Apartemen Axel terbilang lumayan besar. Tetapi, bagi seseorang yang memiliki harta berlimpah, apartemennya bukanlah apa-apa. Namun, Bianca tak pernah mempermasalahkan hal itu. Gadis itu memilih duduk di sofa. Bibirnya tersenyum manis. "Kenapa? Kecil ya apartemenku?" tanya Axel.
"Aku gak berpikir begitu."
"Lalu apa yang kamu pikirkan?" Axel duduk disebelah Bianca. Pria itu menyentuh kepala Bianca, lalu disandarkan pada bahunya.
"Apartemenmu rapi dan bersih."
"Itu karena aku yang rajin membersihkannya," ungkap Axel agak sedikit gugup. "Untung saja, aku selalu membersihkan Apartemenku setiap hari," batinnya.
"Lalu, sebenarnya apa pekerjaanmu?"
"Kamu ingin tahu?" tanya Axel. Bianca menganggukkan kepala. Pria itu membelai rambut panjangnya dengan lembut. Sesekali, ia mengecup lembut kening Bianca. Perasaan Bianca semakin kuat karena sikap manis pria itu.
"Kalau kamu belum memiliki pekerjaan yang tetap, aku bisa memberimu jabatan di kantor," ucapnya dengan bersungguh-sungguh.
"Kamu serius, Dear?"
"Iya, aku serius. Bagaimana? Mau?"
"Boleh juga nih. Kalau aku bisa bekerja di kantornya dan memiliki berpenghasilan yang baik, aku akan menghasilkan uang yang banyak. Aku tidak lagi bingung mengurusi uang karena hidupku sudah berkelimpahan harta," batin Axel. Tatapan matanya penuh ambisi.
Dia hanya mempermainkan perasaan Bianca yang tulus. Gadis yang malang. Dia salah telah bertemu pria seperti Axel yang tidak pernah serius dengannya. Namun, Bianca yang terjebak oleh rencananya yang licik, hanya menunggu waktu hingga gadis itu menyadari perbuatan Axel.
"Gak mau ya?" terka Bianca.
"Kalau aku langsung bekerja dikantormu, banyak orang yang akan merendahkanmu. Reputasimu akan memburuk. Dan aku tidak mau hal itu terjadi, Dear." Axel kembali membelai rambut Bianca.
"Lalu, kamu mau bagaimana?"
"Aku akan mengikuti prosedur sebagai karyawan baru," ucap Axel. Ia hanya berkilah dan dianggap sebagai pria yang baik. Cara itu dapat membuktikan dirinya layak.
"Hmm...Baiklah." Axel mengecup lembut bibir gadis itu. Tak ingin sekadar kecupan. Pria itu kembali menciumnya. Ciuman mereka begitu panas dengan lidah mereka yang saling bermain.
Axel semakin bergairah. Bibirnya ingin menggapai leher Bianca dalam sekejap. Tanpa membiarkan bibirnya menganggur, bibirnya berselancar dengan indah hingga ke leher Bianca. Gadis itu merasakan sensasi yang menggelitik saat bibir Axel menyentuh lehernya.
Setelah cukup lama bermain, Axel mengecup kening Bianca. Pria itu tersenyum. Walau gairahnya tinggi, ia tidak mau merusak rencana yang ia susun dengan sempurna. "Ayo, kita memasak bersama, Dear!" Axel menarik Bianca, lalu menggenggam tangan gadis itu.
"Kalau kamu menggenggam tanganku, gimana caranya kita memasak, Axel?"
"Biar lebih romantis saja. Ubah dong, panggilanmu ke aku."
"Namamu kan, Axel. Aku harus memanggilmu apa?" ucapnya polos.
"Sayang atau honey atau mungkin darling. Ya seperti itulah," jawab Axel seraya mengambil satu ekor ayam yang masih mentah di kulkas.
"A┄Aku gak terbiasa panggil seseorang seperti itu." Wajahnya merona.
"Kamu harus terbiasa, Dear. Kita kan pasangan atau..."
"Atau ap┄" Axel membungkam Bianca dengan mencium bibirnya. Gadis itu membalas ciumannya. Nafas mereka saling beradu.
"Seperti ini. Anggap saja ini hukumanmu karena tidak memanggil namaku dengan sebutan mesra," bisik Axel. Pria itu menyeringai.
"A┄Aku akan melakukannya."
"Panggil aku apa, Dear?"
