Setelah jatuhnya Lyana dan gulungan kegelapan yang hancur, suasana istana Karstiel yang porak-poranda terasa sunyi. Tidak ada lagi gemuruh pertempuran, dan langit yang sebelumnya gelap mulai terbuka sedikit, menampakkan secercah cahaya matahari yang enggan muncul. Namun, meskipun langit mulai cerah, hati rakyat Karstiel masih dibayangi oleh peristiwa yang baru saja terjadi.Di tengah reruntuhan istana, Valerian berdiri dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Dia menatap sisa-sisa kekuasaan Lyana yang kini tak berarti. Di sebelahnya, Elira terlihat pucat, duduk dengan napas berat. Meskipun kemenangan telah diraih, keduanya tahu bahwa ini hanyalah awal dari tantangan baru yang jauh lebih berat."Apa sekarang sudah berakhir?" tanya Elira, suaranya hampir seperti bisikan.Valerian tidak segera menjawab. Dia menatap reruntuhan istana dan sisa-sisa pasukan rakyat yang berkumpul di luar. "Mungkin pertempuran ini telah berakhir," jawabnya pelan, "tapi apa yang akan datang setelah ini... aku tidak
Sore yang tenang di Karstiel dirusak oleh suara perdebatan dari pusat kota, di mana rakyat, tentara, dan berbagai faksi berkumpul untuk memutuskan masa depan kerajaan. Sekilas, Karstiel tampak damai setelah kekalahan Lyana, tetapi di balik permukaan, kekacauan mulai berakar. Rehan dan Sorrel duduk bersama dalam sebuah pertemuan di balai kota yang sementara berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Mereka dikelilingi oleh beberapa tokoh berpengaruh dari berbagai faksi—baik rakyat biasa, pemimpin militer, hingga para pedagang dan bangsawan kecil yang selamat dari pertumpahan darah. Sorrel membuka diskusi dengan nada penuh ketegasan, "Kita tidak bisa membiarkan Karstiel jatuh ke dalam anarki. Kita butuh struktur yang baru—sistem yang adil bagi semua, bukan lagi kerajaan absolut yang memeras rakyatnya." Seorang pedagang yang duduk di seberang meja, Lorn, mengangguk setuju. "Kami para pedagang setuju bahwa kekuasaan harus disebar. Sumber daya kota ini harus dikelola untuk kepentingan bersam
Di tengah malam yang semakin pekat, kota Karstiel terasa sunyi namun penuh kegelisahan. Asap dari gudang yang terbakar belum sepenuhnya lenyap dari udara, mengingatkan setiap penduduk bahwa kelaparan semakin dekat. Di alun-alun kota, para prajurit berpatroli dengan tatapan waspada. Di satu sisi, mereka bersiap untuk menghadapi potensi pemberontakan dari rakyat yang putus asa; di sisi lain, mereka tahu bahwa ancaman sesungguhnya datang dari tempat yang lebih dalam—kegelapan yang tak terlihat.Di tengah istana yang rusak, Rehan duduk di ruangan pertemuan, wajahnya lelah. Di hadapannya, tergeletak berbagai laporan tentang kekacauan yang semakin memburuk di seluruh negeri. Kelaparan mulai memunculkan kerusuhan kecil di berbagai desa. Berita tentang sabotase Lady Thalia dan Lord Garren semakin menguat, tapi bukti nyata sulit didapat. Mereka memainkan permainan politik dari balik layar, dan semakin banyak rakyat yang mulai terpengaruh oleh propaganda mereka.Sorrel berdiri di samping peta b
