Home / Sci-Fi / Sang Penguasa Dunia / BAB 5. Negosiator dari Amerika

Share

BAB 5. Negosiator dari Amerika

Author: macayp
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Suasana di salah satu Ball Room lantai 34 gedung Empire State, New York cukup mencekam. Saat ini adalah penentuan pemenang tender dari proyek bernilai milyaran dollar yang mencakup seluruh negara bagian di Amerika Serikat. Dari seleksi ketat yang sudah diadakan, kini hanya tersisa tiga perusahaan yang dianggap mampu menjalankan proyek itu.

Karena besarnya nilai proyek yang ada, para pimpinan tertinggi perusahaan bersama tim terbaiknya datang langsung untuk berjuang memperebutkan proyek itu. Tentu saja sebelumnya mereka sudah menggunakan berbagai cara agar posisi perusahaan mereka lebih unggul dari yang lain, baik dengan cara resmi maupun lewat jalur belakang. Tapi karena ketiga perusahaan itu sama kuat, sampai saat ini belum terlihat siapa calon pemenangnya.

Hal inilah yang membuat suasana menjadi tegang. Aura persaingan sangat kental terasa. Ketiga kelompok perusahaan itu saling memperhatikan satu sama lain untuk mengukur keunggulan dari rivalnya. Dan ketegangan itu memuncak saat pintu ruangan terbuka lalu dua orang berjalan memasuki ruangan.

Bagi yang belum mengenal kedua orang yang baru datang itu tentu akan meremehkan dan menganggap mereka tidak penting. Yang satu adalah pria bertubuh besar namun dari wajahnya terlihat bukan orang yang pintar. Yang satu lagi hanya anak muda berusia sekitar 18 tahun. Bukan termasuk tim pendukung yang penting untuk memenangkan suatu tender.

Tapi James mengenal anak muda itu. Karena itu dia langsung bangkit dari tempat duduknya untuk menyambut kedatangan mereka.

"Halo Nick, ternyata kau datang juga ke tempat ini. Kupikir kau tidak tertarik dengan proyek ini, karena waktu itu kau menolak tawaranku."

"Aku selalu tertarik pada uang James." kata pemuda itu. "Perusahaanmu terlalu pelit terhadapku. Rumah dan mobil mewah? Ayolah James, proyek ini bernilai milyaran dollar."

"Jadi sekarang kita berada di sisi yang berseberangan?" kata James lagi.

"Mereka menyanggupi permintaan yang kuajukan. Aku sebenarnya menyukaimu James. Ini bukan masalah pribadi, hanya bisnis."

Setelah berkata itu Nicholas pergi meninggalkan James menuju area tempat duduk perusahaan yang telah mengontraknya. James pun kembali ke tempat duduknya. Baru saja dia meletakkan tubuh di kursi, atasannya langsung bertanya.

"Jadi dia orangnya? Aku tak menyangka dia semuda itu."

"Ya. Dialah 'Anak Muda' itu." jawab James.

"Apakah dia sehebat cerita-cerita yang kudengar?" tanya sang bos lagi.

"Aku pernah memakai jasanya di suatu tender. Saat pertemuan diadakan, para penguji memandangnya dengan tatapan mencemooh. Tapi saat mereka mendengar anak itu bicara, mereka tak kuasa mendebat anak itu dan menerima apa pun yang anak itu katakan."

"Lalu kenapa kita tidak memakai jasanya untuk proyek ini?"

"Kita sudah mencobanya. Perusahaan menawarkan rumah dan mobil mewah, tapi anak itu menolak."

"Dan sekarang dia bekerja untuk rival kita. Kira-kira apa yang mereka tawarkan? wanita?"

James tersenyum kecut mendengar dugaan itu.

"Dengan wajah dan kekayaan yang anak itu miliki, kurasa dia tidak perlu membayar untuk mendapatkan wanita. Aku tahu apa yang mereka berikan, karena anak itu mengatakan langsung padaku. Dia meminta saham dan persentase keuntungan proyek, dan perusahaan kita menolaknya."

