Angel menggedor kaca pintu mobil dengan cukup keras. Gadis yang menodong pisau langsung berpakaian dengan benar. Saat itu terjadi, Axel membuka pintu, lalu menjauhkan diri darinya. Gadis itu kesal. Dengan langkah yang cepat, ia ingin menangkap Axel kembali. "Aku serahkan dia ke kamu, ya. Aku tunggu disana," bisik Axel seraya mengecup bibir Angel lembut.
"Sial! Aku selalu mendapatkan bagian yang gak enak." Angel dan gadis itu saling menatap. Angel menyeringai. Tanpa basa-basi ia merebut pisau di tangan gadis itu. Kini giliran Angel bertindak. Dia mengarahkan pisau tepat pada pipi gadis itu. "Pergilah, sejauh mungkin! Atau wajah ini akan kubuat cacat," ancam Angel tak main-main. Gadis itu tertawa keras.
"Kalian sama saja. Selalu menggunakan kekerasan untuk memecahkan solusi."
"Bukankah kamu juga sama? Aku hanya memperlakukanmu sama seperti apa yang kamu lakukan terhadapnya."
"Kali ini, aku akan melepaskanmu. Tetapi, tidak untuk lain waktu. Aku akan mengejarnya hingga ke ujung dunia sekalipun!" serunya.
"Dasar sakit jiwa! Udah sana pergi! Berani menyentuhnya sekali lagi, aku tidak akan tinggal diam!" seru Angel tanpa rasa takut. Suaranya tak kalah keras darinya. Mereka saling bertatapan tajam. Beberapa menit kemudian, Angel menemui Axel yang hanya bisa bersembunyi dari jauh. "Dia sudah pergi. Dasar penakut!" cibirnya.
"Ya sudah, ayo kita pulang ke Apartemenku!" kata Axel. Rasa takutnya tak kunjung hilang dari dirinya. Dia sering melihat kearah belakang. Angel hanya bisa tertawa melihat sahabatnya yang begitu.
******
Perasaan Axel sedikit demi sedikit mulai ada peningkatan. Kelegaan hati ia rasakan saat sampai di Apartemennya. Itu semua berkat dari pertolongan Angel. Wanita itu mengekorinya hingga tiba di Apartemennya. "Untung saja ada kamu, Ngel. Coba gak ada kamu, gimana nasib aku," celetuk Axel seraya mencari sofa untuk melepaskan segala kepenatannya. Ia membiarkan dirinya terbuai dalam sofa yang empuk.
"Hahahaha... Kamu juga sih aneh. Makanya jangan semua cewek digituin sama kamu. Itu salahmu sendiri." Angel tak bisa menahan tawanya. Saking banyaknya ketawa, perutnya sakit.
"Mana kutahu itu cewek aneh. Bayangin coba, kamu ada diposisiku, tiba-tiba pas kamu lagi sama pacarmu berduaan, kemudian dia membawa pisau untuk mengancammu. Apa yang akan kamu lakukan?" Axel tak bisa melupakan apa yang terjadi padanya tadi.
"Masalahnya aku itu pemilih. Gak semua cowok aku tidurin, Xel." Angel mencubit pinggang pria itu dengan gemas. "Geseran dong!" ucapnya, seraya tidur di sebelah Axel. Pria itu tiba-tiba memeluknya dari belakang. Angel membiarkannya. Dia selalu tahu apa yang menjadi kebutuhan Axel. Walau mereka tak memiliki hubungan apapun, hanya sekadar sahabat.
Keduanya bersahabat sejak masih kecil. Sejak Angel berumur 17 tahun, dia dan Axel sudah sering berkontak fisik. Namun, mereka tak saling mencintai. Hubungan mereka cukup rumit. Hingga Angel memutuskan untuk menikah muda ketika berusia 23 tahun.
Pernikahannya, tak membuat hubungan mereka renggang. Hubungan mereka tak biasa. Mereka saling membutuhkan satu sama lain, terlebih lagi untuk melampiaskan kekesalan yang terjadi pada kehidupan mereka.
Sebenarnya, Angel sangat menarik. Dia memiliki pipi chubby, berkulit sawo matang, serta berpenampilan seksi. Walau berkulit eksotis, namun ia memiliki pesonanya sendiri. Tak heran, jika banyak pria yang meliriknya. Dia beruntung memiliki suami yang kaya raya. Akan tetapi, wanita itu tak terlihat bahagia dengan suaminya yang kaya. Padahal, hubungan keduanya tak pernah ada masalah.
