Share

Bertemu lagi

Author: Sunrise
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Hari minggu merupakan hari yang paling membahagiakan bagi Bianca karena dia memiliki waktu untuk bersantai sejenak. Untuk itu, dia memilih bangun siang. Waktu telah menunjukkan pukul 8, Bianca terbangun seraya mengusap kedua matanya.

Sarah, sekretaris pribadinya mengirim pesan lewat wa. Dia mengatakan kalau hari ini ada klien pada pukul 9:00 WIB. "Astaga! Kenapa aku bisa lupa?" Langkahnya terburu-buru dengan melepaskan piyamanya hanya dalam hitungan detik. Lalu, mencuci muka serta menggosok gigi dengan cepat.

Setelah itu, ia langsung memakai kemejanya berwarna hitam dengan lengan yang panjangnya hampir mendekati telapak tangannya. Penampilannya yang nerd, tak mengira dia seorang miliarder.

Karena terburu-buru, sepasang sepatu high heelsnya berbeda. Yang kanan berwarna navy, sedangkan yang kiri berwarna hitam. Tinggi kedua high heelsnya sama. Jadi, tak terlalu terasa kalau beda.

Tanpa menghiraukan sepasang sepatunya yang tak serasi, ia melangkah kakinya untuk menuruni tangga dengan cepat. Ketika hampir menginjak anak tangga yang paling bawah, dia terpeleset. Tanpa menghiraukan rasa sakitnya, ia terus berjalan.

Sesampai di tempat parkir, dia menunggu Suryo yang tak kunjung datang. Agak sebal karena sopir itu tidak menampakkan batang hidungnya selama 15 menit. Rasa sakit pada kakinya gara-gara terjatuh tadi, mulai ia rasakan.

Saat dia melihat kakinya yang luka, dia menyadari kalau memakai sepatu yang berbeda. Dia merutuki kebodohannya sendiri. Dalam waktu bersamaan, Suryo datang sambil tertawa melihat majikannya memakai sepatu yang tak sama.

"Kamu ini, ditungguin gak datang-datang. Pas datang, eh malah ngetawain aku." Bianca tampak kesal terhadap Suryo.

"Non Bianca sih lucu. Masa pakai sepatu ya terbalik." Suryo terus menertawakan Bianca. Membuat gadis itu risih.

"Seharusnya kamu bantuin aku. Misal, menyuruh Asisten Rumah Tangga buat mengambil sepatuku. Bukan malah menertawaiku. Mau gajimu kupotong?"

"Eh, jangan dong non Bianca. Kalau gajiku dipotong, nanti gimana nasib istri dan anakku?" Suryo mengerucutkan bibir.

"Makanya jangan suka menertawai orang. Apalagi, kalau majikanmu sendiri," Bianca terlihat kesal.

"Maaf, Non. Saya janji gak akan ulangi lagi," ucap Suryo. Wajahnya tampak kusut.

"Ya sudah, tolong panggilkan asisten rumah tangga untuk mengambil sepatuku yang satunya lagi."

"Baik, Non. Oh ya, sepatu yang mana? Hitam atau navy?"

"Hitam aja. Tolong cepat, ya. Karena aku keburu."

"Baik, Non." Suryo segera bertindak seperti apa yang diperintahkan Bianca. Namun, Bianca menunggu Suryo begitu lama. Karena tak sabar, dia pun berjalan tanpa memakai high heelsnya. Dia melepaskan sepasang high heels itu.

Saat dia mencari Suryo, ia malah memergoki pria itu sedang asyik bercengkrama dengan Asisten Rumah Tangga yang bernama Mandha hingga melontarkan beberapa candaan. Bianca menepuk dahi melihat kedua orang itu. "Aku yang terburu-buru ditunggu klien, eh dia malah asyik disini bersama Asisten Rumah Tangga yang baru," batin Bianca dengan kesal.

Tanpa berkata-kata lagi, ia langsung menampakkan diri didepan mereka berdua. "Ehem..." Suara Bianca cukup membuat keduanya terkejut.

