Suara alarm berbunyi dengan cukup keras. Bianca menggeliat, mematikan alarm tanpa melihat angka yang tertera pada alarm itu. Tanpa terasa, waktu telah menunjukkan pukul 8.
Bianca yang masih tak sadar akan keterlambatan jadwal rapat pagi ini, masih mengusap kedua matanya dengan gerakan santai. Tak lama, ponselnya berdering. Bianca mengangkat panggilan itu tanpa melihat siapa nama di layar handphonenya.
"Bu, kenapa masih belum datang? Semuanya sudah hadir dan sedang menunggu kedatangan ibu."
"Datang? Memangnya ada apa?" tanya Bianca, ia lupa sesaat.
"Sedang rapat, Bu. Bukankah ibu sendiri yang memajukan jadwal rapat hari ini ketika dua hari yang lalu?" ujar Sarah, sang sekretaris.
"Rapat? Astaga! Kenapa aku bisa lupa begini," ucap Bianca, sembari menepuk dahi.
"Rapat sudah dimulai satu jam yang lalu. Dan saya telah menghubungi ibu berkali-kali, namun ibu tidak mengangkatnya."
"Begini saja, kamu handle dulu, ya. Saya akan segera menyusul kesana."
"Baik, Bu," jawab Sarah. Bianca menutup panggilan itu. Ia segera mengganti pakaiannya dengan tergesa-gesa tanpa melakukan ritual mandi.
Ia mengambil pakaiannya dengan asal. Kemeja putih dengan jas berwarna kopi susu, serta celana panjang berwarna dongker tua. Karena terlalu terburu-buru, ia tak menyadari jika kancing jasnya salah masuk.
Kancing pertamanya tidak dikancing. Sedangkan kancing kedua dipasangkan dengan lubang yang pertama, kancing ketiga dimasukkan pada lubang yang kedua, demikian seterusnya hingga kebawah.
Tanpa memperhatikan penampilannya, ia langsung menyemprotkan parfum yang cukup banyak untuk menghilangkan aroma yang mungkin mengganggu orang-orang disekitarnya.
Bianca berjalan menelusuri tangga dengan gerakan kaki yang cukup cepat. Tanpa terasa ia melewati satu anak tangga, untung saja tidak terjatuh. Saat turun dari tangga, ia melihat ayah dan ibu tirinya sedang bercanda gurau.
"Bianca, selamat pagi!" sapa Meili, ibu tiri Bianca. Gadis itu tak meresponnya. Ia tetap melanjutkan langkahnya.
"Anak ini, disapa malah gak menjawab!" seru sang ayah yang terlihat marah.
"Sudahlah, sayang. Mungkin, Bianca terburu-buru harus sampai ke kantor," ucap Meili dengan senyuman.
"Kamu memang ibu yang baik. Maaf, Sayang, aku kurang bisa mengajari anakku dengan baik."
"Itu bukan salahmu. Sebagai seorang ayah, kamu sudah melakukan yang terbaik untuknya. Aku takut, jika dia begini terus, tidak ada pria yang mau dengannya."
"Jangan cemas, Sayang. Aku akan lebih keras untuk mengajarinya agar dia tidak bersikap kurang ajar," kata David.
Meili tersenyum. Lalu, dia menyentuh bahu suaminya, lalu sentuhannya beralih pada leher belakang. Karena sentuhan itu, sang suami yang bernama David, gairah nya naik secara tiba-tiba.
Kedua orang itu berciuman dengan cukup panas. Meili melingkarkan kedua tangannya pada leher David. Wanita itu tak sabar ingin bersatu dengan suaminya, menggoda pria itu.
Telapak tangannya bergerak lembut, menciptakan suasana yang menggelitik tanpa mengurangi hasrat mereka. Pria itu mengerang hebat. Tindakan Meili yang agresif, membuatnya hilang akal.
Ciuman terlepas dari bibir mereka. Mereka saling menindih di sofa yang berukuran cukup lebar. Terjadinya perang gairah yang sangat panas di antara keduanya. Sentuhan yang menggila tak mengurangi semangat mereka.
