Beranda / Urban / Sang PENEMBUS Batas / Bab 002. MIMPI ANEH

Share

Bab 002. MIMPI ANEH

Penulis: BayS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-26 00:14:32

Malam itu Elang tidur dengan nyenyak. Setelah dia membantu Bu Sati mencuci piring di dapur, dan menyapu aula panti.

Bu Sati memang terbiasa mencuci piring di malam hari, saat anak panti rata-rata sudah tertidur pulas.

Elang yang melihatnya saat lewat dapur merasa kasihan. Dia lalu menyuruh Bu Sati untuk istirahat saja lebih awal, dan membiarkan Elang yang mencuci piring.

Akhirnya Bu Sati beranjak ke kamarnya untuk tidur lebih awal.

‘Kasihan Bu Sati. Usianya sudah 57 tahun, namun masih harus bekerja keras di panti’, ujar bathin Elang, sambil menatap sosok bu Sati, yang sedang melangkah ke arah kamarnya.

Elang mulai mencuci piring, benaknya teringat pembicaraannya dulu dengan Bu Sati,

“Bekerja di sini adalah panggilan hati ibu, Elang. Ibu hanyalah janda tanpa anak, saat mulai bekerja di sini.

Dan ibu merasa disinilah tempat ibu, bersama anak-anak yang tak tahu harus berlindung ke mana.

Melihat anak-anak tersenyum merasakan kebahagiaan dan kehangatan di panti ini. Adalah sebuah kebahagiaan tersendiri, di hati ibu, Elang,” ucap Bu Sati saat itu.

“Terimakasih Bu Sati, maafkan Elang belum bisa membalas membahagiakan Ibu,” jawab Elang saat itu.

“Jangan jadikan itu beban di hati Elang. Ibu sudah bahagia melihatmu tumbuh jadi pemuda yang gagah, pintar, dan ganteng seperti sekarang,” jawab bu Sati, seraya mengusap pundak Elang.

Elang tersenyum getir mengingat percakapan itu. Tak terasa semua piring telah di cuci olehnya.

Elang beranjak dan menata piring-piring yang telah dicucinya ke rak piring.

‘Selesai, sekarang saatnya tidur’, bathinnya.

Elang masuk ke kamar dan merebahkan diri di ranjangnya.

'Jam 11 malam lewat’, ujar bathinnya, setelah melihat jam dinding di kamarnya.

Tak lama Elang pun terlelap dalam tidur yang pulas. Setelah beberapa jam terlelap, Elang pun bermimpi.

Samar-samar Elang seperti mendengar namanya di panggil-panggil oleh seseorang.

Panggilan itu lirih dan bergema, namun terdengar sangat jelas di telinga Elang.

“Elang. Wahai putra Sukanta dan cucu dari Balawan. Bangunlah.. kemarilah. Temui buyutmu Ki Sandaka ini cicitku,” ucap suara itu, seolah menembus dari jarak yang sangat jauh dan bergema.

Dalam mimpinya itu, Elang seolah melihat dirinya sendiri bangun dari tidurnya. Dia pun mencari arah dari mana suara itu datang.

Elang melihat dirinya berjalan di suatu tempat yang sangat asing baginya. Di depannya kini terlihat sebuah rumah gubuk, dengan atapnya terbuat dari jerami.

“Masuklah cicitku Elang. Jangan ragu,” ucap suara yang samar-samar, namun jelas terdengar itu.

Kriett..!

Pintu rumah gubug yang terbuat dari anyaman bambu itu, tiba-tiba terbuka dengan sendirinya.

Elang melihat dirinya masuk dengan perlahan ke dalam gubug itu.

Dan setibanya di dalam gubug itu, Elang pun terhenyak. Dia melihat seorang lelaki sepuh, yang tampak telah sangat renta.

Lelaki sepuh nampak sedang duduk di tengah balai bambu.

“Aki siapakah ini yang memanggil Elang..?” tanya Elang agak takut.

Elang masih belum mau percaya, bahwa lelaki tua renta ini adalah aki buyutnya.

“Aku Ki Sandaka buyutmu, Elang. Tanda toh berbentuk kembang berdaun tiga, selalu ada dalam tubuh anak keturunanku Elang.