Keesokan harinya, kabut tebal menyelimuti Karstiel, seolah alam pun bersekongkol untuk menyembunyikan apa yang akan terjadi. Di dalam istana, persiapan perang dimulai. Sorrel mengatur pasukan dengan disiplin keras, matanya penuh kewaspadaan. Meskipun pasukan Rehan tampak kuat, Sorrel tahu bahwa mereka telah kehilangan banyak dalam beberapa bulan terakhir. Kekalahan bukan hanya soal jumlah prajurit, tetapi juga soal semangat yang kian pudar.Sementara itu, Rehan dan Elira sedang membicarakan strategi yang lebih besar. Mereka tahu bahwa masalah ini tak bisa hanya dihadapi dengan kekuatan fisik. Kegelapan yang sedang bangkit di Karstiel lebih licik dan lebih kuat dari yang pernah mereka duga."Kita tidak punya banyak waktu, Elira," kata Rehan dengan nada datar, namun penuh tekanan. "Kalau kita terus menunggu, kita hanya memberi kesempatan pada musuh untuk semakin memperkuat cengkeraman mereka."Elira menatap peta kuno di depannya, berusaha mencari jawaban dalam simbol-simbol magis yang t
Pagi di Karstiel dimulai dengan gemuruh yang tidak biasa. Matahari masih belum sepenuhnya muncul di cakrawala, namun ketegangan di ibu kota kerajaan sudah terasa di setiap sudut jalan. Pasukan Rehan bersiap menghadapi ancaman yang semakin dekat, tidak hanya dari kekuatan politik yang merebak, tetapi juga dari ancaman magis yang tak terlihat.Rehan, yang telah terjaga sepanjang malam, berdiri di atas menara pengawas istana, memandang ke arah barak pasukan yang mulai ramai. Pikirannya dibebani oleh berbagai ancaman—pengkhianatan di dalam tubuh pasukan, kekuatan gelap yang mulai merayap ke Karstiel, dan tekanan politik yang semakin kuat dari Lord Garren dan Lady Thalia. Dia tahu bahwa setiap keputusan yang diambil hari ini akan menentukan nasib kerajaan yang telah dia jaga sekuat tenaga."Kita semakin terdesak," gumamnya sambil menatap jauh ke arah kota. Di belakangnya, Sorrel berjalan mendekat, dengan wajah keras penuh ketegasan."Rakyat mulai kehilangan kesabaran," kata Sorrel tanpa ba
Pagi di Karstiel dimulai dengan gemuruh yang tidak biasa. Matahari masih belum sepenuhnya muncul di cakrawala, namun ketegangan di ibu kota kerajaan sudah terasa di setiap sudut jalan. Pasukan Rehan bersiap menghadapi ancaman yang semakin dekat, tidak hanya dari kekuatan politik yang merebak, tetapi juga dari ancaman magis yang tak terlihat.Rehan, yang telah terjaga sepanjang malam, berdiri di atas menara pengawas istana, memandang ke arah barak pasukan yang mulai ramai. Pikirannya dibebani oleh berbagai ancaman—pengkhianatan di dalam tubuh pasukan, kekuatan gelap yang mulai merayap ke Karstiel, dan tekanan politik yang semakin kuat dari Lord Garren dan Lady Thalia. Dia tahu bahwa setiap keputusan yang diambil hari ini akan menentukan nasib kerajaan yang telah dia jaga sekuat tenaga."Kita semakin terdesak," gumamnya sambil menatap jauh ke arah kota. Di belakangnya, Sorrel berjalan mendekat, dengan wajah keras penuh ketegasan."Rakyat mulai kehilangan kesabaran," kata Sorrel tanpa ba
Langit di atas Karstiel menggelap, meskipun masih siang hari. Gumpalan awan hitam berkumpul di langit, seolah-olah menandakan bahwa sesuatu yang lebih besar dari perang fisik akan segera terjadi. Rakyat yang berkerumun di alun-alun mendongak ke langit dengan ketakutan di mata mereka. Ini bukan hanya badai biasa; ini adalah tanda bahwa sesuatu yang jauh lebih menakutkan sedang mendekat.Rehan menatap ke langit, matanya menyipit melihat bayang-bayang yang bergerak cepat di antara awan. "Kita kehabisan waktu," gumamnya pelan pada Sorrel, yang berada di sampingnya dengan tangan di gagang pedangnya, siap menghadapi serangan kapan saja.Sorrel mengangguk. "Kegelapan semakin dekat, dan kita belum tahu bagaimana cara melawannya. Pasukan kita bisa bertahan dari pemberontakan rakyat, tetapi ini… ini di luar kendali kita."Rehan meneguk ludahnya, kepalanya dipenuhi oleh berbagai pertanyaan. Bagaimana mereka bisa melawan sesuatu yang bahkan tidak bisa mereka lihat den
