Share

4. Bayang Bayang Kekuasaan

Kerajaan Karstiel semakin terbelah antara tirani dan pemberontakan, namun kekuatan yang lebih dalam dan gelap mulai berperan. Di medan perang, di istana, dan di seluruh pelosok kerajaan, nasib semua orang bergantung pada permainan politik yang mematikan. Sementara itu, masyarakat berada di ambang kehancuran, merasakan dampak tirani yang semakin menyesakkan.

Pertempuran di Tengah Kegelapan

Bayangan malam turun dengan cepat di atas medan perang. Di tengah keributan prajurit yang terluka dan debu yang beterbangan, Elira berusaha mengendalikan situasi. Pasukan pemberontak masih bertahan, meskipun mereka kalah jumlah. Di dekatnya, Bayangan bergerak dengan ketenangan yang tak biasa, setiap langkahnya mematikan, setiap gerakannya tampak mengandung kekuatan yang tak bisa dijelaskan.

Pertarungan antara Panglima Valdrik dan Bayangan berlangsung sengit. Valdrik, dengan pedang besar di tangan, terus menyerang, mencoba memojokkan lawannya. Namun, Bayangan melesat seperti angin, bergerak tanpa suara dan selalu satu langkah di depan.

"Siapa sebenarnya kau?" teriak Valdrik di tengah derasnya hujan panah yang dilepaskan dari kedua sisi.

Bayangan tidak menjawab, hanya matanya yang menyala tajam di balik tudung gelap. Tiba-tiba, Bayangan berhenti dan mengangkat tangannya. Valdrik merasa tubuhnya menjadi berat, seolah-olah kekuatan tak terlihat menahannya.

"Aku adalah bayangan dari masa depan yang akan kau benci," jawab Bayangan dengan suara rendah namun menggema. "Dunia ini tidak bisa bertahan dengan kekuasaan yang kau layani."

Sebuah ledakan energi terjadi, dan Valdrik terlempar ke belakang, jatuh dengan keras ke tanah. Pasukan Almarik mulai mundur, terguncang oleh kekuatan yang tidak mereka pahami. Elira, yang menyaksikan pertarungan itu dari kejauhan, merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar perang di sini. Kekuatan gelap yang terlibat dalam pertempuran ini bukanlah hal yang bisa diabaikan.

intrik dan Pengkhianatan di Istana

Sementara pertempuran di luar kota Castelon berlangsung, di dalam istana, Lord Serafin dan Valerian sedang mengatur rencana yang lebih halus. Istana Karstiel, dengan arsitektur megahnya, penuh dengan lorong-lorong yang berfungsi sebagai tempat konspirasi. Serafin tahu bahwa Almarik sedang menghadapi ancaman besar dari pemberontak, tetapi dia juga tahu bahwa waktu untuk bergerak dalam permainan politik semakin dekat.

Malam itu, Serafin diundang untuk menemui Valerian di ruang rahasia yang tersembunyi jauh di bawah istana. Di sana, Valerian telah menyiapkan peta besar dari seluruh kerajaan, setiap wilayah ditandai dengan cermat.

"Perang ini hanya awal," kata Valerian sambil menunjuk pada wilayah yang mulai jatuh ke tangan pemberontak. "Almarik tidak bisa bertahan lama. Bahkan dengan kekuatannya, pemberontakan akan terus menyebar."

"Jadi, apa rencanamu?" tanya Serafin dengan suara rendah, penuh kewaspadaan.

Valerian tersenyum licik. "Aku akan mengkhianati Almarik pada saat yang tepat. Saat dia kehilangan kendali atas tentara dan rakyat, aku akan muncul sebagai penyelamat. Tapi sebelum itu terjadi, kita harus memastikan bahwa semua yang mendukungnya lenyap."

Serafin merasakan desakan dalam dadanya. Rencana Valerian sangat berbahaya, tetapi di baliknya tersembunyi kesempatan besar. Jika dia berpihak pada Valerian dan berhasil, dia bisa mengamankan posisi kuat dalam kerajaan yang baru. Namun, jika gagal, hukuman mati tak terelakkan.

"Dan bagaimana kita memastikan pemberontak tidak mengambil alih seluruhnya?" Serafin mencoba mencari kepastian.

"Itu urusanku," jawab Valerian sambil tersenyum. "Kita hanya perlu memainkan peran kita dengan tepat. Ketika Almarik jatuh, kita akan berada di tempat yang benar untuk menguasai segala sesuatu."

Serafin tidak bisa mengabaikan ketegangan yang mulai memuncak di dalam istana. Para bangsawan sudah mulai merasakan kelemahan Almarik, dan mereka mulai mengalihkan kesetiaan mereka. Di balik tirai istana yang megah, semua orang berusaha mencari tempat aman sebelum badai besar datang.

Distopia di Tengah Keruntuhan

Di luar istana dan medan perang, masyarakat Karstiel hidup dalam bayang-bayang tirani yang semakin menekan. Pajak yang terus meningkat dan kekerasan dari para tentara kerajaan membuat kehidupan semakin tak tertahankan. Desa-desa yang dahulu subur kini berubah menjadi tempat yang penuh penderitaan dan ketakutan.

Di desa Ravar, tidak jauh dari Castelon, Sorrel, salah satu pemimpin petani yang bergabung dengan pemberontak, menyaksikan kemunduran desanya dengan hati yang berat. Sawah-sawah yang dulunya menghasilkan banyak hasil bumi kini terbengkalai, ditinggalkan oleh penduduk yang melarikan diri ke hutan untuk menghindari tentara Almarik.

"Kita harus bertahan," ucap Sorrel kepada rakyat yang tersisa, namun dia sendiri merasa lelah.

Penduduk desa mulai kehilangan harapan. Mereka terjebak di antara kekejaman rezim Almarik dan ketidakpastian dari gerakan pemberontak. Bagi banyak orang, tak ada yang menjanjikan masa depan yang lebih baik. Mereka hanya hidup dari hari ke hari, berharap bisa selamat hingga esok tiba.

Salah seorang penduduk desa yang lebih tua, Iriel, duduk di tepi ladang yang terbengkalai, memandang ke arah perbukitan tempat pertarungan berlangsung. "Aku telah melihat banyak raja datang dan pergi," gumamnya pelan. "Tapi tidak ada yang sekejam Almarik. Dunia ini sedang sekarat di bawah kekuasaannya."

Suasana distopia yang mulai mencengkeram Karstiel tidak hanya berdampak pada petani, tetapi juga pada perdagangan, ilmu pengetahuan, dan budaya. Semua yang dulu berkembang kini layu. Kota-kota besar yang dulu megah berubah menjadi tempat yang penuh dengan pengemis dan tentara bayaran. Setiap sudut kerajaan terasa seperti bayangan dari kejayaannya yang dulu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status