Meili mencium David dengan rakus. Pria itu membalas ciumannya. Tanpa memperdulikan orang lain yang melihat, keduanya meneruskan aktivitas hingga tak terasa waktu berdentang cukup lama.
Nafas mereka semakin menderu dengan irama yang tak menentu. Pergerakan Meili yang agresif, menimbulkan sensasi menggelegar. Mungkin, karena wanita itu lebih muda dibandingkan suaminya. Jarak usia diantara mereka selisih 25 tahun.
Setiap gairah yang ia kerahkan tak membuatnya merasa bosan. Sentuhan Meili selalu membuat David terhipnotis. Seakan tak ada rasa malu, mereka melanjutkan kegilaan mereka di ruangan terbuka.
Setelah menghabiskan satu jam untuk melepaskan gairah mereka, David berhenti seketika. Meili cemberut. Pria itu mengerti akan permintaan Meili. Namun, ia mencoba menjauh dari istrinya. Bukan meili namanya yang tak mampu mengendalikan David.
Meili merupakan sosok wanita dengan gairahnya yang tinggi. Seringkali, David dibuat tak berdaya olehnya. Cara dia memperlakukan David penuh akal dan tak dapat diprediksi. Wanita yang misterius dan tak ada yang mengenal dengan baik siapa dia.
Bahkan, David berada digenggamannya. Pria itu bukanlah apa-apa baginya. Selama ada Meili, David selalu terpengaruh. Meili memiliki tujuan yang tak dapat diketahui siapapun.
******
Bianca menghampiri Suryo yang asyik merokok. Wanita itu menatap sopir pribadinya untuk menyuruhnya menyiapkan mobil. Suryo cukup kaget ketika melihat penampilan Bianca yang berantakan.
"Non Bianca, itu..."
"Aku tidak ingin ada alasan. Cepat siapkan mobil! Aku lagi buru-buru."
"Bukan begitu, Non. Saya hanya..."
"Jangan cerewet! Buruan, cepat sana!" teriak Bianca.
Ketika di mobil, Suryo terus melihatnya tak tega. Tetapi, Bianca masih belum menyadari. "Ada apa? Kenapa menatapku begitu? Memang ada yang salah sama aku?"
"Baju Non Bianca," ungkap Suryo. Bianca melihat kancing bajunya yang tak terkancing dengan baik.
"Kenapa kamu gak bilang dari tadi? Kamu sengaja, ya?"
"Siapa yang tidak ingin beritahu? Tadi, saya ingin mengatakannya, tetapi non Bianca sendiri yang gak mau mendengarkan saya."
"Jangan mengintip! Awas aja kalau mengintip." Bianca membalikkan punggung sambil membetulkan pakaiannya. Setelah itu, ia merapikan duduknya. Ia merasa laju mobilnya terasa lebih lambat. Ia semakin kesal dengan Suryo.
"Ayo, pak! Lebih cepat lagi," ujar Bianca pada supirnya. Kesabarannya sudah habis.
"Tenang dong, Non. Jangan buru-buru, kalau nanti kecelakaan gimana? Sebagai warga negara yang baik, saya wajib ikuti peraturan perundang-undangan serta rambu-rambu lalu lintas," ucap Suryo, supir pribadi Bianca yang cara bicaranya ceplas ceplos.
"Kita sudah tidak punya banyak waktu. Udah, buruan cepat!" desak Bianca.
"Tetapi, Non..."
"Kamu mau aku pecat?"
"Kalau saya dipecat, nanti saya makan apa dong? Lalu, istri dan anak saya gimana?"
"Kalau gak mau dipecat, lebih cepat mengemudikan mobilnya."
"Lalu kalau sesuatu terjadi deng┄"
"Biar saya yang tanggung jawab!" tegas Bianca memotong pembicaraan Suryo. Terkadang, ia tidak cocok dengan supir pribadinya karena pria itu terlalu banyak bicara serta tak bisa diandalkan dalam waktu yang terdesak.