Padamu ada di lengan kiri, pada Ayahmu Sukanta ada di betis kaki kanannya.

Dan pada kakekmu Balawan, tanda itu ada di punggung kirinya. Masihkah engkau meragukannya, Elang cicitku..?” ucap Ki Sandaka seraya tersenyum tenang.

"Hah..!" Elang pun terhenyak kaget. Karena apa yang di ucapkan Ki Sandaka memang benar adanya.

Hampir setiap Elang mandi, dia selalu memperhatikan tanda ‘toh’ yang ada di lengan kirinya itu. Dan bentuk toh itu memang seperti kembang berdaun tiga!

Melihat cicitnya yang masih berada dalam kebimbangan itu. Ki Sandaka kembali berkata..

“Hmm. Tak menjadi soal, jika kau masih ragu terhadapku cicitku.

Maksud buyut memanggilmu ke sini adalah, buyut hendak menawarkan beberapa ilmu keturunan leluhur kita.

Agar ilmu itu bisa menjadi bekalmu, dalam menjalani kehidupan yang makin sulit ini, Cicitku,” ucap Ki Sandaka, sambil tersenyum menyejukkan.

Elang pun terdiam sejrnak, mencerna ucapan Ki Sandaka itu.

“Kalau Elang boleh tahu. Ilmu keturunan macam apakah itu Ki buyut..?” tanya Elang

“Ilmu turunan itu berisi beberapa jurus ilmu Kanuragan, Kadigjayan, dan beberapa ajian asmara, cicitku Elang,” sahut Ki Sandaka menjelaskan.

Elang bersorak senang dalam hatinya. Namun dia juga masih merasa takut terperosok, dan mempelajari ilmu yang terlarang.

“Apakah Ayah saya tidak mempelajarinya Ki Buyut ?” tanya Elang lagi.

“Tidak Elang. Kakekmu melarang Ayahmu mempelajarinya. Karena Balawan takut, jika Ayahmu menyalah gunakan ilmu turunan itu, Elang,” jawab Ki Sandaka.

“Buyut tidak akan memaksamu mempelajari ilmu turunan itu Elang. Tapi melihat kehidupanmu saat ini, buyut merasa kau memerlukannya cicitku Elang,” ucap Ki Sandaka lagi.

“Apakah kau tidak ingin membantu meringankan beban pengelola panti yang telah merawatmu..?

Apakah kau tidak ingin mengetahui alamat rumahmu yang sebenarnya..?

Dan apakah kau tidak ingin membantu banyak orang yang kesusahan..?

Dan apakah kau tak ingin menemukan cinta sejatimu, Elang ?

Semuanya akan bisa kau lakukan dan dapatkan, jika kau sudah menguasai ilmu turunan keluarga kita, cicitku Elang,” urai Ki Sandaka menjelaskan.

Namun belum lagi Elang menjawab semua pertanyaan Ki Sandaka itu.

“Ahh..! Rupanya waktu tak mengijinkan buyut berlama-lama menemuimu dalam mimpi Elang.

Buyut kembali dulu. Dan pertimbangkanlah baik-baik pesan buyut.

Sampai jumpa esok malam cicitku Elang,” ucap Ki Sandaka.

Lalu perlahan tubuhnya memudar dan sirna bagai asap.

“Aki Buyutt..!” seru Elang, ia pun tergagap bangun.

‘Ahks..! Rupanya ini hanya mimp!' gerutu bathinnya.

Elang melihat ke arah jam dinding kamarnya, yang saat itu menunjukkan pukul 04:15 menjelang subuh.

‘Tapi mimpi barusan seperti nyata adanya’, desah bathin Elang.

Akhirnya dia bangun dari tempat tidurnya, dan menuju kamar mandi untuk buang air kecil.

***

“Maaf Bu Nunik. Bukan saya tidak mau mengantar bahan-bahan makanan lagi ke panti ini.

Tapi kondisi kami juga sedang sulit. Jadi untuk sementara, kami belum bisa mengirim lagi bahan-bahan makanan ke panti ini,” ucap Pak Baskoro, dengan nada sedih.