"Non Bi┄Bianca," ucap Suryo dengan terbata-bata. Mandha menundukkan kepala dengan wajahnya yang memerah. Mereka gugup seolah ketahuan berselingkuh.

"Suryo, kamu ini sudah punya istri dan anak. Tetapi masih saja tak bisa menjaga sikapmu dengan baik," Bianca menggelengkan kepala, heran dengan perilaku Suryo.

"Non, tolong jangan kasih tahu sama istri saya, ya," tutur Suryo dengan rasa malu.

"Se┄Sebenarnya saya tidak ada hubungan apa-apa dengannya, Bu. Saya hanya menyapa Suryo saja," ucap Mandha. Ia tak mau sepenuhnya dipersalahkan.

"Be┄Benar, Bu. Kami tidak melakukan apapun."

"Kamu ini gimana sih, tadi bilangnya jangan kasih tahu istrimu dan sekarang malah mengatakan tidak punya hubungan apapun dengan Mandha." Bianca menggelengkan kepala.

"Jadi, begini, Bu…"

"Sudahlah! Itu urusan nanti saja. Dan sekarang, ada yang lebih penting yang harus aku lakukan." Bianca menatap Suryo dan Mandha silih berganti. "Suryo, tadi apa yang aku suruh?"

"Memanggil Asisten Rumah Tangga agar mengambil sepatu hitam non Bianca yang satunya lagi," ucapnya dengan perasaan gugup.

"Kamu tahu itu, tetapi kenapa malah kamu ada disini dan punya kesempatan berduaan dengannya? Apa kalian berdua mau aku pecat?"

"Ja┄jangan, bu. Saya butuh pekerjaan ini," ujar Mandha. Wajahnya penuh penyesalan.

"Sudahlah! Ambilkan sepatu high heels ku yang warna hitam," desak Bianca sambil memberikan high heel nya yang berwarna navy pada Mandha.

"Baik, Bu." Mandha memilih menaiki tangga, lalu mengambil high heels warna hitam milik Bianca.

Hanya lima menit, Mandha turun dari tangga seraya membawa satu high heels berwarna hitam. Gadis itu membungkukkan badan, memakaikan sepasang high heels hitam. Setelah selesai, Bianca menatap Suryo.

"Ayo, Suryo kita pergi!" seru Bianca. Suryo menurutinya. Namun, pria itu menoleh ke arah Mandha sambil menampakkan senyuman yang mempesona. Mandha tersenyum seraya melambaikan tangan.

                         *****

Ketika dalam perjalanan, Bianca terlibat macet yang cukup parah. Mengharuskannya untuk menghela nafas dengan kesal. Dia menatap sekelilingnya yang dipadati kendaraan bermotor. Padahal, dia tak memiliki banyak waktu. Dia memijat pelipisnya. Tak tahu harus bagaimana.

"Non, gimana ini? Sepertinya non Bianca akan terlambat," ungkap Suryo. Bianca mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Ya sudah. Tunggu saja!" ujar Bianca. Suryo menganggukkan kepala mengerti. Kemudian, Bianca menelepon Sarah. Wanita itu menerima telepon dari Bianca.

"Iya, Bu? Ada apa?" tanya Bianca bernada sopan.

"Sarah, dimana posisimu sekarang?"

"Sepertinya, sebentar lagi saya telah sampai di Restoran ala mami," ucapnya sambil melihat kearah jendela mobil.

"Kalau begitu, kamu handle dulu, ya. Saya terjebak macet disini."

"Baik, Bu."

Restoran ala mami merupakan salah satu restoran yang megah dan besar. Disana memiliki ruangan vip hingga vvip. Tak heran, lokasi itu sering dijadikan pertemuan penting antar perusahaan atau orang-orang kaya.

Untuk pemesanan tempat vvip, tak murah. Setidaknya, mengeluarkan uang 15 juta hingga 75 juta tergantung dari ruangan mana yang dipakai. Pemesanan itu hanya berlaku per hari, tak ditentukan batas waktunya. Mahalnya harga ditentukan dari tempat yang semakin aman dan memiliki nuansa yang indah.

