Home / Urban / Sang PENEMBUS Batas / Bab 001. TRAGISNYA TAKDIR

Share

Sang PENEMBUS Batas
Sang PENEMBUS Batas
Author: BayS

Bab 001. TRAGISNYA TAKDIR

Author: BayS
last update Last Updated: 2025-01-24 16:46:24

Sebuah mobil sedan yang membawa sepasang suami istri, dan seorang anak lelaki berusia 3 tahun nampak meluncur tak terkendali.

Di depan mobil itu, terpampang sebuah kelokkan tajam lembah Cipanas yang curam dan dalam.

Ya, akibat menghindari pengemudi motor yang ugal-ugalan di jalan. Rupanya Sukanta tak bisa melihat, bahwa di depannya terdapat tikungan tajam,

“Awas Pahhh..!!” teriak panik dan ketakutan Wulandari sang istri.

Sang suami berusaha mengendalikan mobilnya yang oleng. Dan tak sengaja dalam kepanikkannya melihat lembah curam di depannya, Sukanta malah menginjak gas dan rem bersamaan.

Brrrmm...!! Ciitttt..!!

“Huhuhuuu..! Elang takut Mahh, Pahh,” tangis sang anak, yang menyadari sesuatu yang buruk akan terjadi.

“Pahh..! Innalillahi ...!!” teriak sang istri, wajahnya pucat pasi.

“Astaghfirullahaladzim ....!!” seru sang suami keras. Dan tak ayal mobilnya menabrak pagar besi di bibir lembah.

Braagghhh !!

Pagar besi pun roboh. Sadar akan jatuh ke lembah curam yang tinggi, Wulandari membuka lebar-lebar jendela mobilnya dengan tangan gemetar.

Lembah curam setinggi 30 meter dengan sungai berbatu-batu besar. Seolah menjadi pemandangan terakhir, yang sangat mengerikkan bagi mereka di bawah sana.

“Elang Prayoga,..! Jadilah anak yang sholeh dan pintar ya. Maafkan Mamah dan Papah akan pergi terlalu cepat,” ucap Wulandari gemetar dan mata basah, sambil mencium putra satu-satunya yang bernama Elang Prayoga itu.

“Mahh.. Pahh..! Takut Mahh..!” hanya itu seruan yang bisa dikatakan Elang.

Wulandari melihat celah semak di bawah yang agak landai. Kendati mobil dalam kondisi melayang jatuh.

"Maafkan mamah Elang..!" ucap lirih bergetar Wulandari.

Lalu dia melemparkan putranya ke arah semak itu melalui jendela mobil yang terbuka lebar

Wushh..!

“Mamahhhh !! huhuuuu !” teriakkan terakhir Elang disertai tangisannya terdengar memilukan.

“La..ilahaillallah Muhammadarrasulullah !” sebut pak Sukanta, sambil memeluk Wulandari.

"Lailahaillallah.. muhammadarrasulullah,” seru Wulandari mengikuti, seraya menyusupkan wajahnya di dalam pelukkan sang suami.

Ya, keduanya telah pasrah dan berserah, atas segala takdir yang kini sangat buruk mereka rasakan.

Mobil pun jatuh tepat di sebuah batu besar, yang terhampar di sungai kecil itu,

Braagghhhhh !! Gedubraakhh !!

Bemper mobil langsung hancur seketika, saat menghantam batu besar itu. Lalu mobil ringsek itu pun terpental kembali, dan menghantam batu lain di sebelah kirinya. Dan..

Blaarrrrkhs..!!

Mobil pun meledak dahsyat dan berkobar terlalap api..!

***

Raungan sirene ambulan terdengar bersahutan nyaring.

Rombongan ambulan itu mendatangi lokasi kecelakaan di lembah Cipanas, yang hendak membawa dua jenazah korban kecelakaan.

Tampak tim evakuasi telah berhasil mengangkat jenazah Sukanta dan Wulandari, yang dalam kondisi hangus total tak bisa dikenali lagi.

