Share

6. Awan Perang dan Bayangan yang Mengerikan

Matahari belum sepenuhnya terbit ketika suara genderang perang mulai bergema di kejauhan. Pasukan Almarik yang terluka kembali ke kota Castelon dalam keputusasaan. Namun, pertempuran di luar hanyalah permulaan dari permainan kekuasaan yang lebih besar, di mana sihir kuno, ambisi politik, dan kekacauan masyarakat bertemu.

Kesepakatan Rahasia di Balik Tirai

Di istana Castelon, Lord Valerian melangkah dengan langkah ringan menuju ruang rahasia tempat pertemuan yang sangat dinantikan akan segera berlangsung. Bayangan intrik politik semakin pekat saat Valerian mengatur pertemuan dengan Ratu Lyana. Ia tahu bahwa kekuatan Lyana, yang selama ini tersembunyi di bawah bayang-bayang Almarik, bisa menjadi kunci untuk menggulingkan raja tiran tersebut.

Ketika Valerian memasuki ruangan, Lyana sudah menunggu. Wajahnya yang cantik terpahat dalam topeng ketenangan, tetapi di balik matanya, ada kekuatan yang tertahan.

"Kau datang," kata Lyana tanpa emosi, matanya menatap Valerian tajam.

"Aku selalu tahu, Ratu, bahwa kekuasaan yang sebenarnya tak pernah ada di tangan Almarik," Valerian tersenyum licik. "Aku datang untuk menawarkan aliansi."

Lyana terdiam sejenak. "Dan apa yang kau tawarkan?"

Valerian mencondongkan tubuhnya ke depan. "Aku bisa menggulingkan Almarik. Aku memiliki dukungan dari bangsawan dan pasukan yang cukup untuk membuatnya jatuh. Tapi aku butuh dirimu, Lyana. Jika kita bergabung, kau bisa memerintah kerajaan ini setelah dia tersingkir."

Mata Lyana menyipit. "Dan apa yang kau inginkan sebagai gantinya, Valerian? Kekuasaan semata?"

Valerian tersenyum licik. "Kekuasaan adalah alat, tapi yang kuinginkan adalah stabilitas. Dengan Almarik, kita berada di ambang kehancuran. Tapi denganmu di atas takhta, aku bisa membantu menciptakan kerajaan yang lebih stabil, meskipun itu berarti menggunakan jalan yang kejam."

Lyana menimbang kata-katanya. Dia tahu bahwa kekuasaan bukanlah hadiah yang bisa diraih dengan mudah. Tapi tawaran Valerian memberinya kesempatan untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman Almarik, sekaligus meraih kekuatan yang selama ini dia idamkan.

"Baiklah," kata Lyana akhirnya. "Kita akan bekerja sama. Tapi ingat, Valerian, aku tidak akan menjadi alat bagi siapa pun."

Valerian tersenyum. "Kita akan lihat, Yang Mulia."

Kesepakatan itu mengukuhkan konspirasi yang semakin dalam. Dua sosok paling berbahaya di istana kini bersatu dalam tujuan yang sama: menggulingkan Almarik dan membentuk kerajaan baru yang mereka impikan.

Peperangan dan Sihir Tua yang Bangkit

Di luar kota, pasukan pemberontak Elira terus berjuang menghadapi kekuatan Almarik. Namun, tidak hanya manusia yang terlibat dalam pertempuran ini. Bayangan yang menyertainya, yang dikenal sebagai Bayangan Kegelapan, mulai memperlihatkan kekuatan sebenarnya.

Ketika senja datang dan medan perang menjadi sunyi, Elira berdiri di antara prajuritnya yang terluka. Ia merasakan keputusasaan, tetapi kehadiran Bayangan memberinya sedikit harapan.

"Apa yang sebenarnya kau cari?" tanya Elira, akhirnya menanyakan pertanyaan yang telah mengganggu pikirannya.