Sementara itu, Axel merupakan pria tampan berdarah indonesia-inggris. Walau berasal dari latar belakang yang biasa, namun ketampanannya selalu membius setiap perempuan yang melihatnya. Tak ada satu perempuan yang menolak akan pesonanya. Setiap kali Axel menampakkan diri, selalu ada perempuan yang meliriknya, bahkan memainkan mata mencoba untuk menggodanya.
Axel selalu dikelilingi oleh perempuan cantik dan seksi. Tak heran, jika diponselnya, banyak nama perempuan pada kontak teleponnya. Menjadikan dirinya sebagai pria playboy yang tak terlepas dari hubungan badan. Entah berapa kali dia tidur bersama perempuan.
Namun, hari ini terlihat berbeda dari biasanya. Axel memilih untuk memeluk Angel tanpa melakukan hal apapun. Walau begitu, mereka tetap terlihat romantis. "Ngel!" panggil Axel.
"Hmm? Apa?"
"Kamu tetap disini, kan?"
"Tergantung. Kalau aku ingin tetap disini, aku akan menginap. Ada apa? Kamu tidak ingin jauh dariku, ya?"
"Gimana kalau aku jadi suami keduamu," ucapnya asal. Sebenarnya, ia tak bersungguh-sungguh. Dia hanya merasa jenuh akhir-akhir ini.
"Hah? Kepalamu habis terbentur sesuatu, ya? Atau gak sengaja makan rumput?"
"Memang aku kambing, makan rumput." Axel memutar kedua matanya.
"Habisnya sih kamu aneh. Ada apaan sih?"
"Aku mulai bosan. Dan ingin memulai sesuatu yang baru. Suamimu kan kaya, aku bisa menjadi apapun, lalu kamu dan aku..." Belum menyelesaikan perkataannya, ia mendapatkan pukulan dari Angel.
"Itu gara-gara kamu keseringan tidur sana sini, membuatmu menjadi jomblo merana ketika sendirian. Sudah sana, cari istri!"
"Kamu kan udah ada disini. Untuk apa aku mencari istri lainnya?" katanya seraya menyeringai. Dia mencium bibir Angel dengan buas. Nafas mereka saling beradu. Akan tetapi, Angel menyudahi ciuman mereka.
"Udah ah, aku pulang aja," ucap Angel. Ia menjauhi Axel.
"Baru aja ciuman, udah mau pulang aja."
"Anggap saja aku bosan denganmu."
"Bosan denganku? Aku gak yakin. Kamu selalu mencariku kalau suamimu gak ada," goda Axel. Angel mencubit pipinya.
"Aw, Ngel! Untung ya, kamu temanku, coba kalau bukan."
"Memang kalau bukan teman, kamu berani sama aku?" Angel menatapnya tanpa rasa takut. Dia akui, dari dulu Angel belajar taekwondo. Walau, wanita itu jarang mempergunakannya.
"I'm sorry, Babe," ucap Axel seraya menarik Angel. Jarak diantara keduanya sangat dekat. "Malam ini disini ya, aku ingin kamu," bisik Axel. Nadanya yang sensual membuat Angel bergairah. Namun, ia teringat seseorang.
"Sorry, Xel. Bukan aku gak mau, masalahnya aku akan mati hari ini kalau gak pulang."
"Suamimu pulang cepat hari ini?" terka Axel.
"Kemungkinan sih iya. Dia pulang cepet kalau gak hari ini, ya besok. Aku juga lupa," Angel berpikir sejenak. "Xel, saranku ya daripada kamu suka main sana sini, mending sana cari istri! Cari istri yang dapat melayani seorang maniak sepertimu."
"Aku harap begitu. Masalahnya, hingga detik ini belum ada satu perempuan yang ingin kunikahi," ucap Axel seraya duduk disofa. Wajahnya tampak memikirkan sesuatu.
"Sepertinya, kamu ada seseorang yang menarik perhatianmu?" terka Angel tiba-tiba.
"Darimana kamu tahu?" Axel menaikkan alisnya.
"Kita sudah berteman lama dari dulu. Tak sulit bagiku untuk mengetahui apa isi pikiranmu ini," ungkap Angel. Jari telunjuknya menyentuh kepala Axel.