Posisi kedua jenazah tersebut membuat siapapun yang melihatnya akan trenyuh, karena masih dalam posisi saling berpelukkan erat.

Seolah memperlihatkan, jika janji sehidup semati telah tunai mereka buktikan.

Tim evakuasi juga berhasil menyelamatkan seorang anak laki-laki kecil berusia sekitar 3 tahunan, yang dalam kondisi pingsan saat ia ditemukan.

Sepertinya anak itu pingsan karena menangis terus menerus, dan tak kuat menahan rasa penat yang dideritanya.

Karena terhitung selama 5 jam lebih, anak itu berada di semak-semak di tengah lembah. Sebelum tim evakuasi akhirnya datang menyelamatkannya.

Ya, anak kecil itu adalah Elang Prayoga adanya..!

Tim evakuasi sama sekali tidak menemukan kartu identitas apapun. Karena semua badan dan isi mobil terbakar total.

Elang tersadar, setelah dirinya berada di sebuah rumah sakit. Dan saat itu Elang sama sekali tak bisa bicara.

Karena rasa trauma dan shock yang di alaminya. Akibat kecelakaan tragis kedua orangtuanya, yang terpampang langsung di depan matanya.

Setelah empat hari berada di rumah sakit, dan tak ada seorang pun sanak family yang menjemputnya.

Akhirnya pihak rumah sakit menyerahkan Elang ke yayasan panti asuhan, yang berada satu wilayah dengan rumah sakit tersebut di wilayah Ciawi.

***

Telah hampir dua minggu Elang tinggal di panti asuhan ‘Harapan Bangsa’.

Sebuah panti yang dikelola oleh seorang ibu yang baik dan penyabar, ibu Nunik namanya.

Ibu Nunik dibantu oleh bu Herlin dan bu Sati. Sudah belasan tahun Bu Nunik mengelola panti asuhan itu.

Tercatat ada 47 anak yatim piatu, yang tinggal di panti asuhan yang dikelolanya. Dengan Elang termasuk di dalamnya.

Pagi itu Elang sudah bangun, seperti halnya anak-anak lain di panti asuhan tersebut.

Mereka terbiasa melakukan kegiatan beberes kamar dan lingkungan panti asuhan. Lalu dilanjut dengan berolahraga bersama.

Selesai berolahraga maka semuanya berkumpul di aula panti asuhan. Untuk acara sarapan bersama, yang disiapkan oleh bu Herlin dan bu Sati.

Menu yang sederhana sekalipun akan terasa nikmat, jika kedua ibu itu yang memasaknya.

Elang bisa dikatakan adalah anak terkecil dan termuda, di antara anak-anak yang berada di panti asuhan ‘Harapan Bangsa’.

Dengan usianya yang masih 3 tahun, dan masih belum bisa bicara, akibat trauma yang dialaminya.

Maka Elang mendapat perhatian khusus dari Bu Nunik. Bu Nunik terlihat sangat telaten merawat Elang. Hal mana sedikit menimbulkan rasa iri, dari beberapa anak yang telah lebih dulu berada di sana.

Kali ini Bu Nunik berniat mengajarkan tentang nama anggota keluarga sederhana pada Elang.

“Nak, kamu bisa katakan ini siapa ?” tanya bu Nunik. Dia menunjukkan foto sebuah keluarga, yang terdiri dari sepasang suami istri dan anak.

“Ibu,” ucap bu Nunik, sambil menunjuk foto wanita dewasa dalam foto itu.

“Ayah,” ucap bu Nunik lagi, sambil menunjuk foto pria dewasa.

“Elang,” ucap Elang pelan, sambil menunjuk foto anak laki kecil di foto itu.

“A..apa anak ! U-ulangi sekali lagi.!" seru bu Nunik kaget dan gembira sekali hatinya, mendengar sepatah kata yang di ucapkan Elang.

