Di balik dinding dingin Istana Karstiel, rencana-rencana tersembunyi mulai terbentuk, dan para pengkhianat mempersiapkan langkah mereka. Namun, tak seorang pun bisa memprediksi siapa lawan sebenarnya dalam permainan kekuasaan ini. Almarik telah duduk di singgasana dengan tangan besinya, tetapi semakin banyak musuh yang mengintai dari bayang-bayang.
Di lorong gelap bawah tanah istana, Lord Serafin melangkah dengan langkah hati-hati, ditemani hanya oleh suara gemericik air yang mengalir dari saluran bawah tanah. Suasana di sana lembap dan penuh bau jamur yang menyengat. Tapi tempat ini adalah satu-satunya tempat yang aman bagi Serafin untuk bertemu dengan orang yang sudah lama bersembunyi dari pandangan dunia. Sesosok pria berdiri di ujung lorong. Wajahnya tersembunyi di balik jubah kelabu, dan hanya matanya yang tampak bersinar dalam gelap. Dia adalah Valerian, mantan penasihat raja yang dibunuh, ayah Almarik. Valerian diperkirakan sudah mati setelah kudeta, tetapi kenyataannya dia hidup dan bersembunyi di bawah tanah istana. "Kau terlambat," ucap Valerian dengan nada dingin saat Serafin mendekat. "Keadaan makin sulit dikendalikan, Valerian," jawab Serafin sambil menarik tudungnya. "Almarik semakin tak bisa diprediksi. Dia mengandalkan kekuatan dan kekejaman. Aku tak yakin kita bisa menahan pemberontakan yang semakin mendekat." Valerian tersenyum tipis. "Kita tidak perlu menahan mereka, Serafin. Yang perlu kita lakukan adalah memastikan bahwa ketika pemberontakan tiba, aku akan menjadi penguasa baru di atas abu kekuasaan Almarik." Serafin terdiam sejenak, menimbang kata-kata Valerian. Valerian selalu licik, bahkan ketika dia masih menjadi penasihat raja terdahulu. Ketika Almarik mengkudeta ayahnya, banyak yang mengira Valerian tewas. Namun kini jelas bahwa dia memiliki rencana jangka panjang untuk merebut tahta, bahkan dari anak raja yang ia khianati. "Rakyat mulai memberontak. Kota-kota kecil di perbatasan sudah jatuh ke tangan pemberontak. Dan mereka dipimpin oleh seseorang yang mereka sebut 'Bayangan'," Serafin menjelaskan dengan suara bergetar. Valerian mengerutkan kening. "Bayangan... Siapa dia? Dan kenapa aku belum mendengar tentang dia sebelumnya?" "Dia sosok yang penuh teka-teki. Tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya, tapi dia mampu menyatukan kelompok-kelompok yang selama ini terpecah. Jika kita tidak bertindak cepat, Bayangan bisa menjadi ancaman serius." Valerian merenung sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Jika Bayangan adalah ancaman nyata, maka kita akan memanfaatkan pemberontakan ini untuk keuntungan kita. Biarkan Almarik menghadapi mereka dengan kekuatannya. Sementara dia sibuk menghancurkan musuh-musuhnya, kita akan merencanakan serangan balik dari dalam istana." Serafin mengangguk, meskipun hatinya penuh keraguan. Rencana ini penuh dengan risiko, tetapi ia tahu bahwa jalan apa pun yang dipilih akan selalu berbahaya dalam permainan kekuasaan ini. Yang terpenting, ia harus menjaga keselamatannya sendiri. Di luar istana, di sudut-sudut gelap kota Castelon, Elira sedang bersiap untuk pertemuan dengan para pemimpin pemberontak. Dia melangkah melewati lorong-lorong sempit yang dipenuhi rumah-rumah kumuh, matanya tetap waspada terhadap tentara yang berpatroli. Sebagai salah satu pemimpin Gerakan Perlawanan, dia tidak bisa lengah. Setiap gerakan bisa berarti hidup atau mati. Di sebuah gudang tua yang tersembunyi di tepi kota, beberapa tokoh penting pemberontak telah berkumpul. Di sana ada General Caelum, mantan