"Baik, Non." Suryo tak punya pilihan lagi, selain menuruti majikannya. Ia tidak ingin kehilangan pekerjaannya, walau hanya bekerja sebagai supir, gajinya lumayan besar.
Saat dikantor, Bianca langsung bergegas ke ruangan rapat. Beruntung, ketika dia ada disana, sebagian telah di handle dengan Sarah. Wanita yang baru menikah itu memang dapat diandalkan sebagai sekretaris Bianca.
Bianca bernafas lega, tersenyum tipis sebagai tanda terima kasih terhadap Sarah. Sarah menundukkan kepala, mengerti bahasa tubuh yang dilakukan oleh Bianca.
"Maaf, atas keterlambatan saya. Tadi saya terjebak macet. Karena Sarah sudah menghandle pekerjaan saya tadi, mari kita lanjutkan rapat ini hingga selesai," tegas Bianca.
Mereka yang hadir dalam rapat menganggukkan kepala dan memaklumi atas keterlambatan Bianca. Sebenarnya, Bianca tidak pernah datang terlambat ke kantor, apalagi kalau rapat.
Bianca selalu datang setengah jam sebelum rapat dimulai. Tak heran, mereka cukup heran dan memaklumi alasan keterlambatan Bianca. Alasan gadis itu terlambat, dikarenakan tidak bisa tidur semalam.
Sejak pertemuan dengan Axel, hati dan pikirannya tak tenang. Nama Axel terngiang-ngiang di otaknya dan sulit dihapus. Bianca memutuskan untuk memejamkan mata, walau agak dipaksakan.
Saat itu dia tertidur mulai pukul 03:00 WIB. Dia tak menyadari alarm yang seharusnya terdengar pukul 5 pagi hingga setengah enam pagi, malah terdengar olehnya saat alarm berbunyi pukul 8 pagi.
Dia menyadari kebodohannya sendiri. Bagaimana mungkin, hanya seorang pria, dia terlambat rapat? Tetapi Bianca cukup profesional. Walau semalam sulit tidur gara-gara Axel, selama di rapat, pikirannya terhapuskan oleh nama itu.
Gadis itu dapat membedakan antara kepentingan pribadi dengan pekerjaannya. Bianca merupakan bos yang cekatan dan selalu dapat menangani masalah dengan baik.
Di dalam rapatnya, dia membuat ide, jika perusahaannya dapat mengolah kedelai yang telah jadi dalam berbagai bentuk camilan yang dipasarkan ke toko, supermarket, serta bekerjasama dengan perusahaan makanan lainnya untuk berkolaborasi dalam bentuk apapun.
Idenya itu disambut baik oleh setiap orang yang hadir dalam rapat itu, termasuk dalam bidang pemasaran. Mereka berharap penjualan ini akan meningkat dan banyak membuat masyarakat tertarik.
Bianca sangat menantikan hal ini dan dapat membantu perusahaannya berkembang semakin cepat.
Selain kedelai, Bianca juga berencana memasarkan ampas kedelai sebagai pangan hewan ternak, seperti sapi, dan hewan lainnya.
Dan hal itu bekerjasama dengan para peternak. Bianca memilih ampas kedelai agar tidak dibuang percuma. Hal itu juga mengurangi limbah pabrik yang berlebihan. Gadis itu berpikiran luas dengan mempertimbangkan hal-hal yang kecil.