James mengatakan itu dengan nada menyesal. Dan ternyata penyesalannya terbukti, perusahaan mereka gagal memenangkan tender. Pemenang proyek  tidak lain adalah perusahaan yang Nicholas bela. Sekali lagi anak itu membuktikan kemampuannya.

Nicholas sebenarnya adalah anak Profesor Morati yang dititipkan pada sepupunya di New York. Sejak kecil anak itu memang sudah pintar bicara. Pada awalnya kemampuan itu dia gunakan untuk merayu orang tua angkatnya sehingga apa pun yang dia minta akan mereka turuti.

Potensi itu semakin terlihat setelah Nicholas masuk sekolah. Tidak hanya teman dan guru, semua orang di lingkungan sekolah pasti akan menuruti segala permintaannya. Jika sedang malas belajar, Nicholas akan meminta bantuan temannya untuk menyelesaikan semua tugas sekolah. Nilai pelajarannya juga tinggi, karena saat dia mendapat nilai rendah maka guru pelajaran tidak akan kuasa menolak bujuk rayunya untuk menaikkan nilai itu.

Lambat laun ayah angkatnya menyadari potensi ini. Dia mulai mengajak Nicholas ke pertemuan bisnis tidak resmi dalam rangka membicarakan kesepakatan dengan rekanan. Saat pembicaraan menemui jalan buntu, ayahnya akan meminta Nicholas untuk bicara. Hasilnya, berkali-kali kesepakatan yang menguntungkan berhasil didapat. Baik itu perundingan di meja makan, lapangan golf atau hanya sekedar duduk-duduk di ruang tamu. Di mana pun tempatnya, Nicholas selalu berhasil memukau lawan bicaranya.

Nicholas mulai membantu ayah angkatnya sejak berumur 12 tahun. Setiap dia berhasil memenangkan tender atau menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan, ayahnya selalu memberi hadiah. Tapi lama kelamaan Nicholas mulai mengenal seluk beluk bisnis. Hadiah yang dia terima tidak seberapa nilainya dibanding keuntungan yang dia hasilkan. Tiga tahun setelah Nicholas mulai terjun di dunia itu, dia mulai berpikir tentang masa depannya. Dan akhirnya, saat ayahnya meminta bantuan, Nicholas mengajukan syarat.

Ayah angkatnya marah besar mendengar syarat yang diajukan Nicholas. Apalagi yang diminta Nicholas bukan sejumlah uang, tapi persentase keuntungan dari tender yang berhasil dimenangkan. Nicholas diusir dari rumah. Inilah awal mula Nicholas menjual jasa sebagai Negosiator.

Tidak sulit bagi Nicholas menekuni bisnis ini. Dia memiliki kemampuan itu. Apalagi Nicholas juga sudah mengenal para pemain bisnis di New York karena sering diajak ayah angkatnya mengikuti pertemuan. Dia tinggal menawarkan jasanya, dan dengan cepat penawaran jasa itu tersebar dari mulut ke mulut.

Awalnya Nicholas hanya meminta persentase keuntungan dari proyek yang dia menangkan. Lambat laun, dengan semakin banyaknya permintaan, dia juga meminta saham dari perusahaan pemenang tender. Nilai itu bukanlah uang yang kecil karena biasanya perusahaan yang meminta jasanya adalah perusahaan besar yang mempunyai aset jutaan dollar. Dengan cepat Nicholas menjadi pengusaha kaya yang memiliki saham di mana-mana.

Dalam waktu dua tahun, Nicholas sudah meraih keuntungan yang banyak. Bahkan kekayaannya sudah melampaui ayah angkatnya, padahal orang tua itu termasuk pengusaha ternama di New York. Nicholas menyewa gedung kantor di jantung kota Manhattan. Dia tidak menyewa banyak pegawai, hanya seorang sekretaris untuk mengatur jadwalnya dan seorang Body Guard yang selalu menemaninya. Sisanya dikerjakan oleh Nicholas sendiri.

Dia tidak pernah menolak klien. Bak seorang dokter spesialis, dia menerima siapa saja yang datang menemuinya di kantor. Jika sedang dalam perjalanan dinas, sekretarisnya akan menjelaskan jadwal itu pada orang yang datang lalu meminta mereka kembali di lain waktu. Demikian sehingga banyak sekali para pebisnis yang sudah Nicholas temui. Entah siapa yang memulai, Nicholas kemudian mendapat julukan "Anak Muda".

