Share

5. Masa Depan Yang Terkoyak

Saat fajar mulai muncul, medan perang di luar Castelon terbungkus kabut tebal. Hening yang mencekam menggantikan hiruk-pikuk pertempuran malam sebelumnya. Di antara mayat-mayat yang berserakan, Bayangan berjalan perlahan. Setiap langkahnya seolah memisahkan dunia nyata dari sesuatu yang lebih gelap dan penuh misteri.

Bayangan Kegelapan dan Kekuatan Ajaib

Bayangan berdiri di puncak bukit, memandang ke arah medan pertempuran yang hancur di bawahnya. Elira mendekat, wajahnya penuh kelelahan, tetapi matanya masih menyala dengan api pemberontakan.

“Kita berhasil menahan mereka malam ini,” ujar Elira. “Tapi aku tahu ini hanya permulaan. Pasukan Almarik tidak akan berhenti.”

Bayangan tetap diam, memandangi langit yang mulai merah saat matahari terbit. “Aku bisa merasakan kekuatan yang lebih besar di balik semua ini, Elira. Bukan hanya Almarik yang menjadi ancaman.”

Elira menyipitkan matanya. “Apa maksudmu?”

“Ada sesuatu yang lebih tua, lebih gelap, yang sedang bangkit. Sesuatu yang tidak sepenuhnya manusia,” jawab Bayangan dengan nada penuh misteri. “Aku datang untuk menghentikan itu, tapi ini bukan hanya tentang perang kekuasaan. Ini tentang dunia yang berada di ambang kehancuran oleh kekuatan yang tidak bisa dilihat oleh mata biasa.”

Elira merasakan bulu kuduknya meremang. Selama ini, ia berpikir bahwa mereka hanya melawan tirani Almarik, tetapi Bayangan berbicara tentang sesuatu yang lebih besar dan mengerikan.

“Kekuatan apa yang kau maksud?” tanya Elira.

Bayangan hanya mengangguk samar. “Semua akan terungkap pada waktunya. Yang jelas, kita perlu mempersiapkan lebih dari sekadar senjata dan tentara.”

Dalam hati, Elira mulai merasakan ketakutan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Jika musuh mereka bukan hanya Almarik, maka dunia yang selama ini ia kenal mungkin akan berubah selamanya. Apa yang disembunyikan oleh kegelapan ini?

Konspirasi Istana: Rencana yang Terjalin

Di dalam istana Castelon, rencana licik terus disusun. Valerian duduk di ruang pertemuannya, dikelilingi oleh beberapa bangsawan penting yang setia padanya. Di atas meja, peta wilayah kerajaan Karstiel terbentang, dengan tanda-tanda merah di berbagai tempat yang sudah jatuh ke tangan pemberontak.

“Almarik berpikir dia masih memegang kendali,” ujar Valerian, nadanya dipenuhi keyakinan. “Tapi dia tidak menyadari bahwa kekuasaan sebenarnya ada di tangan kita. Ketika waktu yang tepat tiba, kita akan membuatnya jatuh.”

Salah satu bangsawan, Lord Carrak, mencondongkan tubuhnya ke depan. “Tapi bagaimana kita bisa memastikan bahwa ketika Almarik jatuh, kita tidak digantikan oleh pemberontak yang lebih brutal?”

Valerian tersenyum licik. “Itu sebabnya kita harus bermain di kedua sisi. Aku sudah mengirim agen kita untuk menyusup ke dalam kelompok pemberontak. Jika kita bisa mengendalikan mereka dari dalam, maka kita bisa menciptakan narasi bahwa kita adalah penyelamat kerajaan setelah Almarik jatuh.”

Lord Serafin yang duduk di ujung meja, menatap Valerian dengan penuh perhatian. “Dan jika Almarik menemukan rencana ini?”

Valerian menggeleng dengan tenang. “Dia terlalu terfokus pada perangnya. Lagi pula, siapa yang akan mempercayai bahwa bangsawan yang paling setia kepadanya selama bertahun-tahun akan mengkhianatinya?”

Semua di ruangan itu tertawa kecil, kecuali Serafin yang masih merasakan keraguan di hatinya. Permainan politik ini sangat berisiko, dan jika Valerian gagal, semua orang di ruangan itu akan dihukum mati. Namun, Serafin tahu bahwa tidak ada pilihan lain. Di kerajaan ini, satu-satunya jalan menuju kekuasaan adalah melalui pengkhianatan.

Sementara itu, di ruangan terpisah, Ratu Lyana duduk sendirian. Dia mendengar desas-desus tentang pengkhianatan di sekelilingnya, tetapi tidak bisa memastikan siapa yang bisa dipercaya. Dalam dirinya, Lyana menyimpan kebencian yang semakin tumbuh terhadap Almarik. Pernikahan mereka hanyalah alat politik baginya, dan dia sudah lama mengetahui bahwa Almarik tak pernah benar-benar memperlakukannya sebagai pasangan.

Lyana memiliki rencana sendiri, dan dia tahu bahwa waktu untuk bertindak semakin dekat.

Kerajaan yang Hancur: Distopia yang Merambat

Di luar tembok istana, situasi semakin buruk. Kota Castelon, yang dulunya pusat kemakmuran, kini tenggelam dalam kemiskinan dan kekerasan. Di setiap sudut kota, rakyat hidup dalam ketakutan. Penindasan Almarik semakin brutal, tentara kerajaan memungut pajak yang tak masuk akal, dan siapa pun yang berani menentang langsung dihukum mati di depan umum.

Karina, seorang ibu dari dua anak, berjalan menyusuri pasar yang sepi, mencoba mencari sisa-sisa makanan. Dulu, pasar Castelon selalu penuh dengan pedagang dan pembeli, tapi kini hanya ada beberapa yang berani membuka kios mereka. Harga makanan melambung tinggi, dan Karina tahu keluarganya tidak akan bisa bertahan lama.

“Bagaimana kita bisa hidup seperti ini?” bisik seorang pria tua di dekatnya. “Raja telah membiarkan kita mati perlahan.”

Suasana di kota semakin menegangkan. Setiap malam, api dari kerusuhan kecil menyala, dan setiap pagi, mayat-mayat tergantung di alun-alun sebagai peringatan bagi siapa pun yang ingin melawan kekuasaan.

“Kita harus melarikan diri dari kota ini,” kata suami Karina, Mikal, dengan suara rendah suatu malam di gubuk mereka yang sempit. “Di luar Castelon, mungkin ada harapan.”

Karina menggenggam tangan Mikal, tetapi dia tahu bahwa melarikan diri bukan pilihan yang mudah. Banyak yang mencoba keluar dari kota, tapi tentara kerajaan menjaga setiap gerbang dengan ketat. Mereka yang tertangkap akan dipaksa bekerja paksa, atau lebih buruk lagi, dibunuh.

“Kita harus bertahan sedikit lebih lama,” jawab Karina. “Akan ada perubahan. Orang-orang mulai berbicara tentang pemberontak yang mendekat.”

Namun, harapan itu terasa tipis. Setiap hari di kota ini adalah perjuangan untuk bertahan hidup, dan tidak ada yang tahu berapa lama lagi mereka bisa bertahan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status