Selama ini memang panti agak terbantu, dengan kiriman bahan-bahan makanan darinya.

Baskoro adalah salah satu orang yang peduli, dengan kondisi panti selama ini. Sudah hampir 7 tahun dia menjadi donatur tetap, di panti ‘Harapan Bangsa’.

Namun kali ini, awan gelap tengah menyelimuti keluarganya.

Sang istri tercinta tiba-tiba menderita sakit parah dan aneh. Hingga para dokter pun menggelengkan kepala, atas jenis penyakit yang di derita sang istri.

Tak terhitung sudah pak Baskoro mengeluarkan dana, untuk kesembuhan istrinya itu.

Baik pengobatan medis maupun non medis telah dilqkoninya. Hingga para tabib maupun kyai ternama sudah di jelajahinya.

Namun kondisi sang istri tetap tak berubah menjadi lebih baik. Hingga akhirnya pak Baskoro mengambil langkah mundur sementara sebagai donatur panti.

Karena mengingat kondisi keuangannya yang tak lagi lancar seperti dulu.

“Ahh, tak apa-apa Pak Baskoro. Kami mengerti dasar keputusan Bapak.

Kami dan seluruh anak-anak panti hanya bisa mendo’akan.

Semoga Bu Baskoro selalu dalam naungan dan lindungan Allah SWT, serta disembuhkan dengan sempurna. Aamiin,” ucap bu Nunik, dengan nada yang juga turut bersedih.

Elang yang kebetulan sedang menyapu ruangan tengah, yang berada di belakang ruang tamu.

Tak sengaja dia ikut mendengar pembicaraan tersebut, dan dalam hatinya pun jadi ikut bersedih.

Bathinnya seolah menyesali diri. Karena dia tak bisa membantu panti dalam situasi sulit itu. Dan Elang juga ingin membantu pak Baskoro, yang telah begitu baik pada panti mereka selama ini.

Elang merasa tak berdaya dan juga tak berguna saat itu.

‘Hei Elang ! Apa yang bisa kau lakukan dalam kondisi sulit ini..? Betapa tak berdaya dan bergunanya kau ini.

Hanya bisa numpang makan dan di sekolahkan selama ini !’, vonis bathin pada dirinya sendiri. Seolah menyalahkan ketak berdayaan diri Elang saat itu.

‘Ahhh..!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 003. LOKER DAN SANTET

    ‘Ahhh..! Andai mimpi semalam benar-benar bisa jadi nyata. Aku pasti akan menyetujuinya saja. Semoga nanti malam Aki Buyut benar-benar hadir lagi dalam mimpiku’, bathin Elang bertekad. Elang sangat menyesali kebimbangannya, dalam mimpi semalam. Elang bertekad akan menyetujui tawaran mempelajari ilmu turunan keluarganya itu. Jika memang benar mimpi itu bisa jadi kenyataan. “Mas Elang..! Mas..! Dito nakal tuh..!" seorang anak kecil perempuan usia 6 tahunan berlari kecil, dan menubruk Elang sambil mengadu.“Aduh..! Hati-hati Nindi, kamu bisa jatuh nanti,” ujar Elang, sambil memegang tubuh Nindi yang merapat di belakangnya. Tak lama kemudian, seorang anak laki-laki kecil seusia Nindi datang menyusul, “Nah ya..! Kamu di sini Nindi pelit..!” seru bocah itu, sambil berusaha mendekati Nindi, seolah hendak memukulnya. “Hei..hei, Dito..! Nggak boleh begitu ya, sama anak perempuan,” ucap Elang menengahi mereka. “Habis Nindi pelit sih Mas Elang..! Masa suruh gantian main ayunan gak mau..!”