"Sebenarnya, saat ini aku bingung. Ada seorang gadis yang menarik perhatianku. Namun, aku agak ragu."
"Seorang gadis? Masih perawan?" tanya Angel penasaran. Axel menganggukkan kepala.
"Gila! Kamu yang sudah banyak pengalaman dengan berbagai macam perempuan, malah ingin mempermainkan anak orang yang masih polos?" Angel menggelengkan kepala.
"Masalahnya dia itu kaya. Aku bisa melihatnya dari mobilnya yang wow."
"Lalu, kamu ingin memanfaatkan hartanya?"
"Bukankah kamu juga sama? Ketika kamu menikahi pria kaya itu, kamu selalu mengatakan kalau hidup itu terus berjalan tanpa menoleh kebelakang."
"Memang benar, waktu itu aku berpikir harta adalah segalanya. Namun, semakin lama hidup satu rumah dengannya, hatiku merasa hampa. Harta bukanlah alasan untuk dapat membahagiakan seseorang. Axel, sebaiknya jangan ikuti jejakku!
"Aku ingin mengubah hidupku menjadi lebih baik. Kamu lihat sendiri, Apartemen ini merupakan pemberian dari salah satu teman bercintaku."
"Uang bukanlah segalanya. Aku ingin kamu menemukan kebahagiaanmu sendiri. Axel, jangan seperti aku. Suatu saat nanti, kamu akan menyesal."
"Bagiku kebahagiaanku adalah uang."
Axel hanya ingin mengubah hidupnya. Dia lelah dengan latar belakang dirinya yang tak kaya. Akankah ia terus berupaya mendekatkan diri pada Bianca tanpa didasari cinta?
Mobil Pajero milik Bianca terhenti pada sebuah Mall yang terletak di daerah pertengahan kota. Sarah, sekretaris Bianca juga ikut bersamanya. "Non, kita sudah sampai. Sebaiknya, non Bianca dan non Sarah turun disini saja. Biar saya memarkirkan mobilnya," ucap Suryo, mobil yang ia kendarai telah berada pada Lobby Mall. "Ya sudah. Jangan keluyuran kemana-mana! Tetap di parkiran," tegas Bianca yang seakan tahu kebiasaan Suryo. Biasanya, ketika Bianca pergi ke suatu tempat, Suryo tiba-tiba menghilang hingga gadis itu menunggunya terlalu lama. "Baik, Non," ucap Suryo sambil menundukkan kepala. Pria itu membukakan mobilnya untuk Bianca, Pada waktu bersamaan, Sarah membuka pintu mobil, lalu menunggu Bianca turun dari mobil. Ketika Bianca dan Sarah berjalan memasuki Mall, saat itu seorang pria tak sengaja menabrak Bianca. "Je m'excuse. Est-ce que ça va?" kata pria bule berdarah perancis. Pria itu mengatakan dia minta maaf dan menanyakan keadaan Bianca. Akan tetapi, ga
Axel dan Bianca memutuskan untuk berpacaran. Mereka saling bertegur sapa lewat telepon, bahkan sering melontarkan kata-kata mesra. Hubungan mereka semakin hari, semakin membaik. "Gimana kabarmu dikantor, Dear?" tanya Axel bernada manja lewat panggilan teleponnya."Biasalah lagi sibuk. Oh ya, beberapa hari lagi aku akan pergi ke ulang tahun seseorang, apa kamu ingin pergi bersamaku?" Bianca berharap jika dia dapat bersama dengan Axel ke acara itu."Wah, kenapa pas sekali ya acaranya, Dear.""Kenapa? Kamu lagi lembur kerja atau ada sesuatu yang lain?""Pekerjaanku memang tidak tetap sih, tetapi bukan karena itu. Maaf ya, Dear. Aku gak bisa menemanimu," ucapnya. Axel memiliki janji dengan angel, membuatnya tidak bisa pergi bersama Bianca. "Oh ya, bagaimana kalau kita bertemu saja. Aku sudah kangen sama kamu," ucap Axel. Pria itu ingin mencicipi bibir seksi Bianca. Pikirannya liar membuat sekujur tubuhnya tegang. Dia ingin merasakan setiap bagian tubuh Bianca