Hai hai semuanyaa.. Dukung terus novel ini yaa
Hari minggu merupakan hari yang paling membahagiakan bagi Bianca karena dia memiliki waktu untuk bersantai sejenak. Untuk itu, dia memilih bangun siang. Waktu telah menunjukkan pukul 8, Bianca terbangun seraya mengusap kedua matanya.Sarah, sekretaris pribadinya mengirim pesan lewat wa. Dia mengatakan kalau hari ini ada klien pada pukul 9:00 WIB. "Astaga! Kenapa aku bisa lupa?" Langkahnya terburu-buru dengan melepaskan piyamanya hanya dalam hitungan detik. Lalu, mencuci muka serta menggosok gigi dengan cepat.Setelah itu, ia langsung memakai kemejanya berwarna hitam dengan lengan yang panjangnya hampir mendekati telapak tangannya. Penampilannya yang nerd, tak mengira dia seorang miliarder.Karena terburu-buru, sepasang sepatu high heelsnya berbeda. Yang kanan berwarna navy, sedangkan yang kiri berwarna hitam. Tinggi kedua high heelsnya sama. Jadi, tak terlalu terasa kalau beda.Tanpa menghiraukan sepasang sepatunya yang tak serasi, ia melangkah kakinya un
Bianca kaget melihat sosok Axel. Dia mengusap kedua matanya tak percaya. Semakin lama, ia semakin yakin jika pria itu Axel. Suara Suryo yang terus memanggil namanya, tak digubris. "Non! Jadi, ini gimana? Non!" Suryo mengacak-acak rambutnya. Belum lagi, Axel menunggu Suryo tak ada niatan untuk meninggalkannya. Suryo bingung apa yang harus dilakukannya.Bianca terus menatap Axel tanpa henti. Bibirnya tersenyum senang, hatinya terasa melayang diatas awan, pikirannya tentang klien seakan menghilang tanpa jejak. Axel memenuhi pikirannya dalam waktu lama hingga pria itu melihatnya. Keduanya saling bertatapan dengan senyuman mendarat pada bibir mereka."Bianca?""Benar. Ternyata ini kamu," ucapnya masih menatap Axel. Pria itu tersenyum."Aku gak mengira bisa ketemu kamu disini.""Aku juga," tutur Bianca. Axel tertawa."Ternyata, dunia benar benar sempit. Padahal, takdir dapat mempertemukan kita ditempat lainnya. Eh, malah ketemu di jalanan yang mac
Bianca mengacak-acak rambutnya seakan ia ingin membanting sesuatu yang ada di dekatnya. Sarah yang sedang bersamanya, berusaha untuk menenangkan gadis itu. Namun, rasa amarah Bianca tak kunjung reda. Bagaimana tidak, dia kehilangan klien besarnya hanya dalam sekejap saja."Sudah kubilang sebelumnya kalau kamu yang lebih dulu menghandle klien itu, karena aku terjebak kemacetan parah. Apa kamu sungguh tidak mengerti apa yang kukatakan?""Maaf, Bu, tetapi saya sudah berusaha untuk menjelaskan situasinya. Bahkan, saya mengatakan kalau anda akan segera datang kemari. Tetapi, dia tidak percaya dengan kata-kata yang saya ucapkan. Dia malah akan menuntut perusahaan karena merasa ditipu.""Apa? Menuntut perusahaan? Yang benar saja." Bianca mengacak-acak rambutnya frustasi."Ibu, tenanglah. Saya rasa, sebaiknya ibu langsung menghubungi CEO dari Falco and group saja. Karena kata-kata ibu akan membuat CEO itu percaya dan tidak akan menuntut perusahaan anda.""
