Sebuah mobil sedan yang membawa sepasang suami istri, dan seorang anak lelaki berusia 3 tahun nampak meluncur tak terkendali. Di depan mobil itu, terpampang sebuah kelokkan tajam lembah Cipanas yang curam dan dalam. Ya, akibat menghindari pengemudi motor yang ugal-ugalan di jalan. Rupanya Sukanta tak bisa melihat, bahwa di depannya terdapat tikungan tajam,“Awas Pahhh..!!” teriak panik dan ketakutan Wulandari sang istri. Sang suami berusaha mengendalikan mobilnya yang oleng. Dan tak sengaja dalam kepanikkannya melihat lembah curam di depannya, Sukanta malah menginjak gas dan rem bersamaan. Brrrmm...!! Ciitttt..!!“Huhuhuuu..! Elang takut Mahh, Pahh,” tangis sang anak, yang menyadari sesuatu yang buruk akan terjadi.“Pahh..! Innalillahi ...!!” teriak sang istri, wajahnya pucat pasi.“Astaghfirullahaladzim ....!!” seru sang suami keras. Dan tak ayal mobilnya menabrak pagar besi di bibir lembah. Braagghhh !! Pagar besi pun roboh. Sadar akan jatuh ke lembah curam yang tinggi, Wuland
Malam itu Elang tidur dengan nyenyak. Setelah dia membantu Bu Sati mencuci piring di dapur, dan menyapu aula panti. Bu Sati memang terbiasa mencuci piring di malam hari, saat anak panti rata-rata sudah tertidur pulas. Elang yang melihatnya saat lewat dapur merasa kasihan. Dia lalu menyuruh Bu Sati untuk istirahat saja lebih awal, dan membiarkan Elang yang mencuci piring. Akhirnya Bu Sati beranjak ke kamarnya untuk tidur lebih awal. ‘Kasihan Bu Sati. Usianya sudah 57 tahun, namun masih harus bekerja keras di panti’, ujar bathin Elang, sambil menatap sosok bu Sati, yang sedang melangkah ke arah kamarnya. Elang mulai mencuci piring, benaknya teringat pembicaraannya dulu dengan Bu Sati, “Bekerja di sini adalah panggilan hati ibu, Elang. Ibu hanyalah janda tanpa anak, saat mulai bekerja di sini. Dan ibu merasa disinilah tempat ibu, bersama anak-anak yang tak tahu harus berlindung ke mana. Melihat anak-anak tersenyum merasakan kebahagiaan dan kehangatan di panti ini. Adalah sebuah k
‘Ahhh..! Andai mimpi semalam benar-benar bisa jadi nyata. Aku pasti akan menyetujuinya saja. Semoga nanti malam Aki Buyut benar-benar hadir lagi dalam mimpiku’, bathin Elang bertekad. Elang sangat menyesali kebimbangannya, dalam mimpi semalam. Elang bertekad akan menyetujui tawaran mempelajari ilmu turunan keluarganya itu. Jika memang benar mimpi itu bisa jadi kenyataan. “Mas Elang..! Mas..! Dito nakal tuh..!" seorang anak kecil perempuan usia 6 tahunan berlari kecil, dan menubruk Elang sambil mengadu.“Aduh..! Hati-hati Nindi, kamu bisa jatuh nanti,” ujar Elang, sambil memegang tubuh Nindi yang merapat di belakangnya. Tak lama kemudian, seorang anak laki-laki kecil seusia Nindi datang menyusul, “Nah ya..! Kamu di sini Nindi pelit..!” seru bocah itu, sambil berusaha mendekati Nindi, seolah hendak memukulnya. “Hei..hei, Dito..! Nggak boleh begitu ya, sama anak perempuan,” ucap Elang menengahi mereka. “Habis Nindi pelit sih Mas Elang..! Masa suruh gantian main ayunan gak mau..!”