Biasanya, harga 75 juta itu memiliki fasilitas ruangan ac, pijat gratis, kolam renang yang berukuran cukup besar, terdapat sauna, bisa karaokean sepuasnya tanpa terganggu karena memiliki peredam suara yang baik, sehingga tidak mudah didengar oleh orang lain dari luar ruangan itu. 

Selain itu, dapat menikmati alunan biola yang sangat indah, serta dengan bebas mengganti makanan jika tak sesuai selera. Mengganti makanan tidak dipungut biaya. Tetapi, harga makanan tidak termasuk dalam 75 juta. Setiap makanan memiliki varian yang berbeda.

Sangat berbeda dibandingkan yang harga 15 juta. Ruangannya tak sebesar ruangan yang seharga 75 juta. Yang didapatkannya pun juga tak banyak. Hanya ruangan ber-ac, pijat gratis, serta kolam ikan. Selain itu, peredam suara juga tak sebaik ruangan yang seharga 75 juta.

Selain dua harga itu, terdapat harga 20 juta, 35 juta, 45 juta, dan 50 juta. Semua memiliki keunggulan serta kekurangan masing-masing. Karena klien yang akan bertemu dengan Bianca penting, klien itu berada pada vvip yang harganya 75 juta.

Tetapi siapakah klien penting itu? Bianca masih terjebak macet dan membuatnya kesulitan untuk pergi ke restoran ala mami. Entah berapa lama lagi ia harus seperti itu. Dia sudah tak sabar ingin segera melepaskan diri dari kemacetan. Hanya saja, macet yang panjang, mungkin akan membuatnya kesulitan.

Disaat kebingungannya, kaca mobilnya diketuk oleh seorang pria tampan. Bianca tak menyadari jika sosok itu merupakan Axel.

"Eh, ada apa, ya?" tanya Suryo.

"Lihatlah, ada goresan pada bagian mobil sedanku!" ungkap Axel. Entah dia menyadari atau tidak dengan kehadiran Bianca, dia terus berbicara dengan Suryo.

"Waduh, gimana ini? Maaf deh. Saya tanyakan dulu sama majikan saya untuk biaya perbaikannya," ucap Suryo.

"Ada apa?" tanya Bianca yang merasa terpanggil. Belum mendengar jawaban Suryo, dia melihat wajah yang tak asing. "Axel?" batinnya. Walau sesulit apapun macet yang menjebaknya, ketika ia melihat sosok itu, suasana hatinya mulai berubah.

Related chapters

  • Sang Pengantin Iblis   Ciuman pertama

    Bianca kaget melihat sosok Axel. Dia mengusap kedua matanya tak percaya. Semakin lama, ia semakin yakin jika pria itu Axel. Suara Suryo yang terus memanggil namanya, tak digubris. "Non! Jadi, ini gimana? Non!" Suryo mengacak-acak rambutnya. Belum lagi, Axel menunggu Suryo tak ada niatan untuk meninggalkannya. Suryo bingung apa yang harus dilakukannya.Bianca terus menatap Axel tanpa henti. Bibirnya tersenyum senang, hatinya terasa melayang diatas awan, pikirannya tentang klien seakan menghilang tanpa jejak. Axel memenuhi pikirannya dalam waktu lama hingga pria itu melihatnya. Keduanya saling bertatapan dengan senyuman mendarat pada bibir mereka."Bianca?""Benar. Ternyata ini kamu," ucapnya masih menatap Axel. Pria itu tersenyum."Aku gak mengira bisa ketemu kamu disini.""Aku juga," tutur Bianca. Axel tertawa."Ternyata, dunia benar benar sempit. Padahal, takdir dapat mempertemukan kita ditempat lainnya. Eh, malah ketemu di jalanan yang mac