Suara dentingan pedang dan teriakan perang memenuhi udara di gerbang utama istana Karstiel. Pasukan Thalia dan Garren sudah menyerbu pertahanan terakhir kerajaan, seperti air bah yang tidak bisa dibendung. Sementara itu, Rehan dan Sorrel memimpin pasukan dengan gigih, berusaha menahan laju musuh yang semakin mendekat ke jantung istana.Di tengah medan perang, Rehan memotong setiap prajurit yang mendekat, mengandalkan keterampilan tempurnya yang legendaris. Darah musuh berceceran di tanah, tetapi wajahnya tetap tegas, tidak menunjukkan kelemahan sedikit pun. Sorrel berada di sisinya, memimpin pasukan dengan strategi dan kekuatan yang hampir setara.Namun, meskipun mereka berjuang dengan gagah berani, mereka tahu bahwa pertahanan mereka mulai runtuh. Pasukan musuh jauh lebih banyak, dan setiap serangan yang mereka lakukan hanya memperlambat takdir yang tampaknya tak terhindarkan."Kita tidak bisa bertahan lebih lama lagi, Rehan," kata Sorrel di antara napasnya yang terengah-engah. Matan
Masa bayi Luna dan putra Raja Rehan berjalan dalam dua dunia yang berbeda. Di istana, putra Rehan tumbuh dikelilingi oleh kemewahan dan kemuliaan. Setiap langkahnya diawasi oleh pelayan dan pengasuh yang setia, sementara para ahli dan penasihat kerajaan mengawasi perkembangan mental dan fisiknya dengan teliti. Setiap suara tangis dari sang pangeran akan disambut dengan segera oleh orang-orang yang siap menenangkan, memberinya kenyamanan dan perlindungan penuh.Di sisi lain, Luna tumbuh di rumah sederhana di pinggir istana, di dalam lingkungan yang tenang namun jauh dari kemewahan. Ibunya, Rose, menyayanginya dengan segenap jiwa. Meski tidak memiliki semua keistimewaan yang dimiliki pangeran, Luna tumbuh dengan cinta yang tulus. Rose mengajarkan Luna tentang kehidupan sederhana, kerja keras, dan kebijaksanaan. Dari hari ke hari, kecantikan Luna semakin terpancar, dan di balik matanya yang cerah tersimpan rasa ingin tahu yang tak terpadamkan.Perbedaan Nasib dan Awal PertemuanWaktu ber
Di luar istana, suasana pagi tak kalah meriah. Di hari yang sama dengan kelahiran pewaris takhta kerajaan Edholm, seorang bayi perempuan lain dilahirkan di dalam benteng pelayan. Bayi itu, meski tidak lahir dari keluarga bangsawan, membawa kebahagiaan yang sama besarnya bagi ibunya, Rose, seorang pelayan setia yang telah mengabdi kepada keluarga kerajaan selama bertahun-tahun.Bayi itu diberi nama Luna, sebuah nama yang diambil dari sinar rembulan yang menerangi malam kelahirannya. Luna lahir dengan kecantikan alami yang segera membuat banyak orang terpesona. Matanya yang cerah dan kulitnya yang lembut seperti porselen menjadi anugerah bagi Rose, seorang ibu yang penuh cinta dan kebanggaan.Kehamilan yang Diketahui oleh Raja RehanBeberapa bulan sebelum kelahiran ini, Raja Rehan sendiri mengetahui tentang kehamilan Rose secara tidak sengaja ketika ia sedang berkeliling memeriksa persiapan di istana. Melihat perut Rose yang mulai membesar, Raja Rehan berhenti dan menanyakan keadaannya.