Angel menggedor kaca pintu mobil dengan cukup keras. Gadis yang menodong pisau langsung berpakaian dengan benar. Saat itu terjadi, Axel membuka pintu, lalu menjauhkan diri darinya. Gadis itu kesal. Dengan langkah yang cepat, ia ingin menangkap Axel kembali. "Aku serahkan dia ke kamu, ya. Aku tunggu disana," bisik Axel seraya mengecup bibir Angel lembut."Sial! Aku selalu mendapatkan bagian yang gak enak." Angel dan gadis itu saling menatap. Angel menyeringai. Tanpa basa-basi ia merebut pisau di tangan gadis itu. Kini giliran Angel bertindak. Dia mengarahkan pisau tepat pada pipi gadis itu. "Pergilah, sejauh mungkin! Atau wajah ini akan kubuat cacat," ancam Angel tak main-main. Gadis itu tertawa keras."Kalian sama saja. Selalu menggunakan kekerasan untuk memecahkan solusi.""Bukankah kamu juga sama? Aku hanya memperlakukanmu sama seperti apa yang kamu lakukan terhadapnya.""Kali ini, aku akan melepaskanmu. Tetapi, tidak untuk lain waktu. Aku akan mengejar
Mobil Pajero milik Bianca terhenti pada sebuah Mall yang terletak di daerah pertengahan kota. Sarah, sekretaris Bianca juga ikut bersamanya. "Non, kita sudah sampai. Sebaiknya, non Bianca dan non Sarah turun disini saja. Biar saya memarkirkan mobilnya," ucap Suryo, mobil yang ia kendarai telah berada pada Lobby Mall. "Ya sudah. Jangan keluyuran kemana-mana! Tetap di parkiran," tegas Bianca yang seakan tahu kebiasaan Suryo. Biasanya, ketika Bianca pergi ke suatu tempat, Suryo tiba-tiba menghilang hingga gadis itu menunggunya terlalu lama. "Baik, Non," ucap Suryo sambil menundukkan kepala. Pria itu membukakan mobilnya untuk Bianca, Pada waktu bersamaan, Sarah membuka pintu mobil, lalu menunggu Bianca turun dari mobil. Ketika Bianca dan Sarah berjalan memasuki Mall, saat itu seorang pria tak sengaja menabrak Bianca. "Je m'excuse. Est-ce que ça va?" kata pria bule berdarah perancis. Pria itu mengatakan dia minta maaf dan menanyakan keadaan Bianca. Akan tetapi, ga
Axel dan Bianca memutuskan untuk berpacaran. Mereka saling bertegur sapa lewat telepon, bahkan sering melontarkan kata-kata mesra. Hubungan mereka semakin hari, semakin membaik. "Gimana kabarmu dikantor, Dear?" tanya Axel bernada manja lewat panggilan teleponnya."Biasalah lagi sibuk. Oh ya, beberapa hari lagi aku akan pergi ke ulang tahun seseorang, apa kamu ingin pergi bersamaku?" Bianca berharap jika dia dapat bersama dengan Axel ke acara itu."Wah, kenapa pas sekali ya acaranya, Dear.""Kenapa? Kamu lagi lembur kerja atau ada sesuatu yang lain?""Pekerjaanku memang tidak tetap sih, tetapi bukan karena itu. Maaf ya, Dear. Aku gak bisa menemanimu," ucapnya. Axel memiliki janji dengan angel, membuatnya tidak bisa pergi bersama Bianca. "Oh ya, bagaimana kalau kita bertemu saja. Aku sudah kangen sama kamu," ucap Axel. Pria itu ingin mencicipi bibir seksi Bianca. Pikirannya liar membuat sekujur tubuhnya tegang. Dia ingin merasakan setiap bagian tubuh Bianca
