Home / Sci-Fi / Sang Penguasa Dunia / BAB 7. Misi Rahasia

Share

BAB 7. Misi Rahasia

Author: macayp
last update Last Updated: 2022-04-22 17:17:41

Berlin adalah ibukota Jerman yang penduduknya paling padat di antara kota-kota lainnya. Karena itu, rumah di pinggiran kota juga sudah penuh sesak. Bisa dikatakan sulit menemukan lahan kosong di kota ini. Termasuk rumah besar milik Sadewa, sudah banyak rumah-rumah lain di sekitarnya. Tapi karena Sadewa membangunnya seperti bangunan kastil dengan pagar yang tinggi, jarang sekali ada pengunjung yang datang ke rumah itu.

Tapi kini di rumah itu ada empat orang yang datang berkunjung. Tentu saja mereka bisa masuk atas izin pemiliknya. Setelah memperkenalkan diri sebentar, Sadewa mengajak mereka ke ruang pertemuan yang sejak rumah ini dibangun, baru kali ini digunakan. Sadewa memang jarang menerima tamu langsung. Biasanya dia berkomunikasi secara online.

Di ruang pertemuan itu ada meja bulat yang alasnya berbentuk kaca. Ternyata kaca itu bukan hanya berfungsi sebagai alas, tapi juga memiliki kemampuan sebagai layar sentuh. Saat seseorang duduk, kaca di hadapannya langsung memunculkan pilihan menu minuman. Ahmad langsung tertarik untuk mencobanya. Alangkah kagetnya dia setelah memilih salah satu minuman, beberapa menit kemudian muncul drone yang membawa pesanannya lalu meletakkannya di depan Ahmad.

"Kalian tahu, memiliki rasa ingin tahu yang besar sebenarnya adalah karunia. Tapi jika tidak tahu harus bertanya pada siapa, karunia itu bisa menjadi perasaan yang menyiksa. Sayangnya hal itu yang aku alami waktu kecil." kata Sadewa membuka percakapan.

"Ayahku adalah peneliti yang hebat, tapi sayang dia bukan pengajar yang baik. Setiap aku bertanya suatu hal, dia tidak pernah menjelaskan. Dia hanya menunjukkan bagaimana aku bisa mendapatkan jawabannya, bahkan kadang dia hanya memintaku mencarinya sendiri. Karena itu sejak kecil aku terbiasa mencari jawaban semua pertanyaanku sendiri. Dan setelah sadar bahwa semua informasi ada di internet, aku membuat program yang bisa mencari dan mengelola informasi apa pun yang aku inginkan. Terutama informasi tentang ini."

Sadewa membuka telapak tangannya. Entah bagaimana caranya, tiba-tiba di sana sudah ada batu kecil yang memancarkan warna kuning. Mata keempat orang di depan Sadewa langsung tertuju menatap batu itu. Bukan hanya karena warnanya yang indah, tapi karena tiga dari empat orang itu memiliki batu serupa.

"Aku tidak tahu ini batu apa, yang aku tahu batu ini ada di leherku sejak aku kecil." kata Sadewa melanjutkan. "Karena itu aku membuat program yang bisa mengenali gambar. Dengan cara itulah aku bisa menemukanmu."

Malik merasa terkejut saat tangan Sadewa menunjuk ke arahnya. Tapi dia cepat mengendalikan diri, lalu dengan tenang berkata.

"Dan bagaimana caranya kau bisa menemukanku?"

"Tidak sulit. Jika kau ingin mencari gambar, kau harus mencocokkannya dengan seluruh gambar yang ada. Dan kalian tahu, apa database gambar terbesar di internet? Ya, dari CCTV. Jika suatu server CCTV bisa diakses lewat internet, maka aku juga bisa mengaksesnya. Baik secara legal atau lewat jalan meretas. Aku menemukanmu saat kau datang ke Mesir. Kamera CCTV bandara menangkap cincin yang kau kenakan. Dan sejak yakin batu yang kau kenakan adalah batu yang sama, aku mencari segala informasi tentangmu."