“Mamah, Papahh, Elang,” ucap Elang mulai tenang dan jelas, dalam mengucap kata.

Ya, Elang menunjuk foto wanita dewasa sebagai Mamah, pria dewasa sebagai Papah, dan anak laki kecil dalam foto itu sebagai dirinya.

Bu Nunik langsung menggendong Elang dan mendekapnya erat, hatinya terasa amat bahagia.

Sungguh pantas memang Bu Nunik ini menyandang nama sebagai pengelola panti asuhan.

Karena memang hatinya begitu penuh kasih dan sayang, bagi semua anak-anak di dalam panti asuhan yang dikelolanya.

“Akhirnya kamu bisa bicara anakku, Elang,” ucap bu Nunik serak.

Mendengar bu Nunik berkata demikian, bu Herlin dan bu Sati yang berada tak jauh darinya pun mendekat.

"Benarkah dia sudah bisa bicara Mbak..?!" seru senang bu Sati.

Bu Nunik hanya bisa mengangguk, dengan mata yang masih beriak basah.

Ya, sejak pertama kali dia melihat Elang. Entah kenapa hati Bu Nunik langsung merasa suka dan sayang sekali pada anak itu.

“Aih aih, anak yang ganteng ini namanya siapa ya ?” tanya bu Sati, sambil mencubit pelan pipi Elang.

“Elang Prayoga,” sahut Elang, polos dan jelas.

“Wahh. Benar dia sudah bisa bicara !” seru bu Herlin.

Hari itu pun suasana di panti asuhan ‘Harapan Bangsa’ diliputi oleh nuansa kebahagiaan.

Ya, seorang anak lagi identitasnya bisa diketahui, walau hanya sebuah nama.

Ada beberapa anak di panti, yang bahkan pihak panti sendiri yang harus memberi mereka nama. Karena mereka masih bayi saat masuk ke panti asuhan.

Hari berganti bulan, dan tahun demi tahun pun berganti. Tak mengenal kata mundur.

Tak terasa sudah 15 tahun lamanya, Elang berada di panti asuhan ‘Harapan Bangsa’. Itu artinya Elang sudah menginjak usia 18 tahun lebih saat itu.

Elang sudah tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan cukup tampan. Tubuhnya sedang namun berisi.

Karena Elang memang rajin bangun pagi, berolahraga, dan membersihkan lingkungan panti, sebelum ia berangkat ke sekolah.

Rambutnya berombak tebal, matanya bening dan tajam, dengan tinggi badan sekitar 178cm.

Elang baru saja lulus SMA sebulan yang lalu. Banyak teman sekolahnya dulu yang suka mampir di panti. Untuk sekedar ngobrol dan bertanya, soal tugas-tugas sekolahnya.

Elang memang anak yang cerdas dan rajin di sekolahnya. Pembawaannya juga supel, sehingga baik teman lelaki maupun wanita banyak yang menyukainya.

Bahkan para guru pun menyayangkan, saat Elang tidak melanjutkan pendidikkannya ke perguruan tinggi. Akibat keterbatasan keuangan pihak panti asuhan.

“Maafkan ibu ya Elang. Semua perhiasan dan barang berharga di panti ini, jika ibu jual juga belum cukup untuk membiayai kuliahmu Nak,” ucap bu Nunik, yang kini sudah agak renta. Namun tetap berkeras mengelola panti asuhan.

“Sementara adik-adikmu juga masih harus meneruskan sekolah mereka. Minimal hingga SMA seperti dirimu Elang,” ucap bu Nunik lagi.

“Tak apa-apa Ibu. Elang nggak harus kok melanjutkan ke perguruan tinggi. Yang penting adik-adik bisa terus bersekolah.

Elang akan mulai mencari pekerjaan apa saja besok ya bu,” ucap Elang dengan hati trenyuh.

Sesak hati Elang, mendengar bu Nunik sampai hendak menjual perhiasan dan barang berharga di panti. Agar dia bisa melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi.

