Home / Urban / Sang PENEMBUS Batas / Bab 002. MIMPI ANEH

Share

Bab 002. MIMPI ANEH

Author: BayS
last update Last Updated: 2025-01-26 00:14:32

Malam itu Elang tidur dengan nyenyak. Setelah dia membantu Bu Sati mencuci piring di dapur, dan menyapu aula panti.

Bu Sati memang terbiasa mencuci piring di malam hari, saat anak panti rata-rata sudah tertidur pulas.

Elang yang melihatnya saat lewat dapur merasa kasihan. Dia lalu menyuruh Bu Sati untuk istirahat saja lebih awal, dan membiarkan Elang yang mencuci piring.

Akhirnya Bu Sati beranjak ke kamarnya untuk tidur lebih awal.

‘Kasihan Bu Sati. Usianya sudah 57 tahun, namun masih harus bekerja keras di panti’, ujar bathin Elang, sambil menatap sosok bu Sati, yang sedang melangkah ke arah kamarnya.

Elang mulai mencuci piring, benaknya teringat pembicaraannya dulu dengan Bu Sati,

“Bekerja di sini adalah panggilan hati ibu, Elang. Ibu hanyalah janda tanpa anak, saat mulai bekerja di sini.

Dan ibu merasa disinilah tempat ibu, bersama anak-anak yang tak tahu harus berlindung ke mana.

Melihat anak-anak tersenyum merasakan kebahagiaan dan kehangatan di panti ini. Adalah sebuah kebahagiaan tersendiri, di hati ibu, Elang,” ucap Bu Sati saat itu.

“Terimakasih Bu Sati, maafkan Elang belum bisa membalas membahagiakan Ibu,” jawab Elang saat itu.

“Jangan jadikan itu beban di hati Elang. Ibu sudah bahagia melihatmu tumbuh jadi pemuda yang gagah, pintar, dan ganteng seperti sekarang,” jawab bu Sati, seraya mengusap pundak Elang.

Elang tersenyum getir mengingat percakapan itu. Tak terasa semua piring telah di cuci olehnya.

Elang beranjak dan menata piring-piring yang telah dicucinya ke rak piring.

‘Selesai, sekarang saatnya tidur’, bathinnya.

Elang masuk ke kamar dan merebahkan diri di ranjangnya.

'Jam 11 malam lewat’, ujar bathinnya, setelah melihat jam dinding di kamarnya.

Tak lama Elang pun terlelap dalam tidur yang pulas. Setelah beberapa jam terlelap, Elang pun bermimpi.

Samar-samar Elang seperti mendengar namanya di panggil-panggil oleh seseorang.

Panggilan itu lirih dan bergema, namun terdengar sangat jelas di telinga Elang.

“Elang. Wahai putra Sukanta dan cucu dari Balawan. Bangunlah.. kemarilah. Temui buyutmu Ki Sandaka ini cicitku,” ucap suara itu, seolah menembus dari jarak yang sangat jauh dan bergema.

Dalam mimpinya itu, Elang seolah melihat dirinya sendiri bangun dari tidurnya. Dia pun mencari arah dari mana suara itu datang.

Elang melihat dirinya berjalan di suatu tempat yang sangat asing baginya. Di depannya kini terlihat sebuah rumah gubuk, dengan atapnya terbuat dari jerami.

“Masuklah cicitku Elang. Jangan ragu,” ucap suara yang samar-samar, namun jelas terdengar itu.

Kriett..!

Pintu rumah gubug yang terbuat dari anyaman bambu itu, tiba-tiba terbuka dengan sendirinya.

Elang melihat dirinya masuk dengan perlahan ke dalam gubug itu.

Dan setibanya di dalam gubug itu, Elang pun terhenyak. Dia melihat seorang lelaki sepuh, yang tampak telah sangat renta.

Lelaki sepuh nampak sedang duduk di tengah balai bambu.

“Aki siapakah ini yang memanggil Elang..?” tanya Elang agak takut.

Elang masih belum mau percaya, bahwa lelaki tua renta ini adalah aki buyutnya.

“Aku Ki Sandaka buyutmu, Elang. Tanda toh berbentuk kembang berdaun tiga, selalu ada dalam tubuh anak keturunanku Elang.