Apartemen Axel terbilang lumayan besar. Tetapi, bagi seseorang yang memiliki harta berlimpah, apartemennya bukanlah apa-apa. Namun, Bianca tak pernah mempermasalahkan hal itu. Gadis itu memilih duduk di sofa. Bibirnya tersenyum manis. "Kenapa? Kecil ya apartemenku?" tanya Axel."Aku gak berpikir begitu.""Lalu apa yang kamu pikirkan?" Axel duduk disebelah Bianca. Pria itu menyentuh kepala Bianca, lalu disandarkan pada bahunya."Apartemenmu rapi dan bersih.""Itu karena aku yang rajin membersihkannya," ungkap Axel agak sedikit gugup. "Untung saja, aku selalu membersihkan Apartemenku setiap hari," batinnya."Lalu, sebenarnya apa pekerjaanmu?""Kamu ingin tahu?" tanya Axel. Bianca menganggukkan kepala. Pria itu membelai rambut panjangnya dengan lembut. Sesekali, ia mengecup lembut kening Bianca. Perasaan Bianca semakin kuat karena sikap manis pria itu."Kalau kamu belum memiliki pekerjaan yang tetap, aku bisa memberimu jabatan di kantor,
Awan tak terlihat terang, semuanya terasa gelap, hanya bintang yang mampu menemani sang kegelapan malam. Cahaya lampu juga melengkapi dunia yang gemerlap. Adanya sebuah bangunan megah dengan bergaya Eropa, dipenuhi lampu berwarna terang membentuk kemegahan.Bangunan itu memiliki pintu utama yang tinggi, bahkan jika ada seorang manusia dengan tinggi dua meter, masih dapat berjalan dengan baik melalui pintu tersebut. Tinggi pintu itu berkisar 3.5 m. Orang-orang terlihat seperti semut, jika melalui pintu itu.Tempat yang megah tak jauh dari tamu-tamu berkelas tinggi. Mereka semua mengenakan pakaian dengan brand terkenal dari dress, jas, high heels, sepatu, tas, hingga segala jenis benda yang melekat pada penampilan mereka.Bianca dan Sarah yang tak ingin ketinggalan. Mereka mengenakan dress dengan brand yang terkenal. Bianca dengan dress navy polosnya, menampakkan bentuk tubuhnya serta dadanya yang terlihat membesar. Sedangkan Sarah mengenakan dress panjang berwarn
Axel dan Angel masih betah berdiri di lantai dua tanpa menyambut tamu lainnya. Angel memanggil pelayan yang berjalan melewatinya untuk mengambilkan dua gelas anggur merah. "Kamu selalu tahu apa yang menjadi kesukaanku," ungkap Axel menampakkan senyuman mautnya."Kita kan sudah kenal lama, Xel. Semuanya tentangmu aku tahu bahkan ukuran semua yang kamu pakai," ujar Angel. Pria itu menyeringai dengan tatapan nakalnya."Eh iya, kamu masih disini?" tanya Axel."Emang kenapa? Kamu udah gak sabar ketemu ama dia?""Bukan begitu. Saat ini, statusnya adalah pacarku. Walau aku sudah melihatnya dari sini, entah kenapa aku tidak bisa menemuinya langsung. Menurutmu kenapa?""Karena kamu gak menganggap dia sebagai orang spesial dihatimu." Kepala Angel bersandar pada bahu lebar Axel. "Xel!" panggil Angel seraya mendongakkan kepalanya."Hmm? Apa?""Kamu serius ingin memanfaatkannya?""Kalau iya kenapa?""Kamu gak takut suatu hari nanti k
Bianca membasuh wajahnya agar terlihat lebih segar. Dia menghela nafas seketika. Dilihatnya, cermin yang menampakkan sosok dirinya. Ia tersenyum. Walau dalam suasana hati yang cukup buruk tadi, tetapi ia masih begitu cantik. Setelah lima belas menit kemudian, dia keluar dari sana.Saat keluar dari toilet, dia ditarik oleh Axel. Pria itu langsung menciumnya lembut. Bianca ingin menampar siapa pria yang berani menciumnya. Namun, hal itu tak ia lakukan saat Axel melepaskan ciumannya. Pria itu tersenyum."Kamu disini?" Bianca masih tidak percaya jika Axel berada didekatnya. Ia mengira pikirannya dipenuhi Axel, sehingga menyebabkannya berkhayal. Gadis itu menampar pipinya sendiri."Kenapa ditampar, dear?" Axel mengusap pipi Bianca lembut. Setelah itu, ia mencium pipinya."A┄Aku kira ini cuma mimpi. Kamu tiba-tiba datang begitu saja tanpa mengabariku dan langsung menciumku. Gadis mana yang tidak langsung kaget?""Kamu masih ingat tidak, waktu itu ketika