Apartemen Axel terbilang lumayan besar. Tetapi, bagi seseorang yang memiliki harta berlimpah, apartemennya bukanlah apa-apa. Namun, Bianca tak pernah mempermasalahkan hal itu. Gadis itu memilih duduk di sofa. Bibirnya tersenyum manis. "Kenapa? Kecil ya apartemenku?" tanya Axel."Aku gak berpikir begitu.""Lalu apa yang kamu pikirkan?" Axel duduk disebelah Bianca. Pria itu menyentuh kepala Bianca, lalu disandarkan pada bahunya."Apartemenmu rapi dan bersih.""Itu karena aku yang rajin membersihkannya," ungkap Axel agak sedikit gugup. "Untung saja, aku selalu membersihkan Apartemenku setiap hari," batinnya."Lalu, sebenarnya apa pekerjaanmu?""Kamu ingin tahu?" tanya Axel. Bianca menganggukkan kepala. Pria itu membelai rambut panjangnya dengan lembut. Sesekali, ia mengecup lembut kening Bianca. Perasaan Bianca semakin kuat karena sikap manis pria itu."Kalau kamu belum memiliki pekerjaan yang tetap, aku bisa memberimu jabatan di kantor,
Awan tak terlihat terang, semuanya terasa gelap, hanya bintang yang mampu menemani sang kegelapan malam. Cahaya lampu juga melengkapi dunia yang gemerlap. Adanya sebuah bangunan megah dengan bergaya Eropa, dipenuhi lampu berwarna terang membentuk kemegahan.Bangunan itu memiliki pintu utama yang tinggi, bahkan jika ada seorang manusia dengan tinggi dua meter, masih dapat berjalan dengan baik melalui pintu tersebut. Tinggi pintu itu berkisar 3.5 m. Orang-orang terlihat seperti semut, jika melalui pintu itu.Tempat yang megah tak jauh dari tamu-tamu berkelas tinggi. Mereka semua mengenakan pakaian dengan brand terkenal dari dress, jas, high heels, sepatu, tas, hingga segala jenis benda yang melekat pada penampilan mereka.Bianca dan Sarah yang tak ingin ketinggalan. Mereka mengenakan dress dengan brand yang terkenal. Bianca dengan dress navy polosnya, menampakkan bentuk tubuhnya serta dadanya yang terlihat membesar. Sedangkan Sarah mengenakan dress panjang berwarn
Vivian mengenakan salah satu dress yang baru ia beli di Mall. Dia menatap cermin sambil tersenyum. Axel berdiri di belakang Vivian seraya memeluknya dari belakang. "Kamu cantik, Honey," puji Axel sambil mengusap kepala wanita itu dengan lembut."Ini tubuh Bianca. Bagaimana kamu tahu kalau aku cantik?" tanya Vivian. Senyuman Axel tampak pada bibirnya."Apapun itu, bagiku kamu cantik." Axel mencium rambut wanita itu dari belakang."Aku ingin mencoba dress yang lain.""Kamu beneran gak sabar ya ingin segera berkencan denganku?" godanya, menaikkan salah satu alis."Ya udah, aku pakai dress ini aja.""Duh, istriku ini mulai ngambek ya. Tetapi, sikapmu yang seperti ini bertambah manis. Aku suka," bisiknya dengan nada seksi. Lidah Axel bermain pada telinga itu. Tak lama, ia menyudahinya."Kalau kamu terlambat, kita akan kesulitan ke Bioskop," kata Vivian. Ia menatap malas seraya melipatkan kedua tangan. Axel tersenyum. Selain menggoda Vivian
Vivian mengepalkan tangan. Ia tak mengira bertemu musuh lamanya di rumah itu. Awalnya, Victoria juga tak tahu kalau Vivian berada di tubuh Bianca. Namun, setelah insiden perselingkuhan Axel terkuak, Victoria dapat merasakan gelombang aura yang sangat kuat dari tubuh Bianca.Sejak saat itu ia mulai memperhatikan orang-orang disekitar Vivian secara diam-diam. Dia juga menanamkan sesuatu pada diri Meili saat anak buahnya dikalahkan oleh Vivian. Hal itu yang memicu Meili memilih bunuh diri.Jika dilihat dari karakteristik Meili, ia bukan tipe perempuan yang mengakhiri hidupnya. Victoria berhubungan dengan kematian Meili. Sayang, Vivian tak tahu hal itu. Tetapi, dia agak curiga ketika Meili lebih memilih melompat dari lantai tiga.Namun, kecurigaan itu perlahan memudar, saat melihat Meili bersimbah darah. Setelah semua terjadi, kini Vivian mulai mengerti. Kehadiran Victoria memberinya petunjuk. Yang dia tak bisa prediksikan, roh iblis itu datang lebih cepat ketimbang