“Nah Elang. Apakah sekarang kamu sudah siap buyut wedar..? Lalu buyut akan isi tenaga dasar ilmu turunan keluarga kita Elang ?” tanya Ki Sandaka tenang. “Siap Ki Buyut,” sahut Elang mantap. “Kalau begitu naiklah ke balai ini, dan duduklah bersila seperti buyut,” perintah Ki Sandaka. Elang pun naik ke atas balai bambu itu, dan duduk bersila seperti posisi Ki Sandaka. Sementara itu Ki Sandaka terlihat berdiri. Namun Elang spontan bergidik ngeri. Karena dia melihat kaki Ki Buyutnya itu mengambang di udara, tak menapak di atas balai. “Hehehee. Jangan takut cicitku. Ini karena buyut sudah berbeda alam denganmu, Elang,” Ki Sandaka terkekeh, melihat kengerian Elang. “Sekarang bersiaplah Elang. Pejamkan matamu dan bertahanlah, jika ada sesuatu yang dingin dan hangat mengalir di dalam tubuhmu,” ucap Ki Sandaka. “Baik Ki Buyut,” ucap Elang tanpa ragu lagi. Elang langsung memejamkan matanya, seperti yang di arahkan oleh Ki Buyut. Nafasnya pun mulai teratur tenang, dalam posisi bersila.
“Bagaimana kalau kita ke rumah Pak Baskoro, setelah kamu pulang interview dari Betamart saja Elang..?" usul Bu Nunik. Hatinya jadi ikut tergerak dengan ucapan Elang. “Baik Bu,” ucap Elang, menyetujui usul Bu Nunik. “Elang masuk dulu ya Bu. Elang mau bersiap ke Betamart," ujar Elang, seraya undur diri.“Iya Elang, bersiaplah sebaik mungkin ya. Ajaklah Wulan untuk berangkat bersama ke sana,” ucap Bu Nunik. “Baik Bu,” sahut Elang, sambil beranjak menuju ke dalam panti. *** Pak Baskoro tengah terpekur di teras rumahnya. Sementara pikirannya menerawang, pada kenangan indahnya bersama sang istri. Istri yang kini terbaring lemah di pembaringannya. Ya, kenangan indah, rasa cinta, dan kesetiaan itulah. Hal yang mampu membuat Baskoro tetap bertahan, dan tegar merawat istrinya. Dia kembali menghisap rokoknya, dan menghembuskannya dengan nafas lepas menghela. Seolah ingin menghela jauh-jauh masalah pelik, yang selama bertahun-tahun ini menyelimutinya. Sudah hampir satu setengah tahun i
“Hahh..?! B-benda apa..?! Maksudmu ada orang yang mengirim ‘bala’ ke istri saya, dengan menanam ‘sesuatu’ di rumah saya ?!” seru kaget pak Baskoro. Ya, Baskoro pernah menerima seorang paranormal dan ajengan ke rumahnya. Dan mereka semua hanya mengatakan, jika istrinya mungkin ‘dikerjai’ seseorang. Tapi tak ada yang dengan ‘jelas’ mengatakan, bahwa ada sesuatu yang di tanam di rumahnya. “Benar Pak Baskoro. Apakah di belakang rumah Bapak ada pohon pepaya, yang letaknya tepat berhadapan dengan pintu belakang rumah bapak ?” tanya Elang. “I..iya benar Elang..! Bagaimana kau bisa tahu..?!” ucap pak Baskoro kaget. 'Bagaimana dia bisa tahu..? Padahal dia belum pernah ke rumahku’, gumam bathinnya. “Bolehkah saya melihatnya Pak Baskoro..?” tanya Elang sopan, langsung ke poin. “Tentu saja boleh. Mari Elang, Bu Nunik, kita ke sana,” sahut pak Baskoro cepat. Ya, kini mulai ada setitik harapan di hati Baskoro. Bu Nunik yang ikut penasaran langsung beranjak mengikuti mereka di belakang. Ses
“Satu tahun lebih Mas..?!” seru Halimah terkaget. Benak Halimah langsung membayangkan suaminya, yang pasti sangat repot mengurusnya selama masa sakitnya itu. Dia pun beranjak dan memeluk suaminya, “Terimakasih Mas, telah merawatku selama itu dan tak meninggalkanku. Tsk, tsk!” ucap Halimah serak dan terisak. Lalu Halimah mendekati Elang dan Bu Nunik, “Terimakasih tak terhingga kuucapkan buat kalian. Kalian telah menyelamatkan rumah tangga kami,” ucap Halimah sambil menyalami Elang , lalu memeluk Bu Nunik. “Maaf, apakah ini Bu Nunik dari panti itu..?” tanya Halimah, yang rupanya masih mengenali Bu Nunik. Dulu memang ia pernah beberapa kali menemani suaminya berkunjung ke panti. “Benar Bu Baskoro,” ucap bu Nunik, yang ikut terharu melihat pulihnya istri pak Baskoro ini. ‘Mereka adalah orang-orang yang baik’, bathinnya. “Ahh. Sebaiknya mulai saat ini Ibu memanggil saya Halimah saja. Karena Ibu lebih berumur dari pada saya,” ucap Halimah merasa rikuh, dipanggil bu oleh orang yang le