Padamu ada di lengan kiri, pada Ayahmu Sukanta ada di betis kaki kanannya.

Dan pada kakekmu Balawan, tanda itu ada di punggung kirinya. Masihkah engkau meragukannya, Elang cicitku..?” ucap Ki Sandaka seraya tersenyum tenang.

"Hah..!" Elang pun terhenyak kaget. Karena apa yang di ucapkan Ki Sandaka memang benar adanya.

Hampir setiap Elang mandi, dia selalu memperhatikan tanda ‘toh’ yang ada di lengan kirinya itu. Dan bentuk toh itu memang seperti kembang berdaun tiga!

Melihat cicitnya yang masih berada dalam kebimbangan itu. Ki Sandaka kembali berkata..

“Hmm. Tak menjadi soal, jika kau masih ragu terhadapku cicitku.

Maksud buyut memanggilmu ke sini adalah, buyut hendak menawarkan beberapa ilmu keturunan leluhur kita.

Agar ilmu itu bisa menjadi bekalmu, dalam menjalani kehidupan yang makin sulit ini, Cicitku,” ucap Ki Sandaka, sambil tersenyum menyejukkan.

Elang pun terdiam sejrnak, mencerna ucapan Ki Sandaka itu.

“Kalau Elang boleh tahu. Ilmu keturunan macam apakah itu Ki buyut..?” tanya Elang

“Ilmu turunan itu berisi beberapa jurus ilmu Kanuragan, Kadigjayan, dan beberapa ajian asmara, cicitku Elang,” sahut Ki Sandaka menjelaskan.

Elang bersorak senang dalam hatinya. Namun dia juga masih merasa takut terperosok, dan mempelajari ilmu yang terlarang.

“Apakah Ayah saya tidak mempelajarinya Ki Buyut ?” tanya Elang lagi.

“Tidak Elang. Kakekmu melarang Ayahmu mempelajarinya. Karena Balawan takut, jika Ayahmu menyalah gunakan ilmu turunan itu, Elang,” jawab Ki Sandaka.

“Buyut tidak akan memaksamu mempelajari ilmu turunan itu Elang. Tapi melihat kehidupanmu saat ini, buyut merasa kau memerlukannya cicitku Elang,” ucap Ki Sandaka lagi.

“Apakah kau tidak ingin membantu meringankan beban pengelola panti yang telah merawatmu..?

Apakah kau tidak ingin mengetahui alamat rumahmu yang sebenarnya..?

Dan apakah kau tidak ingin membantu banyak orang yang kesusahan..?

Dan apakah kau tak ingin menemukan cinta sejatimu, Elang ?

Semuanya akan bisa kau lakukan dan dapatkan, jika kau sudah menguasai ilmu turunan keluarga kita, cicitku Elang,” urai Ki Sandaka menjelaskan.

Namun belum lagi Elang menjawab semua pertanyaan Ki Sandaka itu.

“Ahh..! Rupanya waktu tak mengijinkan buyut berlama-lama menemuimu dalam mimpi Elang.

Buyut kembali dulu. Dan pertimbangkanlah baik-baik pesan buyut.

Sampai jumpa esok malam cicitku Elang,” ucap Ki Sandaka.

Lalu perlahan tubuhnya memudar dan sirna bagai asap.

“Aki Buyutt..!” seru Elang, ia pun tergagap bangun.

‘Ahks..! Rupanya ini hanya mimp!' gerutu bathinnya.

Elang melihat ke arah jam dinding kamarnya, yang saat itu menunjukkan pukul 04:15 menjelang subuh.

‘Tapi mimpi barusan seperti nyata adanya’, desah bathin Elang.

Akhirnya dia bangun dari tempat tidurnya, dan menuju kamar mandi untuk buang air kecil.

***

“Maaf Bu Nunik. Bukan saya tidak mau mengantar bahan-bahan makanan lagi ke panti ini.

Tapi kondisi kami juga sedang sulit. Jadi untuk sementara, kami belum bisa mengirim lagi bahan-bahan makanan ke panti ini,” ucap Pak Baskoro, dengan nada sedih.