  • Sang Pengantin Iblis   Kekacauan

    Bianca mengacak-acak rambutnya seakan ia ingin membanting sesuatu yang ada di dekatnya. Sarah yang sedang bersamanya, berusaha untuk menenangkan gadis itu. Namun, rasa amarah Bianca tak kunjung reda. Bagaimana tidak, dia kehilangan klien besarnya hanya dalam sekejap saja."Sudah kubilang sebelumnya kalau kamu yang lebih dulu menghandle klien itu, karena aku terjebak kemacetan parah. Apa kamu sungguh tidak mengerti apa yang kukatakan?""Maaf, Bu, tetapi saya sudah berusaha untuk menjelaskan situasinya. Bahkan, saya mengatakan kalau anda akan segera datang kemari. Tetapi, dia tidak percaya dengan kata-kata yang saya ucapkan. Dia malah akan menuntut perusahaan karena merasa ditipu.""Apa? Menuntut perusahaan? Yang benar saja." Bianca mengacak-acak rambutnya frustasi."Ibu, tenanglah. Saya rasa, sebaiknya ibu langsung menghubungi CEO dari Falco and group saja. Karena kata-kata ibu akan membuat CEO itu percaya dan tidak akan menuntut perusahaan anda.""

  • Sang Pengantin Iblis   Sahabat yang setia

    Angel menggedor kaca pintu mobil dengan cukup keras. Gadis yang menodong pisau langsung berpakaian dengan benar. Saat itu terjadi, Axel membuka pintu, lalu menjauhkan diri darinya. Gadis itu kesal. Dengan langkah yang cepat, ia ingin menangkap Axel kembali. "Aku serahkan dia ke kamu, ya. Aku tunggu disana," bisik Axel seraya mengecup bibir Angel lembut."Sial! Aku selalu mendapatkan bagian yang gak enak." Angel dan gadis itu saling menatap. Angel menyeringai. Tanpa basa-basi ia merebut pisau di tangan gadis itu. Kini giliran Angel bertindak. Dia mengarahkan pisau tepat pada pipi gadis itu. "Pergilah, sejauh mungkin! Atau wajah ini akan kubuat cacat," ancam Angel tak main-main. Gadis itu tertawa keras."Kalian sama saja. Selalu menggunakan kekerasan untuk memecahkan solusi.""Bukankah kamu juga sama? Aku hanya memperlakukanmu sama seperti apa yang kamu lakukan terhadapnya.""Kali ini, aku akan melepaskanmu. Tetapi, tidak untuk lain waktu. Aku akan mengejar

  • Sang Pengantin Iblis   Pertemuan ketiga

    Mobil Pajero milik Bianca terhenti pada sebuah Mall yang terletak di daerah pertengahan kota. Sarah, sekretaris Bianca juga ikut bersamanya. "Non, kita sudah sampai. Sebaiknya, non Bianca dan non Sarah turun disini saja. Biar saya memarkirkan mobilnya," ucap Suryo, mobil yang ia kendarai telah berada pada Lobby Mall. "Ya sudah. Jangan keluyuran kemana-mana! Tetap di parkiran," tegas Bianca yang seakan tahu kebiasaan Suryo. Biasanya, ketika Bianca pergi ke suatu tempat, Suryo tiba-tiba menghilang hingga gadis itu menunggunya terlalu lama. "Baik, Non," ucap Suryo sambil menundukkan kepala. Pria itu membukakan mobilnya untuk Bianca, Pada waktu bersamaan, Sarah membuka pintu mobil, lalu menunggu Bianca turun dari mobil. Ketika Bianca dan Sarah berjalan memasuki Mall, saat itu seorang pria tak sengaja menabrak Bianca. "Je m'excuse. Est-ce que ça va?" kata pria bule berdarah perancis. Pria itu mengatakan dia minta maaf dan menanyakan keadaan Bianca. Akan tetapi, ga