Barang belanjaan yang cukup banyak membuat Vivian agak kesulitan membawanya. Ia melihat Suryo yang tertidur pulas di mobil. Suara ketukan kaca mobil mengagetkannya seketika."Eh, Non. Sudah selesai?" tanya Suryo seraya mengusap kedua matanya. Ia masih agak mengantuk."Udah dong. Oh ya, kenapa kamu memanggilku non lagi?""Udah kebiasaan, Non. Nggak enak rasanya kalau diubah begitu.""Kamu menyebutku begitu, telingaku jadi gatel." Vivian mengusap telinga."Saya kan sudah memanggil Non bertahun-tahun. Rasanya tidak sopan jika tidak memanggil seperti itu. Nggak apa-apa kan, Non?" Suryo mengusap kedua matanya lagi."Ya udah terserah kamu.""Barang belanjaan Non kemana? Saya mau taruh di bagasi mobil.""Sudah ku taruh semua baru saja. Sepertinya, kamu masih mengantuk, ya.""U-udah nggak, Non," kata Suryo. Ia tak ingin dianggap sebagai sopir yang tidak kompeten. Dia berusaha agar menahan rasa kantuknya."Pak Suryo, kalau
Keduanya saling bertatapan. Tak berlangsung lama, malaikat maut itu mengeluarkan rantai ikatan. Rantai itu dapat mengikat roh iblis dengan cukup kuat. Namun, Vivian selalu tahu trik ini.Dia berhasil menghindar walau tak menggunakan kekuatannya. Malaikat maut itu terus mengayunkan rantai ikatan ke arah Vivian. Lagi-lagi hal itu sia-sia. Vivian menyeringai.Dia tahu malaikat maut tidak pernah menunjukkan kekesalannya. Terlihat, hanya dua kali serangan gagal, malaikat maut terhenti. Ia menyimpan kembali rantai ikatan itu."Apa kamu nggak bosan ingin menangkapku terus?" Vivian mengerucutkan bibir."Vivian, kamu sudah terlalu lama hidup di dunia manusia. Sudah saatnya, kamu kembali ke gerbang langit.""Gak mau. Aku tahu, kalian p
Sebuah Mall yang berada di daerah perkotaan lebih ramai ketimbang biasanya. Mungkin dikarenakan hari minggu, menjadi kesempatan bagi banyak orang untuk menghabiskan hari liburnya di Mall. Beberapa butik ternama telah dipadati pengunjung. Mereka berbondong-bondong membeli pakaian dengan harga murah. Terjadinya diskon besar-besaran hampir semua butik yang ada di Mall tersebut. Salah satu pengunjung Mall itu memancarkan auranya. Orang-orang berlalu lalang terkesima dengan kecantikan serta bentuk badan yang dimilikinya. Sosok itu adalah Vivian. Walau semua pakaian Bianca serba tertutup, tak menjadi penghalang baginya untuk berpakaian terbuka. Ia menyulap salah satu kemeja Bianca yang berlengan panjang menjadi tanpa lengan. Dia melepas semua lengannya tanpa menyisakan sedikitpun menggunakan pendedel. Lalu, ia menggunakan benang dan juga jarum. Ia meminjam semua peralatan itu pada Ratna. Kemudian, ia menjahit bagian yang kurang rapi. Masih belum cukup puas,
Roh iblis itu menatap Axel sambil tersenyum. Langkahnya semakin dekat hingga wajah mereka berjarak beberapa sentimeter saja. "Ikuti aku!" kata roh iblis itu. Axel mengikutinya. Mereka duduk di salah satu kursi yang berada di Taman. Banyak orang berpacaran disana. Axel dan roh iblis itu memilih tempat yang sepi, sehingga tidak ada yang mendengar apa yang mereka bicarakan. Mereka juga tidak terpengaruh oleh suara-suara bising lainnya. "Tempat ini sudah cukup sepi, ceritakan padaku apa yang kamu ketahui tentangnya." "Kamu nggak takut denganku? Gimana kalau aku menipumu?" Roh iblis itu tersenyum miring. "Kamu adalah roh iblis. Sedangkan aku hanyalah manusia biasa. Berada di tubuhku juga nggak enak." Axel memalingkan wajahnya. Sebenarnya, ia masih takut dengan roh iblis di depannya. "Hahaha…. Kamu cukup menarik. Oh ya, kamu ingin tahu cerita Vivian atau roh iblis?" "Vivian kan roh iblis. Nggak ada bedanya, kan?" "Aku memberikanmu pi