Bayangan memandang ke arah cakrawala yang memudar. "Aku bukan dari sini, Elira. Aku berasal dari dunia yang terpecah akibat kekuatan sihir kuno yang sama seperti yang dimiliki Almarik. Sihir itu telah mencemari segala sesuatu di kerajaan ini, dan jika dibiarkan, akan membawa kehancuran total."

"Jadi ini bukan hanya tentang Almarik?" Elira merasa ketakutan, namun sekaligus penasaran.

"Tidak," jawab Bayangan. "Ini tentang menjaga keseimbangan kekuatan antara dunia manusia dan sihir. Ketika Almarik menggunakan sihir kuno yang ia temukan, dia membuka pintu menuju kehancuran yang lebih besar. Pasukan kita hanya bisa menang jika kita menghancurkan sumber sihir itu."

Elira menggigit bibirnya, memahami betapa besar taruhannya. "Di mana kita bisa menemukan sumber sihir itu?"

Bayangan mengangkat tangannya dan menunjukkan arah utara. "Di dalam istana Castelon, di bawah tanah, ada artefak kuno yang memberi kekuatan kepada Almarik. Jika kita menghancurkannya, sihirnya akan melemah, dan kita bisa mengalahkannya."

Elira merasakan dadanya berdegup kencang. Ini bukan hanya peperangan fisik, tapi juga pertempuran dengan kekuatan yang tak kasat mata. "Lalu apa yang akan terjadi pada dunia kita setelah itu?"

"Jika kita gagal, dunia ini akan jatuh ke dalam kegelapan abadi," jawab Bayangan, suaranya penuh kewaspadaan. "Dan tak ada yang bisa menghentikan kehancuran itu."

Keruntuhan Distopia

Di dalam tembok Castelon, rakyat semakin merasakan dampak kekejaman Almarik. Pasukan kerajaan terus memungut pajak dari penduduk yang kelaparan, dan banyak yang mulai berbisik tentang pemberontakan. Namun, ketakutan akan hukuman membuat banyak orang enggan bertindak.

Sorrel, seorang pemimpin pemberontak di desa Ravar, berdiri di hadapan rakyatnya. Mereka sudah lama hidup di bawah penindasan Almarik, tapi kini mereka semakin tak sanggup menanggungnya. "Kita tidak bisa terus hidup seperti ini," kata Sorrel dengan suara gemetar. "Rakyat mulai mati kelaparan, dan kita hanya menunggu giliran."

Seorang pemuda di antara kerumunan, Rehan, bangkit dengan amarah di wajahnya. "Apa gunanya menunggu pemberontak? Mereka belum datang! Kita harus melakukan sesuatu sekarang!"

Sorrel menatap Rehan. "Aku tahu, tapi melawan tanpa strategi akan membuat kita semua mati. Kita harus menunggu sinyal dari pemberontak di Castelon."

Rehan menggertakkan giginya. "Kita sudah menunggu terlalu lama. Dunia ini sudah mati. Almarik telah merusaknya, dan kita adalah korban dari kebrutalan itu."

Sorrel menunduk, tahu bahwa Rehan benar. Kehidupan di bawah tirani Almarik telah membawa rakyat Karstiel ke jurang kehancuran. Banyak desa telah jatuh, dan kota-kota besar menjadi tempat yang tak lagi aman bagi rakyat kecil. Pekerja paksa, kelaparan, dan ketidakadilan merajalela, membuat masyarakat merasa seolah hidup mereka hanya bayangan dari dunia yang lebih baik.

Meskipun rasa putus asa mulai merambat, Sorrel tetap berusaha memegang kendali. "Pemberontakan ini akan datang, Rehan. Dan ketika saatnya tiba, kita akan mengakhiri kekuasaan Almarik."

Namun, di dalam hati kecilnya, Sorrel juga takut bahwa mungkin sudah terlambat. Distopia telah mencengkeram kerajaan, dan harapan semakin memudar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status