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 004. WEDAR DAN MULAI KERJA

    “Nah Elang. Apakah sekarang kamu sudah siap buyut wedar..? Lalu buyut akan isi tenaga dasar ilmu turunan keluarga kita Elang ?” tanya Ki Sandaka tenang. “Siap Ki Buyut,” sahut Elang mantap. “Kalau begitu naiklah ke balai ini, dan duduklah bersila seperti buyut,” perintah Ki Sandaka. Elang pun naik ke atas balai bambu itu, dan duduk bersila seperti posisi Ki Sandaka. Sementara itu Ki Sandaka terlihat berdiri. Namun Elang spontan bergidik ngeri. Karena dia melihat kaki Ki Buyutnya itu mengambang di udara, tak menapak di atas balai. “Hehehee. Jangan takut cicitku. Ini karena buyut sudah berbeda alam denganmu, Elang,” Ki Sandaka terkekeh, melihat kengerian Elang. “Sekarang bersiaplah Elang. Pejamkan matamu dan bertahanlah, jika ada sesuatu yang dingin dan hangat mengalir di dalam tubuhmu,” ucap Ki Sandaka. “Baik Ki Buyut,” ucap Elang tanpa ragu lagi. Elang langsung memejamkan matanya, seperti yang di arahkan oleh Ki Buyut. Nafasnya pun mulai teratur tenang, dalam posisi bersila.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 005. PEMBUKTIAN MIMPI

    “Bagaimana kalau kita ke rumah Pak Baskoro, setelah kamu pulang interview dari Betamart saja Elang..?" usul Bu Nunik. Hatinya jadi ikut tergerak dengan ucapan Elang. “Baik Bu,” ucap Elang, menyetujui usul Bu Nunik. “Elang masuk dulu ya Bu. Elang mau bersiap ke Betamart," ujar Elang, seraya undur diri.“Iya Elang, bersiaplah sebaik mungkin ya. Ajaklah Wulan untuk berangkat bersama ke sana,” ucap Bu Nunik. “Baik Bu,” sahut Elang, sambil beranjak menuju ke dalam panti. *** Pak Baskoro tengah terpekur di teras rumahnya. Sementara pikirannya menerawang, pada kenangan indahnya bersama sang istri. Istri yang kini terbaring lemah di pembaringannya. Ya, kenangan indah, rasa cinta, dan kesetiaan itulah. Hal yang mampu membuat Baskoro tetap bertahan, dan tegar merawat istrinya. Dia kembali menghisap rokoknya, dan menghembuskannya dengan nafas lepas menghela. Seolah ingin menghela jauh-jauh masalah pelik, yang selama bertahun-tahun ini menyelimutinya. Sudah hampir satu setengah tahun i

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 006. KEMBALINYA KIRIMAN JAHAT

    “Hahh..?! B-benda apa..?! Maksudmu ada orang yang mengirim ‘bala’ ke istri saya, dengan menanam ‘sesuatu’ di rumah saya ?!” seru kaget pak Baskoro. Ya, Baskoro pernah menerima seorang paranormal dan ajengan ke rumahnya. Dan mereka semua hanya mengatakan, jika istrinya mungkin ‘dikerjai’ seseorang. Tapi tak ada yang dengan ‘jelas’ mengatakan, bahwa ada sesuatu yang di tanam di rumahnya. “Benar Pak Baskoro. Apakah di belakang rumah Bapak ada pohon pepaya, yang letaknya tepat berhadapan dengan pintu belakang rumah bapak ?” tanya Elang. “I..iya benar Elang..! Bagaimana kau bisa tahu..?!” ucap pak Baskoro kaget. 'Bagaimana dia bisa tahu..? Padahal dia belum pernah ke rumahku’, gumam bathinnya. “Bolehkah saya melihatnya Pak Baskoro..?” tanya Elang sopan, langsung ke poin. “Tentu saja boleh. Mari Elang, Bu Nunik, kita ke sana,” sahut pak Baskoro cepat. Ya, kini mulai ada setitik harapan di hati Baskoro. Bu Nunik yang ikut penasaran langsung beranjak mengikuti mereka di belakang. Ses