"Memangnya informasi apa yang kau dapat tentang Malik?" kali ini Ahmad yang bertanya.

"Segala yang ada di internet. Yang pertama aku lakukan adalah menelusuri keluargamu. Ibumu sudah meninggal sejak kau berumur empat tahun. Ayahmu entah masih hidup atau sudah tewas karena jejaknya menghilang 17 tahun lalu. Dan yang paling menarik adalah saat aku melihat kartu keluargamu. Ada nama Sadewa di sana. Tapi aku belum yakin kau adalah saudaraku. Aku baru yakin setelah menganalisis data tentang paman."

Kali ini giliran Ahmad yang terkejut. Tanpa menunggu penjelasan Sadewa lagi, dia langsung bertanya.

"Memangnya kenapa kau tertarik denganku?"

"Bukan aku yang memilih paman, tapi algoritma yang aku kembangkan. Mungkin karena paman keluarga dekat, atau karena wajah paman sering muncul di hasil pencarian. Setelah komputer memunculkan nama paman, aku langsung mencari data paman. Dan aku menemukan sesuatu yang menarik. Tujuh belas tahun lalu, di tahun yang sama, paman pergi ke tiga negara di dunia ini. Jepang, Amerika dan negara tempat aku dibesarkan, Jerman."

"Benar. Dan perlu kalian ketahui, itu bukan keinginanku. Itu adalah amanah dari ayah kalian." kata Ahmad pada semuanya.

"Jadi itu caranya kau menemukan kami?" tanya Malik lagi.

"Ya. Butuh waktu lama untuk mengorek data berusia belasan tahun. Tapi aku dibantu oleh kartu keluarga itu. Aku mendapat kata kunci, yaitu nama kalian."

"Hmm, jika demikian kurasa kau mendapat kesulitan untuk menemukanku. Sejak kecil namaku Nicholas."

"Tepat sekali. Tapi untungnya kita kembar. Komputer menemukan anomali saat melakukan pencarian, dia menyangka aku ada di New York."

Kedua anak kembar itu tersenyum penuh arti. Ternyata bukan hanya wajah mereka yang mirip, tapi perangai mereka juga sama. Dengan cepat mereka merasa cocok satu sama lain.

"Tapi kurasa kau hanya membual saat mengatakan bisa mengetahui data kami bahkan yang kami tidak ketahui atau kami lupakan." Nicholas mencoba menantang.

Sadewa menjawab tantangan itu. Dia lalu mengetikkan sesuatu pada kaca meja di hadapannya. Dan secara tiba-tiba, dinding di depan meja bulat itu menampilkan foto-foto Aziz dan tulisan di bagian bawah yang menjelaskan foto itu.

"Ini adalah semua turnamen yang telah diikuti Aziz dan yang dia menangkan." kata Sadewa dengan bangga.

Aziz yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara.

"Mungkin kau benar. Aku sendiri tidak menyangka telah memenangkan pertandingan sebanyak itu."

Sadewa kembali menggerakkan jarinya. Kali ini dinding memunculkan video tanpa suara.

"Bukankah itu sepupu ayah kalian, pengusaha di New York yang merawat Nicholas? Siapa wanita di sampingnya?" tanya Ahmad.

"Ya, itu ayah angkatku. Dan wanita itu adalah istrinya." kata Nicholas, tapi kali ini nada suaranya jauh dari rasa bangga.

Video itu menggambarkan pertengkaran antara ayah dan anak. Setelah sang anak pergi, wanita dalam video itu langsung menghampiri jendela untuk melihat kepergian sang anak. Tak lama kemudian wanita itu pun terduduk dan menangis. Tak terbayangkan hancurnya perasaan Nicholas mendapati kenyataan itu.

"Mungkin kau pikir selama ini ibu angkatmu menuruti segala keinginanmu karena kau menggunakan kekuatanmu padanya. Video ini menunjukkan kau salah. Wanita itu benar-benar menyayangimu." kata Sadewa menjelaskan apa yang sebenarnya sudah diketahui semua yang melihat video itu.