"Sa┄Sayang."
"Terdengar indah." Axel mengecup pipi Bianca. Namun, gadis itu malah mendorongnya karena gugup.
"Ki┄Kita harus fokus memasak."
"Memangnya kamu tahu apa yang kita masak?" tanya Axel.
"Ayam panggang?"
"No, Dear. Itu terlalu umum. Aku ingin yang sedikit berbeda dari biasanya."
"Kalau begitu... Apa mungkin ayam bumbu kecap?"
"Itu juga bukan."
"Ayam saos inggris?"
"Bukan masakan indonesia, Dear."
"Lalu kalau bukan masakan indonesia, apa mungkin masakan Jepang? Atau chinese food?"
"No, no, no. Kali ini kita akan memasak masakan Eropa."
"Eropa terkenal dengan bumbunya yang khas. Ayam sebagai bahan utama. Lalu, untuk bumbunya?"
"Jangan khawatir, Dear! Di Apartemenku sangat lengkap." Axel mengambil bumbu-bumbu seperti merica, bawang putih, bawang merah, dan jenis bumbu lainnya.
"Kamu menyimpannya dilemari. Tentu saja, aku gak tahu."
"Itu supaya lebih rapi saja, Dear," Axel mengecup bibir Bianca. Gadis itu tegang seketika.
"Oh ya, ada yang kurang lengkap. Kurang satu lagi."
"Apa itu?"
"Wine red."
"Kenapa anggur merah?"
"Karena masakan yang akan kita buat ini namanya coq au vin."
"Masakan perancis?"
"That's right!" Axel mengecup pipi Bianca sebagai hadiah karena apa yang dikatakannya benar. "Tunggu sebentar ya, dear!" Axel mengambil salah satu anggur merah terbaik diantara ratusan. Sebenarnya, semua anggur merah itu bukan miliknya. Itu semua Angel yang punya. Wanita itu selalu menitipkan anggur-anggurnya di Apartemen Axel karena suaminya tak suka ada alkohol di rumah mereka.
Axel sendiri takkan mampu membeli anggur dari luar negeri dalam jumlah banyak. "Angel, aku pinjam anggurmu ya. Suatu saat nanti kalau aku dapat uang banyak, aku akan mengembalikan anggurmu," batin Axel, seolah-olah Angel ada disana. Pria itu tahu sebotol anggur milik Angel seharga puluhan juta.
Merasa agak sedikit bosan, Bianca duduk disofa. Ketika ia menoleh untuk melihat sekitarnya, rasa ketertarikannya muncul pada sebuah foto yang berada agak jauh darinya. Bianca memberanikan diri untuk melihat foto itu. Axel yang tengah tersenyum. Dia tampak sendirian disana, tetapi ada bayangan seseorang yang agak buram.
Bianca meyakini bayangan itu seperti sosok wanita. Segala pikiran buruk mengenai Axel menusuk jantungnya. Perasaan itu kian memburuk. Perlahan, ia menutup kedua matanya. Tanpa terasa, air matanya menetes. Akankah keburukan Axel terungkap hanya dari sebuah foto?
Axel melihat Bianca yang menatap fotonya tiada henti. Pria itu tersenyum, seraya meletakkan anggur merah di meja. Dia melangkahkan kakinya, memeluk Bianca dari arah belakang. Secara spontan, gadis itu langsung melepaskan pelukan Axel.
"Ada apa, Dear?" Axel menaikkan salah satu alisnya karena bingung.
"Katakan padaku, apa kamu sungguh mencintaiku? Kamu tidak mempermainkan perasaanku?"
"Ada apa ini? Apa mungkin Bianca tahu tentang rencanaku? Tidak mungkin. Hanya aku dan Angel yang tahu. Tampaknya, Angel tak mengenal Bianca, mana mungkin dia tahu," batin Axel.
"Ternyata benar, kamu hanya..." sebelum Bianca selesai bicara, Axel terlebih dahulu mencium bibirnya. Bianca mendorong Axel namun kedua tangannya ditangkap oleh pria itu. Semarah apapun Bianca, dia tetaplah seorang perempuan, tidak akan bisa menang melawan pria.
Air mata Bianca terus berdatangan. Axel melepaskan ciumannya, lalu mengusap air mata Bianca. "Dengarkan aku dulu, Dear! Aku tidak pernah mempermainkan perasaanmu," ucap Axel.
"Pembohong!"