Selama ini memang panti agak terbantu, dengan kiriman bahan-bahan makanan darinya.

Baskoro adalah salah satu orang yang peduli, dengan kondisi panti selama ini. Sudah hampir 7 tahun dia menjadi donatur tetap, di panti ‘Harapan Bangsa’.

Namun kali ini, awan gelap tengah menyelimuti keluarganya.

Sang istri tercinta tiba-tiba menderita sakit parah dan aneh. Hingga para dokter pun menggelengkan kepala, atas jenis penyakit yang di derita sang istri.

Tak terhitung sudah pak Baskoro mengeluarkan dana, untuk kesembuhan istrinya itu.

Baik pengobatan medis maupun non medis telah dilqkoninya. Hingga para tabib maupun kyai ternama sudah di jelajahinya.

Namun kondisi sang istri tetap tak berubah menjadi lebih baik. Hingga akhirnya pak Baskoro mengambil langkah mundur sementara sebagai donatur panti.

Karena mengingat kondisi keuangannya yang tak lagi lancar seperti dulu.

“Ahh, tak apa-apa Pak Baskoro. Kami mengerti dasar keputusan Bapak.

Kami dan seluruh anak-anak panti hanya bisa mendo’akan.

Semoga Bu Baskoro selalu dalam naungan dan lindungan Allah SWT, serta disembuhkan dengan sempurna. Aamiin,” ucap bu Nunik, dengan nada yang juga turut bersedih.

Elang yang kebetulan sedang menyapu ruangan tengah, yang berada di belakang ruang tamu.

Tak sengaja dia ikut mendengar pembicaraan tersebut, dan dalam hatinya pun jadi ikut bersedih.

Bathinnya seolah menyesali diri. Karena dia tak bisa membantu panti dalam situasi sulit itu. Dan Elang juga ingin membantu pak Baskoro, yang telah begitu baik pada panti mereka selama ini.

Elang merasa tak berdaya dan juga tak berguna saat itu.

‘Hei Elang ! Apa yang bisa kau lakukan dalam kondisi sulit ini..? Betapa tak berdaya dan bergunanya kau ini.

Hanya bisa numpang makan dan di sekolahkan selama ini !’, vonis bathin pada dirinya sendiri. Seolah menyalahkan ketak berdayaan diri Elang saat itu.

‘Ahhh..!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 003. LOKER DAN SANTET

    ‘Ahhh..! Andai mimpi semalam benar-benar bisa jadi nyata. Aku pasti akan menyetujuinya saja. Semoga nanti malam Aki Buyut benar-benar hadir lagi dalam mimpiku’, bathin Elang bertekad. Elang sangat menyesali kebimbangannya, dalam mimpi semalam. Elang bertekad akan menyetujui tawaran mempelajari ilmu turunan keluarganya itu. Jika memang benar mimpi itu bisa jadi kenyataan. “Mas Elang..! Mas..! Dito nakal tuh..!" seorang anak kecil perempuan usia 6 tahunan berlari kecil, dan menubruk Elang sambil mengadu.“Aduh..! Hati-hati Nindi, kamu bisa jatuh nanti,” ujar Elang, sambil memegang tubuh Nindi yang merapat di belakangnya. Tak lama kemudian, seorang anak laki-laki kecil seusia Nindi datang menyusul, “Nah ya..! Kamu di sini Nindi pelit..!” seru bocah itu, sambil berusaha mendekati Nindi, seolah hendak memukulnya. “Hei..hei, Dito..! Nggak boleh begitu ya, sama anak perempuan,” ucap Elang menengahi mereka. “Habis Nindi pelit sih Mas Elang..! Masa suruh gantian main ayunan gak mau..!”