Beberapa lama kemudian semua orang terdiam karena larut dengan perasaan Nicholas. Akhirnya Ahmad berkata untuk memecahkan keheningan.

"Baiklah, sudah cukup perkenalannya. Kini saatnya memulai apa yang menjadi tujuan kita berkumpul di sini. Pertama-tama aku meminta kalian mengeluarkan batu kalian masing-masing."

Mendengar perkataan Ahmad, Malik langsung mencopot cincinnya lalu meletakkannya di meja. Aziz harus membuka kain pengaman di lututnya baru kemudian merobeknya dan mengeluarkan batu di dalamnya. Tapi semua tampak terkesima saat melihat Sadewa, dia hanya membuka telapak tangannya lagi dan tiba-tiba batu miliknya berada di sana.

"Bagaimana kau melakukannya? sesaat batu itu ada di sana, tapi sesaat kemudian batu itu hilang." tanya Nicholas penasaran.

"Itu namanya trik sulap, mengandalkan kecepatan tangan. Aku pernah mempelajarinya." Aziz mencoba menerka.

"Kau salah." kata Sadewa. "Namanya Nano Teknologi. Aku menciptakan robot berukuran nano yang selalu menyelubungi batu itu. Robot itu bisa berubah warna dan bergerak sesuai perintahku. Jadi batu itu sebenarnya selalu menempel di telapak tanganku, hanya warnanya saja yang berubah. Tapi aku bisa saja memindahkannya ke tempat lain."

Sadewa lalu meletakkan batu miliknya di atas meja. Tiba-tiba batu itu kembali lenyap. Tapi kali ini semua orang sudah tahu. Batu itu sebenarnya masih ada di sana, hanya warnanya saja yang berubah persis seperti kaca meja.

"Wow, menakjubkan. Bisakah kau membuatkannya untukku?" kata Nicholas lagi.

"Tentu. Memangnya di mana kau menyimpan batu milikmu?"

"Well, aku menyimpannya di dalam perutku."

Ahmad langsung terperanjat mendengar pengakuan Nicholas. Dengan heran dia bertanya.

"Kau apa? apakah kau tidak takut sakit perut?"

"Awalnya karena aku tak sengaja menelan batu di tanganku. Tapi sejak aku tahu tidak bisa berpisah dengan batu itu. aku selalu bingung di mana menyimpannya. Kalian tahu, aku berurusan tidak hanya dengan orang baik-baik. Jika musuhku sampai mengetahui kekuatan batu itu, aku bisa menjadi boneka mereka. Jadi biarlah batu itu aman di sana."

"Tapi bukankah... kau tahu... saat kau ke toilet, batu itu bisa... kau tahu... keluar dari perutmu?" tanya Malik sulit mencari kata-kata yang sopan.

"Ya, itu sering terjadi. Tapi kalian pasti merasa aneh saat berpisah dengan batu kita. Saat rasa itu datang, aku langsung...."

"Cukup." kata Ahmad memotong. "Kau tak perlu menjelaskannya, kami bisa menerka apa yang kau lakukan selanjutnya. Sekarang bisakah kau ke toilet dan mengeluarkan batu itu? Nanti Sadewa akan membuatkan alat untuk menyimpan batu milikmu."

Nicholas langsung menurut. Dia pergi ke toilet, dan sepuluh menit kemudian, keluar dengan memegang batu miliknya. Seisi ruangan memandang batu itu dengan perasaan campur aduk. Batu itu lalu diletakkan di meja. Mereka langsung melupakan dari mana batu Nicholas diambil setelah keempat batu itu bersinar terang. Setengah bergumam, Ahmad berkata pelan.

"Ayah kalian memang hebat. Kurasa waktunya sudah tiba untuk menjalankan misi rahasia."