  • Sang Pengantin Iblis   Kemesraan Bianca dan Axel

    Axel dan Bianca memutuskan untuk berpacaran. Mereka saling bertegur sapa lewat telepon, bahkan sering melontarkan kata-kata mesra. Hubungan mereka semakin hari, semakin membaik. "Gimana kabarmu dikantor, Dear?" tanya Axel bernada manja lewat panggilan teleponnya."Biasalah lagi sibuk. Oh ya, beberapa hari lagi aku akan pergi ke ulang tahun seseorang, apa kamu ingin pergi bersamaku?" Bianca berharap jika dia dapat bersama dengan Axel ke acara itu."Wah, kenapa pas sekali ya acaranya, Dear.""Kenapa? Kamu lagi lembur kerja atau ada sesuatu yang lain?""Pekerjaanku memang tidak tetap sih, tetapi bukan karena itu. Maaf ya, Dear. Aku gak bisa menemanimu," ucapnya. Axel memiliki janji dengan angel, membuatnya tidak bisa pergi bersama Bianca. "Oh ya, bagaimana kalau kita bertemu saja. Aku sudah kangen sama kamu," ucap Axel. Pria itu ingin mencicipi bibir seksi Bianca. Pikirannya liar membuat sekujur tubuhnya tegang. Dia ingin merasakan setiap bagian tubuh Bianca

  • Sang Pengantin Iblis   Gadis yang malang

    Apartemen Axel terbilang lumayan besar. Tetapi, bagi seseorang yang memiliki harta berlimpah, apartemennya bukanlah apa-apa. Namun, Bianca tak pernah mempermasalahkan hal itu. Gadis itu memilih duduk di sofa. Bibirnya tersenyum manis. "Kenapa? Kecil ya apartemenku?" tanya Axel."Aku gak berpikir begitu.""Lalu apa yang kamu pikirkan?" Axel duduk disebelah Bianca. Pria itu menyentuh kepala Bianca, lalu disandarkan pada bahunya."Apartemenmu rapi dan bersih.""Itu karena aku yang rajin membersihkannya," ungkap Axel agak sedikit gugup. "Untung saja, aku selalu membersihkan Apartemenku setiap hari," batinnya."Lalu, sebenarnya apa pekerjaanmu?""Kamu ingin tahu?" tanya Axel. Bianca menganggukkan kepala. Pria itu membelai rambut panjangnya dengan lembut. Sesekali, ia mengecup lembut kening Bianca. Perasaan Bianca semakin kuat karena sikap manis pria itu."Kalau kamu belum memiliki pekerjaan yang tetap, aku bisa memberimu jabatan di kantor,

  • Sang Pengantin Iblis   Kebebasan

    Awan tak terlihat terang, semuanya terasa gelap, hanya bintang yang mampu menemani sang kegelapan malam. Cahaya lampu juga melengkapi dunia yang gemerlap. Adanya sebuah bangunan megah dengan bergaya Eropa, dipenuhi lampu berwarna terang membentuk kemegahan.Bangunan itu memiliki pintu utama yang tinggi, bahkan jika ada seorang manusia dengan tinggi dua meter, masih dapat berjalan dengan baik melalui pintu tersebut. Tinggi pintu itu berkisar 3.5 m. Orang-orang terlihat seperti semut, jika melalui pintu itu.Tempat yang megah tak jauh dari tamu-tamu berkelas tinggi. Mereka semua mengenakan pakaian dengan brand terkenal dari dress, jas, high heels, sepatu, tas, hingga segala jenis benda yang melekat pada penampilan mereka.Bianca dan Sarah yang tak ingin ketinggalan. Mereka mengenakan dress dengan brand yang terkenal. Bianca dengan dress navy polosnya, menampakkan bentuk tubuhnya serta dadanya yang terlihat membesar. Sedangkan Sarah mengenakan dress panjang berwarn