Pagi itu, suasana istana Edholm dipenuhi dengan kegembiraan dan antusiasme. Setelah berita kelahiran pewaris takhta tersebar ke seluruh kerajaan, utusan dari berbagai wilayah tetangga mulai berdatangan membawa hadiah sebagai tanda penghormatan dan perayaan. Setiap kerajaan, besar maupun kecil, ingin menunjukkan dukungan dan rasa hormat kepada Raja Rehan dan Ratu Natasya. Mereka mengirim hadiah-hadiah istimewa yang menggambarkan kebesaran dan kekayaan negeri masing-masing.Di aula besar istana, Natasya duduk di kursi kebesarannya, bayi kecilnya beristirahat dalam dekapan lembut. Sementara Rehan berdiri di sisinya, mengawasi jalannya upacara penyerahan hadiah dengan wajah penuh kebanggaan.Hadiah dari Kerajaan EldoriaUtusan pertama yang datang adalah dari Kerajaan Eldoria, salah satu kerajaan tetangga yang paling kuat dan makmur. Mereka dikenal akan seni dan keahlian kerajinan tangan yang luar biasa. Utusan tersebut, seorang pria berusia lanjut dengan jubah keemasan yang disulam dengan
Fajar menyingsing dengan lembut di atas istana Edholm, memandikan dunia dengan sinar keemasan yang hangat. Hari itu, tidak ada yang lebih berarti bagi Natasya selain keheningan pagi yang baru saja pecah oleh suara-suara kecil dari sang bayi yang tengah menggeliat di dalam dekapan hangatnya. Matanya belum terbuka penuh, tapi tubuh mungilnya sudah mencari kehangatan ibunya, insting alami yang menyatukan mereka berdua dalam keajaiban yang begitu murni.Natasya, yang kini telah menjadi seorang ibu, duduk di atas ranjang berkanopi sutra. Wajahnya tampak lelah setelah malam yang panjang, namun kelelahan itu tertutupi oleh cahaya lembut yang terpancar dari sorot matanya. Ia memandangi wajah bayinya—wajah yang begitu sempurna, dengan pipi halus dan bibir mungil yang sesekali bergerak, seolah menggumamkan janji-janji masa depan.Bayi itu adalah anugerah bagi Natasya, namun ia juga membawa tanggung jawab yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dunia yang dulu terasa begitu luas dan penuh petua
Pagi di Edholm kali ini berbeda. Matahari memanjat langit dengan keagungan yang lebih cerah dari biasanya, cahayanya menyinari seluruh sudut kerajaan, menyentuh lembah-lembah hijau dan bukit-bukit emas, memberikan kehangatan yang tak biasa. Udara dipenuhi semerbak bunga musim semi yang dibawa angin lembut, dan di atas sana, burung-burung berkicau seakan turut merayakan peristiwa yang paling ditunggu-tunggu oleh segenap rakyat Edholm.Di seluruh penjuru kerajaan, rakyat bersuka cita. Suara lonceng besar di menara pusat berdentang keras, mengirimkan kabar gembira bahwa anak Raja Rehan dan Permaisuri Natasya telah lahir. Seluruh Edholm bergetar dalam gemuruh perayaan, tak ada seorang pun yang bisa melawan dorongan hati untuk bersorak bahagia. Sebuah era baru telah dimulai, dan bersama kelahiran bayi kerajaan, muncul harapan baru yang begitu dinantikan oleh rakyat yang selama ini hidup dalam bayang-bayang ketidakpastian.Rakyat Edholm Bersuka CitaDi pasar-pasar yang biasanya dipenuhi ter
Malam di Edholm terasa berbeda dari biasanya. Bintang-bintang tampak lebih terang, seolah alam semesta menyaksikan momen yang begitu agung. Angin malam berhembus pelan, menyelusup lembut di antara pepohonan istana, membawa bisikan-bisikan dari zaman yang telah lama berlalu. Di istana megah itu, waktu seakan terhenti; segenap kehidupan seolah tertumpu pada satu titik—di mana Natasya, permaisuri tercinta, tengah berada di ambang keajaiban yang telah lama dinantikan. Di dalam kamar yang dipenuhi cahaya lilin lembut, Natasya terbaring, matanya memancarkan kekuatan dari dalam dirinya. Ia telah melewati perjalanan yang panjang, sembilan bulan yang penuh cinta, harapan, dan impian. Kini, waktunya telah tiba. Tubuhnya adalah samudra yang menggulung gelombang, setiap tarikan napasnya seperti pasang yang naik, memanggil kehidupan yang akan segera hadir. Rehan berada di sisinya, menggenggam erat tangan Natasya, seolah tak ingin melepaskannya pada detik-detik genting ini. Wajahnya tegang, namun