Related chapters

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 8. Sang Penguasa Dunia

    Meja bundar beralaskan kaca di rumah besar pinggir Kota Berlin bersinar terang. Kaca pada meja itu memantulkan cahaya yang dipancarkan keempat batu yang diletakkan di atasnya. Cahaya yang keluar juga sesuai dengan warna batu. Putih, merah, hijau serta biru. Membuat komposisi warna yang indah, meski tak sebanyak warna pelangi. Dan meski batu itu berukuran kecil, hanya seukuran pil, tapi cahayanya cukup menyilaukan mata.Baru kali ini batu-batu itu memancarkan cahaya seterang itu, pasti karena diletakkan berdekatan. Lima pasang mata memandangnya dengan terpesona. Akhirnya, setelah beberapa lama, mereka terbebas dari pesona batu-batu itu dan kembali membicarakan misi mereka."Baik, simpan batu kalian kembali. Aku akan mulai bercerita." kata Ahmad pada keempat ponakannya.Para anak muda itu langsung menurut. Mereka mencondongkan badan untuk mengambil batu milik mereka. Kecuali Sadewa, secara mengagumkan batu miliknya bergerak sendiri lalu menyatu dengan telapak tang

    Last Updated : 2022-04-24
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 9. Rencana yang Sempurna

    Cuaca di Bandar Udara Soekarno Hatta sedang gerimis. Di siang hari yang teduh itu, beberapa pesawat sedang antre untuk mendarat karena padatnya jadwal penerbangan. Termasuk pesawat yang berasal dari Berlin, Jerman. Setelah mendapat izin dari otoritas Bandara, baru kemudian pesawat itu bersiap untuk mendarat. Tak lama setelah pesawat itu menginjak landasan, para penumpang pun turun.Di antara para penumpang pesawat itu ada rombongan penumpang dari bermacam kewarganegaraan. Dari lima orang anggota rombongan, hanya dua orang yang merupakan Warga Negara Indonesia. Sisanya adalah Warga Negara Jepang, Amerika dan Jerman. Hampir satu harian mereka menempuh perjalanan menuju Jakarta. Karena mereka memang naik pesawat komersial biasa, bahkan membeli tiket kelas ekonomi.Sebenarnya Nicholas telah menawarkan diri untuk menggunakan pesawat pribadi lagi. Tapi Ahmad menolaknya. Kantor pusat Richard berada di Jakarta, dan tidak ada yang tahu seberapa besar pengaruhnya saat ini. Mengg

    Last Updated : 2022-04-26
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 10. Mata-Mata

    Pusat perbelanjaan di kawasan elite kota Jakarta siang itu tidak terlalu ramai. Bukan hanya karena hari itu adalah hari kerja, tapi pusat perbelanjaan itu memang hanya bisa dijangkau oleh kalangan atas karena harga barang-barang yang diperjualbelikan di sana sangat mahal. Kebanyakan adalah barang bermerek yang diimpor dari luar negeri.Siang itu, seorang wanita muda berusia awal dua puluhan sedang berjalan di koridor pusat perbelanjaan tersebut. Dia telah mendapatkan barang yang dia perlukan yang dijinjing di tangan kanan, sedang di pundak kirinya tergantung tas kecil berisi dompet dan barang berharga lainnya. Wanita itu kemudian berbelok ke koridor yang agak sepi untuk naik lift. Di situlah dia berpapasan dengan seorang pria yang mengenakan sweter dan masker di wajahnya.Tiba-tiba saja pria yang wajahnya tertutup masker itu merampas tas miliknya. Sontak wanita itu mencoba mempertahankan tasnya, sehingga sejenak terjadi tarik menarik karena ternyata tali tas itu cukup kuat sehingga ti

    Last Updated : 2022-06-14
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 11. Oven yang Berbicara

    Apartemen di seberang kantor Richard termasuk gedung apartemen yang tinggi. Dan karena lokasinya sangat strategis, kebanyakan pemiliknya tidak tinggal di sana. Mereka membeli apartemen untuk kemudian menyewakannya pada orang lain. Meski demikian, suasana di apartemen itu tidak pernah sepi karena kamar-kamar di sana hampir semuanya terisi. Dan Ahmad serta keponakannya kini menempati salah satu kamar di lantai paling atas.Saat ini, di depan pintu apartemen tersebut, seorang petugas pengiriman sedang menekan bel. Dia membawa kardus besar berbentuk kotak. Setelah dua kali menekan bel, akhirnya terdengar suara pintu dibuka. Pria itu lalu melihat seorang pria muda berusia sekitar 20 tahun. Tanpa menunggu pria muda itu bertanya, petugas pengirim paket langsung berkata."Ada kiriman paket untuk Tuan Sadewa.""Ya, saya sendiri. Saya memang sedang menantinya."Petugas itu lalu menyerahkan kotak kardus yang dia bawa. Setelah itu dia meminta Sadewa menandatangani dokumen serah terima barang, kem