“Maafkan ibu, Elang,” ucap serak bu Nunik. Dia sangat menyayangkan predikat Elang, yang menjadi bintang pelajar di sekolahnya. Namun keadaan memaksanya harus berakhir seperti itu.

“Tak apa Ibu sayang,” ucap Elang seraya mendekap bu Nunik. Perempuan yang telah dianggap, sebagai ibu kandungnya sendiri itu.

Elang sangat patuh dan sayang pada ibu yang satu ini. Karena ketulusan hati Bu Nunik telah dirasakannya, sejak ia masih kecil.

Malam itu....

Related chapters

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 002. MIMPI ANEH

    Malam itu Elang tidur dengan nyenyak. Setelah dia membantu Bu Sati mencuci piring di dapur, dan menyapu aula panti. Bu Sati memang terbiasa mencuci piring di malam hari, saat anak panti rata-rata sudah tertidur pulas. Elang yang melihatnya saat lewat dapur merasa kasihan. Dia lalu menyuruh Bu Sati untuk istirahat saja lebih awal, dan membiarkan Elang yang mencuci piring. Akhirnya Bu Sati beranjak ke kamarnya untuk tidur lebih awal. ‘Kasihan Bu Sati. Usianya sudah 57 tahun, namun masih harus bekerja keras di panti’, ujar bathin Elang, sambil menatap sosok bu Sati, yang sedang melangkah ke arah kamarnya. Elang mulai mencuci piring, benaknya teringat pembicaraannya dulu dengan Bu Sati, “Bekerja di sini adalah panggilan hati ibu, Elang. Ibu hanyalah janda tanpa anak, saat mulai bekerja di sini. Dan ibu merasa disinilah tempat ibu, bersama anak-anak yang tak tahu harus berlindung ke mana. Melihat anak-anak tersenyum merasakan kebahagiaan dan kehangatan di panti ini. Adalah sebuah k

    Last Updated : 2025-01-26
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 003. LOKER DAN SANTET

    ‘Ahhh..! Andai mimpi semalam benar-benar bisa jadi nyata. Aku pasti akan menyetujuinya saja. Semoga nanti malam Aki Buyut benar-benar hadir lagi dalam mimpiku’, bathin Elang bertekad. Elang sangat menyesali kebimbangannya, dalam mimpi semalam. Elang bertekad akan menyetujui tawaran mempelajari ilmu turunan keluarganya itu. Jika memang benar mimpi itu bisa jadi kenyataan. “Mas Elang..! Mas..! Dito nakal tuh..!" seorang anak kecil perempuan usia 6 tahunan berlari kecil, dan menubruk Elang sambil mengadu.“Aduh..! Hati-hati Nindi, kamu bisa jatuh nanti,” ujar Elang, sambil memegang tubuh Nindi yang merapat di belakangnya. Tak lama kemudian, seorang anak laki-laki kecil seusia Nindi datang menyusul, “Nah ya..! Kamu di sini Nindi pelit..!” seru bocah itu, sambil berusaha mendekati Nindi, seolah hendak memukulnya. “Hei..hei, Dito..! Nggak boleh begitu ya, sama anak perempuan,” ucap Elang menengahi mereka. “Habis Nindi pelit sih Mas Elang..! Masa suruh gantian main ayunan gak mau..!”

    Last Updated : 2025-01-26
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 004. WEDAR DAN MULAI KERJA