komandan militer yang disingkirkan oleh Almarik, Sorrel, pemimpin petani yang menjadi tulang punggung pemberontakan, dan Kara, penyihir muda yang berperan sebagai penasihat spiritual mereka. Elira melangkah masuk dan segera disambut oleh tatapan serius dari semua orang. “Bagaimana situasi di kota?” tanya Sorrel dengan suara dalam. “Situasi semakin sulit,” jawab Elira. “Tentara Almarik meningkatkan patroli, dan mata-mata mereka ada di mana-mana. Tapi rakyat semakin siap untuk bangkit. Kita hanya perlu momen yang tepat untuk bergerak.” Caelum, yang sepanjang pertemuan itu terdiam, akhirnya angkat bicara. “Momen yang tepat mungkin akan segera tiba. Kami mendapat kabar dari perbatasan utara. Pasukan Almarik terpecah untuk menumpas pemberontakan kecil di sana. Ini adalah kesempatan kita untuk menyerang Castelon.” Elira mengangguk, meski dalam hatinya masih ada rasa was-was. “Benar, tapi Almarik bukan orang bodoh. Dia mungkin sudah mempersiapkan jebakan untuk kita. Kita tidak bisa meremehkannya. Kita harus memastikan bahwa rencana kita matang.” Semua kepala di ruangan itu mengangguk, tapi ketegangan tetap terasa. Setiap orang tahu bahwa kesalahan sekecil apa pun bisa menghancurkan seluruh gerakan. Namun, di tengah-tengah percakapan mereka, sebuah suara misterius terdengar dari bayang-bayang ruangan. “Mungkin kalian bisa membutuhkan bantuanku.” Semua mata beralih ke sudut ruangan. Seorang pria dengan jubah gelap melangkah keluar dari kegelapan. Mata hijau zamrudnya berkilauan di bawah tudung yang menutupi sebagian besar wajahnya. Semua orang terkejut, terutama Elira. “Kau… Bayangan?” bisik Kara dengan nada penuh kehormatan. Bayangan tersenyum samar, tapi tak ada satu pun kata yang keluar dari mulutnya. Namun satu hal menjadi jelas bagi mereka semua: tokoh yang selama ini dianggap sebagai mitos ternyata berdiri di hadapan mereka. Dan kehadirannya membawa harapan sekaligus pertanyaan baru. “Aku datang bukan untuk mengambil alih perlawanan kalian,” ucap Bayangan dengan suara rendah namun tegas. “Aku datang untuk membantu. Namun jika kita ingin menggulingkan Almarik, kita harus bersatu. Ada banyak musuh di dalam istana, bukan hanya Almarik. Dan musuh-musuh itu jauh lebih berbahaya daripada yang kalian kira.” Pertemuan itu menjadi titik balik bagi perlawanan. Dengan Bayangan yang kini bergabung, mereka memiliki harapan baru. Tapi ancaman yang mereka hadapi juga semakin gelap dan misterius. Almarik, Valerian, dan rahasia kelam yang menyelimuti Istana Karstiel hanya menunggu untuk terungkap. Dan ketika semua kebenaran itu terkuak, hanya sedikit yang akan selamat.Di puncak Menara Firdhan, yang menjulang di tengah-tengah Castelon, Raja Almarik IV berdiri memandang kerajaannya yang mulai retak. Dari ketinggian menara, ia bisa melihat kabut tebal yang menggantung di atas kota seperti kutukan yang tak berkesudahan. Di bawah, rakyatnya hidup dalam ketakutan, tercekik oleh pajak yang terus meningkat dan tentara yang berkeliaran dengan kekejaman. Namun, bagi Almarik, ini hanyalah awal dari kekuasaannya. Selama musuh-musuhnya belum berhasil menggulingkannya, segala cara sah untuk mempertahankan tahta. Dan malam ini, ia akan membuat pergerakan yang menentukan. Di balik Almarik, sosok tinggi tegap berjongkok dengan kepala tertunduk. Ia adalah Panglima Valdrik, komandan terkuat dan paling setia di antara pasukan kerajaan. Valdrik dikenal sebagai pria tanpa ampun, seorang ahli strategi militer yang tak pernah gagal dalam pertempuran. “Pasukan telah bersiap, Yang Mulia,” ujar Valdrik dengan nada dingin. Almarik berbalik, menatap Panglimanya dengan mata