"Aku serius. Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa melihat tatapan mataku," ujar Axel. Kedua matanya menatap Bianca begitu dalam. Axel menahan kebohongannya dengan deretan gigi atas dan deretan gigi bawah saling bersentuhan. Hal itu tidak akan membuat Bianca curiga. Hanya Angel yang tahu trik lamanya.
"La┄Lalu siapa wanita itu?" ucap Bianca sambil menunjuk pada foto Axel.
"Foto wanita? Siapa?" tanya Axel. Ia mengerutkan kening.
"Ini apa?"
"Oh, itu. Dia adalah sepupu aku," elak Axel. Sebenarnya, ia baru menyadari ada bayangan Angel disana.
"Sepupumu? Sepertinya tidak mirip."
"Itu karena dia ikut dari gen ayahnya. Tak heran, warna kulitnya berbeda denganku," ucapnya berbohong.
"Jadi begitu."
"Kalau kamu gak percaya, aku bisa menghubunginya sekarang. Tetapi, jam segini biasanya dia sibuk mengurusi suaminya."
"Dia sudah menikah?"
"Iya. Dia menikah muda. Mereka tampak bahagia," Axel menghela nafas. Rasa gugupnya berkurang. "Bagaimana? Mau kutelepon dia sekarang, agar kamu percaya denganku?"
"Eh, jangan deh. Kamu bilang dia sibuk. Aku juga tidak ingin mengganggu pasangan yang berbahagia."
"Aku hanya ingin kamu mempercayaiku. Hanya itu satu-satunya cara agar kamu tidak meragukan perasaanku," ujar Axel. Kedua tangannya menggenggam kedua tangan Bianca.
"Aku tidak akan lagi meragukanmu," Bianca menampakkan senyuman indahnya.
"Aku senang, akhirnya kamu mempercayaiku." Axel memeluk Bianca. Gadis itu merasa paling bahagia dicintai Axel. Namun, ia tak pernah ada dihati pria itu.
Awan tak terlihat terang, semuanya terasa gelap, hanya bintang yang mampu menemani sang kegelapan malam. Cahaya lampu juga melengkapi dunia yang gemerlap. Adanya sebuah bangunan megah dengan bergaya Eropa, dipenuhi lampu berwarna terang membentuk kemegahan.Bangunan itu memiliki pintu utama yang tinggi, bahkan jika ada seorang manusia dengan tinggi dua meter, masih dapat berjalan dengan baik melalui pintu tersebut. Tinggi pintu itu berkisar 3.5 m. Orang-orang terlihat seperti semut, jika melalui pintu itu.Tempat yang megah tak jauh dari tamu-tamu berkelas tinggi. Mereka semua mengenakan pakaian dengan brand terkenal dari dress, jas, high heels, sepatu, tas, hingga segala jenis benda yang melekat pada penampilan mereka.Bianca dan Sarah yang tak ingin ketinggalan. Mereka mengenakan dress dengan brand yang terkenal. Bianca dengan dress navy polosnya, menampakkan bentuk tubuhnya serta dadanya yang terlihat membesar. Sedangkan Sarah mengenakan dress panjang berwarn
Axel dan Angel masih betah berdiri di lantai dua tanpa menyambut tamu lainnya. Angel memanggil pelayan yang berjalan melewatinya untuk mengambilkan dua gelas anggur merah. "Kamu selalu tahu apa yang menjadi kesukaanku," ungkap Axel menampakkan senyuman mautnya."Kita kan sudah kenal lama, Xel. Semuanya tentangmu aku tahu bahkan ukuran semua yang kamu pakai," ujar Angel. Pria itu menyeringai dengan tatapan nakalnya."Eh iya, kamu masih disini?" tanya Axel."Emang kenapa? Kamu udah gak sabar ketemu ama dia?""Bukan begitu. Saat ini, statusnya adalah pacarku. Walau aku sudah melihatnya dari sini, entah kenapa aku tidak bisa menemuinya langsung. Menurutmu kenapa?""Karena kamu gak menganggap dia sebagai orang spesial dihatimu." Kepala Angel bersandar pada bahu lebar Axel. "Xel!" panggil Angel seraya mendongakkan kepalanya."Hmm? Apa?""Kamu serius ingin memanfaatkannya?""Kalau iya kenapa?""Kamu gak takut suatu hari nanti k