    Last Updated : 2022-06-18
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 1. Penemuan Berharga

    Malam sudah sangat larut. Kebanyakan manusia saat ini pasti sedang terbuai dalam mimpi. Tapi berbeda dengan yang lainnya, dua orang lelaki masih terjaga. Bahkan saat ini mereka tidak berada di rumah. Kedua lelaki itu masih berada di tempat kerja. Laboratorium penelitian tepatnya. Dan kini mereka sedang asyik memperhatikan sesuatu."Sedikit lagi Prof, kali ini pasti berhasil. Kita hanya perlu mengatur intensitas lumen yang tepat." Kata salah seorang dari mereka."Baiklah, Richard. Aku akan mengurangi power-nya sedikit agar intensitas energinya tidak menghancurkan. Tapi mungkin waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama." Kata Profesor Morati mengikuti permintaan rekannya."Tidak apa-apa Prof, yang penting proses konversi nya berjalan sempurna."Profesor Morati kemudian mengkalibrasi lagi alat ciptaannya. Setelah alat itu siap, Richard kemudian mengambil sekeping logam besi. Logam itu kemudian diletakkan di depan komponen alat yang berbentuk seperti

    Last Updated : 2022-03-30
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 2. Negara Tiga Benua

    Tempat penitipan anak di pusat kota biasanya terletak di sebuah gedung kantor atau apartemen. Tapi tempat seperti itu hanya menerima penitipan selama jam kerja orang tua saja, tidak sampai berhari-hari. Padahal Profesor Morati ingin menitip anaknya entah sampai berapa lama. Jadi akhirnya dia menitipkan anak-anak itu tidak di tempat penitipan resmi, tapi di beberapa yayasan yang biasa menjadi pengasuh anak-anak.Anak sulung Profesor Morati dititipkan di rumah penghafal Quran. Anak itu sudah berusia lima tahun, jadi Ahmad tidak memiliki kesulitan saat menjemputnya. Anak itu langsung mengenali sang paman. Dan setelah dia menyerahkan surat kuasa kepada pimpinan di Rumah Quran itu, dia langsung diizinkan untuk membawa anak itu pergi.Masalah sedikit muncul saat Ahmad menjemput anak kedua. Anak itu baru berumur tiga tahun, dan dia dititipkan di rumah penampungan yatim piatu atau anak yang ditelantarkan orang tuanya. Yayasan itu memiliki aturan yang ketat dalam hal pengurusan

    Last Updated : 2022-03-30
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 3. Santri dari Indonesia

    Aula masjid di pesantren binaan Kyai Harun penuh sesak. Para jamaah antusias mengikuti kajian yang diadakan pesantren itu. Dan karena kajian tersebut terbuka untuk umum, banyak warga sekitar yang datang untuk menghadirinya.Sebenarnya kajian itu rutin dilakukan setiap pekan. Namun kali ini jumlah jamaah yang datang tidak seperti biasanya. Yang membuatnya istimewa adalah karena kajian ini diisi oleh ustadz yang baru pulang dari studinya di Mesir. Dan memang ustadz itu sudah lama menjadi kesayangan warga sekitar. Siapa lagi kalau bukan Malik, cucu dari Kyai Harun.Memang sejak kecil Malik telah menjadi santri favorit di pesantren itu karena budi pekertinya yang indah. Dia ringan tangan untuk membantu orang yang membutuhkan. Sikapnya santun, murah senyum dan kata-katanya selalu terjaga. Selain itu dia juga memiliki wajah yang tampan, blasteran karena memang ayahnya keturunan bangsa Arya dan ibunya berdarah Melayu. Tidak heran banyak gadis yang ingin dipersuntingnya. Sayan