    Last Updated : 2025-01-26
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 004. WEDAR DAN MULAI KERJA

    “Nah Elang. Apakah sekarang kamu sudah siap buyut wedar..? Lalu buyut akan isi tenaga dasar ilmu turunan keluarga kita Elang ?” tanya Ki Sandaka tenang. “Siap Ki Buyut,” sahut Elang mantap. “Kalau begitu naiklah ke balai ini, dan duduklah bersila seperti buyut,” perintah Ki Sandaka. Elang pun naik ke atas balai bambu itu, dan duduk bersila seperti posisi Ki Sandaka. Sementara itu Ki Sandaka terlihat berdiri. Namun Elang spontan bergidik ngeri. Karena dia melihat kaki Ki Buyutnya itu mengambang di udara, tak menapak di atas balai. “Hehehee. Jangan takut cicitku. Ini karena buyut sudah berbeda alam denganmu, Elang,” Ki Sandaka terkekeh, melihat kengerian Elang. “Sekarang bersiaplah Elang. Pejamkan matamu dan bertahanlah, jika ada sesuatu yang dingin dan hangat mengalir di dalam tubuhmu,” ucap Ki Sandaka. “Baik Ki Buyut,” ucap Elang tanpa ragu lagi. Elang langsung memejamkan matanya, seperti yang di arahkan oleh Ki Buyut. Nafasnya pun mulai teratur tenang, dalam posisi bersila.

    Last Updated : 2025-01-27
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 005. PEMBUKTIAN MIMPI

    “Bagaimana kalau kita ke rumah Pak Baskoro, setelah kamu pulang interview dari Betamart saja Elang..?" usul Bu Nunik. Hatinya jadi ikut tergerak dengan ucapan Elang. “Baik Bu,” ucap Elang, menyetujui usul Bu Nunik. “Elang masuk dulu ya Bu. Elang mau bersiap ke Betamart," ujar Elang, seraya undur diri.“Iya Elang, bersiaplah sebaik mungkin ya. Ajaklah Wulan untuk berangkat bersama ke sana,” ucap Bu Nunik. “Baik Bu,” sahut Elang, sambil beranjak menuju ke dalam panti. *** Pak Baskoro tengah terpekur di teras rumahnya. Sementara pikirannya menerawang, pada kenangan indahnya bersama sang istri. Istri yang kini terbaring lemah di pembaringannya. Ya, kenangan indah, rasa cinta, dan kesetiaan itulah. Hal yang mampu membuat Baskoro tetap bertahan, dan tegar merawat istrinya. Dia kembali menghisap rokoknya, dan menghembuskannya dengan nafas lepas menghela. Seolah ingin menghela jauh-jauh masalah pelik, yang selama bertahun-tahun ini menyelimutinya. Sudah hampir satu setengah tahun i

    Last Updated : 2025-01-29
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 006. KEMBALINYA KIRIMAN JAHAT

    “Hahh..?! B-benda apa..?! Maksudmu ada orang yang mengirim ‘bala’ ke istri saya, dengan menanam ‘sesuatu’ di rumah saya ?!” seru kaget pak Baskoro. Ya, Baskoro pernah menerima seorang paranormal dan ajengan ke rumahnya. Dan mereka semua hanya mengatakan, jika istrinya mungkin ‘dikerjai’ seseorang. Tapi tak ada yang dengan ‘jelas’ mengatakan, bahwa ada sesuatu yang di tanam di rumahnya. “Benar Pak Baskoro. Apakah di belakang rumah Bapak ada pohon pepaya, yang letaknya tepat berhadapan dengan pintu belakang rumah bapak ?” tanya Elang. “I..iya benar Elang..! Bagaimana kau bisa tahu..?!” ucap pak Baskoro kaget. 'Bagaimana dia bisa tahu..? Padahal dia belum pernah ke rumahku’, gumam bathinnya. “Bolehkah saya melihatnya Pak Baskoro..?” tanya Elang sopan, langsung ke poin. “Tentu saja boleh. Mari Elang, Bu Nunik, kita ke sana,” sahut pak Baskoro cepat. Ya, kini mulai ada setitik harapan di hati Baskoro. Bu Nunik yang ikut penasaran langsung beranjak mengikuti mereka di belakang. Ses

    Last Updated : 2025-01-31
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 007. DENDAM MASA LALU