"Ki Buyut. Bolehkah Elang tahu, ilmu apa saja yang ada dalam Kitab 7 Ilmu itu ?” tanya Elang penasaran. “Baiklah akan buyut uraikan sedikit tenyang 7 ilmu di dalamnya untukmu Elang, Kitab 7 Ilmu berisikan : 1. Ilmu Wisik Sukma Adalah ilmu yang membuatmu mampu mendengar dan mengetahui isi hati seseorang, Elang. Dengan ilmu ini kau bisa membedakan mana yang tulus dan tidak, sehingga kau tidak mudah tertipu oleh orang. 2. Ilmu Sukma Kelana Ilmu ini merupakan tataran tingkat tinggi Elang, dengan ilmu ini sukmamu dapat berkelana kemana saja kau mau, menembus ruang dan dimensi. Namun kau harus menetapkan dulu tujuanmu, sebelum menggunakan ilmu ini, agar tak tersasar di dimensi atau alam lain. 3. Ilmu Pintas Bumi Ilmu ini adalah ilmu meringankan tubuh keluarga kita Elang. Dengan menerapkan ilmu ini, maka jarak yang jauh akan lebih cepat kau capai, di banding kecepatan sebuah mobil sekalipun. 4. Ilmu Pukulan Guntur Jagad Ilmu ini dapat kau pakai untuk menghancurkan musuh-musuh
"Mas Permadi. Lebih baik Sisca juga 'tiada', jika harus hidup tanpamu', desah bathin Sisca, yang kini tengah berbaring lemah di ranjang kamarnya. Berkali Mbok Sutri mengetuk pintu kamarnya untuk makan, maka berkali pula jawaban 'nanti saja' terdengar dari Sisca di dalam kamarnya. Mbok Sutri sampai kehilangan akal dan ikut menjadi prihatin, terhadap kondisi majikan puterinya itu. Ada pun dilema menghantui diri Yudha Satria dan Ahmad Syauban di kepolisian. Mereka bahkan sudah menyimpulkan, jika 'sosok hijau' dalam pertarungan dahsyat di selat Naruto itu adalah Elang. Namun tentu saja mereka memendam rahasia itu dalam hati mereka. Bahkan Yudha Satria berani pula menyimpulkan. Bahwa sosok bercahaya biru dalam video itu, adalah penjahat berhelm. Penjahat yang statusnya 'sangat dicari' oleh pihak kepolisian, hidup atau mati.!Dan hal itu terbukti, dengan 'senyapnya' aksi-aksi para penjahat berhelm, setelah insiden pertarungan dahsyat itu. Dengan kata lain, kasus tentang penjahat bert
'Hahh..! Sudah lewat waktu ashar..!' seru bathinnya. Bergegas dia meninggalkan tempat itu, dan kembali menuju hotelnya. Malam harinya Seruni keluar dari kamarnya, dia berniat dinner di resto hotel. Saat dia tiba di restoran, nampak beberapa tamu juga telah berada di sana. Suasana restoran tak begitu ramai malam itu, sekilas dia melirik seorang gadis yang sepertinya juga tengah menatapnya. Saat tatapan mata mereka bertemu, wajah gadis itu tersenyum ramah padanya. Seruni pun membalas senyum gadis itu. Nampak gadis itu melambaikan tangan ke arahnya. Seolah mengundang Seruni, untuk ikut duduk di mejanya. Seruni pun melangkah menghampiri meja gadis itu, yang nampaknya juga pendatang sepertinya. Karena wajahnya nampak seperti serumpun dengan dirinya. "Duduk di sini saja Mbak. Mbak orang Indonesia kan..?" tanya gadis itu, yang ternyata Nadya adanya. Nadya merasa senang mendapati orang senegaranya berada di tempat itu. Hal yang nampak jelas, dari wajah dan kerudung yang dikenakan Serun