  • Sang Pengantin Iblis   Rencana yang sempurna

    Axel dan Angel masih betah berdiri di lantai dua tanpa menyambut tamu lainnya. Angel memanggil pelayan yang berjalan melewatinya untuk mengambilkan dua gelas anggur merah. "Kamu selalu tahu apa yang menjadi kesukaanku," ungkap Axel menampakkan senyuman mautnya."Kita kan sudah kenal lama, Xel. Semuanya tentangmu aku tahu bahkan ukuran semua yang kamu pakai," ujar Angel. Pria itu menyeringai dengan tatapan nakalnya."Eh iya, kamu masih disini?" tanya Axel."Emang kenapa? Kamu udah gak sabar ketemu ama dia?""Bukan begitu. Saat ini, statusnya adalah pacarku. Walau aku sudah melihatnya dari sini, entah kenapa aku tidak bisa menemuinya langsung. Menurutmu kenapa?""Karena kamu gak menganggap dia sebagai orang spesial dihatimu." Kepala Angel bersandar pada bahu lebar Axel. "Xel!" panggil Angel seraya mendongakkan kepalanya."Hmm? Apa?""Kamu serius ingin memanfaatkannya?""Kalau iya kenapa?""Kamu gak takut suatu hari nanti k

Latest chapter

  • Sang Pengantin Iblis   Permainan berbahaya

    Vivian mengenakan salah satu dress yang baru ia beli di Mall. Dia menatap cermin sambil tersenyum. Axel berdiri di belakang Vivian seraya memeluknya dari belakang. "Kamu cantik, Honey," puji Axel sambil mengusap kepala wanita itu dengan lembut."Ini tubuh Bianca. Bagaimana kamu tahu kalau aku cantik?" tanya Vivian. Senyuman Axel tampak pada bibirnya."Apapun itu, bagiku kamu cantik." Axel mencium rambut wanita itu dari belakang."Aku ingin mencoba dress yang lain.""Kamu beneran gak sabar ya ingin segera berkencan denganku?" godanya, menaikkan salah satu alis."Ya udah, aku pakai dress ini aja.""Duh, istriku ini mulai ngambek ya. Tetapi, sikapmu yang seperti ini bertambah manis. Aku suka," bisiknya dengan nada seksi. Lidah Axel bermain pada telinga itu. Tak lama, ia menyudahinya."Kalau kamu terlambat, kita akan kesulitan ke Bioskop," kata Vivian. Ia menatap malas seraya melipatkan kedua tangan. Axel tersenyum. Selain menggoda Vivian

  • Sang Pengantin Iblis   Vivian vs. Victoria

    Vivian mengepalkan tangan. Ia tak mengira bertemu musuh lamanya di rumah itu. Awalnya, Victoria juga tak tahu kalau Vivian berada di tubuh Bianca. Namun, setelah insiden perselingkuhan Axel terkuak, Victoria dapat merasakan gelombang aura yang sangat kuat dari tubuh Bianca.Sejak saat itu ia mulai memperhatikan orang-orang disekitar Vivian secara diam-diam. Dia juga menanamkan sesuatu pada diri Meili saat anak buahnya dikalahkan oleh Vivian. Hal itu yang memicu Meili memilih bunuh diri.Jika dilihat dari karakteristik Meili, ia bukan tipe perempuan yang mengakhiri hidupnya. Victoria berhubungan dengan kematian Meili. Sayang, Vivian tak tahu hal itu. Tetapi, dia agak curiga ketika Meili lebih memilih melompat dari lantai tiga.Namun, kecurigaan itu perlahan memudar, saat melihat Meili bersimbah darah. Setelah semua terjadi, kini Vivian mulai mengerti. Kehadiran Victoria memberinya petunjuk. Yang dia tak bisa prediksikan, roh iblis itu datang lebih cepat ketimbang

