
"Apa yang kalian lakukan?""Ayah." Cicit Bima dengan mata yang membola. Lalu dengan tergesa-gesa Bima dan Diara merapikan pakaian masing-masing. Sungguh demi apapun, sekarang Diara merasa takut sekali. Entah ke mana perginya keberanian yang tadi sempat singgah dalam benaknya. Keberanian itu malah menguap begitu saja bersamaan dengan puncak pelepasaan yang didapat. "Apa yang kamu lakukan dengan pembantumu ini?" Kambali Endy--ayah dari Bima melayangkan pertanyaan yang sama seraya mengayunkan tungkai kakinya mendekati mereka. Sontak saja Diara menunduk dan mengerut takut di belakang tubuh Bima, ketika melihat sorot mata pria tua itu yang menatapnya tajam. "A-ku bisa jelaskan, Yah. I-ini semua--""Kamu berselingkuh dengan pembantumu?!" Endy langsung memotong ucapan anaknya. Bima semerta-merta bersimpuh di kaki Endy. "Maafkan aku Yah, aku khilaf. Aku mohon jangan beritahu Nadia. Aku janji tidak akan melakukannya lagi."Diara terkejut mendengar kalimat yang baru saja dikuapkan oleh Bim
Semenjak malam itu, pekerjaan Diara menjadi bertambah lagi. Bagaimana tidak? Endy jadi sering berkunjung ke rumah Bima. Bisa satu bulan sekali, kadang dua minggu sekali. Padahal tempat tinggalnya cukup jauh dan berbeda kota. Dulu sebelum mempunyai hubungan dengan Diara, lelaki tua itu hanya akan ke rumah sekirannya tiga bulan atau enam bulan sekali untuk menengok sang cucu, itu pun selalu bersama dengan istrinya. Namun sekarang, Endy sering datang sendiri. Entah alasan apa yang lelaki itu kemukakan pada istri, juga pada Nadia (selaku menantu dan pemilik rumah) agar tidak curiga. Diara benar-benar tidak tahu dan tidak ingin tahu. Namun sekarang terjadi sesuatu yang berbeda dengan perasaan Diara pada Endy. Entah mungkin karena sering berhubungan dengannya, sehingga membuat Diara mulai merasakan nyaman terhadap laki-laki tua itu. Padahal pada awalnya Diara sangat muak dan membencinya setengah mati. Sebab kau tahu? Endy bukanlah tipenya. Seperti menjilat ludah sendiri, kini Diara mal
Sesuai prediksi. Diara lah yang akhirnya terusir dan terhina. Sedikitpun ia tidak pernah menyangka bahwa kedua laki-laki itu sangat pecundang sekali. Keduanya dengan sengaja melimpahkan semua kesalahan pada Diara. Membuat gadis itu seolah-olah menjadi tersangka utama dan satu-satunya. Nadia dan Rani dengan mudahnya malah mempercayai begitu saja kedua lelaki pendusta itu. Dua wanita itu seketika sangat murka pada Diara. Mereka menjambak secara membabi buta sebelum akhirnya menendangnya dari rumah. Diara menangis, meraung, meminta ampun. Ia sudah tidak peduli lagi dengan tatapan para tetangga dan orang-orang yang melintas--yang menatapnya dengan tatapan jijik, seolah Diara adalah seonggok kotoran yang sangat menjijikkan."Ampun Bu. Ampun Bu Nadia, Bu Rani. Ampuni saya."Diara terus memohon pada mereka, khususnya pada Nadia dan Rani, agar kedua wanita itu memberikannya sedikit rasa belas kasihan. Mungkin karena memang mereka merasa kasihan pada Diara yang sudah tidak berdaya atau mung
Terhitung sudah sekitar satu bulan Diara tinggal di kostan itu. Ia merasa betah, karena kostannya cukup bagus, bersih, nyaman, dan orang-orang di sana juga baik. Tapi yang ia pikirkan sekarang adalah biaya sewanya.Tujuh ratus ribu bagi Diara terlalu mahal, apalagi mengingat ia yang sampai sekarang belum juga mendapat pekerjaan lagi. Untuk makan sehari-hari saja ia hanya mengandalkan uang yang ada dalam tas. Jumlahnya lima juta rupiah kala itu, dan sekarang semakin hari jumlahnya semakin berkurang."Tinggal sisa dua juta lagi bagaimana ini?" Gumamnya setelah menghitung lagi.Diara memang baru saja membayar biaya sewa kost untuk bulan ini. Walau biayanya terbilang mahal, tapi ia memutuskan untuk memperpanjang sewa. Lagipula sebenarnya harga segitu wajar untuk ukuran kost-kostan yang ada dipusat ibu kota, yang menjadi masalah hanya terletak pada dirinya yang belum juga mendapat pekerjaan.Sebenarnya Diara sudah berusaha untuk mencari pekerjaan, tapi
"Ti makasih ya, lo udah mau ngajak gue kerja di sini."Sekarang ini Diara sedang menunggu angkutan umum untuk kembali ke kostan karena ia baru mulai bekerja esok hari. Rianti meminta izin untuk menantar Diara ke depan Cafe seraya menemaninya menunggu angkutan umum."Ya elah santai aja kali, yang penting gajian pertama traktir gue." Balas Rianti jenaka sambil tertawa kecil.Diara ikut tertawa. "Hahaha beres." Katanya. "Oh ya, omong-omong gue gak punya baju buat besok kerja. Apa gue beli aja ya sebelum berangkat? Tapi kira-kira baju kaya lo gini harganya berapaan?" Diara memegang ujung bawah drass yang sedang dikenakan oleh Rianti.Tadi setelah tanda tangan kontrak, Roni sudah menjelaskan pekerjaan yang harus Diara kerjakan, termasuk perihal pakaian yang harus dikenakan oleh gadis itu. Tidak ada pakaian khusus seperti para pegawai, Diara dibebaskan memakai pakaian apapun yang terpenting pakaian itu harus menarik.Diara cukup paham dengan ap
"BAJINGAN!""Laki-laki biadab!""Dan kamu pelacar muruhan. Rasakan ini!""Aahh ... Lepaskan! Dasar perempuan tua tidak berguna. Lepaskan tanganmu dari rambutku!""Lepaskan tanganmu Ratih! Sudahlah terima saja nasibmu. Aku sudah bosan denganmu!""Tidak! Aku tidak akan lepaskan. Wanita murahan ini harus merasakan rasa sakitku!""Ahhh mas kepalaku sakit.""Kubilang lepaskan!""TIDAK!""Mas. Hiks ... Tolong."Plak!Sebuah tamparan keras mendarat di pipi wanita paruh baya itu. Seketika jambakannya pada rambut wanita muda yang merupakan selingkuhan dari sang suami terlepas.Sontak perempuan itu berlari ke arah lelakinya. "Mas kepalaku sakit." Adunya dengan manja. "Maaf ya sayang." Sambil mengelus lembut kepala selingkuhannya. Melihat hal tersebut membuat sang istri menatap tak percaya dengan air mata yang sudah menganak sungai. "Kamu membelanya dan menamparku?" "Itu memang pantas untukmu!" Ucapnya tanpa rasa bersalah, Kemudian lelaki itu pergi membawa serta wanita mudanya meninggalkan sa