Kerajaan Karstiel semakin terbelah antara tirani dan pemberontakan, namun kekuatan yang lebih dalam dan gelap mulai berperan. Di medan perang, di istana, dan di seluruh pelosok kerajaan, nasib semua orang bergantung pada permainan politik yang mematikan. Sementara itu, masyarakat berada di ambang kehancuran, merasakan dampak tirani yang semakin menyesakkan. Pertempuran di Tengah Kegelapan Bayangan malam turun dengan cepat di atas medan perang. Di tengah keributan prajurit yang terluka dan debu yang beterbangan, Elira berusaha mengendalikan situasi. Pasukan pemberontak masih bertahan, meskipun mereka kalah jumlah. Di dekatnya, Bayangan bergerak dengan ketenangan yang tak biasa, setiap langkahnya mematikan, setiap gerakannya tampak mengandung kekuatan yang tak bisa dijelaskan. Pertarungan antara Panglima Valdrik dan Bayangan berlangsung sengit. Valdrik, dengan pedang besar di tangan, terus menyerang, mencoba memojokkan lawannya. Namun, Bayangan melesat seperti angin, bergerak tanpa
Saat fajar mulai muncul, medan perang di luar Castelon terbungkus kabut tebal. Hening yang mencekam menggantikan hiruk-pikuk pertempuran malam sebelumnya. Di antara mayat-mayat yang berserakan, Bayangan berjalan perlahan. Setiap langkahnya seolah memisahkan dunia nyata dari sesuatu yang lebih gelap dan penuh misteri. Bayangan Kegelapan dan Kekuatan Ajaib Bayangan berdiri di puncak bukit, memandang ke arah medan pertempuran yang hancur di bawahnya. Elira mendekat, wajahnya penuh kelelahan, tetapi matanya masih menyala dengan api pemberontakan. “Kita berhasil menahan mereka malam ini,” ujar Elira. “Tapi aku tahu ini hanya permulaan. Pasukan Almarik tidak akan berhenti.” Bayangan tetap diam, memandangi langit yang mulai merah saat matahari terbit. “Aku bisa merasakan kekuatan yang lebih besar di balik semua ini, Elira. Bukan hanya Almarik yang menjadi ancaman.” Elira menyipitkan matanya. “Apa maksudmu?” “Ada sesuatu yang lebih tua, lebih gelap, yang sedang bangkit. Sesuatu yang tid
Matahari belum sepenuhnya terbit ketika suara genderang perang mulai bergema di kejauhan. Pasukan Almarik yang terluka kembali ke kota Castelon dalam keputusasaan. Namun, pertempuran di luar hanyalah permulaan dari permainan kekuasaan yang lebih besar, di mana sihir kuno, ambisi politik, dan kekacauan masyarakat bertemu.Kesepakatan Rahasia di Balik TiraiDi istana Castelon, Lord Valerian melangkah dengan langkah ringan menuju ruang rahasia tempat pertemuan yang sangat dinantikan akan segera berlangsung. Bayangan intrik politik semakin pekat saat Valerian mengatur pertemuan dengan Ratu Lyana. Ia tahu bahwa kekuatan Lyana, yang selama ini tersembunyi di bawah bayang-bayang Almarik, bisa menjadi kunci untuk menggulingkan raja tiran tersebut.Ketika Valerian memasuki ruangan, Lyana sudah menunggu. Wajahnya yang cantik terpahat dalam topeng ketenangan, tetapi di balik matanya, ada kekuatan yang tertahan."Kau datang," kata Lyana tanpa emosi, matanya menatap Valerian tajam."Aku selalu tah