    “Satu tahun lebih Mas..?!” seru Halimah terkaget. Benak Halimah langsung membayangkan suaminya, yang pasti sangat repot mengurusnya selama masa sakitnya itu. Dia pun beranjak dan memeluk suaminya, “Terimakasih Mas, telah merawatku selama itu dan tak meninggalkanku. Tsk, tsk!” ucap Halimah serak dan terisak. Lalu Halimah mendekati Elang dan Bu Nunik, “Terimakasih tak terhingga kuucapkan buat kalian. Kalian telah menyelamatkan rumah tangga kami,” ucap Halimah sambil menyalami Elang , lalu memeluk Bu Nunik. “Maaf, apakah ini Bu Nunik dari panti itu..?” tanya Halimah, yang rupanya masih mengenali Bu Nunik. Dulu memang ia pernah beberapa kali menemani suaminya berkunjung ke panti. “Benar Bu Baskoro,” ucap bu Nunik, yang ikut terharu melihat pulihnya istri pak Baskoro ini. ‘Mereka adalah orang-orang yang baik’, bathinnya. “Ahh. Sebaiknya mulai saat ini Ibu memanggil saya Halimah saja. Karena Ibu lebih berumur dari pada saya,” ucap Halimah merasa rikuh, dipanggil bu oleh orang yang le

    Last Updated : 2025-02-01
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 008. KITAB TUJUH ILMU

    "Ki Buyut. Bolehkah Elang tahu, ilmu apa saja yang ada dalam Kitab 7 Ilmu itu ?” tanya Elang penasaran. “Baiklah akan buyut uraikan sedikit tenyang 7 ilmu di dalamnya untukmu Elang, Kitab 7 Ilmu berisikan : 1. Ilmu Wisik Sukma Adalah ilmu yang membuatmu mampu mendengar dan mengetahui isi hati seseorang, Elang. Dengan ilmu ini kau bisa membedakan mana yang tulus dan tidak, sehingga kau tidak mudah tertipu oleh orang. 2. Ilmu Sukma Kelana Ilmu ini merupakan tataran tingkat tinggi Elang, dengan ilmu ini sukmamu dapat berkelana kemana saja kau mau, menembus ruang dan dimensi. Namun kau harus menetapkan dulu tujuanmu, sebelum menggunakan ilmu ini, agar tak tersasar di dimensi atau alam lain. 3. Ilmu Pintas Bumi Ilmu ini adalah ilmu meringankan tubuh keluarga kita Elang. Dengan menerapkan ilmu ini, maka jarak yang jauh akan lebih cepat kau capai, di banding kecepatan sebuah mobil sekalipun. 4. Ilmu Pukulan Guntur Jagad Ilmu ini dapat kau pakai untuk menghancurkan musuh-musuh

    Last Updated : 2025-02-01
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 009. BINGKISAN UNTUK ELANG

    "Elang kemarilah. Kalian berdua masuklah dulu ke ruangan ibu, untuk sarapan roti dan teh manis sebelum berangkat kerja ya,” ucap Bu Nunik, sambil membuka pintu ruangannya. Mereka pun masuk ke dalam. Dan tak lama kemudian datanglah Bu Sati, dengan membawa nampan berisi 3 gelas teh manis dan beberapa bungkus roti keju dan coklat. “Makasih Bu Sati,” ucap Bu Nunik seraya tersenyum padanya. “Terimakasih Bu Sati,” ucap Elang dan Wulan bersamaan.“Silahkan Bu, Elang, Wulan,” sahut bu Sati sambil tersenyum, lalu kembali keluar ruangan. “Silahkan Elang, Wulan. Kalian minum dulu teh manis dan makan beberapa potong roti ini ya,” ucap bu Nunik. Tak lama kemudian Elang dan Wulan berangkat bersama menuju Betamart. Mereka berangkat dengan berjalan kaki. Karena letak Betamart memang tak jauh dari panti mereka, hanya berjarak sekitar 600 meter. *** Tak lama setelah Elang dan Wulan berangkat, panti kedatangan tamu yang tak lain adalah Baskoro dan Halimah. Mereka datang pagi-pagi tak lain adala

    Last Updated : 2025-02-01
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 010. DESA SIRNA RASA