    “Nah Elang. Apakah sekarang kamu sudah siap buyut wedar..? Lalu buyut akan isi tenaga dasar ilmu turunan keluarga kita Elang ?” tanya Ki Sandaka tenang. “Siap Ki Buyut,” sahut Elang mantap. “Kalau begitu naiklah ke balai ini, dan duduklah bersila seperti buyut,” perintah Ki Sandaka. Elang pun naik ke atas balai bambu itu, dan duduk bersila seperti posisi Ki Sandaka. Sementara itu Ki Sandaka terlihat berdiri. Namun Elang spontan bergidik ngeri. Karena dia melihat kaki Ki Buyutnya itu mengambang di udara, tak menapak di atas balai. “Hehehee. Jangan takut cicitku. Ini karena buyut sudah berbeda alam denganmu, Elang,” Ki Sandaka terkekeh, melihat kengerian Elang. “Sekarang bersiaplah Elang. Pejamkan matamu dan bertahanlah, jika ada sesuatu yang dingin dan hangat mengalir di dalam tubuhmu,” ucap Ki Sandaka. “Baik Ki Buyut,” ucap Elang tanpa ragu lagi. Elang langsung memejamkan matanya, seperti yang di arahkan oleh Ki Buyut. Nafasnya pun mulai teratur tenang, dalam posisi bersila.

    Last Updated : 2025-01-27
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 005. PEMBUKTIAN MIMPI

    “Bagaimana kalau kita ke rumah Pak Baskoro, setelah kamu pulang interview dari Betamart saja Elang..?" usul Bu Nunik. Hatinya jadi ikut tergerak dengan ucapan Elang. “Baik Bu,” ucap Elang, menyetujui usul Bu Nunik. “Elang masuk dulu ya Bu. Elang mau bersiap ke Betamart," ujar Elang, seraya undur diri.“Iya Elang, bersiaplah sebaik mungkin ya. Ajaklah Wulan untuk berangkat bersama ke sana,” ucap Bu Nunik. “Baik Bu,” sahut Elang, sambil beranjak menuju ke dalam panti. *** Pak Baskoro tengah terpekur di teras rumahnya. Sementara pikirannya menerawang, pada kenangan indahnya bersama sang istri. Istri yang kini terbaring lemah di pembaringannya. Ya, kenangan indah, rasa cinta, dan kesetiaan itulah. Hal yang mampu membuat Baskoro tetap bertahan, dan tegar merawat istrinya. Dia kembali menghisap rokoknya, dan menghembuskannya dengan nafas lepas menghela. Seolah ingin menghela jauh-jauh masalah pelik, yang selama bertahun-tahun ini menyelimutinya. Sudah hampir satu setengah tahun i

    Last Updated : 2025-01-29
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 006. KEMBALINYA KIRIMAN JAHAT

    “Hahh..?! B-benda apa..?! Maksudmu ada orang yang mengirim ‘bala’ ke istri saya, dengan menanam ‘sesuatu’ di rumah saya ?!” seru kaget pak Baskoro. Ya, Baskoro pernah menerima seorang paranormal dan ajengan ke rumahnya. Dan mereka semua hanya mengatakan, jika istrinya mungkin ‘dikerjai’ seseorang. Tapi tak ada yang dengan ‘jelas’ mengatakan, bahwa ada sesuatu yang di tanam di rumahnya. “Benar Pak Baskoro. Apakah di belakang rumah Bapak ada pohon pepaya, yang letaknya tepat berhadapan dengan pintu belakang rumah bapak ?” tanya Elang. “I..iya benar Elang..! Bagaimana kau bisa tahu..?!” ucap pak Baskoro kaget. 'Bagaimana dia bisa tahu..? Padahal dia belum pernah ke rumahku’, gumam bathinnya. “Bolehkah saya melihatnya Pak Baskoro..?” tanya Elang sopan, langsung ke poin. “Tentu saja boleh. Mari Elang, Bu Nunik, kita ke sana,” sahut pak Baskoro cepat. Ya, kini mulai ada setitik harapan di hati Baskoro. Bu Nunik yang ikut penasaran langsung beranjak mengikuti mereka di belakang. Ses

    Last Updated : 2025-01-31

Latest chapter

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 006. KEMBALINYA KIRIMAN JAHAT