  • Sang Pengantin Iblis   Musuh lama

    Barang belanjaan yang cukup banyak membuat Vivian agak kesulitan membawanya. Ia melihat Suryo yang tertidur pulas di mobil. Suara ketukan kaca mobil mengagetkannya seketika."Eh, Non. Sudah selesai?" tanya Suryo seraya mengusap kedua matanya. Ia masih agak mengantuk."Udah dong. Oh ya, kenapa kamu memanggilku non lagi?""Udah kebiasaan, Non. Nggak enak rasanya kalau diubah begitu.""Kamu menyebutku begitu, telingaku jadi gatel." Vivian mengusap telinga."Saya kan sudah memanggil Non bertahun-tahun. Rasanya tidak sopan jika tidak memanggil seperti itu. Nggak apa-apa kan, Non?" Suryo mengusap kedua matanya lagi."Ya udah terserah kamu.""Barang belanjaan Non kemana? Saya mau taruh di bagasi mobil.""Sudah ku taruh semua baru saja. Sepertinya, kamu masih mengantuk, ya.""U-udah nggak, Non," kata Suryo. Ia tak ingin dianggap sebagai sopir yang tidak kompeten. Dia berusaha agar menahan rasa kantuknya."Pak Suryo, kalau

  • Sang Pengantin Iblis   Malaikat maut

    Keduanya saling bertatapan. Tak berlangsung lama, malaikat maut itu mengeluarkan rantai ikatan. Rantai itu dapat mengikat roh iblis dengan cukup kuat. Namun, Vivian selalu tahu trik ini.Dia berhasil menghindar walau tak menggunakan kekuatannya. Malaikat maut itu terus mengayunkan rantai ikatan ke arah Vivian. Lagi-lagi hal itu sia-sia. Vivian menyeringai.Dia tahu malaikat maut tidak pernah menunjukkan kekesalannya. Terlihat, hanya dua kali serangan gagal, malaikat maut terhenti. Ia menyimpan kembali rantai ikatan itu."Apa kamu nggak bosan ingin menangkapku terus?" Vivian mengerucutkan bibir."Vivian, kamu sudah terlalu lama hidup di dunia manusia. Sudah saatnya, kamu kembali ke gerbang langit.""Gak mau. Aku tahu, kalian p

  • Sang Pengantin Iblis   Berfoya ria

    Sebuah Mall yang berada di daerah perkotaan lebih ramai ketimbang biasanya. Mungkin dikarenakan hari minggu, menjadi kesempatan bagi banyak orang untuk menghabiskan hari liburnya di Mall. Beberapa butik ternama telah dipadati pengunjung. Mereka berbondong-bondong membeli pakaian dengan harga murah. Terjadinya diskon besar-besaran hampir semua butik yang ada di Mall tersebut. Salah satu pengunjung Mall itu memancarkan auranya. Orang-orang berlalu lalang terkesima dengan kecantikan serta bentuk badan yang dimilikinya. Sosok itu adalah Vivian. Walau semua pakaian Bianca serba tertutup, tak menjadi penghalang baginya untuk berpakaian terbuka. Ia menyulap salah satu kemeja Bianca yang berlengan panjang menjadi tanpa lengan. Dia melepas semua lengannya tanpa menyisakan sedikitpun menggunakan pendedel. Lalu, ia menggunakan benang dan juga jarum. Ia meminjam semua peralatan itu pada Ratna. Kemudian, ia menjahit bagian yang kurang rapi. Masih belum cukup puas,

  • Sang Pengantin Iblis   Tentang roh iblis

    Roh iblis itu menatap Axel sambil tersenyum. Langkahnya semakin dekat hingga wajah mereka berjarak beberapa sentimeter saja. "Ikuti aku!" kata roh iblis itu. Axel mengikutinya. Mereka duduk di salah satu kursi yang berada di Taman. Banyak orang berpacaran disana. Axel dan roh iblis itu memilih tempat yang sepi, sehingga tidak ada yang mendengar apa yang mereka bicarakan. Mereka juga tidak terpengaruh oleh suara-suara bising lainnya. "Tempat ini sudah cukup sepi, ceritakan padaku apa yang kamu ketahui tentangnya." "Kamu nggak takut denganku? Gimana kalau aku menipumu?" Roh iblis itu tersenyum miring. "Kamu adalah roh iblis. Sedangkan aku hanyalah manusia biasa. Berada di tubuhku juga nggak enak." Axel memalingkan wajahnya. Sebenarnya, ia masih takut dengan roh iblis di depannya. "Hahaha…. Kamu cukup menarik. Oh ya, kamu ingin tahu cerita Vivian atau roh iblis?" "Vivian kan roh iblis. Nggak ada bedanya, kan?" "Aku memberikanmu pi