Bianca membasuh wajahnya agar terlihat lebih segar. Dia menghela nafas seketika. Dilihatnya, cermin yang menampakkan sosok dirinya. Ia tersenyum. Walau dalam suasana hati yang cukup buruk tadi, tetapi ia masih begitu cantik. Setelah lima belas menit kemudian, dia keluar dari sana.Saat keluar dari toilet, dia ditarik oleh Axel. Pria itu langsung menciumnya lembut. Bianca ingin menampar siapa pria yang berani menciumnya. Namun, hal itu tak ia lakukan saat Axel melepaskan ciumannya. Pria itu tersenyum."Kamu disini?" Bianca masih tidak percaya jika Axel berada didekatnya. Ia mengira pikirannya dipenuhi Axel, sehingga menyebabkannya berkhayal. Gadis itu menampar pipinya sendiri."Kenapa ditampar, dear?" Axel mengusap pipi Bianca lembut. Setelah itu, ia mencium pipinya."A┄Aku kira ini cuma mimpi. Kamu tiba-tiba datang begitu saja tanpa mengabariku dan langsung menciumku. Gadis mana yang tidak langsung kaget?""Kamu masih ingat tidak, waktu itu ketika
Malam penuh bintang menjadikan waktu terindah bagi Axel. Pria itu tak berhenti menatap Bianca. Gadis yang malang, tak bisakah Axel bersikap lebih lembut padanya tanpa bertindak begitu keji? Axel tak peduli. Bianca sangat bermanfaat untuknya dimasa mendatang.Hanya dengan cara ini, pria itu memiliki Bianca. Tanpa berpikir panjang, Axel menurunkan resleting pada dress bagian belakang Bianca. Gerakannya cukup cepat, namun tak merusak resleting itu sendiri. Ponsel Bianca yang telah disilent dari awal saat pria itu membawanya, tak dapat mengganggu aktivitasnya.Setelah resleting terbuka, ia segera melepaskan pakaian itu yang terus mengganggunya. Tampak pakaian dalam Bianca yang menggiurkan. Axel tegang sesaat. Dia tak bisa berpikir jernih. Bianca tak menolak saat pria itu menyentuhnya. Malam yang berwarna dengan segala desahan yang menggelora. Bianca yang tak menolaknya, membuat Axel bergerak semakin liar.Malam penuh dosa itu tak ada rasa penyesalan bagi Axel. Pikir
Waktu terlewati dengan sempurna, tak terasa satu bulan telah berlalu. Waktu yang cukup cepat ini, membuat seorang wanita merasa gugup. Ia memejamkan kedua mata sambil menikmati angin yang terus berdatangan ke arahnya.Dia berdiri di sebuah balkon kantornya. Termenung mungkin pilihan terbaiknya saat ini. Sarah datang tiba-tiba tanpa sengaja mengagetkannya. "Ibu terlihat melamun. Bukankah seharusnya anda senang karena sebentar lagi akan menikah?" tanya Sarah."Sarah, menurutmu bagaimana perasaanmu ketika menikah?""Gugup dan ragu. Tetapi, ketika memikirkannya kembali saya tidak ragu lagi.""Secepat itukah keraguanmu hilang?""Iya. Tidak begitu baik, jika hati dikelilingi keraguan dalam waktu yang lama. Oh ya, saya punya tips agar dapat mengurangi rasa gugup serta keraguan anda.""Gimana caranya?""Ibu harus memejamkan kedua mata sambil mengingat setiap momentum anda bersamanya. Saya yakin setelah itu, anda pasti merasa lebih rileks."
Langit menampakkan kesenduan yang beraroma mistis. Hawa dingin seakan membeku seketika. Aura gelap mengelilingi Bianca dalam sekejap. Sepasang mata berwarna merah terlihat mengganas. Senyuman yang licik tak dapat terkendali. Aura iblis mengelilingi Bianca. Kini, Bianca terlihat berbeda.Sosok Vivian yang berada didalam tubuhnya akan mengubah seluruh kehidupan Bianca. "Hahaha... Akhirnya setelah sekian lama aku menginginkan tubuh manusia, tak kusangka aku berhasil mendapatkannya," ujar Vivian dengan sorotan mata yang tajam. Dia tampak bersemangat dengan tubuh barunya.Semua memori pada kehidupan Bianca menyatu pada diri Vivian. Wanita itu sudah mengetahui semua hal yang terjadi pada Bianca dengan memori itu. Selain itu, dia memiliki energi yang mematikan. Akankah Vivian membawa sebuah malapetaka? Kenyataannya, dia menatap tajam Axel dan ibu tiri Bianca. Senyuman jahat mendarat pada bibir manisnya. "Kalian ini, sangat menjijikkan," batin Vivian seraya mendekati mereka.