"Hayuk kita berangkat sekarang saja Nadya. Kita bisa bicara sambil mandi di sana. Karena aku akan kembali ke Tokyo sore nanti Nadya," ajak Nanako, sambil memberitahukan soal kepulangannya nanti sore. Akhirnya jadilah mereka berangkat menuju Matsuho-no-sato onsen. Tak sampai satu jam, mereka akhirnya telah sampai di tujuan. Matsuho-no-sato adalah sebuah onsen yang terletak di di perbukitan utara, di atas jembatan Akashi Kaikyo sepanjang 3,5 km. Jembatan ini menyala selama beberapa jam mulai senja, dan selama lima menit setiap jam. Pola lampu pelanginya yang mempesona, bagai memantulkan air dan memenuhi langit. Cara terbaik untuk menikmati pertunjukan cahaya lampu itu, adalah dengan berendam di onsen luar ruangan. Sayangnya mereka tiba disana saat hari masih terbilang pagi. Mereka pun menitipkan alas kaki di loker, menerima dua buah handuk besar dan kecil, lalu masuk keruang ganti. Sebetulnya bukan ruang ganti, tetapi lebih tepat disebut ruang untuk melepas seluruh pakaian mereka
"Ceritakanlah Permadi. Aku akan mendengarkan," sahut Elang tersenyum. Lalu Permadi pun mulai menceritakan kisahnya. Di mulai dari orangtuanya terbunuh, soal Ki Sentanu, soal GASStreet, dan tentang perjalanannya mencari Elang. Hingga berakhir pada 'duel' hidup mati mereka, di selat Naruto. "Begitulah perjalanan hitam diriku, Elang," Permadi mengakhiri kisah dirinya pada Elang. "Wahh, Permadi. Rupanya kau pemimpin kelompok berhelm, yang menggegerkan di Surabaya itu," Elang mengeluh dalam sesal, mendengar pengakuan jujur Permadi. Namun kejujuran Permadi itu, menjadi pertimbangan tersendiri bagi Elang. 'Bagaimana aku membantumu jika begini Permadi..?' desah bathin Elang bingung. *** Sementara itu ke esokkan harinya di Awaji Island. Pagi-pagi sekali Nadya terpaksa membongkar ransel Elang. Karena dia mendengar, jika Mila akan pulang malam ini ke Rusia. Sementara Nadya sendiri akan pulang ke Indonesia besok harinya. Praktis waktu yang tersisa hanya hari itu. Untuk mencari dan menge
"Bangunlah Permadi," pelan saja suara Ki Bogananta, namun terdengar hingga menembus dan meresap masuk ke relung jiwa Permadi. Suara yang dilambari tenaga bathin yang luar biasa menggetarkan. Perlahan pelupuk mata Permadi bergerak, dan akhirnya terbuka lebar. "Ahhh, di mana aku..?!" seru Permadi sambil beranjak duduk, dan melihat ke sekitarnya. Saat matanya membentur sosok yang baru saja 'berbicara' dengannya di kedalaman jiwanya."Eyang sepuh Bogananta..," ucap Permadi, yang langsung menundukkan wajahnya penuh hormat. Ki Bogananta nampak tersenyum damai padanya. Dan Permadi merasa bagai 'telanjang' di hadapan sepuh itu. Habis sudah isi jiwanya 'dikuliti', oleh moyang sepuhnya itu barusan. "Permadi. Kiranya cukup sudah apa-apa yang perlu kautahu, dan Eyang beritahu padamu. Sekarang bersiaplah untuk bertemu dan berbicara dengan Elang. Dia berada tak jauh darimu saat ini. Bicara dan bekerjasamalah kalian di alam nyata nantinya. Eyang yakin, Elang akan memiliki jalan keluar dari m
Taph..! Blaaph..! Ki Palasara langsung menyambar tubuh Permadi, dan keduanya langsung lenyap dari rumah panggung itu. Blaph..! "Salam Moyang Bogananta. Aku datang membawa Permadi," Ki Palasara berkata dengan daya bathin melambari suaranya. Dia muncul di hadapan Ki Bogananta, yang kala itu tengah 'hening' di ruang dimensinya. Karena hanya dengan melambari suaranya dengan daya bathinnya, maka suaranya akan menembus alam keheningan moyangnya itu. Perlahan sepasang mata Ki Bogananta terbuka. Ki Palasara pun langsung tertunduk hormat. Ya, sejak dulu dia memang tak pernah sanggup beradu tatap dengan moyangnya itu. Karena tatap mata Ki Bogananta memang seolah menenggelamkannya, ke dalam samudera tanpa dasar. Pasca insiden di 'medan pasir', Ki Bogananta dan Ki Prahasta Yoga memang langsung kembali ke ruang dimensinya masing-masing. Mereka menyerahkan pengurusan Elang dan Permadi, di tangan Ki Sandaka dan Ki Palasara hingga pulih."Hmm. Palasara, baringkan Permadi di hadapanku. Energi