Tentu saja tidak semua klien yang datang berhasil mendapatkan jasa Nicholas. Mereka hanya diberi kesempatan untuk memberikan penawaran. Waktunya juga tidak lama, hanya sepuluh menit. Jika anak muda itu tertarik, maka dia akan membantunya. Dan biasanya yang membuat Nicholas tertarik adalah uang yang banyak. Tidak sekalipun Nicholas mau memberikan bantuan tanpa imbalan, sampai akhirnya datang tiga orang yang menawarkan sesuatu yang menarik selain uang.

Waktu itu Nicholas baru tiba di kantornya setelah kembali dari Amerika Selatan. Saat itulah sekretarisnya masuk.

"Hi Nick, ada tiga lelaki yang ingin bertemu."

"Ok, persilakan mereka masuk." jawab Nicholas.

"Masalahnya adalah, mereka bukan utusan perusahaan." kata sang sekretaris ragu.

Nicholas mengernyitkan kening tanda penasaran, tapi akhirnya dia berkata.

"Tidak apa-apa, aku bisa mengatasinya."

Sekretaris itu pun lalu keluar ruangan. Tak lama kemudian masuk tiga orang lelaki. Tentu saja usia mereka lebih tua dari Nicholas, tapi dua orang di antara mereka terbilang masih muda. Usianya tidak jauh dari anak itu.

"Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Nicholas tanpa basa-basi.

"Nama saya Ahmad. Ini Malik, dan dia Aziz." Ahmad mencoba menjelaskan dengan Bahasa Inggris yang sedikit dia pelajari.

"Hentikan basa-basi ini. Kalian hanya punya waktu sepuluh menit, jadi langsung saja jelaskan keperluan kalian." Nicholas langsung memotong.

"Kami memerlukan kemampuanmu untuk menaklukkan sang penguasa dunia." kali ini Malik yang menjelaskan.

Mendengar hal itu, Nicholas langsung tertawa. Setelah itu baru dia berkata.

"Tuan-tuan. Menaklukkan penguasa dunia terdengar keren. Tapi jika kalian benar-benar ingin melakukannya, bagiku itu seperti mencari masalah. Mungkin gladiator ini suka tantangan. Tapi aku lebih suka duduk tenang di sini dan menikmati hidup."

"Hati-hati dengan kata-katamu anak muda. Dia itu kakak kandungmu, kamu harus bersikap sopan padanya." kata Malik lagi.

"O ya? lalu kau siapa? sepupuku? dan kau pamanku?" tanya Nicholas acuh tak acuh.

"Aku memang pamanmu. Dan dia juga kakak kandungmu, yang paling tua." kali ini Ahmad yang menjelaskan.

"Aku tak punya keluarga." jawab Nicholas dengan nada kesal. "Aku dibesarkan oleh ayah angkatku, namun saat ini dia juga marah dan mengusirku dari rumah."

"Kenapa kita tidak menyeret saja tubuhnya keluar? sikapnya mulai membuatku kesal." kata Aziz mulai tidak sabar.

"Kalian ingin bermain kasar? kalau begitu hadapi dulu anak buahku."

Baru saja Nicholas menutup mulutnya, pria bertubuh besar sudah masuk ke dalam ruangan. Ternyata orang itu bukan tandingan Aziz, hanya dalam tiga gerakan Aziz sudah berhasil melumpuhkannya. Tapi saat Aziz mendekat ke arah Nicholas, anak itu sudah menggenggam sepucuk pistol.

"Kau mungkin tangguh, tapi kurasa kau tidak lebih cepat dari peluru." kata Nicholas santai.

"Baiklah." Malik menengahi. "Apa yang membuatmu tertarik untuk ikut dengan kami?"

"Selain uang yang banyak, kurasa tak ada."

"Bagaimana jika kami mengajakmu menemui saudara kembarmu?" Malik mencoba peruntungannya.

"Aku memiliki saudara kembar?" tanya Nicholas dengan nada terkejut.

"Ya." jawab Malik.

"Lelaki atau perempuan?"