Angel menatap tak percaya apa yang dilihatnya. Ia terlihat gugup. Sedangkan Axel berpakaian kembali. Dia mulai menjauh dari Angel. Ketakutan kembali menerpa pria itu. Tubuhnya mulai bergetar. Bibirnya pucat. "Ngel, aku cabut dulu, ya. Dah." "Duh, si Axel ini malah main kabur segala," batin Angel. Ketika Axel berpapasan dengan Falco, pria itu menariknya. Dia memukuli Axel bertubi-tubi. "Stop Falco!" seru Angel. Ia menghentikan suaminya. Tatapan mata Falco marah bercampur kecewa. Angel menatap Falco sambil memegang tangannya. Ia meneteskan air mata. Karena air mata itu, Falco berubah menjadi lembut. Ia tak lagi memukuli Axel. "Kenapa, Angel? Apa kekuranganku dari pria itu?" Falco menatap Angel kecewa. Tak terasa, ia meneteskan air mata. "Maaf. Kamu boleh menyalahkanku. Aku…" "Aaaaaaah!" Falco berteriak histeris. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia tak ingin memukul atau memarahi istrinya. Dia begitu mencintai Angel. Dia lebih suka m
Axel tidur pada paha Angel. Mereka tak melakukan apa-apa. Axel menggenggam tangan wanita itu, lalu mengecupnya lembut. Sebelum mengenal Vivian, tak cukup hanya ciuman ditangan.Pria itu bergerak liar hingga Angel kewalahan. Namun, saat ini, ia tak ingin melakukannya. Entah apa yang terjadi padanya, ia seakan tak bergairah. Padahal, Angel mengenakan baju tanpa lengan memperlihatkan belahan dadanya serta celana pendek di atas lutut.Siapa yang tidak tergoda dengan penampilannya seperti itu? Berada di pangkuan Angel, baginya lebih dari cukup. Ia tak ingin lebih. Selain itu, Angel tak mengajak Axel untuk berhubungan badan.Sebenarnya, Axel lebih sering mengajaknya untuk melakukan perbuatan dosa itu, ketimbang dirinya. Tak heran, ketika Axel tak ingin melakukan itu, Angel juga tak berinisiatif. Wanita itu mengerti apa yang terjadi pada Axel."Jadi, kamu telah jatuh hati beneran sama istrimu?" tanya Angel. Sudah kesekian kali Axel tak menjawab. Ia bimbang. Ange
Wanita itu mengusap punggung Axel, membiarkannya membenamkan kepala. Beberapa orang melihat ke arah mereka, namun tak terlalu peduli dengan hubungan keduanya. "Why? Kamu begitu kangennya ya sama aku, sehingga kamu peluk aku gini?" tanya wanita itu. "Angel, kamu kemana aja? Kamu tahu kalau aku kangen." Axel melepaskan pelukannya perlahan. Ia menatap wajah itu. "Ayo, ke Apartemenmu!" seru Angel tiba-tiba. "Lalu, gimana dengan suamimu?" "Suamiku lagi ke luar kota. Kamu gak perlu cemas." "Ngel, aku gak mau seperti waktu itu. Kamu tau gak, apa yang dilakukan suamimu itu? Aku hampir mati." Axel merinding seketika saat mengingat kejadian waktu itu. "Sorry, Xel. Aku gak bermaksud membuatmu takut." Wajahnya kusam. Kemudian, Angel duduk di pasir. Kedua kakinya disejajarkan didepan. "Tetapi, suamimu gak pernah memukul atau interogasi kamu, kan?" "Dia hanya memelukku. Dia mengatakan tentang perasaannya. Dan ia berharap, kalau kami