    Last Updated : 2022-03-30
  • Sang Penguasa Dunia   BAB 4. Pendekar Negeri Sakura

    Dojo yang terletak di pinggiran Kota Tokyo dipenuhi oleh murid-murid yang sedang berlatih. Kebanyakan dari mereka berlatih berpasangan atau berkelompok. Namun di tengah keramaian itu, ada satu area di mana banyak murid yang hanya sekedar menonton. Mereka sedang menyaksikan latihan pertandingan. Yang membuat latihan tanding itu menarik adalah karena pertandingan itu tidak dilakukan berpasangan, tapi satu lawan tiga.Aziz harus berkonsentrasi penuh untuk mengantisipasi serangan dari segalaarah. Tiga orang yang mengepungnya bisa menyerang kapan saja. Bahkan mereka bisa menyerang bersamaan, karena memang tidak ada aturan yang melarangnya. Apalagi tiga orang itu bukanlah murid kemarin sore. Mereka adalah murid senior yang sudah bertahun-tahun berlatih di Dojo ini.Dan ternyata ketiga murid itu memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka langsung mengambil posisi yang menyulitkan Aziz. Dua orang di kiri dan kanan mengambil posisi ke arah belakang di luar jangkauan

    Last Updated : 2022-03-30

Latest chapter

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 11. Oven yang Berbicara

    Apartemen di seberang kantor Richard termasuk gedung apartemen yang tinggi. Dan karena lokasinya sangat strategis, kebanyakan pemiliknya tidak tinggal di sana. Mereka membeli apartemen untuk kemudian menyewakannya pada orang lain. Meski demikian, suasana di apartemen itu tidak pernah sepi karena kamar-kamar di sana hampir semuanya terisi. Dan Ahmad serta keponakannya kini menempati salah satu kamar di lantai paling atas.Saat ini, di depan pintu apartemen tersebut, seorang petugas pengiriman sedang menekan bel. Dia membawa kardus besar berbentuk kotak. Setelah dua kali menekan bel, akhirnya terdengar suara pintu dibuka. Pria itu lalu melihat seorang pria muda berusia sekitar 20 tahun. Tanpa menunggu pria muda itu bertanya, petugas pengirim paket langsung berkata."Ada kiriman paket untuk Tuan Sadewa.""Ya, saya sendiri. Saya memang sedang menantinya."Petugas itu lalu menyerahkan kotak kardus yang dia bawa. Setelah itu dia meminta Sadewa menandatangani dokumen serah terima barang, kem

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 10. Mata-Mata

    Pusat perbelanjaan di kawasan elite kota Jakarta siang itu tidak terlalu ramai. Bukan hanya karena hari itu adalah hari kerja, tapi pusat perbelanjaan itu memang hanya bisa dijangkau oleh kalangan atas karena harga barang-barang yang diperjualbelikan di sana sangat mahal. Kebanyakan adalah barang bermerek yang diimpor dari luar negeri.Siang itu, seorang wanita muda berusia awal dua puluhan sedang berjalan di koridor pusat perbelanjaan tersebut. Dia telah mendapatkan barang yang dia perlukan yang dijinjing di tangan kanan, sedang di pundak kirinya tergantung tas kecil berisi dompet dan barang berharga lainnya. Wanita itu kemudian berbelok ke koridor yang agak sepi untuk naik lift. Di situlah dia berpapasan dengan seorang pria yang mengenakan sweter dan masker di wajahnya.Tiba-tiba saja pria yang wajahnya tertutup masker itu merampas tas miliknya. Sontak wanita itu mencoba mempertahankan tasnya, sehingga sejenak terjadi tarik menarik karena ternyata tali tas itu cukup kuat sehingga ti