"Lelaki."

"Apakah dia mirip denganku?"

"Sewaktu bayi aku tidak bisa membedakan kalian. Entah saat ini, tapi kau bisa melihatnya langsung."

Nicholas berpikir sejenak, lalu akhirnya menjawab.

"Baiklah, aku akan ikut kalian."

"Bagus, sekarang kau bisa meminta sekretarismu memesan tiket."

"Tidak perlu." kata Nicholas sambil menyeringai. "Kita akan pergi dengan jet pribadiku."

Related chapters

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 6. Master Negara Jerman

    Bandara Internasional John F. Kennedy di New York termasuk bandara yang paling sibuk di dunia. Jadi wajar jika bandara ini selalu ramai dipadati oleh penumpang baik di sesi liburan maupun di hari biasa. Antrean sering ditemukan mulai dari pintu masuk bandara, gate keberangkatan bahkan sampai tempat makan. Tapi ini tidak berlaku bagi keempat orang yang sedang menuju ke Jerman.Nicholas memimpin di depan rombongan itu. Setiap rombongan itu menemui antrean, pintu khusus selalu dibukakan untuk mereka. Para petugas juga selalu menyapa mereka dengan hormat. Dan tentu saja mereka tidak perlu repot membawa barang-barang karena semua sudah ditangani bahkan sejak limosin mereka sampai di area bandara."Jet baru siap setengah jam lagi." kata Nicholas pada rombongan. "Kalian mau makan di pesawat atau di ruang tunggu?""Terserah kau saja." Ahmad menjawab mewakili yang lain karena dia yang paling tua."Baiklah, sebaiknya kita makan di ruang tunggu saja. Perjal

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 7. Misi Rahasia

    Berlin adalah ibukota Jerman yang penduduknya paling padat di antara kota-kota lainnya. Karena itu, rumah di pinggiran kota juga sudah penuh sesak. Bisa dikatakan sulit menemukan lahan kosong di kota ini. Termasuk rumah besar milik Sadewa, sudah banyak rumah-rumah lain di sekitarnya. Tapi karena Sadewa membangunnya seperti bangunan kastil dengan pagar yang tinggi, jarang sekali ada pengunjung yang datang ke rumah itu.Tapi kini di rumah itu ada empat orang yang datang berkunjung. Tentu saja mereka bisa masuk atas izin pemiliknya. Setelah memperkenalkan diri sebentar, Sadewa mengajak mereka ke ruang pertemuan yang sejak rumah ini dibangun, baru kali ini digunakan. Sadewa memang jarang menerima tamu langsung. Biasanya dia berkomunikasi secara online.Di ruang pertemuan itu ada meja bulat yang alasnya berbentuk kaca. Ternyata kaca itu bukan hanya berfungsi sebagai alas, tapi juga memiliki kemampuan sebagai layar sentuh. Saat seseorang duduk, kaca di hadapannya la

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 8. Sang Penguasa Dunia

    Meja bundar beralaskan kaca di rumah besar pinggir Kota Berlin bersinar terang. Kaca pada meja itu memantulkan cahaya yang dipancarkan keempat batu yang diletakkan di atasnya. Cahaya yang keluar juga sesuai dengan warna batu. Putih, merah, hijau serta biru. Membuat komposisi warna yang indah, meski tak sebanyak warna pelangi. Dan meski batu itu berukuran kecil, hanya seukuran pil, tapi cahayanya cukup menyilaukan mata.Baru kali ini batu-batu itu memancarkan cahaya seterang itu, pasti karena diletakkan berdekatan. Lima pasang mata memandangnya dengan terpesona. Akhirnya, setelah beberapa lama, mereka terbebas dari pesona batu-batu itu dan kembali membicarakan misi mereka."Baik, simpan batu kalian kembali. Aku akan mulai bercerita." kata Ahmad pada keempat ponakannya.Para anak muda itu langsung menurut. Mereka mencondongkan badan untuk mengambil batu milik mereka. Kecuali Sadewa, secara mengagumkan batu miliknya bergerak sendiri lalu menyatu dengan telapak tang