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 007. DENDAM MASA LALU

    “Satu tahun lebih Mas..?!” seru Halimah terkaget. Benak Halimah langsung membayangkan suaminya, yang pasti sangat repot mengurusnya selama masa sakitnya itu. Dia pun beranjak dan memeluk suaminya, “Terimakasih Mas, telah merawatku selama itu dan tak meninggalkanku. Tsk, tsk!” ucap Halimah serak dan terisak. Lalu Halimah mendekati Elang dan Bu Nunik, “Terimakasih tak terhingga kuucapkan buat kalian. Kalian telah menyelamatkan rumah tangga kami,” ucap Halimah sambil menyalami Elang , lalu memeluk Bu Nunik. “Maaf, apakah ini Bu Nunik dari panti itu..?” tanya Halimah, yang rupanya masih mengenali Bu Nunik. Dulu memang ia pernah beberapa kali menemani suaminya berkunjung ke panti. “Benar Bu Baskoro,” ucap bu Nunik, yang ikut terharu melihat pulihnya istri pak Baskoro ini. ‘Mereka adalah orang-orang yang baik’, bathinnya. “Ahh. Sebaiknya mulai saat ini Ibu memanggil saya Halimah saja. Karena Ibu lebih berumur dari pada saya,” ucap Halimah merasa rikuh, dipanggil bu oleh orang yang le

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 008. KITAB TUJUH ILMU

    "Ki Buyut. Bolehkah Elang tahu, ilmu apa saja yang ada dalam Kitab 7 Ilmu itu ?” tanya Elang penasaran. “Baiklah akan buyut uraikan sedikit tenyang 7 ilmu di dalamnya untukmu Elang, Kitab 7 Ilmu berisikan : 1. Ilmu Wisik Sukma Adalah ilmu yang membuatmu mampu mendengar dan mengetahui isi hati seseorang, Elang. Dengan ilmu ini kau bisa membedakan mana yang tulus dan tidak, sehingga kau tidak mudah tertipu oleh orang. 2. Ilmu Sukma Kelana Ilmu ini merupakan tataran tingkat tinggi Elang, dengan ilmu ini sukmamu dapat berkelana kemana saja kau mau, menembus ruang dan dimensi. Namun kau harus menetapkan dulu tujuanmu, sebelum menggunakan ilmu ini, agar tak tersasar di dimensi atau alam lain. 3. Ilmu Pintas Bumi Ilmu ini adalah ilmu meringankan tubuh keluarga kita Elang. Dengan menerapkan ilmu ini, maka jarak yang jauh akan lebih cepat kau capai, di banding kecepatan sebuah mobil sekalipun. 4. Ilmu Pukulan Guntur Jagad Ilmu ini dapat kau pakai untuk menghancurkan musuh-musuh

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 009. BINGKISAN UNTUK ELANG

    "Elang kemarilah. Kalian berdua masuklah dulu ke ruangan ibu, untuk sarapan roti dan teh manis sebelum berangkat kerja ya,” ucap Bu Nunik, sambil membuka pintu ruangannya. Mereka pun masuk ke dalam. Dan tak lama kemudian datanglah Bu Sati, dengan membawa nampan berisi 3 gelas teh manis dan beberapa bungkus roti keju dan coklat. “Makasih Bu Sati,” ucap Bu Nunik seraya tersenyum padanya. “Terimakasih Bu Sati,” ucap Elang dan Wulan bersamaan.“Silahkan Bu, Elang, Wulan,” sahut bu Sati sambil tersenyum, lalu kembali keluar ruangan. “Silahkan Elang, Wulan. Kalian minum dulu teh manis dan makan beberapa potong roti ini ya,” ucap bu Nunik. Tak lama kemudian Elang dan Wulan berangkat bersama menuju Betamart. Mereka berangkat dengan berjalan kaki. Karena letak Betamart memang tak jauh dari panti mereka, hanya berjarak sekitar 600 meter. *** Tak lama setelah Elang dan Wulan berangkat, panti kedatangan tamu yang tak lain adalah Baskoro dan Halimah. Mereka datang pagi-pagi tak lain adala