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 9. Rencana yang Sempurna

    Cuaca di Bandar Udara Soekarno Hatta sedang gerimis. Di siang hari yang teduh itu, beberapa pesawat sedang antre untuk mendarat karena padatnya jadwal penerbangan. Termasuk pesawat yang berasal dari Berlin, Jerman. Setelah mendapat izin dari otoritas Bandara, baru kemudian pesawat itu bersiap untuk mendarat. Tak lama setelah pesawat itu menginjak landasan, para penumpang pun turun.Di antara para penumpang pesawat itu ada rombongan penumpang dari bermacam kewarganegaraan. Dari lima orang anggota rombongan, hanya dua orang yang merupakan Warga Negara Indonesia. Sisanya adalah Warga Negara Jepang, Amerika dan Jerman. Hampir satu harian mereka menempuh perjalanan menuju Jakarta. Karena mereka memang naik pesawat komersial biasa, bahkan membeli tiket kelas ekonomi.Sebenarnya Nicholas telah menawarkan diri untuk menggunakan pesawat pribadi lagi. Tapi Ahmad menolaknya. Kantor pusat Richard berada di Jakarta, dan tidak ada yang tahu seberapa besar pengaruhnya saat ini. Mengg

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 8. Sang Penguasa Dunia

    Meja bundar beralaskan kaca di rumah besar pinggir Kota Berlin bersinar terang. Kaca pada meja itu memantulkan cahaya yang dipancarkan keempat batu yang diletakkan di atasnya. Cahaya yang keluar juga sesuai dengan warna batu. Putih, merah, hijau serta biru. Membuat komposisi warna yang indah, meski tak sebanyak warna pelangi. Dan meski batu itu berukuran kecil, hanya seukuran pil, tapi cahayanya cukup menyilaukan mata.Baru kali ini batu-batu itu memancarkan cahaya seterang itu, pasti karena diletakkan berdekatan. Lima pasang mata memandangnya dengan terpesona. Akhirnya, setelah beberapa lama, mereka terbebas dari pesona batu-batu itu dan kembali membicarakan misi mereka."Baik, simpan batu kalian kembali. Aku akan mulai bercerita." kata Ahmad pada keempat ponakannya.Para anak muda itu langsung menurut. Mereka mencondongkan badan untuk mengambil batu milik mereka. Kecuali Sadewa, secara mengagumkan batu miliknya bergerak sendiri lalu menyatu dengan telapak tang

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 7. Misi Rahasia

    Berlin adalah ibukota Jerman yang penduduknya paling padat di antara kota-kota lainnya. Karena itu, rumah di pinggiran kota juga sudah penuh sesak. Bisa dikatakan sulit menemukan lahan kosong di kota ini. Termasuk rumah besar milik Sadewa, sudah banyak rumah-rumah lain di sekitarnya. Tapi karena Sadewa membangunnya seperti bangunan kastil dengan pagar yang tinggi, jarang sekali ada pengunjung yang datang ke rumah itu.Tapi kini di rumah itu ada empat orang yang datang berkunjung. Tentu saja mereka bisa masuk atas izin pemiliknya. Setelah memperkenalkan diri sebentar, Sadewa mengajak mereka ke ruang pertemuan yang sejak rumah ini dibangun, baru kali ini digunakan. Sadewa memang jarang menerima tamu langsung. Biasanya dia berkomunikasi secara online.Di ruang pertemuan itu ada meja bulat yang alasnya berbentuk kaca. Ternyata kaca itu bukan hanya berfungsi sebagai alas, tapi juga memiliki kemampuan sebagai layar sentuh. Saat seseorang duduk, kaca di hadapannya la

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 6. Master Negara Jerman

    Bandara Internasional John F. Kennedy di New York termasuk bandara yang paling sibuk di dunia. Jadi wajar jika bandara ini selalu ramai dipadati oleh penumpang baik di sesi liburan maupun di hari biasa. Antrean sering ditemukan mulai dari pintu masuk bandara, gate keberangkatan bahkan sampai tempat makan. Tapi ini tidak berlaku bagi keempat orang yang sedang menuju ke Jerman.Nicholas memimpin di depan rombongan itu. Setiap rombongan itu menemui antrean, pintu khusus selalu dibukakan untuk mereka. Para petugas juga selalu menyapa mereka dengan hormat. Dan tentu saja mereka tidak perlu repot membawa barang-barang karena semua sudah ditangani bahkan sejak limosin mereka sampai di area bandara."Jet baru siap setengah jam lagi." kata Nicholas pada rombongan. "Kalian mau makan di pesawat atau di ruang tunggu?""Terserah kau saja." Ahmad menjawab mewakili yang lain karena dia yang paling tua."Baiklah, sebaiknya kita makan di ruang tunggu saja. Perjal