Malam ini bertaburan bintang penuh warna, seakan pertanda baik bagi Axel. Dekorasi yang indah dengan bunga mawar disekitarnya, menampakkan keromantisan yang menggebu. Tatanan yang rapi serta aroma bunga mawar mengusik hidung menambah gairah yang membara. Pria itu memasuki kamar pengantin dengan segala kelicikan yang terukir dibenaknya. Ia melihat Vivian yang berdiri dengan tenang, ia tak sabar ingin meraih wanita itu ke dalam dekapannya. Dilihatnya, Vivian berdiri di depannya sambil tersenyum. Ia berjalan mendekati wanita itu. Ia menatap penuh gairah tanpa rasa malu. Tatapan Vivian memperdaya Axel dalam waktu singkat. Jati dirinya sebagai roh iblis, tak sulit untuk menaklukkan pria manapun, termasuk Axel. Mungkin, Bianca tak pandai merayu pria. Tetapi, Vivian selalu memiliki aura tersendiri yang memungkinkan Axel terjebak dalam permainannya. Axel mendekati Vivian tak sabar. Ia menatap dengan setiap keinginannya yang liar. Senyuman Vivian menggoda Axel s
Sebuah kamar suite hotel yang terbilang mewah, memiliki kolam, ukuran kamar yang besar, serta fasilitas yang lengkap. Salah satu kamar suite yang terbilang mewah terletak di lantai 4. Disana terdapat jendela yang besar, dapat menikmati panorama indah di sekitarnya. Sosok wanita tengah berdiri seraya menggeliat. Ia berjalan ke arah jendela sambil menikmati pemandangan yang ada di luar. Wanita itu tersenyum memandang keindahan disana. Wanita itu sendirian tanpa didampingi siapapun. "Memang, dunia manusia sangatlah bagus. Aku tidak rugi berada di tubuh ini," batin Vivian tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya. Wanita itu menikmati suasana hotel itu. Sebagai roh iblis, ia ingin lebih lama berada didunia manusia. Tak lama, wanita itu berjalan untuk pergi ke arah kolam. Dengan bikini yang ia pakai, ia terjun ke kolam itu tanpa rasa takut. Kesejukan air yang berada disekitarnya membius wanita itu seketika. Walau Vivian adalah roh iblis, ia ingin menghabisk
Vivian mengenakan salah satu dress yang baru ia beli di Mall. Dia menatap cermin sambil tersenyum. Axel berdiri di belakang Vivian seraya memeluknya dari belakang. "Kamu cantik, Honey," puji Axel sambil mengusap kepala wanita itu dengan lembut."Ini tubuh Bianca. Bagaimana kamu tahu kalau aku cantik?" tanya Vivian. Senyuman Axel tampak pada bibirnya."Apapun itu, bagiku kamu cantik." Axel mencium rambut wanita itu dari belakang."Aku ingin mencoba dress yang lain.""Kamu beneran gak sabar ya ingin segera berkencan denganku?" godanya, menaikkan salah satu alis."Ya udah, aku pakai dress ini aja.""Duh, istriku ini mulai ngambek ya. Tetapi, sikapmu yang seperti ini bertambah manis. Aku suka," bisiknya dengan nada seksi. Lidah Axel bermain pada telinga itu. Tak lama, ia menyudahinya."Kalau kamu terlambat, kita akan kesulitan ke Bioskop," kata Vivian. Ia menatap malas seraya melipatkan kedua tangan. Axel tersenyum. Selain menggoda Vivian
Vivian mengepalkan tangan. Ia tak mengira bertemu musuh lamanya di rumah itu. Awalnya, Victoria juga tak tahu kalau Vivian berada di tubuh Bianca. Namun, setelah insiden perselingkuhan Axel terkuak, Victoria dapat merasakan gelombang aura yang sangat kuat dari tubuh Bianca.Sejak saat itu ia mulai memperhatikan orang-orang disekitar Vivian secara diam-diam. Dia juga menanamkan sesuatu pada diri Meili saat anak buahnya dikalahkan oleh Vivian. Hal itu yang memicu Meili memilih bunuh diri.Jika dilihat dari karakteristik Meili, ia bukan tipe perempuan yang mengakhiri hidupnya. Victoria berhubungan dengan kematian Meili. Sayang, Vivian tak tahu hal itu. Tetapi, dia agak curiga ketika Meili lebih memilih melompat dari lantai tiga.Namun, kecurigaan itu perlahan memudar, saat melihat Meili bersimbah darah. Setelah semua terjadi, kini Vivian mulai mengerti. Kehadiran Victoria memberinya petunjuk. Yang dia tak bisa prediksikan, roh iblis itu datang lebih cepat ketimbang