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 010. DESA SIRNA RASA

    Klakh..! "Wahh..!" Elang berseru dan tertegun melihat isi kotak bingkisan itu. Isi kotak bingkisan itu ternyata berisikan dus ponsel merek sumsang keluaran terbaru. Warna ponsel itu hitam, sebuah pilihan warna yang cocok dengan selera Elang. Kemudian ada pula sebuah amplop coklat yang agak tebal di sisinya. Perlahan dibukanya isi amplop coklat itu, Srek.! Elang tercekat melihat dua gepok uang merah di dalam amplop itu. Dihitungnya jumlah uang itu, ternyata uang itu berjumlah 20 juta rupiah. Nilai uang yang sangat banyak tentunya, bagi pemuda seperti Elang. Seumur hidupnya di panti, Elang tak pernah memegang uang sebanyak itu. Maka tangannya pun agak gemetar memegang uang sebanyak itu. Diambilnya uang sebesar 5 ratus ribu rupiah, dan dimasukkannya ke dalam dompetnya. Sementara sisanya ia taruh di bawah pakaian di lemarinya. Saat ia hendak membuka box ponselnya, tampak sesuatu jatuh ke lantai. Sebuah plastik berisikan sim card exel siap pakai terlihat di lantai. Diambilnya kem

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02

Bab terbaru

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 205.

    'Siapa sih pemuda yang nampak biasa-biasa saja itu..?' Demikianlah rata-rata bathin mereka bertanya-tanya. Soalnya dari sisi penampilan memang Elang terkesan sederhana saja. Bahkan ransel yang dikenakannya menambah kesan, jika Elang bukanlah orang kantoran. Sepatu yang dikenakan pun, bukanlah sepatu resmi untuk menghadiri kondangan. Tapi lebih seperti sepatu pendaki gunung atau sport. Satu-satunya aksesoris yang terlihat berharga oleh mereka di tubuh Elang, paling hanyalah jam tangannya saja. Itu pun mereka berpikir paling harganya tak sampai 2-3 juta. Demikianlah pandangan orang-orang, yang melihat sesuatu berdasar tolok ukur 'materialistis'. Mereka seperti tak melihat, bahwa banyak para konglomerat dunia, yang lebih memilih tampil sederhana dengan pertimbangan rasa nyaman. Daripada memaksakan diri tampil sesuai 'statusnya', dengan mengorbankan rasa nyaman dan kepribadian mereka. "Elang. Akhirnya kau datang adikku," Wulan menggandeng Elang, dan mengajaknya ikut naik ke atas

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 204.

    Slaph..!! Kedua sosok ninja merah itu segera melesat cepat dan lenyap, setelah memberi hormat setengah membungkuk pada Hiroshi. Kini halaman belakang rumah Hiroshi kembali sunyi. Hanya tinggal Hiroshi seorang di sana. Akhirnya Hiroshi pun bergegas kembali masuk ke dalam rumahnya, setelah dia menghabiskan sebatang rokoknya. Keesokkan paginya, giliran kediaman Hiroshi yang 'geger'. Saat salah seorang pelayan rumah Hiroshi, menemukan dua helai pakaian berwarna merah penuh darah, yang terlipat rapih di teras rumah. Sebuah plakat perak juga diletakkan di atas tumpukkan pakaian nerah itu. Dua buah guci kecil berisi abu juga tergeletak di sana. Karuan pelayan itu langsung masuk ke dalam rumah, dan berteriak memberitahukan pada pelayan rumah yang lainnya. Hiroshi yang kebetulan sudah bangun dari tidurnya, bergegas dia menuju teras rumah. Dan sesampainya di teras dia pun terkejut, melihat dua pakaian merah serta plakat perak yang dilemparkannya semalam. Dan itu hanya berarti satu hal.

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 203.

    Hiroshi langsung mengumpulkan seluruh jajaran tinggi stafnya, dan menggelar meeting tertutup hari itu juga. Hiroshi memilih untuk ‘diam’ dan merahasiakan, atas hilangnya sejumlah dokumen rahasia perusahaan sementara waktu dari publik. Hal itu disampaikannya dalam meeting tertutup itu. Dia menghimbau agar semua jajaran stafnya ‘membuka’ mata dan telinga mereka, sewaspada dan secermat mungkin. Untuk menyelidiki ‘pihak mana’, yang menjadi dalang pencurian hampir seluruh dokumen penting yang sifatnya sangat rahasia. Jujur saja, bagi Hiroshi kehilangan dokumen-dokumen rahasia ini bagai kehilangan nafas dari perusahaannya. Apalagi jika dokumen-dokumen itu jatuh ke tangan ‘pesaing’, atau orang yang salah. Namun satu dugaan kuat sudah terbersit di benaknya, tentang pihak mana yang menjadi dalang semua kejadian ini. Tapi itu baru dugaan semata.Soal pelakunya, Hiroshi sudah menduga pastilah sekelompok orang bayaran, lebih tepatnya dia menduga sekelompok ninja..! Namun yang membuatnya p

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 202.