Malam penuh bintang menjadikan waktu terindah bagi Axel. Pria itu tak berhenti menatap Bianca. Gadis yang malang, tak bisakah Axel bersikap lebih lembut padanya tanpa bertindak begitu keji? Axel tak peduli. Bianca sangat bermanfaat untuknya dimasa mendatang.Hanya dengan cara ini, pria itu memiliki Bianca. Tanpa berpikir panjang, Axel menurunkan resleting pada dress bagian belakang Bianca. Gerakannya cukup cepat, namun tak merusak resleting itu sendiri. Ponsel Bianca yang telah disilent dari awal saat pria itu membawanya, tak dapat mengganggu aktivitasnya.Setelah resleting terbuka, ia segera melepaskan pakaian itu yang terus mengganggunya. Tampak pakaian dalam Bianca yang menggiurkan. Axel tegang sesaat. Dia tak bisa berpikir jernih. Bianca tak menolak saat pria itu menyentuhnya. Malam yang berwarna dengan segala desahan yang menggelora. Bianca yang tak menolaknya, membuat Axel bergerak semakin liar.Malam penuh dosa itu tak ada rasa penyesalan bagi Axel. Pikir
Waktu terlewati dengan sempurna, tak terasa satu bulan telah berlalu. Waktu yang cukup cepat ini, membuat seorang wanita merasa gugup. Ia memejamkan kedua mata sambil menikmati angin yang terus berdatangan ke arahnya.Dia berdiri di sebuah balkon kantornya. Termenung mungkin pilihan terbaiknya saat ini. Sarah datang tiba-tiba tanpa sengaja mengagetkannya. "Ibu terlihat melamun. Bukankah seharusnya anda senang karena sebentar lagi akan menikah?" tanya Sarah."Sarah, menurutmu bagaimana perasaanmu ketika menikah?""Gugup dan ragu. Tetapi, ketika memikirkannya kembali saya tidak ragu lagi.""Secepat itukah keraguanmu hilang?""Iya. Tidak begitu baik, jika hati dikelilingi keraguan dalam waktu yang lama. Oh ya, saya punya tips agar dapat mengurangi rasa gugup serta keraguan anda.""Gimana caranya?""Ibu harus memejamkan kedua mata sambil mengingat setiap momentum anda bersamanya. Saya yakin setelah itu, anda pasti merasa lebih rileks."
Vivian mengenakan salah satu dress yang baru ia beli di Mall. Dia menatap cermin sambil tersenyum. Axel berdiri di belakang Vivian seraya memeluknya dari belakang. "Kamu cantik, Honey," puji Axel sambil mengusap kepala wanita itu dengan lembut."Ini tubuh Bianca. Bagaimana kamu tahu kalau aku cantik?" tanya Vivian. Senyuman Axel tampak pada bibirnya."Apapun itu, bagiku kamu cantik." Axel mencium rambut wanita itu dari belakang."Aku ingin mencoba dress yang lain.""Kamu beneran gak sabar ya ingin segera berkencan denganku?" godanya, menaikkan salah satu alis."Ya udah, aku pakai dress ini aja.""Duh, istriku ini mulai ngambek ya. Tetapi, sikapmu yang seperti ini bertambah manis. Aku suka," bisiknya dengan nada seksi. Lidah Axel bermain pada telinga itu. Tak lama, ia menyudahinya."Kalau kamu terlambat, kita akan kesulitan ke Bioskop," kata Vivian. Ia menatap malas seraya melipatkan kedua tangan. Axel tersenyum. Selain menggoda Vivian