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 9. Rencana yang Sempurna

    Cuaca di Bandar Udara Soekarno Hatta sedang gerimis. Di siang hari yang teduh itu, beberapa pesawat sedang antre untuk mendarat karena padatnya jadwal penerbangan. Termasuk pesawat yang berasal dari Berlin, Jerman. Setelah mendapat izin dari otoritas Bandara, baru kemudian pesawat itu bersiap untuk mendarat. Tak lama setelah pesawat itu menginjak landasan, para penumpang pun turun.Di antara para penumpang pesawat itu ada rombongan penumpang dari bermacam kewarganegaraan. Dari lima orang anggota rombongan, hanya dua orang yang merupakan Warga Negara Indonesia. Sisanya adalah Warga Negara Jepang, Amerika dan Jerman. Hampir satu harian mereka menempuh perjalanan menuju Jakarta. Karena mereka memang naik pesawat komersial biasa, bahkan membeli tiket kelas ekonomi.Sebenarnya Nicholas telah menawarkan diri untuk menggunakan pesawat pribadi lagi. Tapi Ahmad menolaknya. Kantor pusat Richard berada di Jakarta, dan tidak ada yang tahu seberapa besar pengaruhnya saat ini. Mengg

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 10. Mata-Mata

    Pusat perbelanjaan di kawasan elite kota Jakarta siang itu tidak terlalu ramai. Bukan hanya karena hari itu adalah hari kerja, tapi pusat perbelanjaan itu memang hanya bisa dijangkau oleh kalangan atas karena harga barang-barang yang diperjualbelikan di sana sangat mahal. Kebanyakan adalah barang bermerek yang diimpor dari luar negeri.Siang itu, seorang wanita muda berusia awal dua puluhan sedang berjalan di koridor pusat perbelanjaan tersebut. Dia telah mendapatkan barang yang dia perlukan yang dijinjing di tangan kanan, sedang di pundak kirinya tergantung tas kecil berisi dompet dan barang berharga lainnya. Wanita itu kemudian berbelok ke koridor yang agak sepi untuk naik lift. Di situlah dia berpapasan dengan seorang pria yang mengenakan sweter dan masker di wajahnya.Tiba-tiba saja pria yang wajahnya tertutup masker itu merampas tas miliknya. Sontak wanita itu mencoba mempertahankan tasnya, sehingga sejenak terjadi tarik menarik karena ternyata tali tas itu cukup kuat sehingga ti

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 11. Oven yang Berbicara

    Apartemen di seberang kantor Richard termasuk gedung apartemen yang tinggi. Dan karena lokasinya sangat strategis, kebanyakan pemiliknya tidak tinggal di sana. Mereka membeli apartemen untuk kemudian menyewakannya pada orang lain. Meski demikian, suasana di apartemen itu tidak pernah sepi karena kamar-kamar di sana hampir semuanya terisi. Dan Ahmad serta keponakannya kini menempati salah satu kamar di lantai paling atas.Saat ini, di depan pintu apartemen tersebut, seorang petugas pengiriman sedang menekan bel. Dia membawa kardus besar berbentuk kotak. Setelah dua kali menekan bel, akhirnya terdengar suara pintu dibuka. Pria itu lalu melihat seorang pria muda berusia sekitar 20 tahun. Tanpa menunggu pria muda itu bertanya, petugas pengirim paket langsung berkata."Ada kiriman paket untuk Tuan Sadewa.""Ya, saya sendiri. Saya memang sedang menantinya."Petugas itu lalu menyerahkan kotak kardus yang dia bawa. Setelah itu dia meminta Sadewa menandatangani dokumen serah terima barang, kem

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 1. Penemuan Berharga

    Malam sudah sangat larut. Kebanyakan manusia saat ini pasti sedang terbuai dalam mimpi. Tapi berbeda dengan yang lainnya, dua orang lelaki masih terjaga. Bahkan saat ini mereka tidak berada di rumah. Kedua lelaki itu masih berada di tempat kerja. Laboratorium penelitian tepatnya. Dan kini mereka sedang asyik memperhatikan sesuatu."Sedikit lagi Prof, kali ini pasti berhasil. Kita hanya perlu mengatur intensitas lumen yang tepat." Kata salah seorang dari mereka."Baiklah, Richard. Aku akan mengurangi power-nya sedikit agar intensitas energinya tidak menghancurkan. Tapi mungkin waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama." Kata Profesor Morati mengikuti permintaan rekannya."Tidak apa-apa Prof, yang penting proses konversi nya berjalan sempurna."Profesor Morati kemudian mengkalibrasi lagi alat ciptaannya. Setelah alat itu siap, Richard kemudian mengambil sekeping logam besi. Logam itu kemudian diletakkan di depan komponen alat yang berbentuk seperti