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 5. Negosiator dari Amerika

    Suasana di salah satu Ball Room lantai 34 gedung Empire State, New York cukup mencekam. Saat ini adalah penentuan pemenang tender dari proyek bernilai milyaran dollar yang mencakup seluruh negara bagian di Amerika Serikat. Dari seleksi ketat yang sudah diadakan, kini hanya tersisa tiga perusahaan yang dianggap mampu menjalankan proyek itu.Karena besarnya nilai proyek yang ada, para pimpinan tertinggi perusahaan bersama tim terbaiknya datang langsung untuk berjuang memperebutkan proyek itu. Tentu saja sebelumnya mereka sudah menggunakan berbagai cara agar posisi perusahaan mereka lebih unggul dari yang lain, baik dengan cara resmi maupun lewat jalur belakang. Tapi karena ketiga perusahaan itu sama kuat, sampai saat ini belum terlihat siapa calon pemenangnya.Hal inilah yang membuat suasana menjadi tegang. Aura persaingan sangat kental terasa. Ketiga kelompok perusahaan itu saling memperhatikan satu sama lain untuk mengukur keunggulan dari rivalnya. Dan ketegan

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 4. Pendekar Negeri Sakura

    Dojo yang terletak di pinggiran Kota Tokyo dipenuhi oleh murid-murid yang sedang berlatih. Kebanyakan dari mereka berlatih berpasangan atau berkelompok. Namun di tengah keramaian itu, ada satu area di mana banyak murid yang hanya sekedar menonton. Mereka sedang menyaksikan latihan pertandingan. Yang membuat latihan tanding itu menarik adalah karena pertandingan itu tidak dilakukan berpasangan, tapi satu lawan tiga.Aziz harus berkonsentrasi penuh untuk mengantisipasi serangan dari segalaarah. Tiga orang yang mengepungnya bisa menyerang kapan saja. Bahkan mereka bisa menyerang bersamaan, karena memang tidak ada aturan yang melarangnya. Apalagi tiga orang itu bukanlah murid kemarin sore. Mereka adalah murid senior yang sudah bertahun-tahun berlatih di Dojo ini.Dan ternyata ketiga murid itu memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka langsung mengambil posisi yang menyulitkan Aziz. Dua orang di kiri dan kanan mengambil posisi ke arah belakang di luar jangkauan

  • Sang Penguasa Dunia   BAB 3. Santri dari Indonesia

    Aula masjid di pesantren binaan Kyai Harun penuh sesak. Para jamaah antusias mengikuti kajian yang diadakan pesantren itu. Dan karena kajian tersebut terbuka untuk umum, banyak warga sekitar yang datang untuk menghadirinya.Sebenarnya kajian itu rutin dilakukan setiap pekan. Namun kali ini jumlah jamaah yang datang tidak seperti biasanya. Yang membuatnya istimewa adalah karena kajian ini diisi oleh ustadz yang baru pulang dari studinya di Mesir. Dan memang ustadz itu sudah lama menjadi kesayangan warga sekitar. Siapa lagi kalau bukan Malik, cucu dari Kyai Harun.Memang sejak kecil Malik telah menjadi santri favorit di pesantren itu karena budi pekertinya yang indah. Dia ringan tangan untuk membantu orang yang membutuhkan. Sikapnya santun, murah senyum dan kata-katanya selalu terjaga. Selain itu dia juga memiliki wajah yang tampan, blasteran karena memang ayahnya keturunan bangsa Arya dan ibunya berdarah Melayu. Tidak heran banyak gadis yang ingin dipersuntingnya. Sayan

DMCA.com Protection Status