Vivian mengepalkan tangan. Ia tak mengira bertemu musuh lamanya di rumah itu. Awalnya, Victoria juga tak tahu kalau Vivian berada di tubuh Bianca. Namun, setelah insiden perselingkuhan Axel terkuak, Victoria dapat merasakan gelombang aura yang sangat kuat dari tubuh Bianca.Sejak saat itu ia mulai memperhatikan orang-orang disekitar Vivian secara diam-diam. Dia juga menanamkan sesuatu pada diri Meili saat anak buahnya dikalahkan oleh Vivian. Hal itu yang memicu Meili memilih bunuh diri.Jika dilihat dari karakteristik Meili, ia bukan tipe perempuan yang mengakhiri hidupnya. Victoria berhubungan dengan kematian Meili. Sayang, Vivian tak tahu hal itu. Tetapi, dia agak curiga ketika Meili lebih memilih melompat dari lantai tiga.Namun, kecurigaan itu perlahan memudar, saat melihat Meili bersimbah darah. Setelah semua terjadi, kini Vivian mulai mengerti. Kehadiran Victoria memberinya petunjuk. Yang dia tak bisa prediksikan, roh iblis itu datang lebih cepat ketimbang
Barang belanjaan yang cukup banyak membuat Vivian agak kesulitan membawanya. Ia melihat Suryo yang tertidur pulas di mobil. Suara ketukan kaca mobil mengagetkannya seketika."Eh, Non. Sudah selesai?" tanya Suryo seraya mengusap kedua matanya. Ia masih agak mengantuk."Udah dong. Oh ya, kenapa kamu memanggilku non lagi?""Udah kebiasaan, Non. Nggak enak rasanya kalau diubah begitu.""Kamu menyebutku begitu, telingaku jadi gatel." Vivian mengusap telinga."Saya kan sudah memanggil Non bertahun-tahun. Rasanya tidak sopan jika tidak memanggil seperti itu. Nggak apa-apa kan, Non?" Suryo mengusap kedua matanya lagi."Ya udah terserah kamu.""Barang belanjaan Non kemana? Saya mau taruh di bagasi mobil.""Sudah ku taruh semua baru saja. Sepertinya, kamu masih mengantuk, ya.""U-udah nggak, Non," kata Suryo. Ia tak ingin dianggap sebagai sopir yang tidak kompeten. Dia berusaha agar menahan rasa kantuknya."Pak Suryo, kalau
Keduanya saling bertatapan. Tak berlangsung lama, malaikat maut itu mengeluarkan rantai ikatan. Rantai itu dapat mengikat roh iblis dengan cukup kuat. Namun, Vivian selalu tahu trik ini.Dia berhasil menghindar walau tak menggunakan kekuatannya. Malaikat maut itu terus mengayunkan rantai ikatan ke arah Vivian. Lagi-lagi hal itu sia-sia. Vivian menyeringai.Dia tahu malaikat maut tidak pernah menunjukkan kekesalannya. Terlihat, hanya dua kali serangan gagal, malaikat maut terhenti. Ia menyimpan kembali rantai ikatan itu."Apa kamu nggak bosan ingin menangkapku terus?" Vivian mengerucutkan bibir."Vivian, kamu sudah terlalu lama hidup di dunia manusia. Sudah saatnya, kamu kembali ke gerbang langit.""Gak mau. Aku tahu, kalian p
Sebuah Mall yang berada di daerah perkotaan lebih ramai ketimbang biasanya. Mungkin dikarenakan hari minggu, menjadi kesempatan bagi banyak orang untuk menghabiskan hari liburnya di Mall. Beberapa butik ternama telah dipadati pengunjung. Mereka berbondong-bondong membeli pakaian dengan harga murah. Terjadinya diskon besar-besaran hampir semua butik yang ada di Mall tersebut. Salah satu pengunjung Mall itu memancarkan auranya. Orang-orang berlalu lalang terkesima dengan kecantikan serta bentuk badan yang dimilikinya. Sosok itu adalah Vivian. Walau semua pakaian Bianca serba tertutup, tak menjadi penghalang baginya untuk berpakaian terbuka. Ia menyulap salah satu kemeja Bianca yang berlengan panjang menjadi tanpa lengan. Dia melepas semua lengannya tanpa menyisakan sedikitpun menggunakan pendedel. Lalu, ia menggunakan benang dan juga jarum. Ia meminjam semua peralatan itu pada Ratna. Kemudian, ia menjahit bagian yang kurang rapi. Masih belum cukup puas,