    Last Updated : 2024-10-29
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 2. Negara Tiga Benua

    Tempat penitipan anak di pusat kota biasanya terletak di sebuah gedung kantor atau apartemen. Tapi tempat seperti itu hanya menerima penitipan selama jam kerja orang tua saja, tidak sampai berhari-hari. Padahal Profesor Morati ingin menitip anaknya entah sampai berapa lama. Jadi akhirnya dia menitipkan anak-anak itu tidak di tempat penitipan resmi, tapi di beberapa yayasan yang biasa menjadi pengasuh anak-anak.Anak sulung Profesor Morati dititipkan di rumah penghafal Quran. Anak itu sudah berusia lima tahun, jadi Ahmad tidak memiliki kesulitan saat menjemputnya. Anak itu langsung mengenali sang paman. Dan setelah dia menyerahkan surat kuasa kepada pimpinan di Rumah Quran itu, dia langsung diizinkan untuk membawa anak itu pergi.Masalah sedikit muncul saat Ahmad menjemput anak kedua. Anak itu baru berumur tiga tahun, dan dia dititipkan di rumah penampungan yatim piatu atau anak yang ditelantarkan orang tuanya. Yayasan itu memiliki aturan yang ketat dalam hal pengurusan

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 11. Oven yang Berbicara

    Apartemen di seberang kantor Richard termasuk gedung apartemen yang tinggi. Dan karena lokasinya sangat strategis, kebanyakan pemiliknya tidak tinggal di sana. Mereka membeli apartemen untuk kemudian menyewakannya pada orang lain. Meski demikian, suasana di apartemen itu tidak pernah sepi karena kamar-kamar di sana hampir semuanya terisi. Dan Ahmad serta keponakannya kini menempati salah satu kamar di lantai paling atas.Saat ini, di depan pintu apartemen tersebut, seorang petugas pengiriman sedang menekan bel. Dia membawa kardus besar berbentuk kotak. Setelah dua kali menekan bel, akhirnya terdengar suara pintu dibuka. Pria itu lalu melihat seorang pria muda berusia sekitar 20 tahun. Tanpa menunggu pria muda itu bertanya, petugas pengirim paket langsung berkata."Ada kiriman paket untuk Tuan Sadewa.""Ya, saya sendiri. Saya memang sedang menantinya."Petugas itu lalu menyerahkan kotak kardus yang dia bawa. Setelah itu dia meminta Sadewa menandatangani dokumen serah terima barang, kem

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 10. Mata-Mata

    Pusat perbelanjaan di kawasan elite kota Jakarta siang itu tidak terlalu ramai. Bukan hanya karena hari itu adalah hari kerja, tapi pusat perbelanjaan itu memang hanya bisa dijangkau oleh kalangan atas karena harga barang-barang yang diperjualbelikan di sana sangat mahal. Kebanyakan adalah barang bermerek yang diimpor dari luar negeri.Siang itu, seorang wanita muda berusia awal dua puluhan sedang berjalan di koridor pusat perbelanjaan tersebut. Dia telah mendapatkan barang yang dia perlukan yang dijinjing di tangan kanan, sedang di pundak kirinya tergantung tas kecil berisi dompet dan barang berharga lainnya. Wanita itu kemudian berbelok ke koridor yang agak sepi untuk naik lift. Di situlah dia berpapasan dengan seorang pria yang mengenakan sweter dan masker di wajahnya.Tiba-tiba saja pria yang wajahnya tertutup masker itu merampas tas miliknya. Sontak wanita itu mencoba mempertahankan tasnya, sehingga sejenak terjadi tarik menarik karena ternyata tali tas itu cukup kuat sehingga ti