    “Hahh..?! B-benda apa..?! Maksudmu ada orang yang mengirim ‘bala’ ke istri saya, dengan menanam ‘sesuatu’ di rumah saya ?!” seru kaget pak Baskoro. Ya, Baskoro pernah menerima seorang paranormal dan ajengan ke rumahnya. Dan mereka semua hanya mengatakan, jika istrinya mungkin ‘dikerjai’ seseorang. Tapi tak ada yang dengan ‘jelas’ mengatakan, bahwa ada sesuatu yang di tanam di rumahnya. “Benar Pak Baskoro. Apakah di belakang rumah Bapak ada pohon pepaya, yang letaknya tepat berhadapan dengan pintu belakang rumah bapak ?” tanya Elang. “I..iya benar Elang..! Bagaimana kau bisa tahu..?!” ucap pak Baskoro kaget. 'Bagaimana dia bisa tahu..? Padahal dia belum pernah ke rumahku’, gumam bathinnya. “Bolehkah saya melihatnya Pak Baskoro..?” tanya Elang sopan, langsung ke poin. “Tentu saja boleh. Mari Elang, Bu Nunik, kita ke sana,” sahut pak Baskoro cepat. Ya, kini mulai ada setitik harapan di hati Baskoro. Bu Nunik yang ikut penasaran langsung beranjak mengikuti mereka di belakang. Ses

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 005. PEMBUKTIAN MIMPI

    “Bagaimana kalau kita ke rumah Pak Baskoro, setelah kamu pulang interview dari Betamart saja Elang..?" usul Bu Nunik. Hatinya jadi ikut tergerak dengan ucapan Elang. “Baik Bu,” ucap Elang, menyetujui usul Bu Nunik. “Elang masuk dulu ya Bu. Elang mau bersiap ke Betamart," ujar Elang, seraya undur diri.“Iya Elang, bersiaplah sebaik mungkin ya. Ajaklah Wulan untuk berangkat bersama ke sana,” ucap Bu Nunik. “Baik Bu,” sahut Elang, sambil beranjak menuju ke dalam panti. *** Pak Baskoro tengah terpekur di teras rumahnya. Sementara pikirannya menerawang, pada kenangan indahnya bersama sang istri. Istri yang kini terbaring lemah di pembaringannya. Ya, kenangan indah, rasa cinta, dan kesetiaan itulah. Hal yang mampu membuat Baskoro tetap bertahan, dan tegar merawat istrinya. Dia kembali menghisap rokoknya, dan menghembuskannya dengan nafas lepas menghela. Seolah ingin menghela jauh-jauh masalah pelik, yang selama bertahun-tahun ini menyelimutinya. Sudah hampir satu setengah tahun i

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 004. WEDAR DAN MULAI KERJA

    “Nah Elang. Apakah sekarang kamu sudah siap buyut wedar..? Lalu buyut akan isi tenaga dasar ilmu turunan keluarga kita Elang ?” tanya Ki Sandaka tenang. “Siap Ki Buyut,” sahut Elang mantap. “Kalau begitu naiklah ke balai ini, dan duduklah bersila seperti buyut,” perintah Ki Sandaka. Elang pun naik ke atas balai bambu itu, dan duduk bersila seperti posisi Ki Sandaka. Sementara itu Ki Sandaka terlihat berdiri. Namun Elang spontan bergidik ngeri. Karena dia melihat kaki Ki Buyutnya itu mengambang di udara, tak menapak di atas balai. “Hehehee. Jangan takut cicitku. Ini karena buyut sudah berbeda alam denganmu, Elang,” Ki Sandaka terkekeh, melihat kengerian Elang. “Sekarang bersiaplah Elang. Pejamkan matamu dan bertahanlah, jika ada sesuatu yang dingin dan hangat mengalir di dalam tubuhmu,” ucap Ki Sandaka. “Baik Ki Buyut,” ucap Elang tanpa ragu lagi. Elang langsung memejamkan matanya, seperti yang di arahkan oleh Ki Buyut. Nafasnya pun mulai teratur tenang, dalam posisi bersila.