Roh iblis itu menatap Axel sambil tersenyum. Langkahnya semakin dekat hingga wajah mereka berjarak beberapa sentimeter saja. "Ikuti aku!" kata roh iblis itu. Axel mengikutinya. Mereka duduk di salah satu kursi yang berada di Taman. Banyak orang berpacaran disana. Axel dan roh iblis itu memilih tempat yang sepi, sehingga tidak ada yang mendengar apa yang mereka bicarakan. Mereka juga tidak terpengaruh oleh suara-suara bising lainnya. "Tempat ini sudah cukup sepi, ceritakan padaku apa yang kamu ketahui tentangnya." "Kamu nggak takut denganku? Gimana kalau aku menipumu?" Roh iblis itu tersenyum miring. "Kamu adalah roh iblis. Sedangkan aku hanyalah manusia biasa. Berada di tubuhku juga nggak enak." Axel memalingkan wajahnya. Sebenarnya, ia masih takut dengan roh iblis di depannya. "Hahaha…. Kamu cukup menarik. Oh ya, kamu ingin tahu cerita Vivian atau roh iblis?" "Vivian kan roh iblis. Nggak ada bedanya, kan?" "Aku memberikanmu pi
Angel menatap tak percaya apa yang dilihatnya. Ia terlihat gugup. Sedangkan Axel berpakaian kembali. Dia mulai menjauh dari Angel. Ketakutan kembali menerpa pria itu. Tubuhnya mulai bergetar. Bibirnya pucat. "Ngel, aku cabut dulu, ya. Dah." "Duh, si Axel ini malah main kabur segala," batin Angel. Ketika Axel berpapasan dengan Falco, pria itu menariknya. Dia memukuli Axel bertubi-tubi. "Stop Falco!" seru Angel. Ia menghentikan suaminya. Tatapan mata Falco marah bercampur kecewa. Angel menatap Falco sambil memegang tangannya. Ia meneteskan air mata. Karena air mata itu, Falco berubah menjadi lembut. Ia tak lagi memukuli Axel. "Kenapa, Angel? Apa kekuranganku dari pria itu?" Falco menatap Angel kecewa. Tak terasa, ia meneteskan air mata. "Maaf. Kamu boleh menyalahkanku. Aku…" "Aaaaaaah!" Falco berteriak histeris. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia tak ingin memukul atau memarahi istrinya. Dia begitu mencintai Angel. Dia lebih suka m
Axel tidur pada paha Angel. Mereka tak melakukan apa-apa. Axel menggenggam tangan wanita itu, lalu mengecupnya lembut. Sebelum mengenal Vivian, tak cukup hanya ciuman ditangan.Pria itu bergerak liar hingga Angel kewalahan. Namun, saat ini, ia tak ingin melakukannya. Entah apa yang terjadi padanya, ia seakan tak bergairah. Padahal, Angel mengenakan baju tanpa lengan memperlihatkan belahan dadanya serta celana pendek di atas lutut.Siapa yang tidak tergoda dengan penampilannya seperti itu? Berada di pangkuan Angel, baginya lebih dari cukup. Ia tak ingin lebih. Selain itu, Angel tak mengajak Axel untuk berhubungan badan.Sebenarnya, Axel lebih sering mengajaknya untuk melakukan perbuatan dosa itu, ketimbang dirinya. Tak heran, ketika Axel tak ingin melakukan itu, Angel juga tak berinisiatif. Wanita itu mengerti apa yang terjadi pada Axel."Jadi, kamu telah jatuh hati beneran sama istrimu?" tanya Angel. Sudah kesekian kali Axel tak menjawab. Ia bimbang. Ange
Wanita itu mengusap punggung Axel, membiarkannya membenamkan kepala. Beberapa orang melihat ke arah mereka, namun tak terlalu peduli dengan hubungan keduanya. "Why? Kamu begitu kangennya ya sama aku, sehingga kamu peluk aku gini?" tanya wanita itu. "Angel, kamu kemana aja? Kamu tahu kalau aku kangen." Axel melepaskan pelukannya perlahan. Ia menatap wajah itu. "Ayo, ke Apartemenmu!" seru Angel tiba-tiba. "Lalu, gimana dengan suamimu?" "Suamiku lagi ke luar kota. Kamu gak perlu cemas." "Ngel, aku gak mau seperti waktu itu. Kamu tau gak, apa yang dilakukan suamimu itu? Aku hampir mati." Axel merinding seketika saat mengingat kejadian waktu itu. "Sorry, Xel. Aku gak bermaksud membuatmu takut." Wajahnya kusam. Kemudian, Angel duduk di pasir. Kedua kakinya disejajarkan didepan. "Tetapi, suamimu gak pernah memukul atau interogasi kamu, kan?" "Dia hanya memelukku. Dia mengatakan tentang perasaannya. Dan ia berharap, kalau kami