    “Pakailah Seruni, ini untukmu,” ujar Permadi, seraya berusaha tersenyum. Namun wajahnya malah tampak aneh seperti menyeringai, aduhh Madi..Madi..! “Wahh, terimakasih Mas Permadi. Kalung ini bagus sekali..!” Seruni berseru merasa surprise, langsung dikenakannya kalung pemberian Permadi itu. Hatinya penuh dengan bunga bermekaran. Seruni sungguh tak menyangka, Permadi bisa memberikan hadiah seromantis itu. Ingin rasanya dia mencium Permadi dengan hangat. Namun dia sadar kondisi mereka di tempat terbuka, tak memungkinnya melakukan itu. “Berangkatlah Seruni, nanti kau terlambat,” ucap Permadi datar. “Baik Mas Permadi, jaga diri Mas baik-baik dalam perjalanan ya,” Seruni akhirnya beranjak naik ke motornya. Matanya kini nampak basah, ‘Andai kau minta aku ikut denganmu, aku pasti ikut mas’, bisik hatinya sedih. Nngngg..! Seruni melajukan motornya, lalu menghilang di balik gerbang hotel. Air mata bergulir di pipi Seruni, tertutup oleh kaca helm yang dikenakannya. Sedih. ‘Selamat jal

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 201.

    “Elang..! Kau tak apa-apa..?” Bagja menarik lepas ilmu leaknya, dan bergegas menghampiri Elang. “Saya tak apa-apa Pak Bagja. Sebaiknya kita kembali ke rumah saja Pak,” sahut Elang, seraya mengusap darah di hidungnya. Baginya, pertarungan dengan Ki Badra bukanlah pertarungan yang berat. “Syukurlah Elang, mari kita pulang sekarang,” ucap Bagja. “Rasanya akan terlalu lama jika kita berjalan Pak Bagja. Sebaiknya Bapak saya bawa saja ya,” ujar Elang, saat melihat Bagja sudah kembali ke wujud manusianya kembali. Karena tentunya dia tak akan bisa melesat cepat kembali ke rumahnya. “Silahkan Elang. Energi bapak memang terkuras, jika mengeluarkan aji ‘Tirta Bharada.” Elang merangkul pundak Bagja lalu, Slaph..! Elang mengerahkan kecepatan maksimal dari aji ‘Pintas Buminya’, maka dalam sekejap saja mereka sudah berada di teras rumah Bagja. ‘Luar biasa si Elang ini, sepertinya dia masih belum mengerahkan seluruh kemampuannya melawan Ki Badra tadi’, bathin Bagja kagum, pada sahabat putr

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 200.

    “Hiahhhh...!!” Kabinawa melesatkan dirinya yang berwujud bola api membara, ke arah bola pusaran air milik Bagja. Seth..! Ki Badra yang di cekam rasa cemas, akan keselamatan murid kesayangannya itu. Dia pun ikut melesat, hendak menghajar Bagja dengan pukulan ‘Sirna Raga’nya. Slaph..!Tentu saja Elang tak tinggal diam, melihat Bagja yang hendak di bokong sepuh sesat Ki Badra. Dengan melambari tangannya dengan ajian ‘Lindu Sukma’ tingkat ke 4, Elang juga melesat menghadang sosok Ki Badra. Kepalan tangan Elang bagai berubah menjadi bola hijau terang. Sethh..! Melihat Elang menghadang jalur melesatnya, karuan Ki Badra menghantamkan pukulan ‘Sirna Raga’nya ke arah Elang. Wersh..! Wusshk..! Blaartzzhk..!! Dua pukulan hijau dan merah saling berbenturan dahsyat. Angin pukulan dari bentrokkan pukulan “Sirna Raga’ dan “Lindu Sukma’, meledak pecah dan buyar ke segala arah. Bola api merah Ki Badra dan sosok Elang sama-sama terpental ke arah berlawanan. ‘Hmm. Kekuatan bathin sepuh ini

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 199.