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 003. LOKER DAN SANTET

    ‘Ahhh..! Andai mimpi semalam benar-benar bisa jadi nyata. Aku pasti akan menyetujuinya saja. Semoga nanti malam Aki Buyut benar-benar hadir lagi dalam mimpiku’, bathin Elang bertekad. Elang sangat menyesali kebimbangannya, dalam mimpi semalam. Elang bertekad akan menyetujui tawaran mempelajari ilmu turunan keluarganya itu. Jika memang benar mimpi itu bisa jadi kenyataan. “Mas Elang..! Mas..! Dito nakal tuh..!" seorang anak kecil perempuan usia 6 tahunan berlari kecil, dan menubruk Elang sambil mengadu.“Aduh..! Hati-hati Nindi, kamu bisa jatuh nanti,” ujar Elang, sambil memegang tubuh Nindi yang merapat di belakangnya. Tak lama kemudian, seorang anak laki-laki kecil seusia Nindi datang menyusul, “Nah ya..! Kamu di sini Nindi pelit..!” seru bocah itu, sambil berusaha mendekati Nindi, seolah hendak memukulnya. “Hei..hei, Dito..! Nggak boleh begitu ya, sama anak perempuan,” ucap Elang menengahi mereka. “Habis Nindi pelit sih Mas Elang..! Masa suruh gantian main ayunan gak mau..!”

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 002. MIMPI ANEH

    Malam itu Elang tidur dengan nyenyak. Setelah dia membantu Bu Sati mencuci piring di dapur, dan menyapu aula panti. Bu Sati memang terbiasa mencuci piring di malam hari, saat anak panti rata-rata sudah tertidur pulas. Elang yang melihatnya saat lewat dapur merasa kasihan. Dia lalu menyuruh Bu Sati untuk istirahat saja lebih awal, dan membiarkan Elang yang mencuci piring. Akhirnya Bu Sati beranjak ke kamarnya untuk tidur lebih awal. ‘Kasihan Bu Sati. Usianya sudah 57 tahun, namun masih harus bekerja keras di panti’, ujar bathin Elang, sambil menatap sosok bu Sati, yang sedang melangkah ke arah kamarnya. Elang mulai mencuci piring, benaknya teringat pembicaraannya dulu dengan Bu Sati, “Bekerja di sini adalah panggilan hati ibu, Elang. Ibu hanyalah janda tanpa anak, saat mulai bekerja di sini. Dan ibu merasa disinilah tempat ibu, bersama anak-anak yang tak tahu harus berlindung ke mana. Melihat anak-anak tersenyum merasakan kebahagiaan dan kehangatan di panti ini. Adalah sebuah k

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 001. TRAGISNYA TAKDIR

    Sebuah mobil sedan yang membawa sepasang suami istri, dan seorang anak lelaki berusia 3 tahun nampak meluncur tak terkendali. Di depan mobil itu, terpampang sebuah kelokkan tajam lembah Cipanas yang curam dan dalam. Ya, akibat menghindari pengemudi motor yang ugal-ugalan di jalan. Rupanya Sukanta tak bisa melihat, bahwa di depannya terdapat tikungan tajam,“Awas Pahhh..!!” teriak panik dan ketakutan Wulandari sang istri. Sang suami berusaha mengendalikan mobilnya yang oleng. Dan tak sengaja dalam kepanikkannya melihat lembah curam di depannya, Sukanta malah menginjak gas dan rem bersamaan. Brrrmm...!! Ciitttt..!!“Huhuhuuu..! Elang takut Mahh, Pahh,” tangis sang anak, yang menyadari sesuatu yang buruk akan terjadi.“Pahh..! Innalillahi ...!!” teriak sang istri, wajahnya pucat pasi.“Astaghfirullahaladzim ....!!” seru sang suami keras. Dan tak ayal mobilnya menabrak pagar besi di bibir lembah. Braagghhh !! Pagar besi pun roboh. Sadar akan jatuh ke lembah curam yang tinggi, Wuland

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status