    Klakh..! "Wahh..!" Elang berseru dan tertegun melihat isi kotak bingkisan itu. Isi kotak bingkisan itu ternyata berisikan dus ponsel merek sumsang keluaran terbaru. Warna ponsel itu hitam, sebuah pilihan warna yang cocok dengan selera Elang. Kemudian ada pula sebuah amplop coklat yang agak tebal di sisinya. Perlahan dibukanya isi amplop coklat itu, Srek.! Elang tercekat melihat dua gepok uang merah di dalam amplop itu. Dihitungnya jumlah uang itu, ternyata uang itu berjumlah 20 juta rupiah. Nilai uang yang sangat banyak tentunya, bagi pemuda seperti Elang. Seumur hidupnya di panti, Elang tak pernah memegang uang sebanyak itu. Maka tangannya pun agak gemetar memegang uang sebanyak itu. Diambilnya uang sebesar 5 ratus ribu rupiah, dan dimasukkannya ke dalam dompetnya. Sementara sisanya ia taruh di bawah pakaian di lemarinya. Saat ia hendak membuka box ponselnya, tampak sesuatu jatuh ke lantai. Sebuah plastik berisikan sim card exel siap pakai terlihat di lantai. Diambilnya kem

    Last Updated : 2025-02-02

Latest chapter

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 298.

    "Biar aku saja yang memindahkan motor itu, Bu Guru cantik," suara seorang pria terdengar menawarkan bantuannya. "Terimakasih. Hahhh...?!" reflek Seruni mengucapkan terimakasih tanpa menoleh. Namun seketika itu pula hatinya bergetar kencang, Seruni pun berseru kaget tertahan. Brugh..! Sepasang mata Seruni terbelalak, tas tangan dan beberapa map yang dibawanya pun terjatuh. Itu semua terjadi, saat dirinya belum lagi menoleh ke arah sosok pemilik suara itu. Ya, baginya suara itu sudah mewakili gambaran penuh sosok pemiliknya, Permadi.!'Tapi benarkah ini nyata..?' bisik bathin Seruni meragu. "Seruni, apakah kau akan terus diam di situ hingga malam tiba..?" tanya suara itu lagi. "A-apakah aku tengah bermimpi M-mas..Permadi..?" terbata Seruni bertanya, dadanya terasa sesak. Perlahan dia memutar tubuhnya, dan diapun tersentak tak bisa mengendalikan tubuhnya, Seruni hampir saja terjatuh saking terkejut dan tak percaya, pada apa yang dilihatnya. Ya, sosok gagah itu kini berdiri terse

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 297.

    "Mas Permadi. Lebih baik Sisca juga 'tiada', jika harus hidup tanpamu', desah bathin Sisca, yang kini tengah berbaring lemah di ranjang kamarnya. Berkali Mbok Sutri mengetuk pintu kamarnya untuk makan, maka berkali pula jawaban 'nanti saja' terdengar dari Sisca di dalam kamarnya. Mbok Sutri sampai kehilangan akal dan ikut menjadi prihatin, terhadap kondisi majikan puterinya itu. Ada pun dilema menghantui diri Yudha Satria dan Ahmad Syauban di kepolisian. Mereka bahkan sudah menyimpulkan, jika 'sosok hijau' dalam pertarungan dahsyat di selat Naruto itu adalah Elang. Namun tentu saja mereka memendam rahasia itu dalam hati mereka. Bahkan Yudha Satria berani pula menyimpulkan. Bahwa sosok bercahaya biru dalam video itu, adalah penjahat berhelm. Penjahat yang statusnya 'sangat dicari' oleh pihak kepolisian, hidup atau mati.!Dan hal itu terbukti, dengan 'senyapnya' aksi-aksi para penjahat berhelm, setelah insiden pertarungan dahsyat itu. Dengan kata lain, kasus tentang penjahat bert

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 296.