Malam itu, bulan menggantung rendah di langit Edholm, membasahi tanah istana dengan cahayanya yang lembut dan tenang. Di balkon utama, Raja Rehan duduk seorang diri, memandang horizon yang seolah tak bertepi. Dedaunan di taman istana berbisik pelan dihembus angin malam, namun hati Rehan tak pernah sepi dari suara-suara yang bergemuruh di dalam dirinya.Ia menanti. Penantian yang panjang dan penuh gairah, namun juga penuh kecemasan yang terselubung dalam harapan.Di dalam istana yang megah ini, di kamar yang penuh kehangatan dan cinta, Natasya beristirahat. Perutnya yang membesar adalah bukti dari kehidupan baru yang tumbuh di dalamnya, buah cinta yang lahir dari ikatan mereka berdua—seorang anak, seorang pewaris, seorang yang akan membawa nama Edholm ke masa depan.Rehan sering bertanya dalam hati, bagaimana rasanya memeluk darah dagingnya sendiri untuk pertama kali? Bagaimana wajah anaknya kelak, apakah ia akan mewarisi senyum lembut Natasya, atau mata tajam yang ia miliki? Setiap ma
Suasana pagi itu di ibu kota Edholm terasa berbeda dari biasanya. Angin sejuk berhembus lembut, membawa serta aroma embun pagi yang menyegarkan. Warga berkumpul di alun-alun utama di depan istana, wajah-wajah mereka dipenuhi dengan rasa penasaran dan antisipasi. Kabarnya, Raja Rehan akan memberikan pengumuman penting hari ini, sebuah kabar yang berpotensi mengguncang seluruh kerajaan.Rehan, yang biasanya tampak tegas dan berwibawa, hari itu terlihat penuh kebahagiaan. Berdiri di balkon istana bersama Natasya yang tengah hamil, ia memandang lautan rakyatnya dengan senyum hangat. Suara lonceng besar istana berdentang, menandakan bahwa saatnya bagi Rehan untuk berbicara."Rakyat Edholm yang aku cintai," suara Rehan bergema di seluruh alun-alun, menarik perhatian ribuan warga yang menunggu kata-katanya. "Hari ini, aku membawa kabar gembira yang tidak hanya akan mempengaruhi istana, tetapi juga seluruh kerajaan kita."Sorak-sorai kecil terdengar dari kerumunan. Warga mulai saling berbisik
Hari itu, suasana istana Edholm dipenuhi dengan kegembiraan yang tak biasa. Bukan karena kemenangan militer atau keberhasilan diplomasi yang berhasil Rehan raih, melainkan berita yang jauh lebih personal dan mendalam bagi kerajaan. Natasya, kekasih dan pendamping setia Raja Rehan, mengandung anak pertama mereka.Berita itu pertama kali sampai ke telinga Rehan saat ia sedang duduk di ruang singgasananya, memeriksa laporan dari dewan penasihat ekonomi. Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, dan Natasya berjalan masuk dengan senyum tipis di wajahnya, matanya berkilau dengan emosi yang tidak biasa."Ada yang harus aku sampaikan, Rehan," ucapnya pelan, namun penuh arti.Rehan, yang biasanya selalu fokus pada urusan kerajaan, langsung menghentikan pekerjaannya dan memandang Natasya dengan penuh perhatian. Ada sesuatu dalam ekspresi kekasihnya yang membuatnya sadar bahwa ini bukanlah kabar biasa."Apa yang terjadi, Natasya?" tanyanya, dengan nada suara lembut namun penuh dengan rasa ingin tahu.N