Kabut tebal masih menyelimuti medan perang, namun di istana dan di antara rakyat jelata, keputusan-keputusan besar mulai diambil. Masing-masing pihak yang terlibat kini semakin dekat menuju takdir mereka yang akan menentukan masa depan kerajaan Karstiel.Perjalanan ke Jantung KegelapanElira bersama Bayangan Kegelapan memimpin sekelompok kecil prajurit pemberontak menuju perbatasan Castelon. Mereka kini tahu bahwa kunci untuk mengalahkan Almarik terletak di bawah istana, di dalam ruang rahasia tempat artefak sihir kuno disimpan.“Aku tak pernah berpikir kita akan sampai sejauh ini,” ujar Elira dengan suara rendah saat mereka mendekati hutan yang memisahkan perbatasan kota dan medan perang.Bayangan tetap diam, namun matanya terfokus pada jalan di depan. Dalam diamnya, Bayangan merasakan kehadiran sesuatu yang lebih besar, lebih gelap, yang sedang mengintai dari balik kegelapan. “Jalan kita menuju istana tidak akan mudah. Almarik akan menjaga artefak itu dengan kekuatan penuh. Dan sihi
Kabut malam mulai turun ketika pasukan Elira, bersama Bayangan Kegelapan, berhasil mendekati tembok Castelon. Keheningan yang aneh menyelimuti medan, dan di atas mereka, istana Castelon menjulang, suram dan megah, bagai menunggu kehancuran yang akan datang. "Kita hampir sampai," ujar Bayangan Kegelapan dengan suara yang nyaris terdengar, mata tajamnya memindai sekeliling. "Namun di sini, kekuatan sihir Almarik paling kuat. Kita tidak boleh lengah." Elira mengangguk, merasakan ketegangan yang mencekam. Pasukannya tampak lelah, tetapi semangat mereka tetap menyala. Mereka tahu bahwa ini mungkin menjadi kesempatan terakhir untuk membebaskan Karstiel. Di dalam istana, situasi memanas. Valerian berjalan cepat melalui koridor menuju ruang pribadi Almarik, diikuti oleh beberapa pengawal setia. Dia telah memutuskan untuk mempercepat rencananya. Jika Almarik jatuh malam ini, Valerian bisa mengambil kendali sebelum pemberontak mencapai tembok istana. "Pastikan penjaga menggandakan kekua
Di bawah tanah istana Castelon, energi yang dilepaskan dari artefak kuno terus bergemuruh, membuat tembok-tembok di sekelilingnya bergetar hebat. Elira, Valerian, dan Lyana merasakan aura kekuatan yang begitu kuat dan liar, seperti angin badai yang tak terkendali. Bayangan Kegelapan berdiri di tengah-tengah, mantranya telah selesai, dan kini semua bergantung pada hasil dari sihir kuno yang mereka hadapi. "Kita harus memutuskan ini sekarang," ujar Valerian, suaranya keras namun gemetar, matanya tajam menatap Elira dan Bayangan. "Jika kita biarkan ini terus berlanjut, Karstiel akan runtuh bersamaan dengan kekuasaan Almarik." Elira menatap Valerian, lalu melihat ke arah Lyana yang berdiri dengan penuh wibawa. "Tidak ada yang akan berakhir dengan baik jika kekuasaan tetap ada di tangan kalian. Aku berjuang untuk kebebasan rakyat, bukan untuk takhta atau kekuasaan." "Dan apa yang akan terjadi setelah Almarik jatuh?" balas Lyana dengan nada sinis. "Rakyatmu akan terbagi, dipimpin oleh ke
Langit di atas Karstiel berwarna merah darah, dihiasi dengan kilatan-kilatan petir yang tidak alami. Istana Castelon yang megah, lambang kekuasaan mutlak Raja Almarik, mulai hancur sedikit demi sedikit. Namun, meskipun gemuruh kehancuran memenuhi udara, suasana penuh ketegangan di dalam istana justru semakin terasa.Di bawah tanah, di jantung kekuatan sihir kuno, Elira tersungkur di lantai berdebu, tubuhnya terasa berat, dan napasnya terengah-engah. Ledakan dari artefak telah mengguncang tubuhnya, membuat kesadaran hampir meninggalkannya. Namun, suara gemuruh dari dinding yang retak memaksanya membuka mata. Di depannya, Valerian berusaha bangkit dari reruntuhan, sementara Bayangan Kegelapan sudah tidak terlihat lagi."Kita tidak bisa tinggal di sini," gumam Elira dengan napas tersengal, meskipun kakinya masih gemetar saat mencoba berdiri. Tatapan matanya menyapu ruangan yang mulai hancur, menyadari bahwa waktu mereka hampir habis.Valerian, yang perlahan bangkit dengan tubuh berdarah,