    'Hahh..! Sudah lewat waktu ashar..!' seru bathinnya. Bergegas dia meninggalkan tempat itu, dan kembali menuju hotelnya. Malam harinya Seruni keluar dari kamarnya, dia berniat dinner di resto hotel. Saat dia tiba di restoran, nampak beberapa tamu juga telah berada di sana. Suasana restoran tak begitu ramai malam itu, sekilas dia melirik seorang gadis yang sepertinya juga tengah menatapnya. Saat tatapan mata mereka bertemu, wajah gadis itu tersenyum ramah padanya. Seruni pun membalas senyum gadis itu. Nampak gadis itu melambaikan tangan ke arahnya. Seolah mengundang Seruni, untuk ikut duduk di mejanya. Seruni pun melangkah menghampiri meja gadis itu, yang nampaknya juga pendatang sepertinya. Karena wajahnya nampak seperti serumpun dengan dirinya. "Duduk di sini saja Mbak. Mbak orang Indonesia kan..?" tanya gadis itu, yang ternyata Nadya adanya. Nadya merasa senang mendapati orang senegaranya berada di tempat itu. Hal yang nampak jelas, dari wajah dan kerudung yang dikenakan Serun

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 295.

    "Hayuk kita berangkat sekarang saja Nadya. Kita bisa bicara sambil mandi di sana. Karena aku akan kembali ke Tokyo sore nanti Nadya," ajak Nanako, sambil memberitahukan soal kepulangannya nanti sore. Akhirnya jadilah mereka berangkat menuju Matsuho-no-sato onsen. Tak sampai satu jam, mereka akhirnya telah sampai di tujuan. Matsuho-no-sato adalah sebuah onsen yang terletak di di perbukitan utara, di atas jembatan Akashi Kaikyo sepanjang 3,5 km. Jembatan ini menyala selama beberapa jam mulai senja, dan selama lima menit setiap jam. Pola lampu pelanginya yang mempesona, bagai memantulkan air dan memenuhi langit. Cara terbaik untuk menikmati pertunjukan cahaya lampu itu, adalah dengan berendam di onsen luar ruangan. Sayangnya mereka tiba disana saat hari masih terbilang pagi. Mereka pun menitipkan alas kaki di loker, menerima dua buah handuk besar dan kecil, lalu masuk keruang ganti. Sebetulnya bukan ruang ganti, tetapi lebih tepat disebut ruang untuk melepas seluruh pakaian mereka

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 294.

    "Ceritakanlah Permadi. Aku akan mendengarkan," sahut Elang tersenyum. Lalu Permadi pun mulai menceritakan kisahnya. Di mulai dari orangtuanya terbunuh, soal Ki Sentanu, soal GASStreet, dan tentang perjalanannya mencari Elang. Hingga berakhir pada 'duel' hidup mati mereka, di selat Naruto. "Begitulah perjalanan hitam diriku, Elang," Permadi mengakhiri kisah dirinya pada Elang. "Wahh, Permadi. Rupanya kau pemimpin kelompok berhelm, yang menggegerkan di Surabaya itu," Elang mengeluh dalam sesal, mendengar pengakuan jujur Permadi. Namun kejujuran Permadi itu, menjadi pertimbangan tersendiri bagi Elang. 'Bagaimana aku membantumu jika begini Permadi..?' desah bathin Elang bingung. *** Sementara itu ke esokkan harinya di Awaji Island. Pagi-pagi sekali Nadya terpaksa membongkar ransel Elang. Karena dia mendengar, jika Mila akan pulang malam ini ke Rusia. Sementara Nadya sendiri akan pulang ke Indonesia besok harinya. Praktis waktu yang tersisa hanya hari itu. Untuk mencari dan menge

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 293.

    "Bangunlah Permadi," pelan saja suara Ki Bogananta, namun terdengar hingga menembus dan meresap masuk ke relung jiwa Permadi. Suara yang dilambari tenaga bathin yang luar biasa menggetarkan. Perlahan pelupuk mata Permadi bergerak, dan akhirnya terbuka lebar. "Ahhh, di mana aku..?!" seru Permadi sambil beranjak duduk, dan melihat ke sekitarnya. Saat matanya membentur sosok yang baru saja 'berbicara' dengannya di kedalaman jiwanya."Eyang sepuh Bogananta..," ucap Permadi, yang langsung menundukkan wajahnya penuh hormat. Ki Bogananta nampak tersenyum damai padanya. Dan Permadi merasa bagai 'telanjang' di hadapan sepuh itu. Habis sudah isi jiwanya 'dikuliti', oleh moyang sepuhnya itu barusan. "Permadi. Kiranya cukup sudah apa-apa yang perlu kautahu, dan Eyang beritahu padamu. Sekarang bersiaplah untuk bertemu dan berbicara dengan Elang. Dia berada tak jauh darimu saat ini. Bicara dan bekerjasamalah kalian di alam nyata nantinya. Eyang yakin, Elang akan memiliki jalan keluar dari m

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 292.