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 9. Rencana yang Sempurna

    Cuaca di Bandar Udara Soekarno Hatta sedang gerimis. Di siang hari yang teduh itu, beberapa pesawat sedang antre untuk mendarat karena padatnya jadwal penerbangan. Termasuk pesawat yang berasal dari Berlin, Jerman. Setelah mendapat izin dari otoritas Bandara, baru kemudian pesawat itu bersiap untuk mendarat. Tak lama setelah pesawat itu menginjak landasan, para penumpang pun turun.Di antara para penumpang pesawat itu ada rombongan penumpang dari bermacam kewarganegaraan. Dari lima orang anggota rombongan, hanya dua orang yang merupakan Warga Negara Indonesia. Sisanya adalah Warga Negara Jepang, Amerika dan Jerman. Hampir satu harian mereka menempuh perjalanan menuju Jakarta. Karena mereka memang naik pesawat komersial biasa, bahkan membeli tiket kelas ekonomi.Sebenarnya Nicholas telah menawarkan diri untuk menggunakan pesawat pribadi lagi. Tapi Ahmad menolaknya. Kantor pusat Richard berada di Jakarta, dan tidak ada yang tahu seberapa besar pengaruhnya saat ini. Mengg

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 8. Sang Penguasa Dunia

    Meja bundar beralaskan kaca di rumah besar pinggir Kota Berlin bersinar terang. Kaca pada meja itu memantulkan cahaya yang dipancarkan keempat batu yang diletakkan di atasnya. Cahaya yang keluar juga sesuai dengan warna batu. Putih, merah, hijau serta biru. Membuat komposisi warna yang indah, meski tak sebanyak warna pelangi. Dan meski batu itu berukuran kecil, hanya seukuran pil, tapi cahayanya cukup menyilaukan mata.Baru kali ini batu-batu itu memancarkan cahaya seterang itu, pasti karena diletakkan berdekatan. Lima pasang mata memandangnya dengan terpesona. Akhirnya, setelah beberapa lama, mereka terbebas dari pesona batu-batu itu dan kembali membicarakan misi mereka."Baik, simpan batu kalian kembali. Aku akan mulai bercerita." kata Ahmad pada keempat ponakannya.Para anak muda itu langsung menurut. Mereka mencondongkan badan untuk mengambil batu milik mereka. Kecuali Sadewa, secara mengagumkan batu miliknya bergerak sendiri lalu menyatu dengan telapak tang

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 7. Misi Rahasia

    Berlin adalah ibukota Jerman yang penduduknya paling padat di antara kota-kota lainnya. Karena itu, rumah di pinggiran kota juga sudah penuh sesak. Bisa dikatakan sulit menemukan lahan kosong di kota ini. Termasuk rumah besar milik Sadewa, sudah banyak rumah-rumah lain di sekitarnya. Tapi karena Sadewa membangunnya seperti bangunan kastil dengan pagar yang tinggi, jarang sekali ada pengunjung yang datang ke rumah itu.Tapi kini di rumah itu ada empat orang yang datang berkunjung. Tentu saja mereka bisa masuk atas izin pemiliknya. Setelah memperkenalkan diri sebentar, Sadewa mengajak mereka ke ruang pertemuan yang sejak rumah ini dibangun, baru kali ini digunakan. Sadewa memang jarang menerima tamu langsung. Biasanya dia berkomunikasi secara online.Di ruang pertemuan itu ada meja bulat yang alasnya berbentuk kaca. Ternyata kaca itu bukan hanya berfungsi sebagai alas, tapi juga memiliki kemampuan sebagai layar sentuh. Saat seseorang duduk, kaca di hadapannya la