"Benar Elang. Gadis itu baru saja melintas di benakmu," sahut Ki Sandaka tersenyum bijak. Ya, tingkatan 'wisik sukma' Ki Sandaka bahkan sudah tak memerlukan penerapan lagi. Ajian wisik sukma seakan sudah menjadi bagian dari nafasnya. "Ahhh..! Benarkah Ki Buyut..?!" kini wajah Elang nampak sangat cerah sekali, bukit besar yang menindih hatinya selama ini bagai lenyap hancur berkeping tanpa bekas. Plonngg..!! "Elang, menurut buyut. Sebaiknya kalian segeralah menikah. Dan jadikan malam pertamamu, sebagai perayaan akan 'lenyap'nya kutukkan Naga Asmara dari dirimu. Setelah kutukkan itu lenyap, maka kau baru akan bisa menggabungkan 'power' Naga Merah dan Biru dalam cincin naga asmara dengan aji pamungkasmu 'Cambuk Tujuh Petir'. Itulah pamungkas terdahsyat trah langit, yang takkan tertandingi oleh 'pusaka bumi maupun pusaka samudera'. Jika kamu sudah berhasil menguasainya Elang," jelas Ki Sandaka. "Baik Ki Buyut. Elang akan mematuhi pesan Ki Buyut," Elang berkata sambil menundukkan ke
"A-apa..?!" Nadya terkejut, namun dia merasakan tubuhnya tiba-tiba menjadi dingin. Sprassh..! Dari jari tangan Nadya seketika melesat cahaya kuning kehijauan, yang langsung membentur lesatan shuriken yang dilepaskan Nanako. Craackh..!! Clapphs..! Shuriken yang dilontarkan Nanako langsung membentur selarik cahaya kuning kehijauan itu. Lalu shuriken itu terpental berubah arah, dan masuk ke dalam kolam renang. "Aahhh...!!" Seru kaget dan ngeri, dari semua wanita cantik yang berada di situ. Nampak mata mereka semuanya terbelalak. Ya, awalnya mereka semua bahkan tak bisa melihat lesatan shuriken Nanako. Mereka hanya melihat Nanako seperti melemparkan sesuatu ke arah Keina. Dan kini mereka semua baru sadar, jika yang dilemparkan Nanako adalah senjata yang berbahaya. "Hei sudahlah Nanako, Keina..! Ini benar-benar tak berguna..! Yang kalian ributkan sudah damai di sana. Biarkan Mas Elang tenang dan damai di sana. Jangan menambah beban langkahnya, karena melihat kalian ribut di sini.
'Ahh.! Maafkan Nadya Mas Elang. Sepertinya Nadya terpaksa harus membongkar ransel Mas Elang. Nadya harus mengembalikan 'cincin' pemberian Mila. Nadya tak rela Mas Elang menyimpan kenangan darinya', bathin Nadya. Ya, jujur saja Nadya cemburu pada Mila. Namun yang membuatnya merasa harus mengembalikan cincin Mila, adalah rasa ibanya pada Mila. Cincin itu pasti sangat bernilai bagi Mila. Dan Nadya punya suatu cara, untuk mengembalikan cincin itu tanpa menyakiti dan membuat Mila curiga padanya. "Ahh, kalian ini. Belum tentu aku yang berada dalam hati Mas Elang. Kita bertiga adalah orang-orang yang pernah mendapatkan pertolongannya. Namun belum tentu mendapatkan 'hatinya'," ucap Nadya agak jengah, karena kedua rekannya itu seperti memastikan hati Elang adalah untuknya. Namun tak munafik, hati Nadya juga merasa senang dan 'melayang', atas pengakuan Mila dan Nanako barusan. "Aku bisa merasakannya dengan sangat jelas, Nadya," ucap Nanako tersenyum tulus. Bagi Nanako kini, dia telah re