    'Hhh.. ! Tak bisa dihindari lagi, mungkin ini sudah karmaku. Aku harus berhadapan dengan guru dan kakak seperguruanku sendiri’, keluh bathin Bagja, sambil menghela nafas berat. Dulu dia sering mendengar gurunya berbicara, soal kakak seperguruannya yang bernama Kabinawa itu dengan nada bangga. Namun pada akhirnya. Timbul kesadaran di hati Bagja, bahwa jalan yang ditempuh guru dan kakak perguruannya itu salah. Bagja lebih memilih aspek terakhir dalam ilmu leak yaitu ‘kamoksan’ atau ilmu kelepasan. Moksa dalam ajaran agama Hindu adalah tujuan hidup terakhir, yaitu kebebasan dari ikatan duniawi dan putaran reinkarnasi kehidupan. Ilmu leak terdiri dari ilmu kawisesan (penengen pengiwa untuk duniawi), dan ilmu kelepasan (untuk lepas dari duniawi). Sedangkan guru dan kakak seperguruannya itu, hanya memfokuskan pada tujuan ‘kawisesan pengiwa’. Untuk memenuhi hasrat duniawinya, tanpa peduli dengan cara apa mereka memperolehnya. Berangkat dari hal inilah, Bagja meninggalkan gurunya. Dia

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 198.

    “Benar Seruni, itu untukmu. Jia kau hamil akibat permainan kita itu terserah padamu kau bisa mengaborsinya atau merawatnya,” Permadi berkata tenang. “Baiklah Mas, Aku akan menyimpannya di rumah,” ucap Seruni, kini dia memahami maksud Permadi. Ada rasa sedih di hatinya, mendengar kabar akan perginya Permadi besok. Sejujurnya mulai tumbuh rasa sayang di hatinya untuk Permadi. Orang yang telah merenggut kesuciannya dan memperkenalkan rasa ternikmat dalam olah asmara padanya. Karenanya nanti malam dia bertekad akan datang kembali ke kamar ini. Untuk menghabiskan waktu bersama Permadi, hingga esok hari. *** Malam itu di rumah Galang. Elang baru saja ikut makan malam bersama keluarga Galang. Mereka nampak berkumpul di ruang tengah, dan saling berbincang penuh kekeluargaan. Nampak wajah keceriaan terpancar dari ayah dan ibu Galang. Karena tak lama lagi mereka akan meminang Trika, untuk putra mereka itu. Mereka sudah mendengar soal pertolongan Elang, atas masalah yang melanda putranya

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 197.

    “Ahhss.! Mas.! Masukkan saja sekaranghs..tapi pelan yahh..” desah Seruni gemas, merasakan gelitik nikmat di celah surganya. Namun tetap saja hatinya berdebar kencang. Ini adalah kali pertama ‘kewanitaannya’ akan di jebol oleh ‘keperkasaan’ Permadi. Dan harus diakuinya ‘burung’ Permadi jauh lebih kokoh dan panjang, dibanding milik mantan kekasihnya Irwan. “Akhsss.! S-sakit Mass..sh!” Seruni memekik keras, sambil memeluk erat punggung Permadi. Saat tiba-tiba Permadi menghunjamkan seluruh ‘kemaluannya’ dalam celah sempit miliknya. Rasa perih dan sesuatu yang sobek mendera bagian kewanitaannya. Permadi diam sejenak tak melakukan gerakkan apapun. Untuk memberi kesempatan ‘liang’ milik Seruni beradaptasi dengan ukuran ‘burung’nya. Tak lama kemudian Permadi mulai menggoyangkan perlahan ‘burung’nya di dalam kewanitaan Seruni, diliriknya bercak darah menodai sprei biru muda milik hotel. ‘Hmm. Dia benar-benar masih segel’, bathin Permadi puas, karena berhasil ‘belah duren’ siang itu. “Ohs

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status