  • Sang Pengantin Iblis   Cinta sejati

    Angel menatap tak percaya apa yang dilihatnya. Ia terlihat gugup. Sedangkan Axel berpakaian kembali. Dia mulai menjauh dari Angel. Ketakutan kembali menerpa pria itu. Tubuhnya mulai bergetar. Bibirnya pucat. "Ngel, aku cabut dulu, ya. Dah." "Duh, si Axel ini malah main kabur segala," batin Angel. Ketika Axel berpapasan dengan Falco, pria itu menariknya. Dia memukuli Axel bertubi-tubi. "Stop Falco!" seru Angel. Ia menghentikan suaminya. Tatapan mata Falco marah bercampur kecewa. Angel menatap Falco sambil memegang tangannya. Ia meneteskan air mata. Karena air mata itu, Falco berubah menjadi lembut. Ia tak lagi memukuli Axel. "Kenapa, Angel? Apa kekuranganku dari pria itu?" Falco menatap Angel kecewa. Tak terasa, ia meneteskan air mata. "Maaf. Kamu boleh menyalahkanku. Aku…" "Aaaaaaah!" Falco berteriak histeris. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia tak ingin memukul atau memarahi istrinya. Dia begitu mencintai Angel. Dia lebih suka m

  • Sang Pengantin Iblis   Isi hati Axel

    Axel tidur pada paha Angel. Mereka tak melakukan apa-apa. Axel menggenggam tangan wanita itu, lalu mengecupnya lembut. Sebelum mengenal Vivian, tak cukup hanya ciuman ditangan.Pria itu bergerak liar hingga Angel kewalahan. Namun, saat ini, ia tak ingin melakukannya. Entah apa yang terjadi padanya, ia seakan tak bergairah. Padahal, Angel mengenakan baju tanpa lengan memperlihatkan belahan dadanya serta celana pendek di atas lutut.Siapa yang tidak tergoda dengan penampilannya seperti itu? Berada di pangkuan Angel, baginya lebih dari cukup. Ia tak ingin lebih. Selain itu, Angel tak mengajak Axel untuk berhubungan badan.Sebenarnya, Axel lebih sering mengajaknya untuk melakukan perbuatan dosa itu, ketimbang dirinya. Tak heran, ketika Axel tak ingin melakukan itu, Angel juga tak berinisiatif. Wanita itu mengerti apa yang terjadi pada Axel."Jadi, kamu telah jatuh hati beneran sama istrimu?" tanya Angel. Sudah kesekian kali Axel tak menjawab. Ia bimbang. Ange

  • Sang Pengantin Iblis   Bertemu Angel

    Wanita itu mengusap punggung Axel, membiarkannya membenamkan kepala. Beberapa orang melihat ke arah mereka, namun tak terlalu peduli dengan hubungan keduanya. "Why? Kamu begitu kangennya ya sama aku, sehingga kamu peluk aku gini?" tanya wanita itu. "Angel, kamu kemana aja? Kamu tahu kalau aku kangen." Axel melepaskan pelukannya perlahan. Ia menatap wajah itu. "Ayo, ke Apartemenmu!" seru Angel tiba-tiba. "Lalu, gimana dengan suamimu?" "Suamiku lagi ke luar kota. Kamu gak perlu cemas." "Ngel, aku gak mau seperti waktu itu. Kamu tau gak, apa yang dilakukan suamimu itu? Aku hampir mati." Axel merinding seketika saat mengingat kejadian waktu itu. "Sorry, Xel. Aku gak bermaksud membuatmu takut." Wajahnya kusam. Kemudian, Angel duduk di pasir. Kedua kakinya disejajarkan didepan. "Tetapi, suamimu gak pernah memukul atau interogasi kamu, kan?" "Dia hanya memelukku. Dia mengatakan tentang perasaannya. Dan ia berharap, kalau kami

DMCA.com Protection Status