    Taph..! Blaaph..! Ki Palasara langsung menyambar tubuh Permadi, dan keduanya langsung lenyap dari rumah panggung itu. Blaph..! "Salam Moyang Bogananta. Aku datang membawa Permadi," Ki Palasara berkata dengan daya bathin melambari suaranya. Dia muncul di hadapan Ki Bogananta, yang kala itu tengah 'hening' di ruang dimensinya. Karena hanya dengan melambari suaranya dengan daya bathinnya, maka suaranya akan menembus alam keheningan moyangnya itu. Perlahan sepasang mata Ki Bogananta terbuka. Ki Palasara pun langsung tertunduk hormat. Ya, sejak dulu dia memang tak pernah sanggup beradu tatap dengan moyangnya itu. Karena tatap mata Ki Bogananta memang seolah menenggelamkannya, ke dalam samudera tanpa dasar. Pasca insiden di 'medan pasir', Ki Bogananta dan Ki Prahasta Yoga memang langsung kembali ke ruang dimensinya masing-masing. Mereka menyerahkan pengurusan Elang dan Permadi, di tangan Ki Sandaka dan Ki Palasara hingga pulih."Hmm. Palasara, baringkan Permadi di hadapanku. Energi

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 291.

    "Benar Elang. Gadis itu baru saja melintas di benakmu," sahut Ki Sandaka tersenyum bijak. Ya, tingkatan 'wisik sukma' Ki Sandaka bahkan sudah tak memerlukan penerapan lagi. Ajian wisik sukma seakan sudah menjadi bagian dari nafasnya. "Ahhh..! Benarkah Ki Buyut..?!" kini wajah Elang nampak sangat cerah sekali, bukit besar yang menindih hatinya selama ini bagai lenyap hancur berkeping tanpa bekas. Plonngg..!! "Elang, menurut buyut. Sebaiknya kalian segeralah menikah. Dan jadikan malam pertamamu, sebagai perayaan akan 'lenyap'nya kutukkan Naga Asmara dari dirimu. Setelah kutukkan itu lenyap, maka kau baru akan bisa menggabungkan 'power' Naga Merah dan Biru dalam cincin naga asmara dengan aji pamungkasmu 'Cambuk Tujuh Petir'. Itulah pamungkas terdahsyat trah langit, yang takkan tertandingi oleh 'pusaka bumi maupun pusaka samudera'. Jika kamu sudah berhasil menguasainya Elang," jelas Ki Sandaka. "Baik Ki Buyut. Elang akan mematuhi pesan Ki Buyut," Elang berkata sambil menundukkan ke

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 290.

    "A-apa..?!" Nadya terkejut, namun dia merasakan tubuhnya tiba-tiba menjadi dingin. Sprassh..! Dari jari tangan Nadya seketika melesat cahaya kuning kehijauan, yang langsung membentur lesatan shuriken yang dilepaskan Nanako. Craackh..!! Clapphs..! Shuriken yang dilontarkan Nanako langsung membentur selarik cahaya kuning kehijauan itu. Lalu shuriken itu terpental berubah arah, dan masuk ke dalam kolam renang. "Aahhh...!!" Seru kaget dan ngeri, dari semua wanita cantik yang berada di situ. Nampak mata mereka semuanya terbelalak. Ya, awalnya mereka semua bahkan tak bisa melihat lesatan shuriken Nanako. Mereka hanya melihat Nanako seperti melemparkan sesuatu ke arah Keina. Dan kini mereka semua baru sadar, jika yang dilemparkan Nanako adalah senjata yang berbahaya. "Hei sudahlah Nanako, Keina..! Ini benar-benar tak berguna..! Yang kalian ributkan sudah damai di sana. Biarkan Mas Elang tenang dan damai di sana. Jangan menambah beban langkahnya, karena melihat kalian ribut di sini.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status