Barang belanjaan yang cukup banyak membuat Vivian agak kesulitan membawanya. Ia melihat Suryo yang tertidur pulas di mobil. Suara ketukan kaca mobil mengagetkannya seketika."Eh, Non. Sudah selesai?" tanya Suryo seraya mengusap kedua matanya. Ia masih agak mengantuk."Udah dong. Oh ya, kenapa kamu memanggilku non lagi?""Udah kebiasaan, Non. Nggak enak rasanya kalau diubah begitu.""Kamu menyebutku begitu, telingaku jadi gatel." Vivian mengusap telinga."Saya kan sudah memanggil Non bertahun-tahun. Rasanya tidak sopan jika tidak memanggil seperti itu. Nggak apa-apa kan, Non?" Suryo mengusap kedua matanya lagi."Ya udah terserah kamu.""Barang belanjaan Non kemana? Saya mau taruh di bagasi mobil.""Sudah ku taruh semua baru saja. Sepertinya, kamu masih mengantuk, ya.""U-udah nggak, Non," kata Suryo. Ia tak ingin dianggap sebagai sopir yang tidak kompeten. Dia berusaha agar menahan rasa kantuknya."Pak Suryo, kalau
Keduanya saling bertatapan. Tak berlangsung lama, malaikat maut itu mengeluarkan rantai ikatan. Rantai itu dapat mengikat roh iblis dengan cukup kuat. Namun, Vivian selalu tahu trik ini.Dia berhasil menghindar walau tak menggunakan kekuatannya. Malaikat maut itu terus mengayunkan rantai ikatan ke arah Vivian. Lagi-lagi hal itu sia-sia. Vivian menyeringai.Dia tahu malaikat maut tidak pernah menunjukkan kekesalannya. Terlihat, hanya dua kali serangan gagal, malaikat maut terhenti. Ia menyimpan kembali rantai ikatan itu."Apa kamu nggak bosan ingin menangkapku terus?" Vivian mengerucutkan bibir."Vivian, kamu sudah terlalu lama hidup di dunia manusia. Sudah saatnya, kamu kembali ke gerbang langit.""Gak mau. Aku tahu, kalian p
Sebuah Mall yang berada di daerah perkotaan lebih ramai ketimbang biasanya. Mungkin dikarenakan hari minggu, menjadi kesempatan bagi banyak orang untuk menghabiskan hari liburnya di Mall. Beberapa butik ternama telah dipadati pengunjung. Mereka berbondong-bondong membeli pakaian dengan harga murah. Terjadinya diskon besar-besaran hampir semua butik yang ada di Mall tersebut. Salah satu pengunjung Mall itu memancarkan auranya. Orang-orang berlalu lalang terkesima dengan kecantikan serta bentuk badan yang dimilikinya. Sosok itu adalah Vivian. Walau semua pakaian Bianca serba tertutup, tak menjadi penghalang baginya untuk berpakaian terbuka. Ia menyulap salah satu kemeja Bianca yang berlengan panjang menjadi tanpa lengan. Dia melepas semua lengannya tanpa menyisakan sedikitpun menggunakan pendedel. Lalu, ia menggunakan benang dan juga jarum. Ia meminjam semua peralatan itu pada Ratna. Kemudian, ia menjahit bagian yang kurang rapi. Masih belum cukup puas,