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 6. Master Negara Jerman

    Bandara Internasional John F. Kennedy di New York termasuk bandara yang paling sibuk di dunia. Jadi wajar jika bandara ini selalu ramai dipadati oleh penumpang baik di sesi liburan maupun di hari biasa. Antrean sering ditemukan mulai dari pintu masuk bandara, gate keberangkatan bahkan sampai tempat makan. Tapi ini tidak berlaku bagi keempat orang yang sedang menuju ke Jerman.Nicholas memimpin di depan rombongan itu. Setiap rombongan itu menemui antrean, pintu khusus selalu dibukakan untuk mereka. Para petugas juga selalu menyapa mereka dengan hormat. Dan tentu saja mereka tidak perlu repot membawa barang-barang karena semua sudah ditangani bahkan sejak limosin mereka sampai di area bandara."Jet baru siap setengah jam lagi." kata Nicholas pada rombongan. "Kalian mau makan di pesawat atau di ruang tunggu?""Terserah kau saja." Ahmad menjawab mewakili yang lain karena dia yang paling tua."Baiklah, sebaiknya kita makan di ruang tunggu saja. Perjal

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 5. Negosiator dari Amerika

    Suasana di salah satu Ball Room lantai 34 gedung Empire State, New York cukup mencekam. Saat ini adalah penentuan pemenang tender dari proyek bernilai milyaran dollar yang mencakup seluruh negara bagian di Amerika Serikat. Dari seleksi ketat yang sudah diadakan, kini hanya tersisa tiga perusahaan yang dianggap mampu menjalankan proyek itu.Karena besarnya nilai proyek yang ada, para pimpinan tertinggi perusahaan bersama tim terbaiknya datang langsung untuk berjuang memperebutkan proyek itu. Tentu saja sebelumnya mereka sudah menggunakan berbagai cara agar posisi perusahaan mereka lebih unggul dari yang lain, baik dengan cara resmi maupun lewat jalur belakang. Tapi karena ketiga perusahaan itu sama kuat, sampai saat ini belum terlihat siapa calon pemenangnya.Hal inilah yang membuat suasana menjadi tegang. Aura persaingan sangat kental terasa. Ketiga kelompok perusahaan itu saling memperhatikan satu sama lain untuk mengukur keunggulan dari rivalnya. Dan ketegan

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 4. Pendekar Negeri Sakura

    Dojo yang terletak di pinggiran Kota Tokyo dipenuhi oleh murid-murid yang sedang berlatih. Kebanyakan dari mereka berlatih berpasangan atau berkelompok. Namun di tengah keramaian itu, ada satu area di mana banyak murid yang hanya sekedar menonton. Mereka sedang menyaksikan latihan pertandingan. Yang membuat latihan tanding itu menarik adalah karena pertandingan itu tidak dilakukan berpasangan, tapi satu lawan tiga.Aziz harus berkonsentrasi penuh untuk mengantisipasi serangan dari segalaarah. Tiga orang yang mengepungnya bisa menyerang kapan saja. Bahkan mereka bisa menyerang bersamaan, karena memang tidak ada aturan yang melarangnya. Apalagi tiga orang itu bukanlah murid kemarin sore. Mereka adalah murid senior yang sudah bertahun-tahun berlatih di Dojo ini.Dan ternyata ketiga murid itu memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka langsung mengambil posisi yang menyulitkan Aziz. Dua orang di kiri dan kanan mengambil posisi ke arah belakang di luar jangkauan

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 3. Santri dari Indonesia

    Aula masjid di pesantren binaan Kyai Harun penuh sesak. Para jamaah antusias mengikuti kajian yang diadakan pesantren itu. Dan karena kajian tersebut terbuka untuk umum, banyak warga sekitar yang datang untuk menghadirinya.Sebenarnya kajian itu rutin dilakukan setiap pekan. Namun kali ini jumlah jamaah yang datang tidak seperti biasanya. Yang membuatnya istimewa adalah karena kajian ini diisi oleh ustadz yang baru pulang dari studinya di Mesir. Dan memang ustadz itu sudah lama menjadi kesayangan warga sekitar. Siapa lagi kalau bukan Malik, cucu dari Kyai Harun.Memang sejak kecil Malik telah menjadi santri favorit di pesantren itu karena budi pekertinya yang indah. Dia ringan tangan untuk membantu orang yang membutuhkan. Sikapnya santun, murah senyum dan kata-katanya selalu terjaga. Selain itu dia juga memiliki wajah yang tampan, blasteran karena memang ayahnya keturunan bangsa Arya dan ibunya berdarah Melayu. Tidak heran banyak gadis yang ingin dipersuntingnya. Sayan

DMCA.com Protection Status