Roh iblis itu menatap Axel sambil tersenyum. Langkahnya semakin dekat hingga wajah mereka berjarak beberapa sentimeter saja. "Ikuti aku!" kata roh iblis itu. Axel mengikutinya. Mereka duduk di salah satu kursi yang berada di Taman. Banyak orang berpacaran disana. Axel dan roh iblis itu memilih tempat yang sepi, sehingga tidak ada yang mendengar apa yang mereka bicarakan. Mereka juga tidak terpengaruh oleh suara-suara bising lainnya. "Tempat ini sudah cukup sepi, ceritakan padaku apa yang kamu ketahui tentangnya." "Kamu nggak takut denganku? Gimana kalau aku menipumu?" Roh iblis itu tersenyum miring. "Kamu adalah roh iblis. Sedangkan aku hanyalah manusia biasa. Berada di tubuhku juga nggak enak." Axel memalingkan wajahnya. Sebenarnya, ia masih takut dengan roh iblis di depannya. "Hahaha…. Kamu cukup menarik. Oh ya, kamu ingin tahu cerita Vivian atau roh iblis?" "Vivian kan roh iblis. Nggak ada bedanya, kan?" "Aku memberikanmu pi
Angel menatap tak percaya apa yang dilihatnya. Ia terlihat gugup. Sedangkan Axel berpakaian kembali. Dia mulai menjauh dari Angel. Ketakutan kembali menerpa pria itu. Tubuhnya mulai bergetar. Bibirnya pucat. "Ngel, aku cabut dulu, ya. Dah." "Duh, si Axel ini malah main kabur segala," batin Angel. Ketika Axel berpapasan dengan Falco, pria itu menariknya. Dia memukuli Axel bertubi-tubi. "Stop Falco!" seru Angel. Ia menghentikan suaminya. Tatapan mata Falco marah bercampur kecewa. Angel menatap Falco sambil memegang tangannya. Ia meneteskan air mata. Karena air mata itu, Falco berubah menjadi lembut. Ia tak lagi memukuli Axel. "Kenapa, Angel? Apa kekuranganku dari pria itu?" Falco menatap Angel kecewa. Tak terasa, ia meneteskan air mata. "Maaf. Kamu boleh menyalahkanku. Aku…" "Aaaaaaah!" Falco berteriak histeris. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia tak ingin memukul atau memarahi istrinya. Dia begitu mencintai Angel. Dia lebih suka m
Axel tidur pada paha Angel. Mereka tak melakukan apa-apa. Axel menggenggam tangan wanita itu, lalu mengecupnya lembut. Sebelum mengenal Vivian, tak cukup hanya ciuman ditangan.Pria itu bergerak liar hingga Angel kewalahan. Namun, saat ini, ia tak ingin melakukannya. Entah apa yang terjadi padanya, ia seakan tak bergairah. Padahal, Angel mengenakan baju tanpa lengan memperlihatkan belahan dadanya serta celana pendek di atas lutut.Siapa yang tidak tergoda dengan penampilannya seperti itu? Berada di pangkuan Angel, baginya lebih dari cukup. Ia tak ingin lebih. Selain itu, Angel tak mengajak Axel untuk berhubungan badan.Sebenarnya, Axel lebih sering mengajaknya untuk melakukan perbuatan dosa itu, ketimbang dirinya. Tak heran, ketika Axel tak ingin melakukan itu, Angel juga tak berinisiatif. Wanita itu mengerti apa yang terjadi pada Axel."Jadi, kamu telah jatuh hati beneran sama istrimu?" tanya Angel. Sudah kesekian kali Axel tak menjawab. Ia bimbang. Ange
Wanita itu mengusap punggung Axel, membiarkannya membenamkan kepala. Beberapa orang melihat ke arah mereka, namun tak terlalu peduli dengan hubungan keduanya. "Why? Kamu begitu kangennya ya sama aku, sehingga kamu peluk aku gini?" tanya wanita itu. "Angel, kamu kemana aja? Kamu tahu kalau aku kangen." Axel melepaskan pelukannya perlahan. Ia menatap wajah itu. "Ayo, ke Apartemenmu!" seru Angel tiba-tiba. "Lalu, gimana dengan suamimu?" "Suamiku lagi ke luar kota. Kamu gak perlu cemas." "Ngel, aku gak mau seperti waktu itu. Kamu tau gak, apa yang dilakukan suamimu itu? Aku hampir mati." Axel merinding seketika saat mengingat kejadian waktu itu. "Sorry, Xel. Aku gak bermaksud membuatmu takut." Wajahnya kusam. Kemudian, Angel duduk di pasir. Kedua kakinya disejajarkan didepan. "Tetapi, suamimu gak pernah memukul atau interogasi kamu, kan?" "Dia hanya memelukku. Dia mengatakan tentang perasaannya. Dan ia berharap, kalau kami